02 - Breath

255K 31.3K 6.1K
                                    

Alvarez memainkan ponselnya seraya duduk di seater waiting chair yang berada di depan kelas Zea untuk menunggu gadis itu keluar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alvarez memainkan ponselnya seraya duduk di seater waiting chair yang berada di depan kelas Zea untuk menunggu gadis itu keluar. Rupanya hanya kelas Zea yang belum selesai, padahal kelas lain sudah kosong. Tak heran, guru yang mengajar adalah Bu Susi, guru fisika yang gemar sekali mengoceh dan menjelaskan materi di depan kelas. Tak peduli bel sudah berbunyi, kalau materinya belum semua disampaikan ya tidak akan diakhiri. Guru seperti ini yang membuat murid kebelet pipis ditahan karena takut izin ke toilet.

Lima menit, akhirnya guru itu keluar lebih dulu. Matanya yang menyorot tajam melunak saat melihat Alverez, mantan anak didiknya dua tahun lalu.

"Loh, Alvarez. Ngapain di sini? Belum pulang?" tanya Bu Susi.

Alvarez mendekati Bu Susi, mencium tangan Bu Susi yang ternyata bau terasi. Mungkin saat makan siang tadi Bu Susi makan sambel pake tangan. Batin Alvarez.

"Tungguin Zea, Bu."

"Zea? Ngapain?" tanya Bu Susi penasaran. Pasalnya Zea adalah salah satu murid yang membuat Bu Susi sedikit gemas karena susah diajari.

"Ada urusan, Bu." Balas Alvarez singkat, ia malas menjelaskan.

Baru saja mulut Bu Susi terbuka hendak mengeluarkan suara, namun Alvarez segera memotong. "Saya permisi dulu ya, Bu. Selamat siang." Alvarez segera meninggalkan Bu Susi saat matanya menangkap sosok Zea berjalan bersama dua temannya yang Alvarez tidak tahu siapa nama mereka.

Bu Susi menggeleng akan tingkah Alvarez. Untung saja Alvarez murid pintar, jadi meskipun sikapnya kadang suka semena-mena, Bu Susi bisa memaklumi. Ditambah Alvarez adalah anak dari donatur sekolah. Dia cukup spesial dan diperlakukan spesial pula. Selama Alvarez tidak membuat ulah dan masih bisa menghormati guru di sekolah, hal itu tidak masalah.

Alvarez menepuk pundak Zea. Meski hanya Zea yang Alvarez tepuk pundaknya, namun ketiga gadis itu kompak menoleh.

"Kak Alvarez!" pekik ketiganya.

"Iya, gue. Kek ngelihat setan lo pada!" sewot Alvarez.

Zea menatap dua temannya bergantian. "Kalian duluan aja, aku mau temenin Kak Alvarez beli senar gitar." Suruh Zea.

Zea sadar dua temannya sedang mencari cara untuk kabur dari hadapan Alvarez, mengingat Alvarez dicap sebagai handsome with boncabe mouth. Itu adalah julukan yang diikrarkan oleh Asep, salah satu murid yang trauma akan mulut pedas Alvarez. Singkat cerita, Asep yang memiliki rasa percaya diri tinggi dan mempercayai bahwa dirinya adalah pria tampan, langsung terkena gangguan mental saat Alvarez hanya mengucapkan serentetan kalimat estetik. Lo itu jelek, Sep. Masih ganteng gue.

Kembali lagi, Naura dan Ira saling berpandangan. Keduanya mengangguk sebelum akhirnya ngacir pergi meninggalkan Zea dan Alvarez berdua.

"Udah izin belom sama orang tua lo?" tanya Alvarez.

ALVAREZ [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang