Masih dengan senyum pahitnya, Beltran menggandeng jemari mungil Daishy. "Yok, Shy."

"Aku ikut lah, yakali enggak. Yang disuruh ngasuh Ishy kan aku, jadi kalo Ishy kemana-mana, aku musti ikut" Ujar Gaisa. Awalnya dia ingin mengutuk Daren yang seenaknya menitipkan Daishy padanya, namun kali ini dia bersyukur. Berkat Daishy, dia memiliki alasan untuk bisa ikut.

"Iya deh. Tapi liatin kita makan aja ya, soalnya bos nggak level makan sama pengasuh. Iya nggak, shy?" Daishy mengangguk polos.

"Bangggg, jahat banget sihh!" Gaisa jadi merengek, menggoyangkan tangan Beltran agar lelaki itu juga mau mentraktirnya.

"Ck, apasih nih bocah. Stress ya lo!"

"Mau ikut dan mau ditraktir juga! Sebenarnya selama ini aku sayang banget sama abang, bahkan aku lebih sayang Bang Beltran daripada abang aku sendiri. So, abang harus ajak dan traktir aku!"

"Gila nih keknya," Beltran meliriknya dengan tatapan horor.

"Bodo amat, aku mau ikut, titik!!" Gaisa menggandeng lengan Beltran kuat sambil berjalan mengikuti langkah lelaki itu dengan sedikit memaksa.

***

Daren berjalan mondar-mandir dikoridor sekolah, memilih bersandar pada tembok sambil mengacak rambut sebagai bentuk kefrustasiannya. Usulan Reon yang menyuruhnya untuk memberikan cokelat pada Zila kala itu masih belum dia laksanakan.

Dia tidak ingin menerima penolakan untuk kesekian kali. Untung saja disekolah ini tidak ada yang tahu kalau dia pernah ditolak terkecuali teman-temannya, kalau sampai semua tahu, harga dirinya bisa dipertanyakan.

Ngomong-ngomong soal penolakan, tidakkah Zila merasa rugi menyia-nyiakan makhluk ciptaan tuhan yang tampan nan menawan seperti Daren?

Terkadang Daren bingung, disaat dia serius mencintai seseorang, kenapa orang itu malah menganggapnya hanya sebatas main-main? He know, dia memang pernah mempermainkan hati perempuan. Tetapi disamping itu, dia hanyalah manusia biasa, dia juga tidak sempurna dan penuh dosa. Bukankah semua manusia pernah berbuat buruk? Namun, kenapa untuk memaafkan dirinya sebagai orang yang pernah berbuat kesalahan menjadi sesulit itu bagi Zila?

Kembali pada topik, Daren dilanda kebingungan untuk mengikuti saran Reon atau tidak. Pada akhirnya, dia memilih mengikuti apa yang Reon sarankan. Penolakan urusan belakangan, yang terpenting usahanya yang patut diperdepankan, eak.

"Hai, Daren!" Seseorang perempuan menyapanya dengan ramah ketika melewatinya, kemudian melanjutkan langkahnya pergi.

"Eh, Trisya!"

Langkah Trisya spontan berhenti mendengar Daren memanggil namanya, membalikan badan, menatap Daren tak percaya. "This is crazy. You know my name?"

Daren terkekeh geli. "Siapa coba yang nggak tau sama cewek paling cantik diangkatan ini?"

Jujur saja, Trisya agak kaget sebenarnya. Dia pikir Daren itu sombong sehingga merasa tak perlu menghapal nama-nama orang yang tidak dikenalnya, namun ternyata diluar dugaannya. Ah, Trisya jadi semakin suka, eh.

Daren pun mengakui kecantikan Trisya dengan kulit putih bening dengan bibir merah alami serta bulu mata lentik—walaupun tak selentik bulu mata Zila— serta rambut hitam lurus dengan bawah yang sengaja di curly itu benar-benar menyejukan mata ketika memandangnya, benar-benar jelmaan bidadari. Tetapi apalah daya ketika dirinya malah jatuh hati pada teman sekelas Trisya yang tak lain adalah Zila.

" Gue mau nanya nih, " Daren langsung to the point, "Kira-kira menurut lo, Zila suka cokelat nggak sih?"

Sepertinya, Daren butuh tahu Zila termasuk penyuka makanan manis atau tidak. Sungguh tidak lucu jika lelaki itu membeli cokelat mahal-mahal namun pada akhirnya berakhir dengan penolakan karena perempuan itu tidak menyukai cokelat.

Harmony ; family relationshipHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin