07. Abang terus, aku kapan?

En başından başla
                                    

Kertas nilai ulangannya, bernilai 100.

Haechan kira, sang ayah dan ibu akan puas, dan memeluknya, tapi ia lagi lagi kalah dengan sang kakak.

Tidak, Haechan tidak membuang kertas itu. Ia memilih menyimpannya didalam laci meja belajar. Lalu mengambil handphonenya. Beberapa saat, ia menempelkan handphonenya di telinga, menelfon seseorang.

"Gue ke rumah. Renjun suruh ke rumah."

Lalu ia mematikan telefon itu sepihak. Ia bersiap, hanya memakai kaus putih dan celana training hitam, lalu mengambil jaketnya yang tergantung dibelakang pintu. Hanya bermodal dompet, handphone, dan kunci motor saja. Ia keluar lewat pintu belakang, ia tidak mau melihat adegan orang tua dan kakaknya.

Dengan cepat, Haechan mengendarai motornya laju, menuju rumah si kembar.

___

"Nih, nenangin pikiran bentar." Haechan melirik ke Jeno yang menyodorkan sebuah PS kepadanya. Haechan hanya menerima itu dengan raut wajah bingung. "Lah si Jaemin? Kan biasanya tu anak yang ngajak. Mana?" Tanya Haechan. "Anaknya belajar. Biarin, gue paksa. Ga pernah belajar sih." Balas Jeno. Haechan bergidik ngeri membayangkan bagaimana Jeno memaksa saudaranya itu belajar. Oh ya, mereka sekarang sedang di kamar si kembar, jadi mungkin Jaemin pergi belajar ke kamar orang tuanya.

Tangan Jeno dan tangan Haechan bergerak lincah mengendalikan PS mereka masing masing. Sesekali kata kata mutiara keluar dari mulut mereka. Teriakan, kata kata mutiara mendominasi kamar itu. Hingga mereka tidak sadar, 2 jam berlalu. Mereka juga sepertinya tidak sadar, Jaemin sudah masuk ke kamar, menunggu mereka di kasur.

Sampai Jeno menoleh untuk mengambil handphonenya di belakangnya, lalu tak sengaja melihat Jaemin duduk diatas kasur menatap mereka dengan tatapan yang err- entahlah, kesal mungkin?

"Oh, hai, Na. Udah selesai belajar?" Baiklah Jeno, sepertinya kau salah bertanya seperti itu ke Jaemin. Haechan pun ikutan menoleh ke belakang. "Loh Jaem? Kapan dateng? Ngapain?" Aduh Haechan, kamu kenapa ikut ikutan juga. Lihatlah ada aura gelap mulai muncul dari tubuh Jaemin. "KALIAN ITU BISA DIEM SEDIKIT GA SIH! ORANG MAU BELAJAR YANG MASUK BUKAN PELAJARAN TAPI KATA KATA PENUH ARTI!" Jeno dan Haechan hanya menyengir tidak jelas. Sepertinya mereka sudah membangunkan kelinci- singa yang tertidur. "Maaf ya Na hehe. Gue traktir Starbucks deh ntar." Balas Haechan. Tiba tiba Jaemin menghampiri keduanya, membuat mereka sedikit takut. Ya.. Jaemin marah itu lebih menyeramkan dari Jeno marah, karena Jaemin kan tipe orang yang jarang marah dalam artian marah sesungguhnya.

"Karena lo berdua udah ganggu gue belajar. Ayo 2 VS 1. Lo pada kalah, traktir gue Starbucks sama McD. Gue kalah, gue traktir lo berdua Pizza Hut. Deal?" Karena keduanya terlanjur tergiur oleh tawaran Jaemin, keduanya langsung mengangguk setuju, tanpa sadar melupakan satu hal yang cukup penting.

Sepertinya mereka lupa, atau tidak sadar satu hal. Jaemin saat ini sedang dalam mode niatnya, jadi dia benar benar akan menunjukkan skill gamingnya saat ini. Dan jelas Jeno dan Haechan akan kalah. Ya semoga saja mereka menang, kalau tidak, ucapkan semangat pada keduanya, juga ucapkan selamat tinggal pada uang di dompet mereka.

1 jam, dan hasil akhirnya adalah.. ya, Jaemin yang menang. Kasihan Jeno dan Haechan, ya walau sepertinya lebih ke Haechan karena dia harus mentraktir Jaemin 2 cup venti size. Haechan hanya pasrah. "Mau apa Na?" Tanya Haechan membuka aplikasi delivery di handphonenya. Jaemin tampak berpikir. "Americano 6 shots gue seperti biasa, sama..  Asian Dolce frappuccino aja dah yang grande size." Jeno mengernyit ke arah kembarannya. "Asian Dolce? Emang lo suka Na? Ntar ga keminum lagi." Tanyanya menutup ponsel setelah memesankan pesanan Jaemin. "Pengen nyoba aja." Haechan segera memesankan kedua pesanan itu. Ucapkan selamat tinggal ke 100 ribu Haechan.

kita ini apasih ? • 7dream ✓Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin