3. Chirping Sound

32.4K 3K 177
                                    

Intolewd - Matt Maltese

Semua isi kepala Fiora bagai sedang berlari cepat. Kesana, kemari, bergegas bergerak. Disebabkan saran dari lelaki yang baru saja pergi dari hadapannya. Petuah-petuahnya, terus berputar di kepala. Ditambahkan kemungkinan-kemungkinan. Membujuk Fiora untuk mengikuti apa yang disarankan. Tapi yang benar saja.... antara saran atau kesesatan. Fiora membuang napas kasar, merasa bimbang untuk mengambil keputusan.

Di satu sisi, Fiora merasa yang dikatakan Axel ada benarnya; jika Fiora diam, Ray mana tahu kalau Fiora menaruh rasa padanya. Tetapi di sisi lain, Fiora takut; saat nanti dirinya bergerak, tetapi yang didapatkan tidak sesuai yang diharapkan. Sebab terkadang—sering, realita tidak seindah ekspektasi.

Dan Fiora, belum siap untuk patah hati.

Beberapa saat dalam posisi itu, masih terduduk di bangku kantin, pikiran Fiora akhirnya buyar, tatkala mendengar panggilan seseorang. "FIO! Kok bengong terus sih?! Dari tadi gue panggil padahal."

Adalah Nessa, teman Fiora. Yang saat ini memasang raut heran sebab sedari tadi sudah berusaha memanggil Fiora, tetapi Fiora yang melamun tak mengindahkan, terlalu sibuk dengan pikiran.

"Kenapa Fi? Kok lemes?" tanya Nessa yang melihat wajah tertekuk Fiora. Sudah sedari tadi dirinya mengambil duduk di sebelah temannya.

"Bingung," balas Fiora singkat, terlalu lesu dan merana, sangat bukan dirinya. Bahkan Fiora tidak merespon sentakan Nessa sebelumnya. Malah menjatuhkan pipi di atas topangan kedua tangan. Lalu menangkupnya dengan mata dipejamkan.

Nessa mengeryitkan kening. "Why?"

"Bingung harus apa," balas Fiora selanjutnya, terkesan ambigu. Membuat Nessa yang mendengarnya tidak puas, melanjutkan pertanyaan secara gregetan. "Iyaaaa, kenapa Pi?"

Deheman Fiora lontarkan sebagai jawaban berikutnya. Masih memejamkan mata, merasakan semilir angin yang berhembus melewati wajahnya.

Fiora bingung bagaimana menjelaskannya.

Bukan, lebih tepatnya, Fiora ragu bersuara.

"Piii?" Nessa tidak berhenti, terus menarik atensi temannya yang malah terdiam. Semakin penasaran, karena pertanyaannya tidak mendapat balasan.

Seperti adegan di film-film Tiongkok, ketika seseorang tengah berpikir, menghasilkan hening panjang, detik jam terdengar begitu nyaring, sampai keputusan didapatkan. Orang yang menunggu yang gregetan. Fiora akhirnya membuka kedua kelopak mata yang semula terpejam. Mendesah pelan, hendak mengungkapkan hal yang mengganggu pikirannya sedari tadi hingga tak kunjung beranjak dari kantin.

Menoleh pada Nessa, tatapan Fiora dibuat serius.

"Masa Axel ngasih saran ke Fiora untuk nyatain perasaan ke Ray." beritahunya. "Bercanda banget 'kan Nes?" Meminta validasi yang ia rasakan benar.

Semua yang Axel katakan tadi padanya, sungguh terdengar seperti candaan. Bagai lanturan iseng seseorang. Bayangkan saja, Axel tadi berkata pada Fiora, "Bagus lo ngaku. Jadi gini Fi, mending lo nyatain perasaan lo itu ke Ray. Biar dia tahu."

Lancar dan mudah sekali Axel berbicara.

Sedang manik Fiora bahkan sudah melebar, sedikit syok atas perkataan Axel barusan. Mungkin respon dirinya akan terdengar berlebihan sebab bisa jadi yang Axel katakan adalah hal biasa saja. Tapi, tidak untuk Fiora. Dirinya terlalu putri malu untuk menggebu-gebu. Sontak malah mencari nada bercanda dari lelaki itu, tetapi tidak ketemu.

Axel serius dengan sarannya.

"Mana berani Fiora Xel," ungkap Fiora, skeptis.

Melihat Ray dari jauh saja Fiora sudah gugup, apalagi dekat, lebih-lebih menyatakan perasaan.

BROKEN METEOR (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang