Bab 16 - Tangis Kerinduan

43 16 3
                                    

Selamat membaca guys! Jangan lupa vote and comen❤ em kritik dan sarannya juga ditunggu yah mwehehe. Jangan kau cosplay jadi mayat pula!👻

Absen yuk kalian darimana aja, siapa tau kita satu kota xixixi😆

Siap spam komen disetiap paragrafnya?❤

Happy Reading!❤

"Hei, Ta ini Aris," panggil Keano lembut sembari menggenggam tangan dingin Tata, kemudian membawanya ke pelukan.

Hangat. Nyaman. Aman. Dan menenangkan.

"T-takut. Mereka jahat. Mereka ingin melenyapkan aku. Mereka terus saja mendatangiku. A-aku takut," adunya sembari menangis dipelukan Keano.

"Gapapa, sekarang lu aman bersama gua," jawab Keano meyakinkan sembari terus menenangkan gadis dalam pelukannya.

Setelah dirasa cukup tenang, Keano menuntun Tata ke arah motornya yang tergeletak begitu saja di sebrang jalan meninggalkan Silvia yang sejak tadi terus menyaksikan kedua insan itu berpelukan dan Keano yang dengan sabar menenangkan Tata.

"Ada apa? Lu kenapa, Ta?" Gumamnya pelan diiringi hembusan nafas kasar.

***

"Oh jadi gini yah kerjaan kamu disini? Dua hari ga pulang rumah, mau jadi apa kamu?" Tanya seorang pria paruh baya dengan nada sinis.

"Bicara sama saya?" Tanya Keano memastikan seraya menunjuk dirinya sendiri sebelum akhirnya kembali melanjutkan langkahnya yang tertunda tadi.

"Dasar anak kurang ajar! Saya tidak pernah mendidik kamu untuk menjadi kurang ajar begitu!" Makinya yang membuat Keano menghentikan langkahnya yang sudah mencapai setengah anak tangga kemudian menolehkan kepalanya.

"Em, emang anda mengajarkan saya apa? Sebentar saya ingat-ingat dulu. Ah saya tidak bisa mengingatnya, atau mungkin memang tidak ada?" Tanya Keano dengan nada suara mengejek yang membuat Bramantyo naik pitam kemudian berlalu begitu saja meninggalkan Keano yang menatapnya remeh.

Kemudian, Keano kembali melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda untuk kedua kalinya.

"Melelahkan!" Gumamnya setelah sampai di kamarnya dan merebahkan tubuhnya ke kasur, "Untuk kedua kalinya gua dibuat khawatir. Ckck sungguh menyebalkan."

***

Sementara ditempat lain seorang gadis tengah berbaring lemah di kamarnya seraya terus menatap kearah jendela berharap dia menemukan sesuatu.

"Hei? Kok bengong sih sayang?" Tanya seorang wanita paruh baya dengan lembut.

"Tidak apa-apa, bun," jawab Tata singkat.

Iya, setelah insiden rumah pohon Keano langsung menelfon orang tua Tata karena Tata tak hentinya meronta dan berteriak setelah kembali sampai dirumahnya.

"Bunda, Tata boleh cerita sama bunda nggak?" Lirihnya seraya memilin ujung selimutnya.

"Cerita aja sayang, bunda pasti akan selalu mendengarkan Tata," ujarnya seraya mengusap lembut kepala putri semata wayangnya.

Kemudian, Tata menceritakan segalanya. Semua yang dia rasakan selama ini, beban itu semuanya tumpah ruah dihadapan sang bunda. Dengan air mata yang terus mengalir, dengan segala sesak di dadanya, dengan segala rasa sakit yang belakangan ini terus menyerangnya, Tata menceritakan itu semua.

Tentang insiden rumah pohon yang dia alami, tentang dua gadis cilik itu dan tentang betapa peliknya kehidupan salah satu gadis kecil yang sering datang kedalam mimpinya.

Namun, ada satu hal yang tidak dia sadari. Perubahan ekspresi bundanya sejak pertama kali Tata menyebutkan nama kedua gadis kecil itu. Nama yang selama ini disembunyikan rapat-rapat oleh dia dan keluarganya. Perubahan ekspresi yang sangat nyata.

Bagaimana Tata mengetahui itu semua? Batinnya berujar.

"Tata lelah bunda, Tata cape. Semuanya seakan rumit semenjak itu, Tata sering melihat kilas balik kejadian mengerikan. Sebenarnya Tata kenapa? Dan siapa mereka? Siapa orang-orang itu?" Lirihnya dengan penuh keputusasaan.

"Tata istirahat, yah? Sudah malam," pinta Natalia mengalihkan topik pembicaraan.

"T-tapi bunda, Tata ..."

"Tidur."

"Iya, Tata tidur," ujarnya sembari memejamkan kedua matanya.

"Selamat malam sayang, jangan sakit lagi. Bunda sayang sama Tata," gumamnya setelah merapikan selimut Tata dan mencium lama keningnya.

***

"Rista, mamah kangen banget sama kamu," gumam seorang wanita paruh baya sembari memeluk sebuah bingkai foto berukuran sedang.

"Mamah nggak tau harus percaya sama siapa, semuanya membingungkan. Semuanya terlalu tiba-tiba dan tanpa aba-aba."

"Mamah sudah mencari dia ke seluruh penjuru kota, bahkan mamah sudah beberapa kali datangi rumah lamanya. Dan hasilnya tetap sama, sampai saat ini mamah belum menemukan keberadaannya."

"Mamah lelah, Rista. Mamah rindu putri mamah."

Tangis pilu seolah mengiringi keheningan, sebelum sebuah keributan mengalihkan atensinya dan bergegas untuk menuju sumber suara tersebut. Namun, sebelumnya dia mencuci mukanya terlebih dahulu.

"Ada apa?" Tanyanya setelah sampai di sumber suara.

"Anak kamu itu selalu saja membuat ulah. Tidak punya sopan santun sama sekali jika berbicara dengan orang tua," keluh Bramantyo sembari memijat pelipisnya.

Mendengarkan itu, Dinara hanya diam kemudian berlalu dari hadapan suaminya. "Tidur, mas. Sudah larut, besok kamu kerja," ujarnya singkat kemudian melanjutkan langkahnya untuk kembali ke dalam kamarnya.

To be continue

Bobrok Girl Vs Cold BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang