Part 1 'Sekolah Baru'

206 53 3
                                        

HAPPY READING


•¶¶•

"2 Desember 2024, Jakarta.

Cahaya redup lampu meja menerangi wajahnya yang sayu. Jemari lentiknya dengan hati-hati menggeser kursor mouse, membuka galeri foto di laptopnya. Ribuan foto bermunculan, seakan-akan membanjiri layar dengan kenangan masa SMA, wajah-wajah teman, senyum yang memudar, dan bayangan masa lalu yang masih terasa begitu nyata.

Banyak orang memuja masa SMA sebagai surga remaja, tapi bagiku, itu adalah neraka pribadi yang tak pernah kuharapkan. Kenapa? Aku tidak bisa menjawab sekarang. Jika kalian ingin tahu, seberapa menyakitkan masa SMA-ku, akan kuberikan gambaran masa SMAku yang begitu menyakitkan. Ayo, kita bernostalgia ke masa SMA-ku...

•¶¶•

FLASHBACK

23 Januari 2016

Namaku Nayla Angelina Franca, tapi semua orang memanggilku Nayla. Aku lahir di Yogyakarta, kota yang selalu kuingat dengan aroma rempah-rempah yang harum dan semilir angin sepoi-sepoi di sepanjang Malioboro. Pernahkah kalian merasakannya? Menikmati hangatnya sinar matahari pagi sambil menyantap gudeg yang manis dan gurih, atau terpesona oleh keindahan candi-candi megah yang berdiri kokoh? Yogyakarta, kota kelahiranku, memang memiliki pesona yang mampu memikat turis dari berbagai penjuru dunia; suasana ramai namun tetap terasa tenang, campuran budaya yang unik dan memikat.

Aku meninggalkan Yogyakarta untuk melanjutkan sekolah di Jakarta. Sekolahku sekarang, Luxemore Prestige School, mungkin tak asing lagi di telinga kalian. Sekolah terbesar di negara ini, dengan gedung-gedung menjulang tinggi dan lapangan basket yang luas. Siswa-siswinya banyak yang berasal dari keluarga berada, dengan mobil-mobil mewah yang terparkir rapi di halaman sekolah.

Berbeda denganku. Di Jogja, Bunda menjalankan usaha katering kecil-kecilan, sedangkan Ayah bekerja keras sebagai tukang ojek, mencari nafkah dengan keringat di dahi. Setiap pagi, aku terbangun dengan suara motor Ayah yang khas, membuatku selalu mengingat perjuangan mereka.

Kalian pasti bertanya-tanya, bagaimana aku bisa bersekolah di LPS? Jawabannya sederhana: beasiswa. Ya, berkat beasiswa, aku bisa duduk di bangku kelas 11. Suasana kelas terasa hening saat Pak Toni, wali kelas kami, berbicara. Suaranya terdengar sedikit tegang, "Harap tenang semuanya, sekolah kita kedatangan murid baru." Semua mata tertuju ke pintu, menunggu kedatangan sosok yang akan bergabung dengan kami.

"Silahkan masuk," ucap Pak Toni lagi, dengan senyum ramah yang berusaha menyembunyikan sedikit kegugupan."

Langkahku memasuki kelas 11 terasa berat. Seakan-akan ada banyak mata yang menatapku, tatapan-tatapan aneh yang membuatku sedikit gugup. Udara di kelas terasa dingin, berbeda dengan suasana hangat di rumahku di Yogyakarta. Pak Toni, wali kelas kami, menatapku dengan senyum ramah.

"Perkenalkan nama kamu," katanya, suaranya lembut namun tegas.

Aku mencoba tersenyum, "Hai semuanya... Perkenalkan namaku Nayla Angelina Franca. Kalian bisa memanggilku Nayla. Aku pindahan dari Yogyakarta," ucapku, suaraku sedikit bergetar.

Namun, kata-kataku seakan hilang ditelan suasana kelas yang ramai. Mereka sibuk dengan dunianya masing-masing; ada yang asyik berbisik, ada yang menunduk memainkan ponsel, dan yang lainnya sibuk dengan buku-buku pelajaran mereka. Rasanya seperti aku sedang berbicara pada dinding, bukan pada manusia. Hatiku sedikit sesak.

Lost Between Names (REVISI)Where stories live. Discover now