Orang Baru

29 10 0
                                    

Seorang siswi sibuk membenarkan tatanan jilbab putihnya yang sedikit kusut, lantas berjalan gontai keluar kelas sambil membawa setumpuk buku paket matematika. Hari yang sempurna, cuaca panas, pelajaran matematika dan ulangan biologi mendadak cukup membuat isi kepala mendidih. Matanya menelusuri setiap sudut koridor. Kerumunan gadis dengan gosip terbaru mereka, siswa yang sedang duduk menstabilkan energinya seusai menjalankan hukuman, atau sekumpulan orang yang asyik bergurau ria. Semua terlihat normal, setidaknya untuk Ilmi.

“Kak, mau balikin buku.” Diletakkannya buku itu di meja. Jarak kelas dan perpustakaan yang cukup jauh membuat Ilmi memijat lengannya sendiri, sakit.

“Ah kamu, kukira siapa....” Jawaban dari Putri seakan membuat keberadaan Ilmi tak begitu penting. Ia membuang karbondioksidanya berat. Kebiasaannya meminjam buku fiksi membuat semua penjaga perpustakaan mengenalinya. Jilbab kusut, seragam dengan ukuran lebih besar, sepatu vans hitam dan raut wajah datarnya membuat siswi ber-name tag Silmi Kaffah ini tampak lebih membosankan dari kuis fisika di pagi hari. 

“Emang ngarepin siapa? Kim Taehyung?” Tak sesuai ekspetasi, pertanyaan ini justru membuat Putri mesem-mesem* sendiri seperti orang gila baru. Ilmi memutar bola matanya jengah. Dasar maniak oppa-oppa! Batinnya memaki.

“Halu aja terus, jadi zina baru tau rasa!” ejek Ilmi. Putri melotot tidak setuju, lihat saja sekarang bola matanya seperti ingin melompat keluar.

“Astaghfirullah, Ilmi! Nggak gitu juga kali!” protes Putri.

“Udah, ah. Mau jajan, haus. Assalamu’alaikum,” Gadis 18 tahun itu berjalan keluar sambil sesekali melompat seperti anak kecil. Putri yang melihatnya hanya tersenyum tipis. Sepertinya bertemu dengan Putri membuat suasana hati Ilmi membaik.

Wa’alaikumsalam.”

***

Hari ini meja di kantin terisi penuh, mau tak mau Ilmi harus mencari tempat lain untuk menghabiskan minuman dinginnya. Namun, sebelum kakinya melangkah lebih jauh lagi, langkahnya seketika terhenti oleh tepukan kecil di bahunya. Gadis itu terkesiap, rupanya Andin dan antek-anteknya. Kini raut wajah datarnya itu terlihat lebih menyebalkan karena ia mengerutkan dahi, alisnya pun hampir bertaut.

“Gabung yuk sama kita! Lo istirahat sendirian, 'kan?” Alya tersenyum manis hingga mungkin semut akan mengerubunginya. Diantara teman-teman sekelasnya, Alya adalah gadis yang cukup terkenal karena parasnya yang anggun dan cantik. Pengikut di akun Instagram-nya juga ribuan, berbeda dengan Ilmi yang hanya mengunggah hasil potret iseng, akunnya pun private, pengikutnya juga tak lebih dari seribu orang.

“Yuk!” Nita, cewek pecinta jejepangan berkacamata tebal itu menggandeng lengan Ilmi dan mengajaknya ke kelas tanpa persetujuan. Hancur sudah rencana meminum es jeruk sambil membaca novel terjemahan literatur Korea yang sedang booming di ujung koridor lantai dua. Gadis itu menghela napas kesekian kalinya.

“Lo sering ke perpus ngapain sih? Perasaan udah nggak sekali dua kali kita papasan di depan perpus,” tanya Manaf kepada Ilmi santai. Ia berjalan dengan satu tangan di dalam saku, katanya supaya terlihat cool di depan adik kelas. Dasar tukang tebar pesona!

“Minjem buku, lah! Emangnya lo yang ke perpus buat numpang tidur?” Sahutan Rivaldo membuat mereka semua tertawa, kecuali Manaf yang wajahnya berubah masam. Sedetik kemudian tangan kanannya tak tinggal diam, menjitak kepala pemilik lesung pipit itu keras. Rival mengaduh tanpa berniat membalas, apalagi mengentikan tawanya.

“Lo juga sama aja tahu, Val,” sindir Andin. Rival tersenyum geli.

Tiba-tiba suara dengungan terdengar dari arah speaker sekolah. Dilanjutkan oleh suara dari salah satu guru mereka.

Cahaya ImanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang