Dulu dia sering main ke rumah Febby saat ada waktu luang, tapi karena sekarang sudah semester enam, mereka disibukkan dengan kuliah. Apalagi Febby sekarang menjabat ketua komunitas anti narkoba di kampusnya.

Ngomong-ngomong rumah Febby sangat luas. Untuk ke kamar Febby, harus melewati lorong yang lumayan panjang dan sepi. Dan tiba-tiba saja bulu kuduk Bella berdiri. Dia merasa ada yang mengikutinya.

Tab...

Tab...

Tab...

Bella berbalik badan.

"Argghhh...."

Bella kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke lantai.

"Bella, yaampun, sorry bikin keget," Febby segera membantu Bella berdiri.

"Kenapa kamu bawa vas bunga?" tanya Bella takut-takut melihat vas bunga di tangan Febby.

"Gue mau taruh di kamar, kemarin baru dibeliin Daddy. Lo mau vas kayak gini?"

Bella menggeleng, "Gue ke sini mau ngomong sama lo."

"Ayo ke kamar gue aja."

Febby melingkarkan tangan di lengan Bella dan mengajaknya masuk ke kamar. Dekorasinya masih sama seperti satu bulan yang lalu saat Bella datang ke sini.

"Ini minum dulu."

Bella menerima air putih yang diberikan Febby.

"Gue tau lo ke sini pasti tanya kenapa gue gak ke kampus dan hubungin lo."

Pinggiran gelas sudah sampai di bibir Bella, namun ia tahan dan meletakkan gelas itu di meja.

"Iya, gue khawatir sama lo."

"Gue gapapa... Sorry, hp gue di sita Daddy. Lo tau kan kalau gue buat kesalahan dikit aja Daddy langsung marah. Gue ketauan ke club terus gue dikurung di kamar."

Bella mengangguk. Dia pikir Febby tidak menghubunginya karena masalah itu.

"Ohya... Soal pernikahan gue..."

Febby mengenggam tangan Bella dan menatapnya dengan senyuman manis, tapi justru terlihat creepy.

"Gue bakal rebut Rey dari lo."

Deg.

Jantung Bella hampir copot mendengar itu. Namun sedetik kemudian Febby tertawa sambil menepuk-nepuk pundak Bella.

"Yaampun Bel, bercanda kali. Sebagai sahabat gue selalu dukung lo kok, termasuk pernikahan lo. Gue cuma kesel aja lo gak cerita sama gue."

Bella menghela napas lega, "Yaampun Feb, gue pikir lo serius."

"Jadi lo masih mau jadi sahabat gue?"

Febby mengangguk, "Gue akan selalu jadi sahabat lo. "

Bella tersenyum dan menarik Febby dalam pelukannya.

###
.

"

"Bel... Bella."

"Eh iya..."

Bella mengerjab, karena terlalu memikirkan Febby, dia sampai gak konsen mendengarkan Kevin. Iya walau Febby bilang dia gak marah, entah mengapa Bella masih khawatir.

"Gimana setuju gak kerja sama ini?"

"Tentu aja gue setuju, siapa yang bakal nolak kerja sama designer sekelas Puspita," Bella tersenyum senang dan mengusap kartu nama yang diberikan Kevin. Ahh kapan lagi dia bisa kerja sama dengan designer idolanya itu. Ya walau belum tentu diterima, tapi setidaknya Bella bisa bertemu denganya.

"Nanti gue kabari kapan pertemuannya. Lo siapin aja design terbaik lo."

"Iya, makasih banyak ya Vin, gue seneng banget."

"Senengnya ditunda dulu, sekarang lanjut makan."

Bella mengangguk dan lanjut makan. Senyum pemuda itu mengembang. Apapun akan dia lakukan untuk kebahagian gadis yang mencuri hatinya ini. Termasuk memohon pada mamanya agar mau bekerjasama dengan Bella.

Ya, Puspita itu mama Kevin.

"Pelan-pelan makannya, sampe belepotan," Kevin mengusap bibir Bella, refleks Bella menangkis tangan Kevin.

"Ah sorry gue gak bermaksud apa-apa?"

"Gue gak suka aja dipegang-pegang."

"Maaf, gue cuma--"

"Jangan diulangi lagi."

Kevin mengangguk. Dia meminum air putih, tiba-tiba saja tenggorokannya terasa kering. Dia kaget aja tiba-tiba Bella menangkis tangannya.

"Aishh Kevin goblok banget sih lo. Bella ini bukan cewek sembarangan yang bisa lo sentuh sana-sini. Dia bukan cewek murahan," rutuknya dalam hati.

Ah kalau begini Kevin jadi makin semangat deketin Bella. Soal Bella punya pacar atau tidak, Kevin menyimpulkan sendiri kalau Bella masih single. Ya karena selama beberapa hari dekat dengan Bella, Kevin gak pernah liat Bella jalan sama cowok.

Ketua BEM and His Secret WifeWhere stories live. Discover now