"Halusnya Bima itu tolongin Layla"

"Bima gak paham deh sama Layla, udah cepetan naik ke punggung Bima, sekarang!" ujar Bima menekan kata terakhir.

Perlahan tubuh mungil itu mendekati Bima, tangannya melingkar pada leher Bima secara longgar. Bima menguatkan dirinya berkali-kali, lalu berdiri mencoba untuk berjalan. Jika boleh jujur, ia tidak kuat mengangkat tubuh itu.

"La ... badan kamu kecil, tapi berat banget," keluh Bima kepada Layla.

"Kan Layla udah ngomong, toh?"

Bima tak menjawab, ia dapat merasakan hembusan napas Layla. Ia melirik sekilas, Layla hanya tersenyum menatapnya. Sudut bibir itu juga ikut terangkat karena sinyal yang terlempar ke otaknya.

"Oke! Layla pegangan! Kita mau berangkat"

"Sipp okey, Bima"

Bima mulai berjalan, walaupun sedikit pelan karena beban yang ia bawa. Tubuh mungil tak menjamin beratnya berapa. Jadi, jangan lihat orang dari fisiknya. Mentang mentang dia kurus, bisa terbawa angin yang bertiup. Mentang mentang dia gemuk, dia bisa tenggelam di kolam renang sangking beratnya. Bukan begitu konsepnya.

Hanya butuh waktu beberapa menit untuk sampai di teras depan rumah Bima. Pasalnya mereka bermain di samping rumah Bima sejak tadi. Selain Bima yang sangat senang bermain dirumahnya, ternyata Layla juga senang bermain di rumah tetangganya ini.

"Layla duduk dulu, ya, Bima mau ambil obat merah"

"Iya"

Layla mengibas pelan tangannya untuk mengurangi rasa perih di lututnya. Selang beberapa menit, Bima datang membawa kotak P3K ditangannya. Ia membersihkan luka itu dengan cairan antiseptik untuk menghindari terjadinya infeksi pada luka tersebut.

"Pe-peyih, Bima"

"Tahan, bentar lagi selesai kok"

Bima meneteskan obat merah pada luka tersebut, Layla hanya meringis perih. Merasakan sekujur tubuhnya ikut ngilu karena hal itu. Perlahan Bima menempelkan plaster pada kedua lutut itu.

"Udah selesai"

"Haa? udah?" tanya Layla mengambil posisi berdiri.

Gadis kecil itu mulai berlari kecil di hadapan Bima. Bima hanya bisa melongo melihat pemandangan mengherankan dihadapannya ini. Bukankah beberapa menit lalu, Layla tidak bisa berjalan? Lalu apa sekarang? Bima menggelengkan kepalanya pelan karena memikirkan hal-hal itu.

"Kenapa Bima liatin Layla begitu?"

"Kamu aneh," tutur Bima

"Aneh?"

"Iya, tadi katanya gak bisa jalan sampe Bima gendong. Sekarang? baru diobatin langsung bisa lari-lari. Kenapa enggak dari tadi aja? kan, Bima capek gendongnya"

"Jadi, Bima ndak ikhlas gendong Layla?"

"Ikhlas, La. Ikhlas banget"

"Ndak boleh bohong, lho"

"Iya, cantik. Bima gak bohong lho, kalo Bima bohong, hidung Bima bakalan panjang"

"Bima Pinokio?"

"Enggak sih"

🌻🌻🌻

Cahaya mentari mulai menyorot bumi dengan suhu tak kalah terik. Beberapa hewan bersembunyi dari pancaran sinar tersebut di tempat yang lebih teduh. Suara motor terdengar berlalu lalang, mengusik indra pendengaran.

Gadis kecil itu terlelap di atas ranjangnya, seulas senyum seakan tak dapat luntur dari wajah cantiknya. Entah apa yang saat ini ia mimpikan sampai sampai senyumnya tak pernah memudar. Terdengar suara pintu yang dibuka dengan perlahan. Wanita itu sedikit mengendap-endap untuk masuk ke kamar Layla. Jemarinya meletakkan sebuah buku dengan sampul berwarna biru diatas meja.

"Bukunya, Bunda taroh di situ, ya," bisiknya.

"Tidur yang nyenyak, sayang"

Wanita itu menempelkan bibirnya tepat pada dahi gadis kecil itu. Senyumnya merekah kala melihat sinar mentarinya yang kini tidak meredup lagi.

"Semoga kamu tetap bersinar sampai dewasa, jangan redup. Bunda cuma ingin itu"

Di lain tempat, seorang anak tak henti menceracau dengan berbagai gumaman yang keluar dari mulutnya. Tubuhnya tersentak kaget, dirinya terpaksa keluar dari alam mimpi itu secara tiba-tiba. Air mata mulai bercucuran membasahi pipinya, isakan kecil mulai keluar dari bibirnya.

Beberapa kejadian dalam mimpi itu masih menempel jelas di otaknya. Kejadian itu kembali berputar dibenaknya, membuat rongga dadanya dipenuhi oleh desakan pilu. Ia kembali menangis, sesuatu meronta di dalam dadanya untuk keluar.

"Kenapa? kenapa harus begitu?" racaunya.

Sebuah tangan menarik Layla secara paksa dari dekapannya. Seseorang yang sama sekali belum Bima kenal selama ini muncul begitu saja didalam mimpinya, hati Bima semakin sakit kala melihat Layla tak memberontak sedikitpun saat dirinya ditarik secara paksa. Bahkan gadis kecil itu mengikuti ajakan orang itu dengan suka rela.

Bima menghapus air matanya kasar, perlahan ia bangkit dari ranjang dan mendekat kearah jendela. Menatap rumah di sebrang sana dengan nanar.

"Itu cuma mimpi, kan?" tanya Bima memastikan.

"Layla gak boleh jauh dari Bima"








Halo !! Apa kabar semua ? Semoga selalu baik ya ...

Zezkya bawa part baru lagi , nih . Semoga kalian suka .

Terimakasih buat kalian yang selalu dukung Zezkya , bagaimanapun caranya kalian mendukung .Zezkya tetap menghargai kalian kok .

Segitu aja deh kata-kata dari Zezkya

See you next part ...

To be continued !

Diary Layla [ SELESAI ]Место, где живут истории. Откройте их для себя