Chapter 25

147K 13.1K 1.4K
                                    

Ramein tiap paragrafnya yah😘
Happi rwidwinggg

Pukul 9 malam, Naura keluar kamar dengan mata sembab setelah mendapat pesan kabar dari suaminya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pukul 9 malam, Naura keluar kamar dengan mata sembab setelah mendapat pesan kabar dari suaminya. Ia berjalan keluar rumah, menghampiri pak Yahya di pos satpam. "Pak Yahya, gerbangnya kunci aja, setelah itu Pak Yahya boleh istirahat. Nggak usah nunggu bapak pulang. Bapak nggak pulang malam ini."

"Baik, Bu." Pak Yahya mengangguk patuh dan langsung menggembok gerbang.

Naura kemudian masuk ke dalam rumah dan melangkah kembali menuju kamarnya dengan luruhan air mata yang tak terlalu deras. Wanita berusia 42 tahun itu lantas mengeraskan tangisnya begitu tubuhnya terbaring di kasur.

Selama lebih dari 5 tahun terakhir ini, setiap kali akan tidur, Naura selalu membayangkan kelegaan yang akan ia rasakan jika waktunya sudah tiba nanti, waktu dimana ia tidak akan susah payah memendam luka lagi. Dan sepertinya, waktu itu akan tiba sebentar lagi.

*****

"Kenapa kamu?" Selepas dari kamar mandi, Alma mendapati Adriel yang sudah duluan berbaring di kasur tengah menatap kosong langit-langit kamar mereka. Alma kemudian berbaring di sebelah suaminya itu, bertanya sekali lagi, "Mikirin apa sih?"

Sementara itu yang ditanya pun bingung dengan perasaannya sendiri. Tubuhnya lantas ia miringkan hingga berhadapan langsung dengan wajah Alma. "Perasaan aku tiba-tiba nggak enak."

"Konteks?" tanya Alma.

Kepala Adriel menggeleng ragu, masih belum tahu pasti apa yang membuatnya merasakan perasaan seperti ini. "Nggak tau juga. Waktu bengong tadi, tiba-tiba hati aku kerasa nggak enak."

Alma paling tidak bisa jika harus menerka-nerka, apalagi menjadi peka. Ia tidak ahli dalam hal itu. Satu hal yang menurutnya paling mungkin—mungkin Adriel kelelahan karena sudah berpikir keras sejak pagi. "Ya udah, mending sekarang istirahat awal awal, jangan kemaleman," ujarnya seraya menarik selimut untuk mereka berdua.

Adriel reflek melihat jam dinding, lalu kembali melihat Alma dan menggelengkan kepalanya. "Nanti ah, masih jam 9. Aku masih pengen ngobrol sama kamu. Seharian kita nggak ketemu."

"Masih kangen," imbuhnya, semakin dekat-dekat pada Alma, mencari-cari posisi yang nyaman untuk bermanja.

Ini sudah 10 detik dan Adriel masih ribet mencari posisi. Alma hanya memandangi tanpa berniat memberi saran, membiarkan suaminya itu menemukan posisi ternyamannya sendiri.

Setelah mencoba beberapa posisi, Adriel memutuskan untuk sedikit menurunkan tubuhnya agar kepalanya bisa terbenam di ceruk leher Alma. Itu posisi ternyamannya. "Ni jadinya mau ngobrol apa mau ngapain?" tanya Alma.

Lenguh nyaman mulai keluar lewat suara berat Adriel. "Ya ngobrol. Tapi kalo abis ngobrol kamu pengen kita ngapa-ngapain, ya, ayok aja."

"Bukan itu maksudnya!"

Alma's Fortune [New Version] - Re-publishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang