31. Other side

67 21 0
                                    

Happy reading guys🤗
Jangan lupa vote yah, semoga kalian suka aku berharap begitu ehe.

Semisal ada typo bantu tandai ya, biar bisa segera diperbaiki😁
❤❤❤

Setelah begitu lama.
Dia kembali menunjukan sisi rapuhnya...

___YunaM.

Mereka berdua berdiri di depan pintu gerbang sebuah rumah yang besar nan mewah, anak dari sang pemilik rumah bahkan tidak mengingat kapan dirinya terakhir kali dulu menginjakan kaki ke sini.
Rumah yang besar tanpa kenangan indah bisa dibilang begitu.

Ia dilema kembali saat sudah sampai di depan rumahnya, haruskah ia masuk dan bertemu mereka atau haruskah ia kembali pulang kembali ke Apartemen sungguh rasanya Davin sangat dilema, rasa kecewanya mengalahkan rasa rindu.

"Kenapa enggak masuk? Mereka udah nunggu kamu Dav," kata Yuna lembut sembari menggengam tangan Davin kuat memberi keyakinan bahwa setelah memasuki rumah itu semuanya akan baik-baik saja.

"Pulang aja yuk, aku enggak mau ketemu mereka lagi." Lirih Davin.

"Ayo masuk, tenang aku bakal terus nemenin kamu," bujuknya.

Davin menagguk mengiyakan meski sedikit ragu langkahnya mendekati pintu masuk begitu pelan, dipencetnya bel sampai beberapa kali, namun tidak satu pun ada yang membukakan pintu, baru ingin mengambil langkah berbalik kembali tangan Davin sudah di tarik oleh Yuna sembari menggelengkan kepala pelan.

Yuna membuka pintu kayu besar tersebut nyatanya tidak terkunci, begitu masuk rumah itu masih terlihat sama dari bertahun-tahun lalu, interiornya masih sama penuh dengan kemewahan, banyak lukisan bergantung di dinding, bukan hanya lukisan biasa melainkan lukisan yang dibuat oleh pelukis terkenal, mata Yuna masih bergulir menjelajahi indahnya interior ternyata masih sama seperti terakhir kali ia bermain ke sini.
Yuna cukup mengenal isi rumah ini karena nyatanya waktu kecil ia sering bermain disini menemani Davin.

Sampai jauh telah memasuki rumah samar mereka berdua mendengar suara keras penuh akan bentakan membuat estensinya mulai mengarah ke sana, dilihatnya dua orang berbeda gender pria dan wanita dewasa tengah berdebat sengit.

"Saya ingin proses perceraian kita dipercepat!" Kata sang wanita.

"Ohh tentu dengan senang hati, tanpa kamu suruh saya juga akan melakukannya, saya tidak sudi punya istri yang suka selingkuh seperti kamu!" Bentak sang pria keras.

"Itu hak saya, karena saya sudah tidak cinta lagi sama kamu!" Sarkas sang wanita sambil menunjuk wajah sang pria tersiat penuh emosi.

Davin tersengang melihat perdebatan sengit di depannya, untuk apa ia kemari ujungnya mendengarkan hal yang semenyakitkan ini, tidak sadarkah mereka bahwa disini ia paling terluka, anak mana yang tidak akan terluka saat orang tuanya jarang memberi kasih sayang, jarang meluangkan waktu dan kini sekalinya ia bertemu malah hal semenyakitkan ia dapat.

Yuna hanya mampu mengeratkan genggaman tangannya pada tangan Davin, ekspresi Davin masih datar tapi Yuna tahu dibalik wajah datarnya tersirat akan kesedihan.

"Ohh jadi kalian nyuruh saya kesini untuk ngeliat perdebatan," sinis Davin, membuat Auliya dan Tama menghentikan perdebatan mereka, Auliya nampak terkejut.

"Bukan maksud Mama be-,"

"CUKUP!" Sarkas Davin tajam.

"Nak, Papa bisa jelasin," Tama mendekati anaknya namun semakin mendekat Davin semakin mengambil langkah mundur.

"Anda jangan mendekat!"

"Dav Mama hiks...minta maaf," pecah tangisnya.

"Nak Mama kamu selingkuh, makannya Papa harus pisah sama Mama kamu, dia bukan Mama yang baik," jelas Tama.

"Bukan begitu nak," sanggahnya, mencoba memeluk Davin.

"Jangan sentuh saya!" Rahang Davin mengeras, lalu menepis tangan Mamanya yang mencoba menyentuhnya.

"Kalau kalian mau bercerai, silakan! Saya sudah tidak peduli," tekannya keras, benar seharusnya ia tidak peduli terserah mau mereka apa.

Davin mengambil langkah lebar pergi keluar dari rumah besar tersebut sambil menyeret Yuna ikut bersamanya, walaupun orang tuanya berteriak menyuruh kembali, ia sama sekali tidak mendengarkan.

❤❤❤

Dijalanan yang lenggang Davin mengendarai mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata, Yuna memenjamkan matanya takut terjadi sesuatu.

"Dav...jangan ngebut aku takut."

Citt...
Davin mengerem mobilnya secara mendadak, ia mengacak rambutnya kasar lalu melepas seat belt, mengangkat tubuh gemetar Yuna ke atas pangkuannya, dipeluknya erat pinggang gadis itu.

Yuna diam membiarkan Davin memeluknya dalam posisi intim meski sebenarnya ia sendiri tidak nyaman, ia bisa merasakan tubuh Davin bergetar dan bahunya basah tanda bahwa Davin menangis, ia mendongak melihat betapa menyedihkan keadaan Davin sekarang.

"Dav, jangan nangis aku enggak suka liatnya," kata Yuna lembut kemudian tangannya mengelus kepala Davin pelan mencoba menenagkan.

"Kenapa mereka tega Yun?" Tanyanya, benaknya selalu bertanya kenapa ia tidak bisa seperti orang lain memiliki keluarga harmonis, saat ia mengetahui mereka kembali ada secuil rasa senang ternyata orang tuanya tidak lupa memiliki anak yang perlu perhatian dan kasih sayang, namun ketika hatinya sudah memaafkan kenapa justru fakta menyakitkan yang ia dapat.

"Mereka pisah Yun, aku kira mereka kembali karena udah sadar disini anaknya butuh kasih sayang namun nyatanya apa?"

"Aku bingung mau ngomong apa sejujurnya aku masih terkejut dengan keputusan mereka, mungkin mereka pikir itulah jalan terbaik, mereka sudah menyerah mempertahankan hubungan hingga memilih opsi berpisah, enggak papa kalau mereka cerai yang terpenting mereka tetap orang tua kamu, setidaknya kamu masih beruntung punya orang tua yang masih hidup, mereka cuma pisah bukan ninggalin kamu selamanya."

"Aku ngerti keadaan kamu, kalau kamu butuh kasih sayang dan perhatian mungkin aku bisa bantu kamu lewat sosok sebagai sahabat baik yang akan selalu ada buat kamu."

Davin menatap lekat iris mata Yuna, lalu matanya turun melihat bibir berwana pink alami milik gadis di depannya, sekan ada sesuatu yang membuatnya mendekatkan wajah pada wajah Yuna, sekarang mata mereka terkunci satu sama lain berlahan tapi pasti Davin mendekatkan wajahnya sampai bisa merasakan deru napas hangat Yuna sampai bibirnya menggapai bibir Yuna.

Tubuh Yuna mendadak menegang, bibir itu hanya menempel lalu mulai bergerak berlahan, Yuna hanya diam tidak membalas pangutan bibir Davin, jantung Yuna berpacu hebat tidak terkendali di dalam sana, sesaat ia ikut memejamkan mata membiarkan apa yang ingin Davin lakukan.

Davin tersadar, "Maaf, itu diluar kendali," sesal Davin, ia siap menerima tamparan karena sadar ia salah merenggut ciuman pertama Yuna tapi Davin salah ternyata Yuna menyunggingkan sebuah senyuman.

"Iya, enggak papa aku ngerti."

❤❤❤





FriendzoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang