Chapter 33 - Pengakuan

Start from the beginning
                                    

Stevlanka hanya diam.

"Vla, ayo!" Cantika meraih tangan Stevlanka, sementara gadis itu masih diam.

"Gue mau duduk di sini, Can."

"Apaan, sih, ayo." Cantika masih berusaha menarik tangan Stevlanka. Namun tidak sadar, Stevlanka menepis tangan Cantika cukup kasar. Hingga banyak pasang mata yang menatapanya.

"Gue pengen duduk di sini, kenapa, sih?" sentak Stevlanka membuat Cantika terdiam.

"Gue ... lo marah, Vla? Maaf gue—"

"Can!" seru Ardanu berdiri dari duduknya, kemudian kembali berkata, "Kalau nggak mau nggak usah dipaksa."

Stevlanka melirik Ardanu sekilas. Ia menyandarkan punggungnya ke belakang. Kembali menatap Cantika dengan dingin. Tanpa ada yang tahu Stevlanka mengepalkan tagannya di bawah meja. Bahkan buku-buku jarinya hingga memutih. Cantika menghela napasnya. Ia merasa Stevlanka dalam keadaan mood yang buruk. Gadis itu kembali ke tempat duduknya.

"Ada apa lagi sekarang?" tanya Cantika pada Ardanu. Tak mendapatkan balasan dari Ardanu, Cantika beralih menatap Bara. "Ada apa, Bar?"

"Umm, kalo menurut gue, sih, ada masalah rumah tangga nih. Gue nggak ikutan," jawab Bara mengangkat kedua bahunya. Kemudian berbalik menghadap depan. Cantika hanya mendesah pasrah.

***

Satya berjalan beriringan dengan kedua temannya, Mandra dan Galih. Senyum Satya terbit ketika memasuki kantin sekolah melihat Stevlanka duduk sendiri. Muncul ide di benak laki-laki itu. Ia mengangkat satu tangannya di udara meminta Galih dan Mandra berhenti.

"Gue bakal bikin pertunjukkan, kalian duduk manis aja di sini." Satya meninggalkan kedua temannya itu.

Terdengar gebrakan meja yang cukup keras. Bukan meja Stevlanka, tapi meja siswa lain yang duduk tak jauh dari Stevlanka. Beberapa pasang mata mulai memperhatikan Satya. Tak lain dengan Stevlanka. Gadis itu menoleh sekilas kemudian kembali melanjutkan aktivitas makannya.

"Cupu! Tugas gue kemarin udah?" tanya Satya dengan nada yang tak biasa.

Gadis yang menundukkan kepalanya itu terlihat sangat takut. "Lo bilang deadline-nya masih satu hari lagi, kan?"

"Gue maunya sekarang."

"Gue belum kerjain, Sat. Tugas gue juga belum—"

"Emang gue peduli?" sentak Satya.

Stevlanka masih diam mendengarkan obrolan Satya. Ia sama sekali tidak melihat ke arah laki-laki itu. Lebih baik menghindari Satya, dari pada harus ikut campur. Karena jujur, Stevlanka juga takut. Namun, hatinya tidak bisa berbohong. Pada akhirnya Stevlanka tetap menoleh, melihat gadis itu dipermalukan. Satya menunjuk-nunjuk kepala gadis malang itu dengan kasar. Satya benar-benar keterlaluan. Ia mengambil piring siswa yang berjalan melewatinya kemudian ia tumpahkan di piring gadis yang ia panggil dengan sebutan 'Cupu'. Padahal jelas-jelas makanan gadis itu belum habis.

"Biar Si Cupu yang balikin piringnya sekalian," kata Satya pada siswa yang terngaga melihat piringnya berpindah tangan. Dengan takut, ia meninggalkan kantin begitu saja. Mata Stevlanka membulat. Satya memang Gila. Stevlanka teringat pada saat dia dipermalukan seperti itu dengan Karisma. Bahkan sekarang ia melihat gadis yang Satya permalukan itu adalah dirinya.

Tanpa sadar Stevlanka menggebrak mejanya. Tatapan mata seisi kantin beralih menatap Stevlanka. Satya menoleh, tersenyum miring. Ia mendekati Stevlanka. Gadis itu terdiam sambil menunduk.

"Stevlanka," ujar Satya yang sudah berada di depan Stevlanka. "Kenapa ikutan gebrak meja? Nggak terima?"

Stevlanka masih enggan menatap Satya.

DELUSIONSWhere stories live. Discover now