[19] This is me praying that

8K 2.3K 743
                                    

"Kiel, ayo ganti baju!" seru Ricale yang duduk di atas meja dan sedang menatap teman sebangkunya itu.

Zyakiel yang sedang membaca komik lantas memusatkan perhatian pada Ricale, lalu ia melirik murid lain di sekitarnya. Jam olahraga dan semua murid di kelasnya bergegas hendak pergi ke kamar mandi untuk ganti baju. Walaupun ada informasi bahwa guru olahraga sedang ada halangan, murid kelas 10-1 tetap diperintahkan untuk olahraga mandiri.

Dia menutup komik yang sedang asik dibacanya, berdiri dari duduk dengan sudah menenteng totebag berisi baju olahraga. "Ayo!" ajaknya pada Ricale.

Ricale turun dari meja, berjalan di samping Zyakiel. Baru berjalan di depan kelas, Zyakiel menghentikan langkah yang otomatis Ricale mengikutinya.

"Ketua kelas, hari ini mau olahraga apa?" tanya Zyakiel pada gadis yang sedang menghapus papan tulis.

Gadis berambut panjang yang dikuncir satu itu menghentikan pergerakkan tangannya menghapus papan tulis, menoleh ke arah Zyakiel. "Hari ini main basket, Kiel," responsnya, tersenyum ramah.

"Saya mau ganti baju, mau sekalian saya ambilkan bola basketnya?" tawar Zyakiel.

Ricale langsung mengernyitkan kening. Jika Zyakiel berniat mengambil bola basket, maka ia pun juga harus ikut. Merepotkan saja. Bukankah Zyakiel terlalu baik sampai menawarkan diri seperti itu? Ricale sangat yakin jika ketua kelasnya itu bisa dapat bantuan dari murid lain di kelasnya ini.

Di kala Ricale melamun memikirkan hal merepotkan yang akan ia lakukan, tak sengaja ia merasakan tatapan tajam seseorang. Refleks ia pun menoleh ke arah tatapan itu berasal. Dan bisa ia lihat si ketua kelas menatapnya jutek, tidak suka. Apa si ketua kelas sadar dengan Ricale yang keberatan harus mengambil bola basket?

"Nggak usah, Kiel. Udah diambilin sama Fajar. Makasih tawarannya." Ketua kelas, Rubyiana, menjawab ramah dan menatap Zyakiel seutuhnya dari sebelumnya menatap Ricale.

Ricale tersenyum tipis. Sedikit merasa tidak terima dengan perlakuan si ketua kelas. Apakah si ketua kelas itu membencinya? Memang apa salahnya? Atau hanya perasaannya saja yang merasa cara si ketua kelas memperlakukannya tidak sama dengan cara si ketua kelas memperlakukan Zyakiel? Walaupun Ricale mengerti si ketua kelas menyukai Zyakiel, tetapi bukankah agak keterlaluan jika si ketua kelas membenci teman akrab cowok yang dia sukai? Harusnya si ketua kelas bersikap baik padanya supaya mendapat dukungan dalam mendapatkan hati Zyakiel.

Lupakan, Ricale merasa lelah memikirkan isi kepala si ketua kelas. Toh, dibanding cewek yang membencinya, lebih banyak cewek menyukainya.

"Oh, oke. Kalau gitu saya ganti baju dulu." Zyakiel melangkah pergi setelah pamit kepada si ketua kelas.

Ricale menyusul berjalan di belakangnya. Senyum si ketua kelas sirna bertepatan dengan Zyakiel yang sudah melewatinya, tidak menyisakan senyum untuknya. Benar-benar pilih kasih.

Ricale melirik sosok Zyakiel yang berdiri di sampingnya. Tubuh yang lebih pendek dan sedang, tidak kurus atau terlalu berisi. Wajah yang imut, sama sekali tidak terlihat seperti anak SMA. Umur Zyakiel pun bukan umur anak SMA, umurnya masih lima belas tahun, baru lima belas tahun beberapa bulan lalu. Kepribadiannya pendiam, tenang, cerdas, dan sangat baik. Jika Ricale memiliki kesulitan dalam pelajaran, Zyakiel akan senantiasa membantunya. Zyakiel tidak pandai bersosialisasi sepertinya. Orang-orang akan mengira Zyakiel pemalu. Padahal dibandingkan pemalu, Zyakiel lebih terlihat sengaja menjaga jarak dengan orang lain. Ricale pun tahu alasan mengapa Zyakiel seperti berusaha menjaga jarak dari orang lain.

First Girlfriend To BrondongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang