Pendekar Budiman

25.2K 57 0
                                    

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
S SSe eer rri ii k kke ee 1 11 P PPe een nnd dde eek kka aar rr B BBu uud ddi iimma aan nn
Peennddeekkaarr Buuddiimaann
(Hwa I Eng-hiong)
Karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
Sumber DJVU : Orang Stress
Convert & Editor : Rif Zyr (thanks)
Final edit & pdf Ebook oleh : Dewi KZ
Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/ http://dewikz.byethost22.com/
http://cerita-silat.co.cc/ http://ebook-dewikz.com
Jilid 1
Tahun 1126.
KOTA besar Kaifeng di Propingi Honan terancam
bahaya hebat ketika bala tentara kerajaan baru Kin
mengurungnya. Kerajaan kin adalah kerajaan baru yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
didirikan oleh Raja Akkuta dalam tahun 1115 Raja Akutta,
pemimpin besar Bangsa Wanyen, telah berhasil
mengumpukan rakyatnya yang selalu tertindas dan terhina
kerajaan dan tentara Liao. Kemudian dengan sama yang
baik antara, bala tentara Kin dan Sung, Akutta berhasil
menyerbu dan menduduki Peking.
Akan tetapi celakanya setelah menikmati beberapa
kemenangan, bala tentara Kin yang berasal utara sepanjang
lembah Sungai Sungari dan Heitungkiang itu, menjadi
“keenakan” dan tidak mau mundur ke utara kembali.
Bahkan tentara yang besar jumlahnya dan amat kuat ini
terus menjelajah ke selatan, sebagian besar maju terus
menyerbu ke Taigoan di mana mereka mendapatkan
perlawanan sengit dari rakyat dan tentara. Sebagian pula
lalu maju mengurung kota Kaifeng sehingga kota itu berada
di bawah ancaman bahaya maut!
Kaisar Chin Tsung dan sebagian besar para pembesar
yang selalu hidup berkorupsi, tentu saja tidak memiliki
semangat bertempur. Bagi mereka ini, orang orang yang
menamakan diri pembesar dan pemimpin, kehilangan
kehormatan atau kehilangan negara bukanlah soal pentng.
Yang penting bagi mereka adalah harta benda, kedudukan,
dan jiwa! Hanya tiga macam inilah isi kehidupan mereka,
yakni harta benda, kedudukan dan jiwa. Mereka pun siap
sedia untuk menukar kehormatan bangsa atau negara untuk
menyelamatkan yang tiga itu.
Para pembesar dan kaisar Chin Tsung mempunyai niat
untuk mengadakan perundingan dan perdamaian saja
dengan bala tentara Kin yang kuat dan ingin
mempergunakan “sogokan” kepada bala tentara asing itu
agar jangan mengganggu kesenangan hidup mereka. Akan
tetapi rakyat kecil dan prajurit prajurit yang patriotis tidak
menyetujui hal ini. Mereka ini lebih baik mati daripada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyerah karena mereka maklum sedalam dalamnya
bahwa kalau sampai tentara musuh itu merebut Kaifeng
yang akan menderita hebat adalah rakyat kecil. Yang akan
dirampok, dibunuh, disiksa, dihina bukan lain adalah
rakyat kecil kota Kaifeng, yang akan menderita hebat
adalah rakyat kecil. Yang akan dirampok, dibunuh, disiksa,
dihina, bukan lain tentu rakyat kecil juga! Oleh karena
itulah maka rakyat serentak bangkit melakukan perlawanan.
Tidak saja di dalam kota Kaifeng sendiri bahkan dari lain
lain kota di sekitar daerah itu, sama datang dan merupakan
kesatuan yang gagah perkasa melakukan perlawanan. Di
mana mana timbul pemimpin kesatuan yang terdiri dari
pendekar pendekar gagah perkasa. Tidak perduli buruh,
petani, guru silat, piauwsu (pengawal barang antaran),
pedagang maupun pelajar, semua serentak melawan
penyerbu.
Melihat semangat perlawanan hebat dari rakyat jelata.
Kaisar Chin Tsung dan para pembesar tidak berani
menahan kehendak mereka yang patriotik. Terpaksa Kaisar
Chin Tsung lalu mengangkat Li Kang, pemimpin yang
gagah perkasa dan berkepandaian tinggi, untuk menjadi
pemimpin barisan melawan bala tentara musuh. Penjagaan
disiapkan di mana mana dan barisan suka rela yang datang
dari semua jurusan dikumpulkan! Dua ratua ribu orang
lebih terkumpul, merupakan kekuatan maha hebat yang
siap sedia menggempur musuh. Karena datangnya bala
bantuan dari luar ini, musuh terserang dari dua fihak dan
menjadi terpecah dua. Musuh yang mengurung kota
terpisah dari bagian perlengkapan mereka.
Akan tetapi, pertempuran pertempuran hebat itu telah
meng goncangkan iman Kaisar Chin Tsung yang lemah,
demikian pula para pembesar setiap hari menggigil seluruh
tubuh nya. Tel....ah terbayang di depan mata mereka yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pengecut ini, betapa pihak sendiri kalah dan barisan musuh
menyerbu masuk ke dalam kota. Tentu saja mereka tidak
membayangkah keadaan rakyat, melainkan membayangkan
keadaan sendiri, menjadi amat gelisah mengingatkan
keselamatan sendiri, terutama keselamatan rumah, gedung
dan harta benda mereka.
Berita tentang kemenangan Li Kang yang memim pin
pasukan rakyat tidak menggembirakan hati Kaisar Chin
Tsung dan kaki tangan nya, bahkan membuat kaisar ini
menjadi makin ketakutan. Dia telah mendengar tentang
kekejaman bala tentara Kin. Apalagi setelah kini bala
tentara itu terpukul oleh pasakan yang dipimpin Li Kang
tentu mereka menjadi sakit hati dan makin ganas! Oleh
karena itu, diam diam kaisar lalu mengirim utusan kepada
pimpinan tentara musuh untuk mengajak damai dan
menawarkan uang sogokan dari seluruh jumlah perak yang
bisa didapatkan dari dalam kota Kaifeng! Kemudian kaisar
bahkan memecat Li Kang!....
Akan tetapi perbuatan kaisar ini sekaligus mendapat
tentangan hebat dari rakyat jelata. Laksaan orang
berdemonstrasi, berkumpul di depan istana, dipimpin oleh
seorang mahasiswa bernama Cheng Tung dan seorang
kawannya, juga seorang terpelajar bernama Go Sik An.
Para demonstran ini menuntut agar supaya Li Kang
diangkat lagi menjadi pemimpin pasukan untuk
menggempur para penyerbu. Akhirnya kaisar tidak melihat
lain jalan dan terpaksa menuruti kehendak rakyat.
Demikianlah, berkat semangat yang tak kunjung padam
dari rakyat jelata yang dipimpin oleh patriot patriot yang
tadinya merupakan pendekar pendekar silat di dunia
kangouw akhirnya bala tentara Kin yang mengepung kota
kaifeng dapat terusir bersih.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi, kemenangan ini membuat kaisar dan para
pembesar berkhawatir, tidak saja takut akan pembalasan
barisan Kin, akan tetapi juga merasa ngeri melihat
semangat perlawanan rakayat jelata yang diangap remeh
sebelumnya itu. Kalau semangat perlawanan rakyat itu
ditunjukan kepada kedudukan kaisar dan pemerintahannya,
bukankah itu berbahaya sekali? Demikianlah, setelah
musuh dapat terusir pergi, kaisar lalu membubarkan semua
kesatuan dan hanya memelihara pasukan pasukan penjaga
yang tidak banyak jumlahnya. Hal ini dilakukan dengan
alasan untuk menghemat belanja negara yang habis
menderita perang. Bahkan Li Kang lalu diasingkan ke
tempat yang jauh dan orang tidak mendengar berita lagi
dari pemimpin besar ini.
Setengah tahun kemudian, kembali barisan besar dari
Kin menyerbu ke selatan. Kini bala tentara yang menyerbu
amat besar jumlahnya dan kuat sekali karena memang Raja
Akutta hendak menuntut balas kekalahan kekalahannya
yang di deritanya beberapa bulan yang lalu. Kota Kaifeng
juga tidak terlewat, mengalami serbuan hebat sekali.
Kembali barisan rakyat melakukan perlawanan gigih
sekali. Akan tetapi apakah yang dilakukan oleh kaisar?
Kembali kaisar dan anak buahnya mencoba untuk
mengadakan kontak dan damai dengan para penyerbu,
bahkan memerintahkan agar bala bantuan dari luar kota
dihentikan.
“Kota telah terkepung musuh. Bagaimana kita harus
menambah kekuatan barisan? Ransum kita tinggal sedikit,
kalau kita harus menambah orang, sebentar saja kita akan
kelaparan dan mati semua tanpa dipukul musuh!” demikian
ucapan kaisar sebagai alasannya mengurangi daya lawan
dari pasukan rakyat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Atas pernyataan kaisar ini. Go Sik An yang menjadi
kawan baik mahasiswa Cheng Tung, menjadi marah sekali.
Go Sik An dikenal sebagai seorang bun bu cwan jai
(seorang yang memiliki kepandaian bu dan bun atau ilmu
silat dan kesusasteraan). Dan dia adalah seorang keturunan
keluarga hartawan, mempunyai gedung besar di kota
Kaifeng dan keluarganya terkenal sebagai keluarga ang
terhormat dan juga dermawan. Sebagaimana telah
disebutkan di bagian depan setengah tahun yang lalu, juga
Go Sik An bersama Chen Tung mengadakan demonstrasi di
depan istana. Kini karena Chen Tung telah meninggalkan
Kaifeng, Go Sik An sendiri lalu mengadakan protes atas
keputusan kaisar mengurangi bala bantuan itu.
Dan apa akibatnya? Co Sik An ditangkap oleh kaisar
dan ketika Go Sik An melakukan perlawanan, ia dikeroyok
oleh pasukan pengawal kaisar dan dimasukkan dalam
penjara!
Go Sik An mempunyai banyak kawan terdiri dari orang
orang gagah Bahkan isterinya sendiri juga seorang wanita
yang berkepandaian tinggi, seorang anak murid dari Hoa
san pai. Ketika mendengar tentang penangkapan suaminya,
nyonya Go ini lalu melarikan diri dari rumah, membawa
lari putera tunggalnya yang baru berusia tiga tahun. Ia
ditolong oleh kawan kawannya dan disembunyikan
sehingga para pengawal kaisar yang tadinya hendak
menumpas seluruh keluarga Go tidak berhasil
mendapatkannya. Yang menjadi korban hanya harta benda
keluarga itu. Rumah gedung yang penuh barang berharga
itu sebentar saja habis dan kosong, diangkut oleh para
pembesar yang memakai alasan “sita”!
Makin lemahlah pertahanan kota Kaifeng dan dengan
amat mudah barisan Kin dapat menduduki kota ini.
Betapapun juga kaisar dan para pembesar hendak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengadakan persekutuan dengan mereka. Tetap saja kaisar
dan banyak bangsawan dijadikan tawanan!
Barisan Kin melakukan penggedoran, pembunuhan dan
penyiksaan Dan semua orang hukuman dibunuh dan ketika
mereka mendengar bahwa Go Sik An yang ditahan kaisar
itu adalah seorang pemimpin Barisan rakyat, segera
diumumkan bahwa orang she Go itu akan dihukum
gantung di depan pintu benteng!
Semua orang menjadi terharu dan berduka mendengar
pengumuman ini, akan tetapi siapakah yang berani
membela Go Sik An? Orang ini terkenal amat dermawan,
gagah perkasa, dan juga pandai. Akan tetapi sekarang ia
terjatuh dalam tangan musuh yang berkuasa, apakah daya
orang orang lain?
Akan tetapi semua orang maklum , diam diam para
orang gagah yang menjadi sahabat Go Sik An tentu takkan
tinggal diam saja. Semua orang menanti datangnya
hukuman itu dengan hati berdebar. Pasti akan terjadi hal
hal yang hebat, pikir mereka. Keadaan di dalam kota sejak
diumumkannya hokum gantung bagi Go Sik An itu,
menjadi makin sunyi dan pada muka semua orang
penduduk terbayang kekhawatiran yang besar.
Sebaliknya, sudah tentu saja sebagaimana terjadi pada
setiap peralihan kekuasaan, anjing anjing penjilat yang
merangkak rangkak dan menciumi ujung sepatu para
pembesar Kin orang orang yang berjiwa bobrok, yang tadi
nya juga merupakan pembesar korupsi dan sekarang
bertukar bulu menjadi pengkhianat pengkhianat, cepat
menyebar mata mata untuk mencari rahasia tempat tinggal
isteri dan putera Go Sik An dan juga kawan kawannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam sebuah hutan liar diluar kota Kaifeng pada pagi
hari, Terdengar suara belasan ekor anjing menggonggong
diselingi oleh suara banyak orang bercakap cakap dan suara
tindakan kaki mereka tersaruk saruk atau menginjak ranting
dan daun kering.
Mereka ini adalah sepasukan tentara Kin yang telah
mendapat khabar dari para penyelidik dan pengkhianat
bahwa di hutan itulah isteri dan kawan kawan Go Sik An
bersembunyi. Pasukan ini lalu membawa anjing pemburu
dan mereka memeriksa hutan ini dengan maksud mencari
dan membasmi kawan kawan Go Sik An yang dianggap
berbahaya dan mempunyai maksud memberontak terhadap
pemerintah baru.
Sampai matahari telah naik tinggi, mereka masuk ke
dalam hutan dan memeriksa ke sana ke mari, akan tetapi
mereka tidak menemukan orang orang yang dicari, bahkan
tidak nampak bekas bekas mereka, anjing anjing yang
mereka bawa tidak menemukan seorang manusia, bahkan
lalu mengejar kelinci dan babi hutan.
Mereka mendapatkan sebuah kuil tua di dalam hutan itu
dan beramai ramai pasukan Kin yang sudah lelah ini masuk
ke dalam kuil. Mereka memeriksa dengan teliti, akan tetapi
melihat sarang laba laba yang memenuhi lantai, mereka
dapat menduga bahwa kuil ini sudah lama dikosongkan
orang.
Seorang di antara mereka sambil tertawa tawa
mendorong roboh sebuah patung Buddha yang gemuk
sehingga patung itu berguling dan pecah bagian kepalanya.
“Jangan main main di tempat ini!” tegur seorang
kawannya. “Jangan jangan roh yang menjadi penghuni
patung itu akan marah.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kawannya tertawa dan menghina, lalu menghampiri
patung batu berbentuk singa yang amat besar, ia mendorong
singa singaan batu itu sekuat tenaga, akan tetapi jangankan
terguling, bergerakpun tidak! Kawan kawannya
mentertawainya sehingga orang itu nenjadi marah dan
menantang.
“Coba kalian mendorongnya. Kalau ada yang kuat
mendorong roboh singa batu ini, biar kuberikan gajiku
sepekan kepadanya!” Kawan kawannya tentu saja segera
maju dan bergiliran mendorong singa batu itu, akan tetapi
tetap saja tidak bergoyang sedikitpun juga! Mereka bahkan
mulai beramai ramai mendorongnya, akan tetapi biarpun
sepuluh orang mendorong berbareng, singa batu itu tidak
bergerak sedikitpun.
Suara mereka menarik perhatian para komandan
pasukan yang beristirahat di bagian lain. Tiga orang di
antara para perwira Kin ini datang menghampiri mereka.
“Ada apa ribut ribut ini ?” tanya seorang perwira yang
bertubuh tinggi besar dan bercambang bauk. Dia bernama
Liang Kui dan berjaluk San mo (Setan Gunung), tenaganya
amat besar dau di dalam pertempuran ia amat terkenal
kegagahannya, sedangkan senjatanya, sepasang golok besar
yang amat ditakuti orang.
“Liang ciangkun ( perwira Liang ), singa batu ini luar
biasa beratnya dan karena menghalangi pintu, kami
mencoba mendorongnya. Akan tetapi sepuluh orang masih
belum kuat menggoyangnya!” kata seorang perajurit.
Liang Kui yang berasal dari sebuah dusun di sebelah
utara kota Peking, tertawa bergelak. Dengan ujung kakinya
ia menggoyang singa batu itu, kemudian berkata, “Apa sih
beratnya benda macam ini?” Setelah berkata demikian,
Liang Kui lalu membungkuk, memegang singa batu itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan kedua tangan dan sekali ia mengerahkan tenaga,
singa batu itu telah diangkatnya di atas kepala!
Tentu saja semua perajurit menjadi kagum sekali dan
sorak sorai serta tepuk tangan riuh memenuhi kuil itu,
bahkan bergema sampai di tempat jauh dalam hutan itu.
Liang Kui menaruhkan singa batu itu di tempat lain dan
ternyata ia bernapas biasa saja, hanya muka nya yang
menjadi agak merah tanda bahwa ia hanya mengeluarkan
tenaga setengah bagian
saja!
Liang Kui dan dua
orang kawannya
melangkah masuk ke
dalam kamar yang
pintunya terjaga oleh
singa batu tadi. Baru
saja mereka melangkah,
tiba tiba Liang Kui
berseru keras, “Awas !”
Terdengar suara
berkeretak dan ternyata
bahwa tiang besar yang
menyangga atap telah patah! Berbahaya sekali keadaan
mereka dan beberapa orang perajurit yang berada disitu
menjadi panik karena kalau atap itu runtuh, maka balok
balok besar akan menimpa mereka dari atas!
“Tenang !” tiba tiba seorang kawan Liang Kui yang
bertubuh gemuk pendek berseru dan melompat maju. Cepat
bagaikan ular menyambar tidak sesuai dengan gemuknya,
kedua tangannya menangkap tiang yang patah tadi dan lalu
mengganjal tiang itu dengan pundaknya ! Ternyata bahwa
tiang tadi memang sudah retak dan agaknya singa batu
yang diangkat oleh Liang Kui tadi memang sengaja ditaruh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di dekat pintu untuk menahan tiang yang sudah retak.
Setelah singa batu dipindahkan tiang itu tidak kuat lagi dan
patah.....
Harus dipuji ketangkasan dan kekuatan luar biasa dari si
gemuk pendek itu. Baru saja masuk pintu dan melihat tiang
patah, itu dapat melompat cepat keluar dan menahan tiang
itu dengan pundaknya dan nampaknya ringan saja.
Kembali terdengar sorak sorai pujian para perajurit yang
mengagumi ilmu kepandaian dari perwira ini. Perwira
gemuk pendek ini bernama Kwa Sun Ok, bekas perwira dari
kerajaan lama yang telah kalah oleh bala tentara Kin dan
kini menjadi perwira pemerintah baru. Kwa Sun Ok adalah
seorang ahli silat keturunan Go bi pai, dan selain memiliki
ilmu silat toya yang amat kuat, ia pun terkenal sebagai
seorang ahli lweekeh yang memiliki tenaga luar biasa.
“Hayo ambil balok balok penahan atap jangan bertepuk
tangan saja!” si gemuk pendek itu menegur. “Apa kau kira
selama hidup aku harus menjadi pengganti tiang di kuil
ini?”
Barulah para perajurit itu tergopoh gopoh mencari balok
balok yang terdapat di luar kuil bahkan ada beberapa orang
yang sengaja menebang pohon untuk dipergunakan sebagai
penahan atap. Setelah tiang itu dibantu oleh beberapa
batang balok besar, barulah Kwa Sun Ok terlepas dari
tugasnya yang tidak ringan itu.
Memang di dalam pasukan Kin banyak terdapat orang
orang pandai, tidak saja dari suku suku bangsa di daerah
utara, bahkan banyak sekali orang orang Kang ouw. Bangsa
Han yang tempat tinggalnya sudah diduduki, lalu berbalik
menjadi kaki tangan mereka. Tentu saja mereka ini adalah
orang orang yang beriman lemah dan tidak tahan
menghadapi bujukan manis dan matanya silau melihat
mengkilap nya emas dan perak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah beristirahat, pasukan Kin ini lalu meninggalkan
hutan untuk kembali ke kota Kaifeng dengan tangan
hampa.
Baru saja mereka keluar dari hutan, seorang demi
seorang berkelebatlah bayangan tujuh orang melompat
turun dari tempat persembunyian mereka, yakni di atas
pohon pohon besar. Oleh kareua itulah maka anjing anjing
pemburu tidak dapat mencium bau manusia dan pasukan
Kin tidak melihat mereka.
Orang yang bersembunyi di atas pohon terdekat dengan
kuil itu, adalah seorang wanita muda yang cantik dan yang
menggendong seorang anak laki laki berusia tiga tahun
lebih. Anak ini diikat erat erat di punggungnya dan mulut
anak inipun diikat dengan sehelai saputangan! Selain
wanita muda ini, terdapat pula seorang kakek yang
memakai topi petani yang sederhana. Dengan gerakan amat
ringan, wania muda ini melompat turun dari atas pohon
dan berlari masuk ke dalam kuil. Juga kakek itu dengan
gerakan lebih gesit dan ringan lagi, melompat turun dan
menyusul wanita tadi.
Kemudian berturut turut datanglah lima orang kawan
mereka yang kesemuanya laki laki setengah tua dan
berkepandaian silat tinggi, terbukti dari cara mereka
melompat turun dari tempat persembunyian masing
masing. Dengan diam diam mereka masuk ke dalam kuil
dan memandang ke arah singa batu yang sudah pindah
tempat dan atap yang kini tersangga oleh balok balok itu
“Banyak terdapat orang lihai diantara mereka!” kata kakek
petani itu sambil menarik napas panjang. “Kecil sekali
harapannya untuk dapat menolong mantuku.”
Wanita muda yang menggendong anak itu makin muram
wajahnya dan terdengar ia menahan isak. Lima orang laki
laki yang berkumpul di situ memandang dengan terharu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Betapapun juga, Ceng ji (anak Ceng), kau harus dapat
menghibur hatimu dengan perasaan bangga bahwa
suamimu adalah seorang pahlawan sejati yang takkan
pernah lenyap namanya selama dunia berkembang. Tidak
kecewa kau menjadi isterinya dan tidak malu pula Ciang Le
menjadi puteranya. Akupun bangga bisa menjadi
mertuanya. Pula, belum tentu kita takkan dapat
menolongnya. Biarpun sukar, selalu masih ada harapan.
Besok kalau hukuman itu dijalankan, kita menyerbu dari
empat jurusan, mengacaukan pertahanan dan aku sendiri
yang akan menolong mantuku.”
“Tidak, ayah, menolong dia adalah kewajiban dan
bagianku. Ayah dan kawan kawan menahan serangan
penjaga dan biarkan aku yang pergi menolongnya. Untuk
keperluan itu. lebih baik besok kita tinggalkan Le ji (anak
Le) di kamar ini lebih dulu agar ia tidak terancam bahaya.
Andaikan kita gagal dan tewas…” nyonya muda itu
menahan napas dan menggigit bibirnya, “tentu ada seorang
di antara kita yang dapat lolos dan aku mengharap dengan
sangat kepada orang yang dapat lolos itu, sudilah kiranya
ingat kepada anakku dan suka memeliharanya baik baik,”
dengan air mata berlinang diantara bulu matanya, nyonya
itu memandang sayu kepada lima orang yang berdiri di
hadapannya. Lima orang setengah tua yang bersikap gagah
itu semua tak dapat menahan pandang mata ini dan
memalingkan atau menundukkan muka.
“Jangan khawatir, toanio. Kita adalah orang orang
sendiri dan siapakah yang tidak bersedia menolong putera
dari Go siucai, seorang hohan (pahlawan) yang gagah
perkasa? Tak perlu kita berputus asa, belum tentu kita akan
gagal,” kata seorang diantara mereka.
Dari percakapan di atas tentu dapat diduga siapa adanya
tujuh orang dan seorang anak laki laki itu. Kakek petani itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
adalah mertua dari Go Sik An yang bernama Tan Seng,
seorang tokoh Hoa san pai. Ilmu silatnya tinggi dan ia
terkenal sebagai seorang berhati mulia dan berjiwa
pendekar. Setelah tua, ia hidup sebagai seorang petani di
luar kota Kaifeng, tidak suka menjadi beban mantunya yang
kaya. la merasa bebas dan senang hidup seorang diri,
karena isterinya sudah meninggal dunia dan melakukan
pekerjaan tani. Hanya kadang kadang saja ia mengunjungi
puterinya yang menjadi isteri Go Sik An.
Wanita muda itu adalah Tan Ceng atau nyonya Go,
yang mewarisi ilmu silat Hoa san pai dari ayahnya,
sedangkan anak yang digendongnya adalah Go Ciang Le,
putera tunggal dari Go Sik An. Lima orang itu adalah
kawan kawan mereka, kawan kawan seperjuangan yang
bersama sama dengan amat gigihnya melakukan
perlawanan terhadap bala tentara Kin. Mereka ini juga
pendekar pendekar kang ouw yang budiman dan berjiwa
patriot dan juga mereka adalah murid murid terkenal dari
cabang persilatan Hoa san pai, masih terhitung murid murid
keponakan dari Tan Seng.
“Liang Ti, kau dan sute sutemu pergilah melakukan
penyelidikan di benteng. Mereka tidak mengenal kalian
akan tetapi berlakulah hati hati agar jangan sampai
menimbulkan kecurigaan dari fihak penjaga. Kami menanti
di sini.” kata Tan Seng kepada seorang diantara mereka.
“Baik, susiok (paman guru).” jawab Liang Ti yang paling
tua di antara lima tokoh Hoa san ini. Kemudian mereka
keluar dari kuil untuk melakukan tugas menyelidiki
keadaan. Go Sik An yang ditahan di dalam penjara yang
gentengnya nampak dari luar tembok benteng.
Sepeninggal mereka ini, Tan Seng dan puterinya duduk
di dalam kuil dengan hati gelisah dan wajah muram. Betapa
mereka tidak bersedih dan gelisah kalau mengingat bahwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Go Sik An akan dijatuhi hukuman gantung di luar tembok
benteng pada hari esok. Beberapa kali terdengar Tan Ceng
menahan isak, disusul oleh kata kata hiburan dari ayahnya,
dengan suaranya yang besar dan parau. Kadang kadang
terdengar tangis anak anak, yakni tangis Ciang Le yang
disusul oleh suara hiburan ibunya.
Akan tetapi kedua orang ini sama sekali tidak pernah
menyangka bahwa pembesar pembesar militer Kin berlaku
amat curang dan licik. Setelah mereka menanti sampai
malam tiba, terdengarlah suara kaki orang dari luar dan
Liang Ti masuk ke dalam kuil napasnya memburu dan
wajahnya pucat sekali.
“Suheng, apa yang terjadi?” tanya Tan Ceng dengan
penuh kekhawatiran sambil mendekap anaknya. Liang Ti
tidak dapat menjawab, bahkan lalu menggeleng geleng
kepala dan menjatuhkan diri duduk di atas lantai denpan
mata basah.
“Liang Ti, tenanglah dan ceritakan apa yang telah
terjadi? Di mana adanya kawan kawanmu?” tanya Tan
Seng ang lebih tenang biarpun hatinya juga diliputi
kekhawatiran besar.
“Ce… celaka, susiok… Go siucai (orang terpelajar Go)
telah… telah.... dibunuh.... !” Biarpun Liang Ji seorang ahli
silat gagah perkasa, pada saat itu ia bicara dengan gagap
karena sedih dan bingungnya.
Terdengar Tan Ceng menjerit sambil mendekap kepala
anaknya, lalu nyonya muda ini menangis tersedu sedu,
berbisik bisik memanggil nama suaminya. Tan Seng berdiri
mengepal tinju, sepasang matanya memancarkan cahaya
merah, seluruh urat tubuhnya menegang.
“Ceritakan apa yang kaulihat,” perintahnya kepada
Liang Ti.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ketika teecu (murid) berlima melakukan penyelidikan,
tidak nampak sesuatu yang aneh, juga tidak terdengar berita
lain. Keadaan biasa saja, hanya kota menjadi makin sunyi
seakan akan semua orang menyatakan ikut berduka dengan
nasib Go siucai. Berita yang tersiar Setap menyatakan
bahwa besok pagi pagi baru akan dilakukan hukuman itu.
Akan tetapi ketika teecu pergi ke belakang tembok benteng
di mana genteng penjara kelihatan, teecu melihat…. Go
siucai telah digantung. Jahanam jahanam terkutuk benar
mereka itu !”
Kembali Tan Ceng menjerit perlahan, disusul oleh
elahan napas panjang Tan Seng.
“Kuatkan hatimu, Ceng ji. Suamimu telah tewas sebagai
seorang pahlawan besar “
“Ayah ... aku harus merampas jenazahnya agar dapat
dikubur baik baik.” Nyonya muda itu akhirnya dapat
berkata sambil mendekap kepala anaknya yang sudah tidur.
“Tentu saja, Ceng Ji. Dan hal itu lebih baik dilakukan
malam ini juga agar besok pagi jenazah suamimu tidak
dijadikan tontonan orang. Liang Ti, dimana kawan
kawanmu?”
“Mereka masih teecu suruh mengintai di dekat tempat
itu, susiok. Teecu merasa curiga kalau kalau perbuatan
mereka itu sengaja untuk menjebak kita.”
Tan Seng mengangguk angguk, “Memang, kita harus
berlaku hati hati, Ceng ji. Mari kita berangkat sekarang
juga. Tidurkan anakmu di dalam kamar singa (kamar di
mana terdapat singa batu di depannya), akan tetapi kau
harus cancang dia, takut kalau kalau dia akan pergi keluar.”
Tan Ceng lalu membawa puterunya ke dalam kamar kuil
dan tak lama kemudian nyonya muda ini sudah keluar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kini ia mengenakan pakaian ringkas dan gagang pedangnya
nampak tersembul di belakang pundaknya. Wajahnya agak
pucat, akan tetapi tidak mengurangi kecantikannya dan
nampak amat gagah. Hati Tan Seng serasa luluh ketika ia
melihat puterinya dengan terharu. Baru lima tahun
puterinya berumah tangga dan sekarang sudah ditinggalkan
suami dalam keadaan yang demikian menyedihkan.
Berangkatlah mereka bertiga, Tan Seng, Tan Ceng dan
Liang Ti menuju ke kota Kaifeng. Malam itu bulan
sepotong bersinar terang karena langit amat bersih.
Beberapa buah bintang yang letaknya tidak terlalu dekat
dengan bulan bermain mata dengan bintang bintang lain.
Malam itu memang menyeramkan. Tidak saja karena
cahaya bulan yang redup itu mendatangkan bayang bayang
yang aneh dan ganjil Juga kesunyian yang memekik itu
mendatangkan perasaan serem, seakan akan kesunyian itu
membisikkan sesuatu tentang maut. Semua orang di kota
Kaifeng, telah menutup pintu jendela, dan telah meniup
padam api penerangan di dalam rumah. Di jalan jalan tidak
kelihatan seorangpun penduduk, kecuali beberapa orang
tentara roboh yang bernyanyi nyanyi tidak karuan tentang
perempum molek dengan kata kata yang kotor dan tidak
sopan. Setelah beberapa orang pemabok itu lenyap di balik
tembok benteng, kembali keadaan kota sunyi sepi.
Akan tetapi, jauh dari luar kota, terdengar sayup sampai
suara nyanyian yang dinyanyikan oleh suara laki laki yang
besar dan parau. Nyanyian ini terdengar dari dalam hutan
dan siapa yang mendengarnya tentu akan menjadi makin
serem ! Diantara suara yang parau ini terdengar isak seperti
orang menangis, akan tetapi harus diakui bahwa nyanyian
itu dinyanyikan dengan semangat yang gagah.
Apa lagi kalau orang melihat penyanyinya, seorang
kakek tua berpakaian petani yang berjalan keluar dari hutan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bersama seorang setengah tua dan seorang nyonya muda
yang menangis perlahan lahan di sepanjang jalan.
Kaifeng, kotaku kampung halamanku
Betapa buruk nasibmu
Srigala buas masuk menyerbu
Mencemarkan bumi dan airmu,
Ah, Kaifeng! Aku rela berjuang sampai tewas
Untuk membelamu dari cengkeraman
srigala buas
Kaifeng, tanah tumpah darah,
sumber hidupku
Nyawa masih terlalu kecil
untuk balas jasamu !
Syair ini adalah karangan dari Go Sik An yang tersebar
luas di kalangan pejuang. Go Sik An banyak membuat syair
syair perjuangan yang amat disuka dan sekarang dengan
suara lantang. Tan Seng, mertuanya sendiri berjalan sambil
menyanyikan lagu kegemarannya ini.
Orang orang penduduk kota Kaifeng yang sudah
bersembunyi di dalam kamar masing masing, ketika
mendengar nyanyian ini, mau tiduk mau menitikkan air
mata. Mereka merasa terharu dan sedih, akan tetapi sekali
lagi, apakah daya mereka?
Setelah tiba di dekat benteng, Tan Seng dan puteri serta
murid keponakannya, berjalan dengan hati hati dan tidak
mengeluarkan suara. Mereka bertiga mempergunakan
ginkang dan berlari seperti terbang cepatnya tanpa
mengeluarkan sedikitpun suara berisik.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah melalui beberapa tempat penjagaan tanpa
diketahui oleh penjaga penjaga, sampailah mereka di luar
tembok benteng di mana kelihatan genteng dari bangunan
rumah penjara.
Dan jauh mereka telah disambut oleh empat orang
kawan yang bertugas mengintai di situ.
“Teecu merasa curiga, susiok,” kata seorang diantara
mereka, “tempat ini terlampau sunyi. Biarpun teecu tidak
mendengar gerakan orang dan tidak melihat bayangan,
akan tetapi teecu merasa yakin bahwa di tempat tempat
tersembunyi pasti ada musuh musuh berjaga.”
Tan Seng mengangguk angguk dan dengan berindap
indap mereka lalu menuju ke tempat di mana menurut lima
orang tadi tergantung tubuh Go Sik An. Hati Tan Ceng
berdebar debar dan bibirnya gemetar, kedua kakinya lemas.
Ketika mereka tiba di dekat tembok benteng, tiba tiba
Tan Ceng menahan jerit isaknya.
“Ayah….!” keluhnya sambil menudingkan telunjuk
tangan kirinya ke arah tembok benteng. Kemudian nyonya
ini hendak melompat dan lari menghampiri tubuh yang
tergantung di dekat tembok itu, akan tetapi ayahnya cepat
memegang lengannya.
“Sabar, Ceng ji. Kuatkan hatimu !” bisik Tan Seng
dengan suara perlahan dan menggetar. Hatinya juga
tertusuk sekali menyaksikan pemandangan yang amat
menyedihkan. Tubuh Go Sik An nampak tergantung
lehernya di tiang penggantungan yang dipasang di atas
tembok. Tak salah lagi, Go Sik An ying digantung itu.
Pakaiannya masih seperti ketika ia ditangkap, yakni baju
berkembang dengan dasar warna kuning dan kembang
kembangnya berwarna merah!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ayah, birkan aku mengambil jenazahnya. Tidak kuat
hatiku melihat dia tergantung seperti itu!” Tan Ceng
meronta ronta dalam pegangan ayahnya.
“Tentu saja, akan tetapi kita harus berhati hati” kata
ayahnya. Kemudian tokoh Hoa san pai ini lalu berkata
kepada Ling Ti. “Awas kalian berlima jagalah sambil
berpencar, mengurung tiang gantungan itu sementara aku
dan Ceng ji mencoba untuk menurunkan jenazah
mantuku.”
Setelah bersiap sedia dan melihat keadaan tetap sunyi
saja, melompatlah Tan Ceng dan ayahnya. Dengan dua kali
lompatan saja mereka telah tiba di bawah tiang gantungan
Tan Ceng tidak dapat menahan hatinya lagi. Melihat betapa
suaminya telah tergantung di situ dalam keadaan tak
bernyawa lagi, ia lalu mencabut pedangnya dan sekali
melompat saja ia telah dapat bergantung pada besi
gantungan di atas. Ia bergantung di situ dengan tangan
kirinya dan sebelum ia mengayun pedangnya untuk
memutuskan tali yang menjirat suaminya, tiba tiba banyak
sinar hitam menyambar ke arahnya.
“Ceng ji, awas! Lompat turun !” ayahnya berseru kaget.
Akan tetapi Tan Ceng tidak mau turun. Ia tidak takut segala
dalam keadaan seperti itu. Ia mencoba untuk mengayun
pedangnya, di sekeliling tubuhnya dan berusaha menangkis
semua senjata rahasia yang menyambar ke arahnya.
Terdengar bunyi nyaring berkali kali dan banyak senjata
rahasia piauw, anak panah, pelor besi dan jarum terpental
oleh tangkisan pedangnya. Akan tetapi senjata rahasia yang
menyambar ke arahnya, ternyata banyak sekali dan rata
rata disambitkan oleh tangan yang ahli. Tiba tiba nyonya
muda itu mengeluh dan tangan kirinya yang bergantung
kepada besi gantungan itu terlepas.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nyonya ini merasa tangannya sakit sekali karena
sebatang piauw hitam telah menanep di dekat nadi
tangannya. Akan tetapi ia masih dapat dengan cepat sekali
menyambit tubuh suaminya dan tangan kirinya itu kini
memeluk pinggang mayat suaminya.
“Suamiku... .!” keluhnya dengan ratap tangis ketika ia
merasa betapa tubuh itu dingin, dan kaku.
“Ceng ji....!” terdengar ayahnya berseru keras. Tan Seng
yang melihat anaknya terluka, menjadi marah sekali. Pada
saat itu, dari balik tembok dan diri belakang pohon
berlompatan keluar belasan bayangan orang yang
memegang senjata.
“Bagus, kalian datang mengantar nyawa seperti kelinci
kelinci masuk perangkap. Ha ha ha !” terdengar suara
ketawa seorang tinggi besar yang segera menyerbu ke arah
Tan Seng dan dengan sepasang goloknya yang besar, orang
tinggi besar ini menyerang kakek itu.
“San mo Liong Kui, pengkhianat keji!” Tan Seng berseru
keras dan ketika lengan bajunya yang panjang bergerak,
angin besar menyambar ke arah Liong Kui Si Setan
Gunung. Inilah pukulan yang lihai dari ilmu silat tangan
kosong Hoa san pai yang disebut Ngo heng cio hwat. Baru
angin pukulannya saja sudah cukup untuk merobohkan
seorang lawan.
San mo Liong Kui bukanlah seorang lemah. Ilmu
silatnya sudah termasuk tingkat tinggi. Akan tetapi
menghadapi Ilmu Pukulan Ngo heng cio hwat yang lihai ini
ia menjadi gentar juga. Angin pukulan itu telah membuat ia
merasa dadanya tergetar, maka ia lalu mundur kembali
untuk menanti kawan kawannya dan hendak maju
bersama.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada saat itu, Tan Ceng telah dapat menggerakkan
tangan kanannya ke atas dan meraih tali penggantung
setelah menggigit pedangnya. Kemudian, kembali tangan
kirinya yang terluka itu telah memegang besi gantungan dan
secepat kilat pedangnya di gerakkan oleh tangan kanannya
ke arah tali penjirat leher suaminya.
Akan tetapi pada saat itu, beberapa orang pengawal yang
berkepandaian tinggi menyerbunya dan baru saja tubuhnya
bersama mayat suaminya jatuh ke bawah, tiga batang golok
menyambar ke arahnya dengan gerakan yang amat
berbahaya, Tan Seng melihat puterinya terancam bahaya,
hendak menolong, akan tetapi Liong Kui yang kini telah
dibantu oleh Kwa Sun Ok dan dan lain perwira perwira
kosen telah maju mengurungnya dengan hebat. Sementara
itu, murid murid keponakan dari Tan Seng, yakni Liang Ti
dan empat orang adik seperguruannya, begitu melihat
munculnya para perwira musuh, segera maju menyerbu.
Tiga orang membantu paman guru mereka adapun Liang Ti
dan seorang adiknya membantu Tan Ceng yang berada
dalam keadaan berbahaya sekali.
Akan tetapi kedatangan Liang Ti dan kawan kawannya
terlambat. Ketika tadi nyonya muda itu bersama mayat
suaminya jatuh ke bawah, tiga batang golok yang
menyambar ke arahnya itu masih dapat ditangkis oleh
pedang nya. Namun bagaimana nyonya muda ini dapat
bergerak dengan lincah setelah ia jatuh bersama suaminya
dan dalam keadaan hati remuk, dan pikiran bingung
melihat keadaan suami nya? Kembali golok golok musuh
menyerang dengan ilmu silat yang tidak rendah Tan Ceng
masih berusaha untuk mengelak dan menangkis akan tetapi
kembali sebatang piauw menyerangnya dari belakang dan
menancap pada punggungnya tanpa dapat dicegah lagi. Ia
menjerit dan roboh, dihujani serangan tiga golok tajam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tentu tubuhnya akan menjadi hancur kalau saja pada saat
itu Liang Ti dan adiknya tidak keburu datang dan
menyerang tiga orang itu.
Pertempuran berjalan seru sekali. Tan Ceng tak dapat
bangun lagi. Punggungnya terluka oleh piauw beracun,
demikian pula tangan kirinya dan di dalam serangan tadi, ia
telah mendapat bacokan pula pada lambungnya. Dengan
mandi darah dan keadaan payah, nyonya muda ini
merangkak rangkak ke arah mayat suaminya yang jatuh
beberapa kaki dari tempat dia rebah.
“Suamiku… tunggulah Ceng Ceng….” bisiknya setelah
ia dapat meraba kepala suaminya. Matanya menjadi gelap
dan ia merebahkan pipinya di atas mayat suaminya yang
telentang. Kemudian ia menjadi pingsan di atas dada mayat
suaminya !
Tan Seng yang diam diam memperhatikan keadaan
puterinya, menjadi sedih dan marah sekali melihat keadaan
Tan Ceng. Disangkanya bahwa anaknya itu tentu telah
tewas, maka matanya menjadi gelap.
“Keparat keji kalian ini! Aku Tan Seng akan mengadu
nyawa dengan kalian !” Setelah berkata demikian, kakek
yang sakti ini lalu mengamuk. Kedua ujung lengan bajanya
merupakan senjata yang amat ampuh dan lihai ! Dalam
beberapa belas gebrakan saja robohlah dua orang perwira
dengan kepala pecah dan otak berhamburan terkena
sambaran ujung lengan baju. Akan tetapi tetap saja ia tidak
dapat maju menghampiri puterinya oleh karena Liong Kui
dan Kwa Sun Ok dibantu oleh banyak perwira lagi, masih
mengurungnya rapat rapat dan tidak memberi kesempatan
kepada kakek lihai ini untuk keluar dari kepungan.
Adapun Liang Ti dan empat orang saudaranya yang
bertempur melawan keroyokan lain perwira, juga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memperlihatkan kepandaian mereka. Namun fihak perwira
makin lama makin banyak jumlahnya sehingga kini selaruh
pengeroyok yang berada di tempat itu lebih dari dua puluh
orang! Dan diantara para pengengeroyok itu tidak semua
berpakaian seperti perwira. Enam orang di antara mereka
adalah orang orang berpakaian biasa, bahkan di antaranya
terdapat searang wanita yang bertubuh tegap dan besar,
bermuka cukup manis dan mainkan sebatang golok besar
pula. Wanita ini memiliki ilmu golok yang lihai sekali.
Siapakah mereka ini? Bukan lain mereka adalah orang
orang kang ouw yang termasuk golongan penjilat. Begitu
melihat bala tentara Kin mendapat kemenangan, mereka ini
buru buru datang menyatakan kesanggupan mereka untuk
membantu pemerintah baru.
Wanita itu adalah seorang wanita sakti yang telah lama
terkenal sebagai seorang tokoh hek to (jalan hitam) dan
karena ia merasa bahwa dirinya dimusuhi oleh banyak
orang gagah, maka ia lalu mencari tempat perlindungan
yang kuat pada benteng pasukan Kin. Tentu saja orang
orang seperti ini diterima baik oleh komandan pasukan
pasukan Kin, karena mereka maklum bahwa mereka
menghadapi perlawanan rakyat yang dipimpin oleh banyak
ahli ahli silat yang lihai.
Melihat betapa fihaknya terancam bahaya, Tan Seng
menjadi khawatir juga. Kalau sampai semua orang tewas
dalam keroyokan itu, bukankah itu kerarti pengorbanan sia
sia belaka? Lebih baik menyelamatkan mayat mantunya
dan tubuh puterinya yang terluka atau tewas itu, lalu
mengajak murid murid keponakannya melarikan diri!
Pikiran seperti ini ternyata juga timbul dalam otak Liang
Ti. Ia berseru kepada empat orang saudaranya, “Kalian
membantu sosiok membawa pergi sumoi dan mayat
suaminya. Biar aku menahan anjing anjing busuk ini!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah berkata demikian, Liang Ti lalu memutar pedangya
dan mainkan Hoa san kiam hwat yang paling lihai. Pedang
itu merupakan sinar putih bergulung gulung melagukan
serangan serangan nekat ke arah para pengeroyokannya dan
kenekatannya ini ternyata berhasil ketika seorang
pengeroyok menggelundung dengan leher hampir putus!
Marahlah Coa Kim Kiok, wanita tegap itu melihat orang
yang terbunuh oleh pedang di tangan Liang Ti, karena
orang itu adalah seorang kekasihnya. Ia mengangkat
goloknya dan menyerang sambil memaki maki, dibantu
pula oleh empat orang kawannya. Akan tetapi Liang Ti
tidak menjadi jerih, bahkan mengamuk hebat sekali berkali
kali menyuruh saudara saudaranya cepat membantu sosiok
mereka menolong Tan Ceng dan mayat suaminya.
Tan Seng mengerti akan maksud Liang Ti dan diam
diam ia menjadi amat terharu. Murid keponakannya itu
ternyata hendak mengorbankan dirinya untuk memberi
kesempatan kepada yang lain lain, agar supaya dapat
melarikan diri dan menolong Tan Ceng. Iapun lalu berseru
keras dan tubuhnya berkelebat cepat kearah Go Sik An.
Beberapa orang perwira mengejarnya, akan tetapi empat
orang murid keponakannya cepat menghadang mereka dan
sebentar saja empat orang ini di kurung hebat. Dua orang
adik seperguruan dari Liang Ti tak dapat menahan serangan
fihak lawan yang banyak ini dan robohlah mereka ini.
Tan Seng, makin bingung dan pada saat itu Tan Ceng
siuman dari pingsannya. Wanita ini dengan amat lemah
menggerakkan kepalanya, lalu membuka matanya. Melihat
betapa ayahnya dikeroyok hebat dan dua orang suhengnya
tewas, timbul tenaga dan semangat baru dalam dirinya.
Serentak ia melompat berdiri dan dengan pedang ditangan
ia menerjang maju pula. Bukan main hebatnya nyonya
muda ini. Mukanya telah menjadi kehitaman karena
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pengaruh racun yang telah menjalar di dalam tubuhnya dan
luka di lambungnya mengeluarkan banyak darah. Akan
tetapi rasa sakit hati melihat suamiya dan khawatir melihat
ayahnya dan suheng suhengnya, telah mendatangkan
kekuatan baru yang ajaib. Tenaganya menjadi berlipat
ganda dan gerakannya cepat dan kuat. Ia menyerang
dengan nekat, dan sebentar saja merobohkan tiga rang
musuh! Melihat sepak terjang nyonya muda ini, para
pengeroyok menjadi jerih juga. Akan tetapi, akhirnya
pengaruh racun dan kekurangan darah membuat Tan Ceng
roboh lagi tanpa tersentuh senjata lawan. Ia roboh sambil
berseru nyaring kepada ayahnya yang masih melayani
keroyokan lawan.
“Ayah.... aku minta agar supaya Le ji (anak Le)
selamanya mengenakan hwa i (baju kembang) ayahnya agar
rohku dapat mengenalnya di mana mana!” Setelah berkata
demikian, nyonya ini lalu merangkak kedekat suaminya
yang memakai baju kembang dan…. menghembuskan
napas terakhir di atas dada mayat suaminya.
Tan Seng tentu saja tidak tahu bahwa puterinya telah
tewas, akan tetapi kata kata ini membuat ia menahan sedu
sedan yang naik ke lehernya. Ia tahu bahwa mantunya
semenjak masa kanak kanaknya paling suka mengenakan
baju kembang, bahkan setelah menikah selalu memakai
baju berkembang. Agaknya karena pikiran Tan Ceng penuh
dengan bayangan suaminya dan penuh kesedihan, maka ia
berkata demikian, pikir kakek ini, sama sekali tidak mengira
bahwa puterinya itu telah mati dan bahwa kata kata tadi
merupakan pesan terakhir!
Kembali dua orang murid keponakannya roboh binasa.
Tan Seng cepat mendekati Liang Ti yang masih mengamuk
bagai seekor naga terluka. Orang inipun telah menderita
banyak luka sehingga bajunya telah penuh darah, tangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kirinya hampir putus di bagian siku, akan tetapi dengan
penuh kegeraman, Leng Ti masih mengamuk terus dan
pedangnya menyambar nyambar hebat, masih banyak
merobohkan pengeroyok !
Tan Seng yang melihat hal ini, mengambil keputusan
nekad untuk bertempur sampai akhir. Biarlah kita mati
semua asalkan dapat membunuh sebanyak banyaknya,
demikian pikir kakek yang gagah ini. Akan tetapi tiba tiba
Liang Ti berseru, “Susiok, semua sudah tewas, tinggal kita
berdua. Larilah kau, biar teecu menahan tikus tikus ini.”
“Enak saja kau bicara. Liang Ti! Kau kira aku takut
menghadapi maut?” kata Tan Seng sambil memutar ujung
lengan bajunya. Juga dia sekarang dapat melihat bahwa
Tan Ceng sudah meninggal, hal itu mudah dilihat dari
wajah anaknya itu yang menjadi kebiruan dan matanya
yang setengah terbuka tanpa bergerak.
“Bukan begitu, susiok. Kau harus hidup untuk merawat
cucumu dan juga.... jangan lupakan anak isteriku!” Baru
saja mulutnya tertutup, tiba tiba Liang Ti mengeluh ngeri
dan tubuhnya terkulai. Dadanya terpanggang oleh pedang
musuh yang tak kenal ampun.
Tan Seng merasa hatinya hancur luluh, ia kagum dan
terharu melihat betapa Liang Ti telah mengorbankan diri
sedangkan di rumahnya masih ada anak isterinya! Ah,
Liang Ti hanya seorang diantara sekian banyak pahlawan
pahlawan bangsa.
Kini semua pengeroyok mengepung Tan Seng sambil
bersorak sorak karena hanya tinggal kakek ini seorang yang
belum roboh. Tan Seng hendak berlaku nekad, akan tetapi
kata kata Liang Ti berdengung di dalam telinganya. Aku
harus hidup, pikirnya. Aku harus hidup demi kebaikan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cucuku dan juga demi keluarga Liang Ti! Aku harus dapat
melarikan diri!
Tiba tiba para pengeroyok menjadi kacau balau. Entah
apa sebabnya, mereka jatuh bangun dan dibagian luar
kepungan, banyak perwira roboh sambil memekik
kesakitan. Tan Seng melihat sinar keemasan berkelebat ke
sana ke mari tanpa terlihat orangnya dan hampir saja ia
tidak percaya kepada pandangan matanya sendiri. Dia
adalah seorang tokoh dari Hoa san pai telah memiliki
kepandaian tinggi, bagaimana ia sampai tidak dapat melihat
gerakan orang? Benar benarkah seorang manusia yang
sedang mengamuk, dan membantunya itu? Belum pernah
selama hidupnya ia melihat gerakan pedang yang dapat
menjadi satu dengan bayangan orangnya sehingga orang itu
sendiri terbungkus sama sekali oleh gundukan sinar pedang!
“Tan lo enghiong, tidak lekas lari mau tunggu kapan
lagi?” terdengar suara yang nyaring dari dalam gundukan
sinar pedang itu. Barulah Tan Seng teringat. Ketika ia
hendak mencari mayat mantunya dan mayat anaknya, ia
menjadi terkejut melihat sinar pedang keemasan itu
menyambar ke arah kedua mayat itu dan tiba tiba kedua
mayat itu terangkat ke atas dengan cepatnya bagaikan
terbang.
“Tan lo enghiong kalau hendak mencari jenazah orang
orang gagah, harus pergi ke Guha Makam Pahlawan!”
terdengar lagi orang aneh itu berkata.
Para pengeroyok telah berlari cerai berai setelah dihajar
oleh sinar pedang keemasan itu, maka ketika Tan Seng
melihat dua mayat itu lenyap dibawa lari oleh orang aneh
itu, iapun segera menyambar mayat Liang Ti dan seorang
murid keponakan lagi. Lalu berlarilah kakek ini keluar dari
tempat itu memasuki hutan. Malam itu juga ia mengubur
mayat Liang Ti dan seorang adik seperguruannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kemudian kakek ini lalu kembali ke tempat pertempuran
tadi. Ternyata bahwa mayat mayat fihak lawan telah
diangkat masuk ke dalam benteng, akan tetapi mayat tiga
orang murid keponakannya ditinggalkan di situ saja,
bahkan telah rusak karena dihujani senjata tajam. Dengan
hati penuh dendam dan haru, kakek ini lalu mengangkat
semua mayat murid keponakannya, kemudian
menguburnya menjadi satu di dalam hutan itu.
Kemudian, Tan Seng cepat berlari memasuki hutan
menuju ke kuil di mana cucunya ditinggalkan. Hampir Tan
Seng tak dapat menahan runtuhnya dua titik air matanya
ketika ia teringat akan cucunya. Go Ciang Le. Anak itu
telah menjadi seorang anak yatim piatu! Dan usianya baru
juga tiga tahun lebih! Ia teringat akan pesan terakhir dari
anaknya dan sedu sedan naik ke lehernya. Bagaimana pula
pesan anaknya? Bahwa Ciang Le harus selamanya memakai
Hwa I (baju berkembang), seperti ayahnya!
Dengan hati penuh keharuan, Tan Seng melompat ke
dalam kuil dan terus menuju ke dalam kamar singa batu di
mana Ciang Le ditidurkan oleh ibunya. Tidak terdengar
suara sesuatu. Kasihan, anak itu masih tidur nyenyak, sama
sekali tidak tahu nasib apakah yang telah menimpa diri
ibunya, pikir kakek ini.
Akan tetapi setelah ia memasuki kamar, terbelalak ia
memandang ke sudut kamar di mana tadi anak kecil itu
tidur. Tempat itu sekarang kosong dan tidak nampak
bayangan cucunya!
“Ciang Le…!” tak terasa pula ia berseru keras
memanggil. Apakah anak itu berhasil melepaskan ikat
pinggangnya dan ke luar dari kamar? Kakek ini memeriksa
di dalam kamar, akan tetapi tidak kelihatan ikat pinggang
yang tadi diikatkan pada tiang. Ia lalu keluar dan mencari
cari di seluruh kuil sambil berseru berulang ulang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memanggil nama cucunya. Akan tetapi sia sia belaka, tidak
ada jawaban, juga tidak ada tanda tanda ke mana cucunya
pergi.
“Ciang Le…!!” kini panggilan ini mengandung
kekhawatiran besar dan terdengar menggetar. Kakek Tan
Seng benar benar gelisah sekali. Apakah yang telah terjadi
dengan Ciang Le?? Sambil berlari ke sana kemari dan
memanggil manggil nama Ciang Le, kakek ini mencari di
dalam hutan, membuka rumpun dan menjenguk ke dalam
jurang. Sampai pagi hari bahkan sampai siang dan kembali
senja mendatang, kakek ini masih saja mencari ke sana ke
mari di dalam hutan itu seperti orang gila!
Akhirnya ia menjadi putus harapan dan menjatuhkan
diri di bawah sebatang pohon, menyembunyikan mukanya
di atas kedua lututnya. Ia merasa lelah sekali, lelah lahir
batin, dan merasa bosan hidup di atas dunia ini. Puterinya
telah tewas, mantunya mati tergantung, dan kini cucunya,
harapan satu satunya sebagai penyambung keturunan, telah
lenyap pula!
Siapakah yang begitu jahat menculik Ciang Ley anak
berumur tiga tahun itu?
Tiba tiba ia teringat akan orang aneh yang telah mencuri
jenazah. Go Sik An dan Tan Ceng. Apakah orang aneh itu
pula yang mem bawa pergi Ciang Le? Mungkin sekali.
Harapannya timbul kembali dan ia teringat pula akan
pengorbanan dan pesan terakhir dari Liang Ti, murid
keponakannya. Ah, benar, ia masih mempunyai kewajiban,
yakni memelihara anak dan isteri Liang Ti. Tergopoh
gopoh kakek ini lalu meninggalkan hutan dan pergi menuju
ke kampung Keng an bun, sebuah kampung kecil tak jauh
dari Kaifeng.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika Kaisar Chin Tsung dan ayahnya. Kaisar Hui
Tsung, tertawan oleh pasukan Kin di Kaifeng, seorang
pangeran berhasil melarikan diri di bawah perlindungan
beberapa orang pembesar yang setia kepadanya. Pangeran
ini adalah Kao Tsung yang berhasil lari ke Propinsi Honan
dan kemudian mendirikan lagi kerajaan dengan ibu kota
Sang ciu di Propingi Honan. Kemudian ia memindahkan
pula ibu kota atau kota raja ke Hongkouw, Kerajaan Kaisar
Kao Tsung ini disebut dinasti Sung selatan.
Bala tentara Kim masih saja melanjutkan serbuannya ke
selatan, akan tetapi di mana mana mereka menjumpai
perlawanan yang gigih dari rakyat jelata. Di seluruh daerah
Propingi Hopei dan Sansi, rakyat membentuk kesatuan
kesatuan sendiri untuk bangkit melawan bala tentara Kin,
Pasukan pasukan rakyat ini bermarkas di lereng gunung
atau di lembah sungai sungai, melakukan perang gerilya
dan menyerang pasukan musuh di mana saja musuh
berada.
Sebuah di antara pasukan pasukan rakyat ini, yang
paling terkenal adalah Pasukan Surban Merah yang gagah
perkasa. Pernah pasukan Surban Merah ini menyergap
markas besar musuh dan membasmi seluruh penghuni
markas besar itu. Kemenangan yang dicapai oleh Pasukan
Surban Merah yang gagah berani ini tidak sedikit
menambah semangat perlawanan dari rakyat jelata
terhadap barisan musuh.
Patriot patriot yang paling gagah berani adalah mereka
yang melakukan perlawanan di sebelah utara Sungai Huang
ho (Sungai Kuning). Boleh dibilang hampir seluruh rakyat
mengadakan perlawanan. Hal ini tidak aneh karena yang
paling menderita akibat perampokan dan penghinaan bala
tentara Kin, adalah orang orang utara, maka dendam dan
sakit hati merekapun lebih besar dan mendalam.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jenderal yang bertugas mempertahankan daerah Kaifeng
adalah Jenderal Tsung Ce yang terkenal gagah dan ahli
dalam siasat perang. Karena melihat bahwa para pasukan
patriot di sebelah utara Sungai Kuning dapat diandalkan,
Jenderal Tsung Ce lalu menyeberangi Huang ho dan
mengadakan perundingan dengan patriot patriot rakyat itu
dan mencari jalan bagaimana untuk dapat merampas
kembali daerah yang diduduki oleh musuh.
Para patriot utara yang sudah mendengar nama Jenderal
Tsung Ce, menyatakan kesanggupan mereka untuk
membantu. Diantara para patriot ini, terdapat kakek Tan
Seng yang terkenal gagah dan disegani oleh kawan
kawannya. Kemudian Jenderal Tsung Ce menentukan
siasat dan memerintahkan sebarisan patriot terdiri dari
tujuh ribu orang dipimpin oleh seorang gagah bernama Ong
Goan dibantu oleh kakek Tan Seng, untuk menyerbu
barisan musuh yang puluhan ribu jumlahnya. Dengan amat
gagah berani, pasukan tujuh ribu orang ini membobolkan
barisan pertahanan bala tentara Kin dan dapat merebut dan
menduduki Pegunungan Tai hang. Dan di Tai hang inilah
dikumpulkan barisan barisan rakayat sampai mencapai
jumlah ratusan ribu orang.
Demikianlah, di bawah pimpinan Jenderal Tsung Ce
yang gagah perkasa dan pandai, barisan tertara Han dan
barisan rakyat petani yang kuat itu bertubi tubi mengadakan
serangan kepada musuh dan berhasil merebut kembali
daerah yang amat luas, menyelamatkan jiwa banyak sekali
rakyat dan merampas kembali harta benda dari tangan
musuh.
Akan tetapi, sungguh merupakan catatan sejarah yang
harus disesalkan. Semua usaha dan perjuangan rakyat ini
sia sia belaka. Kaisar Kao Tsung yang seperti juga kakak
kakaknya atau ayahnya berada di bawah pengaruh menteri
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menteri durna (menteri jahat), tidak menyetujui perjuangan
rakyat ini, Kaisar Kao Tsung dan menteri menterinya
terlalu takut kepada musuh dan terlalu memandang ringan
kekuatan rakyat jelata sendiri. Bagi kaisar dan para
pembesar, akan lebih amanlah apabila dapat mengadakan
perundingan secara damai dengan fihak musuh yang
terkenal amat kuat itu.
Sungguh tepat sekali ucapan seorang bijaksana di jaman
dahulu yang menyatakan bahwa orang yang selalu hidup di
dalam kemewahan bertabiat pengecut, berbeda dengan
orang yang pernah mengalami pahit getir penghidupan.
Kaisar Kao Tsung yang semenjak kecilnya hidup berenang
di laut kemewahan, tidak pernah mengalami kesukaran,
menjadi amat penakut dan ia merasa khawatir kalau kalau
ia akan menderita di dalam hidupnya. Untuk keselamatan
dirinya sendiri ia tidak memikirkan nasib rakyat jelata. Biar
rakyat dirampok habis, biar rakyat dihina, dijadikan budak
belian, dibunuh, asal dia sendiri tidak kehilangan jiwa,
demikianlah jalan pikirannya!
Beberapa kali jenderal Tsung Ce yang sudah amat tua itu
mendesak kepada kaisar untuk mengadakan ekspedisi ke
utara, untuk mengusir penjajah mengandalkan bantuan
rakyat di utara. Akan tetapi jangankan kaisar
menyetujuinya, bahkan kaisar menjadi takut kalau kalau
jenderal itu kelak di utara akan bersekutu dengan para
patriot dan mengancam kedudukannya! Oleh karena itu,
jenderal yang sudah berusia tujuh puluh tahun ini bahkan
lalu dicurigai dan diawasi gerak geriknya dan dilarang
melanjutkan gerakkannya mengadakan pambersihan ke
sebelah utara Sungai Huang ho.
Atas sikap kaisar ini, Jenderal Tsung Ce yang amat setia
kepada kaisar mendapat pukulan batin yang hebat sekali.
Tubuhnya yang sudah tua itu tak dapat menahan datangnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pukulan ini sehingga ia jatuh sakit. Dan apakah yang
dilakukan oleh pahlawan ini ketika ia menghadapi saat
terakhir? Ia memanggil semua pemimpin patriot, termasuk
kakek Tan Seng dan dengan suaranya yang sudah lemah
akan tetapi tetap menggelora, berapi api bersemangat, ia
memesan kepada mereka agar melanjutkan perjuangan dan
membasmi musuh! Kemudian ketika ajalnya tiba, ia
mengigau dan di dalam igauannya ini ia selalu menyebut
nyebut tentang ekspedisi menyeberangi Sungai Kuning
untuk membasmi bala tentara Kin, musuhnya dan musuh
rakyatnya! Bukan main hebatnya semangat kepahlawanan
jenderal ini, semangat yang patut dijadikan tauladan oleh
semua orang yang bertanah air.
Kakek Tan Seng sampai menumpahkan air mata ketika
ia menghadapi kematian jenderal besar itu. “Kaisar benarbenar
tidak dapat melihat mana pahlawan mana
pengkhianat !” Kakek ini berkata sambil mengepal tinju.
Dengan hati marah kakek ini lalu meninggalkan pasukan
dan kembali ke Hoa san menyusul Bi Lan, anak perempuan
Liang Ti yang telah dibawanya ke atas puncak Hoa San.
Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, kakek ini
mendatangi rumah Liang Ti dan menemui isteri dari murid
keponakannya ini.
Mendengar betapa suaminya telah tewas, nyonya Liang
Ti menjadi amat berduka. Kemudian, ketika Tan Seng
memberi nasihat agar supaya menyerahkan puterinya untuk
dididik ilmu silat, ia menyatakan setuju. Demikianlah,
puteri dari Liang Ti, puteri tunggal yang bernama Bi Lan,
dibawa oleh Tan Seng ke puncak Hoa san. Adapun nyonya
Liang Ti sendiri lalu kembali ke kampung orang tuanya di
mana ia hidup menjanda sambil menanti kembalinya
puterinya dengan penuh harapan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah kakek Tan Seng menyerahkan Bi Lan yang baru
berusia dua tahun lebih itu kepada suheng suhengnya di
kuil Thian seng si di puncak Gunung Hoa san, ia lalu turun
gunung untuk menggabungkan diri dengan para patriot.
Akan tetapi, perbuatan kaisar terhadap Jenderal Tsung Ce
membuat harinya menjadi tawar dan dingin. Maka
kembalilah dia ke Hoa san dan membantu suheng
suhengnya untuk mendidik Bi Lan, puteri dari mendiang
Liang Ti.
Sampai belasan tahun, rakyat masih mengadakan
perlawanan gigih terhadap penyerbuan tentara Kin. Akan
tetapi, karena kaisar tidak menyetujui kenekatan rakyat
yang mempertahankan daerah masing masing, maka
perlawanan rakyat itu kurang sempurna dan balatentara
Kin yang banyak dibantu oleh orang orang pandai berjiwa
pengkhianat, terus mau menyerbu ke selatan.
Dalam masa inilah munculnya pahlawan pahlawan
termasuk pahlawan besar Gak Hui yang tercatat dengan
tinta emas dalam buku sejarah Tiongkok. Agaknya kurang
sempurnalah kalau dalam cerita ini kita tidak mengenang
pahlawan bangsa yang besar ini dan mengikuti riwayatnya
secara singkat sebelum melanjutkan inti cerita.
Gak Hui adalah seorang keturunan petani yang
sederhana dari kota Tang yin di Propinsi Honan. Semenjak
bala tentara Kin menyerbu ke selatan, ia telah aktip dalam
perlawanan sehingga kemudian ia diakui sebagai seorang
pemimpin yang cakap. Ia adalah seorang patriot sejati yang
amat mencinta tanah airnya dan yang karenanya
mempunyai kebencian hebat terhadap musuh. Semua
perajuritnya terdiri dari pada petani petani utara yang patuh
terhadap disiplin dan peraturan yang diadakan dengan keras
oleh Gak Hui.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Lebih baik mati kelaparan atau kedinginan dari pada
mengambil milik rakyat jelata!” demikian bunyi sumpah
mereka. Oleh karena ini barisan yang dipimpin oleh Gak
Hui amat dihormat dan dicinta oleh rakyat. Di mana mana
mereka berada, mereka membantu penduduk kampung dan
karenanya disambut dengan hangat oleh rakyat, dan
mendapat dukungan rakyat kecil. Pasukan manakah yang
takkan menjadi kuat setelah mendapat simpati dan
dukungan rakyat, sumber kekuatan masa itu?
Akhirnya Gak Hui dapat bergerak maju memukul
pasukan musuh, dan tiba di lembah Kuning di mana ia lalu
menggabungkan diri lengan patriot patriot dari Pegunungan
Tai hang. Juga hubungan dengan patriot patriot lain,
diantaranya di Hopei, diadakan sehingga kedudukan
mereka makin kuat. Dengan kerja sama yang amat baik,
mereka dapat melakukan pukulan lebih cepat terhadap
musuh.
Alangkah baiknya persatuan antara tentara akyat dan
tentara pemerintah Sung Selatan yang mempunyai tujuan
satu, yakni mengusir musuh dari tanah air. Demikianlah,
dalam tahun 1140 fihak Kin mengalami pukulan besar dan
hebat seperti yang belum pernah mereka rasakan.
Pukulan ini dirasakan oleh seorang komandan tentara
Kin yang amat terkenal dan yang bernama Bucu (Wuchu).
Ia memimpin bala tentaranya ke selatan dan mula mula
menerima pukulan dari pasukan Jenderal Liu Ti di
Shuncang Propinsi Anhwi. Dalam pada itu, lain panglima
Kerajaan Sung Selatan yakni Wu Lin, mehkukan gempuran
hebat pula pada pasukan Kin di Kufeng di Propingi Shensi.
Pada saat itulah Gak Hui bergerak dan menyerbu dari Siang
yang di Propingi Hupeh. Dengan serangan berantai ini, bala
tentara Bucu dapat dipukul hancur dan di cerai beraikan.
Barisan yang dipimpin oleh Gak Hui terus mengejar musuh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan setelah terjadi pertempuran hebat sekali di Yen ceng
(Propingi Honan) maka rusak binasalah bala tentara yang
dipimpin oleh Bucu.
Kemenangan besar ini membangkitkan semangat para
patriot. Mereka hendak mengejar terus untuk mengusir
penjajah dari tanah air, akan tetapi pada saat kemenangan
total berada di ambang pintu, Kaisar Kao Tsung
memerintahkan penarikan mundur semua pasukan! Gak
Hui, seperti lain lain patriot, adalah orang gagah yang setia,
maka tentu saja tidak berani membantah perintah dan
komando tertinggi ini. Ditarik mundurlah semua tentara
sehingga Bucu dapat menarik napas lega karena terlepas
dari pada kehancuran total.
Pada waktu itu yang memiliki kekuasaan besar di istana
kaisar adalah Perdana Menteri Jin Kui. Perdana Menteri
durna ini bersama kaisar merasa amat gelisah, karena
mereka ini diam diam telah mengadakan kontak dengan
Bucu, pemimpin bala tentara Kin itu. Pengaruh Gak Hui
yang besar terhadap rakyat dan kemenangan
kemenangannya membuat kaisar dan perdana menterinya
ketakutan kalau Gak Hui akan menjadi makin kuat dan
bersekutu dengan patriot patriot utara sehingga
membahayakan kedudukan mereka sendiri. Maka mereka
lalu memerintahkan penarikan mundur semua pasukan,
bahkan memanggil Gak Hui dan lain lain jenderal dan
panglima patriotik, menggantikan kedudukan mereka
dengan orang orang sendiri!
Sementerà itu, Bucu mengirim surat rahasia kepada Jin
Kui, menyatakan bahwa kalau Gak Hui tidak dibunuh, tak
mungkin akan ada “perdamaian” sebagaimana yang dicita
citakan oleh kaisar bersama Kerajaan Kin.
Kaisar mempergunakan kekuasaannya dan Gak Hui
ditangkap! Ketika semua orang sedang terkejut dan hendak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memprotes, tahu tahu Gak Hui telah dibunuh mati di
dalam penjara atas perintah perdana menteri!
Demikianlah, secara pengecut sekali dan demi menjaga
kesenangan sendiri, orang orang yang menganggap diri
sebagai “pemimpin pemimpin” ini telah bersekutu dengan
Kin dan negara dibagi dua. Mulai dari lembah utara Sungai
Huai dan Terusan Tasan kuan di Propingi Shensi menjadi
daerah kekuasaan Kin. Di samping itu, Kerajaan Sung
masih, diwajibkan membayar upeti tahunan sebanyak dua
ratus lima puluh ribu tail perak dan dan ratus lima puluh
ribu kayu kain sutera kepada Kin!
-oo0dw0oo-
Tujuh belas tahun telah lewat semenjak pahlawan Go Sik
An tewas digantung oleh tentara Kin.
Pada suatu pagi di Pegunungan Tapie san yang terletak
di sebelah selatan Sungai Huai, hawa udara pagi hari itu
amat dinginnya dan bagi orang orang kaya, tentu pada hari
sepagi dan sedingin itu masih amat malas meninggalkan
pembaringan. Akan tetapi tidak demikian dengan kaum
miskin, terutama kaum tani yang rajin. Sebelum matahari
terbit, kaum tani telah meninggalkan rumah, membawa alat
cocok tanam dan bagaikan tentara maju ke medan
pertempuran, mereka juga berangkat ke medan juang yang
bagi mereka tempatnya di tengah tengah sawah ladang
meluas.
Akan tetapi, dari sebuah dusun pertanian yang berada di
lereng Gunung Tapie san sebelah selatan, serombongan
petani terdiri dari belasan orang laki laki berjalan
berkelompok mengikuti seorang pemuda yang berjalan di
depan mereka, memasuki sebuah hutan yang penuh dengan
pohon pohon besar dan batu batu karang yang kokoh kuat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dari dalam hutan itu terdengar suara suara keras
menyeramkan, suara binatang binatang hutan yang buas.
Tidak mengherankan apabila belasan orang petani itu saling
pandang dengan mata terbelalak ketakutan dan biarpun
hawa udara pagi itu amat dingin, mereka semua ajaknya
selalu merasa gerah! Mereka berjalan di belakang pemuda
itu dengan kaki selalu bersiap sedia untuk sewaktu waktu
melarikan diri dan memutar tubuh meninggalkan tempat
berbahaya itu. Hanya kedua kaki mereka saja yang dipaksa
maju padahal semangat mereka sudah mundur ketika
mendengar suara geraman srigala dan harimau hutan.
Akan tetapi, pemuda yang berjalan di depan rombongan
orang orang ini, nampak tersenyum senyum tenang dan
tindakan kakinya yang ringan dan tetap itu membuat
tubuhnya nampak seperti seekor singa berjalan.
Langkahnya tetap, tubuhnya lurus dengan dada yang
bidang. Tubuhnya tinggi tegap dan kelihatan kuat sekali
dan wajahnya membayangkan kegagahan. Benar benar
seorang pemuda yang berwajah tampan dan gagah. Ia
memakai topi berwarna biru dan sepatunya yang hitam
terbuat dari pada kulit. Yang aneh adalah pakaiannya.
Celananya biru dan biasa saja, akan tetapi bajunya yang
aneh. Baju itu terbuat dari pada sutera halus, berwarna
kuning dengan kembang kembang besar warna merah. Di
punggungnya tergantung sebatang pedang yang
bersarungkan kain bersulam dan gagang pedang itu nampak
bersih mengkilap dengan kain ronce warna merah. Usia
pemuda ini paling banyak dua puluh tahun, akan tetapi
sepasang matanya memiliki daya yang amat berpengaruh
yang membuat orang tidak berani memandang rendah
kepadanya.
Siapakah pemuda yang tampan dan gagah Ini? Pembaca
tentu dapat menerkanya, melihat dari pakaiannya yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkembang itu. Memang benar, dia adalah Go Ciang Le
putera dari mendiang Go Sik An, sasterawan ahli silat itu !
Seperti telah diceritakan di bagian depan tujuh belas
tahun yang lalu, ketika Ciang Le oleh ibunya ditinggalkan
seorang diri di dalam kuil tua dan ketika kakek anak ini,
yaitu Tan Seng, datang hendak mengambilnya, anak ini
telah lenyap tak meninggalkan bekas. Siapakah yang
menculik anak itu dan siapa pula yang mencuri jenazah Go
Sik An dan isteri nya secara demikian anehnya?
Yang melakukannya adalah sepasang iblis manusia yang
disebut di kalangan kang ouw Thian te Siang mo (Sepasang
Iblis Bumi Langit), dua orang tua yang luar biasa dan aneh
sekali. Mereka ini diwaktu mudanya merupakan dua orang
penjahat yang ganas sekali, sepasang saudara kembar yang
memiliki kepandaian luar biasa tingginya. Boleh dibilang
hampir seluruh cabang persilatan telah didatangi oleh
sepasang saudara kembar ini dan di setiap perguruan silat
mereka mengacau, menantang ketuanya untuk mengadakan
pibu dan merobohkan mereka!
Tak seorangpun tahu dari mana asalnya sepasang
manusia seperti iblis ini dan juga tidak ada yang tahu
siapakah yang mengajar ilmu silat selihai itu kepada
mereka. Sebetulnya kalau orang melihat keadaan mereka,
yang jarang sekali terjadi karena gerakan mereka memang
cepat laksana bayangan iblis, mereka itu tidak kelihatan
seperti iblis. Kedua kakek ini berpakaian serupa, pakaian
pendeta Tao yang panjang berwarna kuning keemasan
dengan jenggot panjang dan rambut kepala di gelung ke atas
seperti umum nya para tosu memelihara rambut mereka.
Juga wajah mereka tidak buruk atau nampak jahat, hanya
sepasang mata mereka saja yang bersinar kocak dan seperti
mata kanak kanak yang nakal. Yang menarik adalah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
persamaan kedua orang itu. Sukarlah bagi orang lain untuk
dapat membedakan.
Yang tertua diantara sepasang iblis kembar ini disebut
Thian Lo mo (Iblis Tua Langit)
......Hal 59,60,61,61.62 gak ada.....
yang dipakai pada saat terakhir oleh Go Sik An!
Juga Ciang Le mendengar penuturan guru gurunya
tentang kedua orang tuanya, maka sering kali anak ini
mengunjungi dua tengkorak di depan untuk duduk di dekat
rangka rangka ayah bundanya. Bagi Ciang Le, ruangan
yang gelap dan penuh rangka manusia itu merupakan
tempat yang menyenangkan! Sering kali ia bicara seorang
diri ditujukan kepada kerangka kerangka ayah bundanya,
sehingga kalau orang lain melihatnya berhal demikian,
tentu ia akan dianggap seorang yang miring otaknya.
Betapapun gagah perkasanya Thian te Siang mo dan
betapapun banyaknya ilmu yang mereka miliki, akhirnya
setelah melatih dan menggembleng Ciang Le selama enam
belas tahun lebih, habislah semua kepandaian mereka
diturunkan kepada Ciang Le!
“Murdku, kata Thian Lo mo ketika menyatakan kepada
muridnya bahwa pemuda itu telah tamat belajar, “semua
ilmu silat yang kami miliki, telah kami ajarkan semua
kepadamu Bahkan sedikit ilmu surat juga telah kaupelajari.
Usiamu sudah sembilan belas tahun lebih, maka sudah
sepantasnya kalau sekarang kau turun gunung untuk
mewakili kami menebus dosa! Hanya ada satu macam ilmu
pukulan yang belum kaupelajari, ialah ilmu pukulan yang
sedang kami ciptakan berdua, yang disebut Thian te Siang
mo Ciang hwat. Ilmu pukulan ini sedang kami
sempurnakan, sedikitnya makan waktu setahun lagi baru
sempurna. Ilmu pukulan ini amat berbahaya, muridku dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
agaknya akan melebihi semua ilmu silat yang telah
kaumiliki. Akan tetapi, biarlah kelak saja kami ajarkan
kepadamu.”
-oo0dw0oo-
Jilid 2
“DAN pedang ini boleh kau bawa, Ciang Le” kata Te Lo
mo sambil menyerahkan pedangnya yang disebut Kim kong
kiam (Pedang Sinar Emas). “Kau telah beberapa kali
bersumpah hendak mempergunakan ilmu kepandaian yang
kau pelajari untuk berbuat kebaikan. Kau harus menjadi
seorang pendekar budiman dan jangan lupa selamanya kau
harus memakai baju kembang, sesuai dengan pesan terakhir
ibumu!”
Ciang Le menerima pedang dan buntalan pakaian serta
beberapa potong emas dari kedua suhunya, la merasa amat
terharu dan berterima kasih. Baginya, kedua orang yang
disebut Sepasang Iblis di dunia kang ouw ini, bukan iblis
melainkan dua orang yang paling mulia di dunia ini.
Mereka itu adalah gurunya, juga pengganti orang tuanya
dan penolongnya.
“Teecu (murid) akan memperhatikan segala nasihat jiwi
suhu (guru berdua) dengan taat. Dimanapun teecu berada
teecu takkan melupakan suhu berdua. Akan tetapi, mohon
penjelasan dari jiwi suhu, bilakah teecu diperbolehkan
kembali ke sini ?”
“Tak usah kembali, tak usah kembali….” kata Thian Lo
mo sambil menggoyang goyang tangannya.
Ciang Le memandang dengan terkejut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Twa suhumu (guru besarmu) hanya main main, Ciang
Le,” kata Te Lo mo sambil tertawa. “Memang tak usah
kembali, akan tetapi kita pasti akan bertemu kembali.
Ingatlah bahwa kedua gurumu selalu memperlihatkan gerak
gerikmu dan kalau sampai kau menyeleweng dan menyia
nyiakan harapan kedua gurumu dan kedua orang tuamu,
kau harus tahu bahwa dengan ilmu pukulan Thian te Siang
mo Ciang hwat, kami dengan mudah akan dapat
membinasakanmu!” Ucapan terakhir ini dikeluarkan oleh
Te lo mo dengan sikap sungguh sungguh dan muka keras.
Ciang Le menjadi girang dan menghaturkan terima
kasih. Memang, pemuda ini masih bingung ke mana harus
pergi dan merasa amat tidak enak harus berpisah dari kedua
suhunya yang disayangnya. Maka mendengar bahwa kelak
kedua suhunya pasti akan menjumpainya, terhiburlah
hatinya.
“Nah, kau berangkatlah dan jaga dirimu baik baik!” kata
Thian Lo mo.
Ciang Le berlutut dan memberri hormat serta ucapan
selamat tinggal kepada kedua suhu nya, kemudian ia keluar
dari pintu gua yang kecil, masuk ke dalam ruang rangka
dan berlutut di depan kerangka ayah bundanya.
“Ayah ibu aku pergi turun gunung. Mohon doa restu dan
anak akan mencoba mencari orang orang yang telah
membunuh kalian. Kemudian ia berdiri dan keluar dari gua
yang besar dan gelap itu.
Gua Pahlawan yang dipergunakan sebagai tempat
tinggal Thian te Siang mo itu terletak di atas Pegunungan
Tapie san sebelah timur, di puncak yang masih liar dan
belum pernah didatangi manusia saking sulitnya perjalanan
menuju ke situ.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ciang Le yang kini telah merupakan seorang yang gagah
dan tampan, kali ini ketika turun gunung, mengenakan baju
kembang milik ayahnya yang dulu diambil oleh Thian Lo
mo, sengaja disimpan untuk diberikan kepadanya! Baju itu
ternyata persis sekali pada tubuhnya, mendatangkan rasa
hangat yang luar biasa. Ia merasa bangga bahwa besar
tubuhnya sama benar dengan ayahnya. Akan tetapi tentu
saja tidak tahu bahwa wajahnya tidak sama dengan wajah
ayahnya, melainkan lebih mirip wajah ibunya.
Demikianlah, seperti yang telah dituturkan di bagian
depan, Ciang Le tiba di lereng bukit sebelah selatan. Hari
telah mulai menjadi gelap ketika ia tiba di dalam dusun di
selatan puncak itu. Heranlah ia ketika melihat betapa semua
pintu rumah di dalam dusun itu telah ditutup rapat rapat
dan tak seorangpun manusia kelihatan berada di luar
rumah.
Ciang Le tidak takut untuk tidur di mana saja, biar di
atas dahan pohon sekalipun, akan tetapi kali ini ia ingin
bercakap cakap dengan orang lain dan bertemu dengari
penduduk dusun. Maka, diketoknya pintu rumah pertama.
Tak ada yang menyahut, dan telinganya yang tajam
mendengar suara yang orang berbisik bisik ketakutan dan
kemudian diam, tanda bahwa tuan rumah sengaja tidak
mau menjawab dan bersembunyi ketakutan.
Ciang Le tidak putus asa dan mengetuk pintu rumah
berikutnya. Sama saja. Makin heranlah dia. Begini tak
sopankah penduduk di dusun ini? Ia telah mendengar
tentang peradaban dan kesopanan dari kedua suhunya, dan
sama sekali tidak pernah mengira bahwa ada orang orang
yang tidak mau menjawab!
Ia tahu bahwa di dalam setiap dusun tentu ada kepala
dusunnya, maka ia lalu berjalan jalan di dalam dusun itu,
mencari rumah yang terbaik dan terbesar. Rumah kepala
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dusun pasti yang besar dan terbaik, pikirnya dan pada saat
seperti itu, semua penuturan suhunya terbayang dalam
ingatannya.
Akhirnya sampai juga di depan sebuah rumah yang besar
dan paling mewah diantara semua rumah di situ. Ia lalu
melangkah maju sampai di depan pintu dan mengetuk daun
pintu beberapa kali. Kembali tidak ada jawaban, akan tetapi
Ciang Le yang berpendengaran tajam dapat mendengar
bahwa ada sedikitnya sepuluh orang datang mendekati
pintu dan mengintip dari dalam! Akan tetapi ia berpura
pura tidak tahu dan mengetuk pintu lagi sambil berkata
keras.
“Sungguh mengherankan, mengapa seluruh dusun
menutup pintu pada hari sesore ini? Apakah tidak ada yang
sudi menolong seorang perantau yang Kemalaman di
jalan?”
Tiba tiba pintu besar terbuka dan dua belas orang laki
laki yang berpakaian sebagai penjaga kampung melompat
keluar dengan senjata tajam di tangan! Ketika mereka
keluar, dari penerangan lampu yang bersinar di halaman
rumah, Ciang Le melihat wajah mereka ketakutan, akan
tatapi kini mereka agaknya lega setelah melihat siapa
orangnya yang mengetuk pintu. Namun, masih saja dua
belas orang penjaga itu memandang dengan penuh
kecurigaan dan kewaspadaan.
Setelah mengamat amati keadaan Ciang Le dan melihat
ke arah gagang pedangnya di pundak, orang tertua yang
brewokan lalu melangkah maju dan mengangkat tangan
memberi hormat sambil bertanya.
“Siangkong siapa dan dari manakah?” Ciang Le
tersenyum girang mendengar suara ini. Alangkah merdunya
suara orang lain yang sudah bertahun tahun dirindukannya!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia cepat menjura dengan hormat kepada semua orang itu
dan berkata dengan halus,
“Mohon maaf sebesarnya apabila siauwte mengganggu
cuwi sekalian di waktu malam. Sesungguhnya siauwte
adalah seorang perantau yang kemalaman dan ingin sekali
siauwte mencari rumah penginapan di dusun yang indah
ini. Akan tetapi sayangnya, setiap rumah tertutup dan
ketika siauwte mencoba untuk mengetuk pintu guna minta
keterangan, tak seorangpun mau menjawab.”
Tiba tiba sikap orang brewokan itu menjadi ramah dan
cepat ia berkata, “Siangkong, silakan masuk dan bermalam
di rumah kepala kampung saja. Tak baik kita bicara di luar
dalam saat seperti ini.”
“Mana siauwte berani mengganggu rumah chung cu
(kepala kampung)?”
“Masuk sajalah, siangkon. Aku sendirilah kepala
kampung di dusun ini. Di sini tidak ada rumah penginapan
dan kurasa takkan ada orang yan berani membuka pintu di
waktu malam hari.”
Ciang Le menjadi tertarik hatinya. Kalau tidak ada orang
berani membuka pintu di waktu malam, tentu terjadi
sesuatu yang hebat. Tentu ada bahaya mengancam
penduduk dan inilah yang dicarinya! Ia harus mencari
kesempatan untuk mengulurkan tangan menolong sesama
manusia. Tanpa banyak cakap dan see ji (sungkan) lagi ia
lain mengikuti mereka memasuki pintu besar yang cepat
ditutup lagi dari sebelah dalam.
Kepala kampung itu ternyata adalah seorang yang amat
peramah. Belum juga mengenal siapa nama dan di mana
tempat tinggal tamunya, ia telah memberi perintah kepada
pelayan untuk mengeluarkan hidangan dan menemani
tamunya di ruang dalam.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ciang Le merasa berterima kasih sekali. Itu adalah
makanan pertama yang dirasakannya semenjak
meninggalkan gua. Di dalam gua, ia hanya makan buah
buah dan daging dipanggang biasa saja, maka tidak
mengherankan apabila hidangan kepala kampung yang
sebenarnya amat sederhana itu terasa lezat dan baginya
merupakan hidangan raja!
Ketika disuguhi arak dan minum arak keras, hampir saja
ia tersedak karena selama hidup nya Ciang Le belum
pernah minum arak. Akan tetapi baiknya ia memilki
lweekang dan khi kang yang tinggi. Cepat ia menutup jalan
pernapasannya mendorong hawa arak keluar dari dalam
perutnya untuk dikeluarkan kembali melalui mulutnya
sehingga hawa arak yang memabokkan itu tidak
mengganggunya. Dengan jalan ini biarpun ia harus
menghabiskan seguci arak ia takkan terpengaruh.
Setelah sisa makanan diambil oleh pelayan, kepala
kampung mengajak Ciang Le bercakap cakap di ruang
depan di mana berkumpul pula sebelas orang penjaga. Dari
percakapan mereka, tahulah Ciang Le bahwa mereka itu
adalah orang orang yang dianggap paling kuat didusun itu
yang sengaja berkumpul di rumah kepala dusun untuk
menjaga sesuatu yang mengancam.
“Chung cu, sesungguhnya rahasia apakah yang meliputi
dusun ini? Siauwte merasa seakan akan ada sesuatu yang
membuat semua penduduk merasa gelisah.”
Kepala kampung yang brewokan itu memandang wajah
Ciang Le seperti orang menyelidik, lalu mengerling sebentar
ke arah gagang pedang pemuda itu, kemudian menarik
napas panjang seperti orang putus asa. “Apa gunanya
diceritakan? Siangkong, menceritakan hal ini tidak ada
baiknya, bahkan menambah besar bahaya yang
mengancam.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ciang Le menjadi tak sabar, ia tahu bahwa kepala dusun
ini memandang rendah kepadanya dan menganggap bahwa
dia takkan dapat menolong, maka percuma saja diceritakan
juga.
“Chungcu, percayalah, kalau benar benar ada yang
mengganggu dusunmu ini dan menyusahkan kau dan
pendudukmu, aku akan membasminya!”
Kepala kampung itu memandang tajam dan di sana sini
terdengar suara orang tertawa kecil. Ciang Le maklum
bahwa kepala kampung dan orang orang yang berada di situ
tidak percaya kepadanya.
“Siangkong, kau baik sekali! Akan tetapi, kenapa kau
hendak menolong kami? Tahukah kau bahwa menolong
kami berarti mengorbankan nyawamu yang masih muda ?”
“Biarpun harus mengorbankan nyawa, aku bersedia,
chungcu!”
“Kenapa? Kenapa kau begitu mati-matian hendak
menolong kami?”
“Kenapa??” Ciang Le mengulang kata kata ini seakan
akan ini adalah pertanyaan yang aneh “Karena kau adalah
orang baik dan kau telah menerima siauwte dengan ramah
tamah, telah menghidangkan makanan dan memberi
tempat beristirahat.”
Kepala kampung itu menarik napas panjang. “Terima
kasih, siangkong. Kalau hanya berdasarkan kebaikan
hatimu dan mengandalkan keberanianmu saja takkan ada
gunanya, bahkan membuang nyawamu dengan sia sia
belaka. Memang dusun kami telah mendapat gangguan
hebat selama sepekan ini, akan tetapi pengganggunya bukan
sembarang manusia, melainkan siluman-siluman jahat!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Semenjak kecil Ciang Le hidap di dalam gua yang penuh
tengkorak manusia, bahkan kedua orang suhunya juga
bernama Iblis! Ia tetap tersenyum tenang lalu bertanya,
“Siluman macam apakah yang menggangu, chungcu?
Ceritakan yang jelas agar mudah aku mencari dan
membasminya.”
Pada saat itu, terdengar suara gemuruh dan diantara
suara seperti angin keras itu terdengar pekik mengerikan,
”Kepala kompung tolol! Lagi lagi kau berani tidak
memenuhi permintaanku? Sekarang cucumu sendiri
hendak kuambil!”
Menyusul suara ini, terdengar suara keras pada pintu
besar di depan rumah itu serasa tergetar, kemudian pintu itu
runtuh ke dalam seperti terdorong oleh tenaga raksasa! Dan
di ambang pintu muncul seorang yang bertubuh tinggi
kurus dan kedua tangannya sampai ke siku berbulu.
Gerakan orang ini cepat sekali sehingga sukar untuk
melihat wajahnya dengan nyata. Akan tetapi, bagi Ciang Le
yang memiliki kepandian tinggi, ia dapat melihat dan
ternyata olehnya bahwa orang itu berusia kurang lebih lima
puluh tahun, berwajah biasa saja hanya sepasang matanya
terputar putar tanda bahwa otaknya kurang beres! Namun
harus diakui nya bahwa orang tua itu memiliki ginkang atau
ilmu meringankan tubuh yang amat tinggi.
Sementara itu, kepala kampung dan para penjaga telah
menjadi pucat dan tubuh mereka menggigil. Apalagi ketika
kepala kampung mendengar betapa siluman ini hendak
mengambil cucunya yang disayangnya!
“Jangan....jangan ganggu cucuku....” Katanya dengan
suara gemetar, yang disusul oleh suara ketawa
menyeramkan dari orang siluman itu. Dengan gerakan
seperti kilat menyambar, siluman itu melompat hendak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
masuk ke dalam rumah. Akan tetapi tiba tiba melayang
sinar putih mengkilap ke arah tubuhnya.
“Aaaahh....” orang itu menjerit kesakitan dan cepat ia
memandang benda yang telah mengenai tubuhnya dan yang
kini telah menggelinding pecah di atas lantai. Ternyata
bahwa benda itu adalah sebuah cawan arak yang tadi
dipegang oleh Ciang Le. Pemuda inipun terheran ketika
melihat betapa orang gila itu tidak roboh oleh sambitannya.
Ia telah menyambit dengan menggunakan ilmu Sambit Pek
po coan ang (Menyambit Tepat Dalam Jarak Seratus Kaki)
dan tahu bahwa sambitannya itu biarpun hanya dengan
cawan arak, namun tepat mengenai jalan darah Tai hwi hiat
yang sudah cukup untuk merobohkan seorang bagaimana
gagahpun. Akan tetapi orang iai hanya menjerit kesakitan
dan tidak roboh. Oleh karena itu, cepat Ciang Le lalu
melompat dan ia telah berdiri di depan siluman itu.
Orang tinggi kurus yang bermata liar ini memandang
dengan marah sekali kepada Ciang Le, seakan akan
menyelidik dan hendak mengetahui siapakah pemuda
tampan yang dapat menyambitkan cawan arak selihai itu.
Akan tetapi ia tidak mengenal Ciang Le, maka sambil
menegereng seperti seekor harimau, ia lalu meneabut
sebatang ranting pohon bambu berwarna kuning berbintik
bintik hijau.
Ciang Le sebagai seorang ahli dapat mengetahui bahwa
orang yang mainkan senjata kecil dan lemah, bahkan
adalah orang yang paling berbahaya dan sukar untuk
dilawan. Kalau saja lawannya itu mengeluarkan senjata
yang besar dan berat ia masih akan memandang ringan.
Akan tetapi kini siluman itu mengeluarkan senjata yang
hanya sebesar jari tangan dan panjangnya tiga kaki, juga
amat lemas. Terpaksa untuk menjaga segala kemungkinan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
karena tahu lawannya amat lihai, pemuda ini lalu mencabut
pedang Kim kong kiam.
Anehnya, melihat pedang yang mengeluarkan cahaya
emas itu. siluman tadi nampak terkejut sekali dan melompat
mundur dua kali. Kemudian, sambil memperdengarkan
suara pekik seperti tangis yang menyayat hati ia lalu
berkelebat keluar dari pintu dan lenyap di dalam gelap
malam.
Kepala kampung dan para penjaga menyaksikan semua
kejadian ini dengan mata terbelalak dan mulut ternganga.
Kemudian setelah iblis itu pergi, kepala kampung lalu
menghampiri Ciang Le yang masih berdir dengan pedang di
tangan, lalu menjatuhkan diri berlutut di depan pemuda
agah itu, diturut oleh semua penjaga.
“Eh, eh, jangan begitu. Chungcu. Harap cu wi sekalian
berdiri dan lebih baik ceritakanlah kepada siauwte apa yang
telah terjadi dan siapakah orang gila itu tadi!”
Akan tetapi kepala Lampung dan sebelas orang penjaga
tidak mau berdiri dan tetap berlulut. “Agaknya Thian Yang
Maha Kuasa telah mengutus taihiap (tuan pendekar besar)
untuk menolong kami. Terima kasih, taihiap dan mohon
jangan kepalang menolong kami dan dapat membersihkan
semua bahaya yang mengancam.”
Ketika masih tinggal di dalam guha, guru-gurunya
seringkali memberi peringatan kepada Ciang Le agar
supaya berhati hati menghadapi omongan yang manis dan
merendah karena di dalam segala gerak gerik dan omongan
orang yang terlalu manis atau terlalu merendah seakan-akan
dilebih lebihkan, tersembunyi maksud yang jahat dan
curang. Kini melihat sikap kepala kampung, ia teringat
akan nasihat guru-gurunya itu sehingga timbul perasaan
tidak senang padanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Bangunlah kalian!” serunya sambil membanting
kakinya di atas lantai. Bantingan kaki ini ia lakukan dengan
pengerahan tenaga dalam sehingga dua belas orang itu
merasa lantai tergetar dan tahu tahu tubuh mereka seperti
ada yang mendorong dari bawah dan mau tidak mau
mereka bangun berdiri, memandang kepada Ciang Le
dengan terheran-heran dan makin kagum.
“Duduklah, chungcu dan coba ceritakan dengan tenang
kejadian apakah yang dialami oleh dusun ini?” tanya Ciang
Le dengan suara sabar.
Kepala kampung itu yang kini percaya penuh akan
kelihaian pemuda yang sudah berhasil mengusir pergi
“siluman” tadi, segera menceritakan malapetaka yang telah
menimpa dusun itu. Semenjak sepekan yang lalu dusun itu
mengalami gangguan siluman tadi yang datang bersama
seekor ular senduk yang luar biasa besarnya. Telah tiga
orang anak anak ditangkap oleh siluman itu dan dijadikan
mangsa ularnya yang mengerikan ! Dua hari sekali siluman
itu datang mengambil seorang anak kecil untuk diberikan
kepada ular nya dan tiap kali ia selalu minta kepada kepala
kampung untuk disediakan seorang anak kecil ! Tentu saja
kepala kampung itu tidak mau melayaninya, bahkan
mengumpulkan orang orang untuk berusaha mengusirnya.
Akan tetapi ternyata siluman itu amat sakti dan keroyokan
orang orang hanya menghasilkan tewasnya beberapa orang
saja terkena pukulan tangannya yang membuat kulit
menjadi hitam seperti terbakar! Adapun anak anak yang
dikehendakinya tetap saja diculiknya dan diberikan kepada
ularnya ! Dan pada malam hari itu karena melihat sikap
kepala kampung yang selalu tidak mentaati perintahnya,
siluman itu datang hendak menghukum kepala kampung
dan menculik cucunya! Akan tetapi ia telah dapat dibikin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mundur dan takut oleh pemuda perkasa yang kebetulan
menjadi tamu kepala kampung itu.
“Di mana dia bersembunyi ?” tanya Ciang Le setelah
mendengar penuturan itu.
“Kami pernah mengumpulkan orang-orang dan
menyerangnya di siang hari, dan kami mendapatkan dia
berada di dalam hutan. Di sudah mengerikan, akan tetapi
ular senduknya lebih lebih menyeramkan lagi. Belum
pernah selama hidup aku melihat ular senduk sedemikian
besarnya,”
“Baiklah, biar kita beristirahat dulu malam ini.
Kutanggung besok pagi pagi siluman itu bersama ularnya
akan dapat kubasmi!” kata Cìang Le dengan tenang.
Kembali kepala kampung itu menghaturkan terima
kasihnya dan cepat memerintah para pelayan menyediakan
tempat tidur yang paling baik.
“Tak usah, chungcu, aku tidak biasa tidur di atas
pembaringan yang enak. Biar aku duduk di atas lantai di
ruangan yang sunyi,” kata Ciang Le segera pergi ke sudut
dan duduk bersila untuk melakukan siulian ( samadhi ).
Demikianlah pada keesokan harinya, berita tentang
kedatangan seorang pemuda yang telah mengusir siluman,
tersiar luas dan sebentar saja semua penduduk menyerbu
rumah kepala kampung untuk menyaksikan sendiri pemuda
gagah perkasa itu.
Dan ketika Ciang Le menyatakan hendak berangkat
mencari siluman itu bersama ularnya, berduyun duyun
orang dusun hendak mengikutinya. Akan tetapi kepala
kampung melarangnya, dan hanya memperkenankan
serombongan orang orang lelaki untuk membawa senjata
mengantarkan pendekar muda itu. Dia sendiripun tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ketinggalan ikut pula mengantar pemuda yang menjadi
pusat harapan mereka itu. Rombongan itu terdiri dari tujuh
belas orang, berjalan di belakang Ciang Le yang tetap
nampak tersenyum tenang.
Setelah rombongan itu masuk ke dalam hutan liar yang
penuh dengan pohon pohon raksasa dan batu batu karang
menghitam, kepala kampung dan kawan kawannya makin
memperlambat jalan kaki mereka.
“Taihiap, di batu batu karang itulah tempatnya,” kepala
kampung berbisik perlahan.
Ciang Le memandang tajam dun melihat betapa pohon
pohon di situ amat tinggi dengan batangnya yang bengkak
bengkok dan berlubang lubang. Di bawah pohon pohon itu
terdapat batu karang yang tajam dan runcing, menghitam
dan nampak kokoh kuat dan keras sekali. Mata pemuda
yang amat tajam ini dapat melihat dua ekor kelinci berlari
masuk ke dalam semak semak dan selain itu tidak terdapat
gerakan sesuatu. Kalau saja ada musuh tersembunyi di balik
pohon atau di dalam semak semak, tentu akan terlihat oleh
mata pemuda yang sakti ini.
Ciang Le melangkah maju terus setelah memberi isyarat
kepada rombongan orang dusun itu untuk menunggu di
tempat itu. Dengan langkah tetap pemuda ini menghampiri
batu karang yang hitam. Tiba tiba terdengar desis yang
kuat, yang berbunyi gemerisik bagai angin meniup daun
bambu, akan tetapi lebih kuat lagi. Desis ini disusul oleh
desis lain yang lebih kuat dan terdengarlah orang-orang
petani yang menonton di tempat aman itu mengeluarkan
seruan ngeri dan kaget.
Dari balik batu batu karang itu tiba tiba keluar kepala
seekor ular senduk yang besar sekali. Besar kepala itu
hampir sama dengan besar kepala seekor anjing, matanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan lidahnya merah menakutkan. Bagian leher ular itu
melar sampai lebar dan tipis menyekung seperti senduk dan
sambil menyemburkan uap kehitaman ia lalu menegakkan
kepalanya, memandang kepada Ciang Le dengan leher
berkembang kempis.
“Taihiap, hati hati…” kepala kampung masih dapat
mengeluarkan suara memperingatkan. Adapun kawan
kawannya berdiri bagaikan patung dengan muka pucat dan
jelas nampak mereka itu menggigil ketakutan. Siapa yang
tidak merasa ngeri melihat ular siluman yang pernah
mereka keroyok, akan tetapi yang dibacok golok tidak
terluka itu? Ketika beberapa hari yang lalu mereka
mengeroyok, golok pedang dan anak panah melesat saja
ketika mengenai kulit ular itu.
Akan tetapi, Ciang Le tidak merasa gentar sedikitpun
juga. Bahkan pemuda itu tetap berjalan maju mendekati
ular itu. Ular cobra yang luar biasa besar dan yang
panjangnya kurang lebih empat meter itu memandang tak
bergerak seakan akan merasa terheran heran melihat
keberanian dan ketenangan manusia muda di depannya ini.
Ia sedang lapar dan marah, karena semalam tidak mendapat
mangsa. Dengan ekornya melilit batu karang, ia bersiap
sedia untuk menerkam pemuda itu, sungguhpun pemuda itu
tidak membangkitkan seleranya karena terlalu besar dan
terlalu keras dagingnya, tidak seperti daging anak kecil.
Tiba tiba ular itu menyerang Bagaikan anak panah
cepatnya, kepala yang besar itu dengan mulut terbuka lebar
dan lidah terjulur meluneur ke arah leher Ciang Le!
Serangannya ini didahului oleh semburan uap hitam yang
berbau keras dan amis sekali.
Ciang Le berlaku sebat dan sambil miringkan tubuhnya
ia mengelak dan sekaligus mengirim tamparan dengan
tangan kirinya ke arah kepala ular itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Plakk!!” ular itu bagaikan disambar petir dan kepalanya
membalik berikut tubuhnya terlempar membentur batu
karang! Akan tetapi Ciang Le segera menjadi heran karena
kepala ular itu tidak pecah sebagaimana dikiranya. Benar
benar ular yang luar biasa kuatnya, pikir pemuda ini.
Pukulan tangan kiri nya tadi bukanlah pukulan biasa saja
dan batu karang agaknya akan remuk menerima
tamparannya tadi. Akan tetapi ular itu agaknya tidak apa
apa, bahkan setelah kepalanya terbentur batu karang, masih
tidak kelihatan ular itu terluka!
Pemuda itu tidak mau menyerang, karena memang ia
telah bersumpah kepada Thian te Siang mo kedua gurunya,
bahwa ia tidak akan menyerang lebih dulu kepada siapapun
juga sebelum lawan yang dihadapkannya itu menyerangnya
atau melakukan sesuatu gerakan yang membahayakan
orang lain. Kini ia telah berhasil memukul ular yang
menyerangnya dan berdiam saja, menanti serangan
selanjutnya dari binatang berbahaya itu. Akan tetapi,
pengalaman yang tidak enak tadi agaknya membuat ular itu
menjadi ragu ragu untuk menyerang lagi. Untuk beberapa
kali binatang ini menggerak gerakkan kepalanya dan Ciang
Le melihat betapa pada leher ular itu, tepat di bawah
mulutnya terdapat bagian yang mengkilap dan berminyak.
Kembali ular itu mendesis desis, selain untuk mengeluarkan
racun juga untuk menakut nakuti lawannya, kemudian
tanpa peringatan lebih dulu, ia menyerang lagi.
Serangannya yang kedua kalinya ini lebih hebat dan lebih
cepat daripada tadi.
Ciang Le melihat betapa ketika melakukan serangan,
bagian leher yang berminyak itu makin mengkilap dan
cepat ia lalu menggunakan dua jari tangan kanannya
menyambut serangan ular itu. Dengan menekuk kedua
lututnya, Ciang Le mengelak sehingga ular itu melayang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lewat dan pada saat itu kedua jari tangan itu menotok ke
leher ular, tepat di bagian yan mengkilap tadi. Serangan ini
mengenai sasaran tepat sekali sehingga terdengar leher ular
itu berbunyi “kok!” dan secepat kilat tangan kiri Ciang Le
menyusul, seperti tadi menampar kepala ular.
Terdengar bunyi “prak!” dan kepala ular itu terpukul dan
menubruk batu karang. Tubuhnya terkulai dan jatuh di
bawah batu karang, menggeliat geliat perlahan. Ternyata
bahwa kepalanya pecah berantakan!
Bukan main girangnya hati kepala kampung dan kawan
kawannya melihat ular itu telah ditewaskan oleh penolong
mereka dan tak terasa lagi mereka bersorak sorai dengan
girang. Akan tetapi tiba tiba sorak sorai itu terdiam dan
kembali mereka gemetar ketakutan ketika mendengar suara
pekik mengerikan. Siluman itu telah datang, bisik kepala
kampung dan tanpa dikomando lagi, para petani ini lalu
melarikan diri ke belakang dan bersembunyi di balik batu
batu karang! Mereka hanya berani menonton dari jauh saja
sambil mengintai dari balik batu.
Ciang Le tetap tenang dan ia tidak bergerak ketika orang
tua yang dianggap siluman oleh para petani itu muncul dari
balik batu karang. Mata orang tua ini terputar putar
mengerikan dan berwarna merah ketika ia melihat ke arah
bangkai ular. Kemudian terdengar ia melolong dan
menangis seperti anak kecil sambil menubruk dan
memeluki bangkai ular besar itu. “Ularku... ularku
sayang....”
Ciang Le merasa kasihan juga menyaksikan keadaan
orang gila itu. Ia memandang dengan penuh perhatian.
Ternyata bahwa orang tua itu pakaiannya compang
camping dan tubuhnya kotor. Akan tetapi selain matanya
yang terputar putar, tidak nampak tanda tanda lain yang
luar biasa. Lebih kuat dugaannya bahwa orang tua ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tentulah seorang ahli persilatan yang telah menjadi gila.
Tiba tiba tangis orang tua itu berhenti dan ia melompat ke
atas lalu menghadapi Ciang Le dengan air mata membasahi
pipinya.
“Orang kejam, kau berani sekali membunuh kekasih Coa
ong Sin kai yang takkan mengampuni nyawamu? Siapakah
kau orang muda berani mati yang bertangan lancang?”
Kaget juga hati Ciang Le mendengar bahwa orang ini
adalah Coa ong Sin kai (Pengemis Sakti Raja Ular). Nama
ini ia pernah mendengar dari kedua gurunya sebagai
seorang tokoh besar dari selatan yang memang berotak
miring. Maka ia berlaku waspada dan hati hati sekali. Cepat
ia menjura dan dengan hormat berkata.
“Ah, kiranya Coa ong Sin kai locianpwe yang berada di
sini! Siauwte mengharap banyak maaf kalau siauwte
kesalahan tangan membunuh ular ini. Hendaknya
locianpwe ingat bahwa ular ini amat jahat, telah makan
anak anak penduduk dusun dan tadipun bahkan telah dua
kali menyerangku. Maka, sudah sepantasnya kalau binatang
sejahat ini dilenyapkan agar jangan mengganggu manusia
lagi.”
Coa ong Sin kai berjingkrak saking marahnya. “Kau
bilang ularku ini kejam? Kau anak kecil tahu apa tentang
kekejaman? Ularku makan anak anak karena memang ia
suka dan perutnya lapar. Manusia lebih kejam lagi, suka
membunuh bukan karena lapar, hanya karena nafsunya.
Hayo kau ganti jiwa ularku!” Sambil berkata demikian,
kakek ini mengeluarkan pekik nyaring yang menggetarkan
hutan itu, lalu maju menerjang Ciang Le dengan pukulan
tangan terbuka seperti cengkeraman kuku harimau.
Ciang Le cepat mengelak dan otomatis ia membalas
serangan lawannya. Memang ilmu silat yang dipelajari oleh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pemuda ini adalah ilmu silat yang sifatnya aktif apabila
menghadapi serangan lawan. Ilmu silatnya selalu
disesuaikan oleh suhunya seperti sifat air. Diam dan tenang,
kelihatan lemah apabila didiamkan. Akan tetapi cobalah
ganggu air itu, akan nampak kehebatan dan kekuatan nya
yang tak terkalahkan.
Ilmu silat dari Coa ong Sin kai benar benar cepat, ganas
dan bertubi tubi datang nya. Karena melihat gerakan
lawannya yang aneh, Ciang Le membatasi serangan sendiri.
Ia menjadi amat tertarik dan karena ia pernah mendengar
dari suhunya bahwa kepandaian Coa ong Sinkai ini amat
tinggi dan ilmu silatnya amat sukar dilawan, ia menjadi
makin tertarik. Ingin sekali ia melihat sampai di mana
kehebatan ilmu silat orang miring otaknya ini, maka ia lalu
mengerahkan seluruh kepandaiannya untuk
mempertahankan saja.
Pertama tama Coa ong Sin kai menyerang dengan
pukulan yang disebut Jit seng to hian (Tujuh Bintang
Jungkir Balik). Gerak tipu ini susul menyusul sampai tujuh
kali, dilakukan bertubi tubi dengan kedua tangan yang
menyerang dari atas akan tetapi selalu dari jurusan yang
berlawanan sehingga Ciang Le merasa seakan akan ada
tujuh lawan yang mengeroyoknya. Akan tetapi dengan
ginkang nya yang sudah tinggi, pemuda itu dapat
menghindarkan diri dari serangan lawan dan berkali kali ia
mengelak akan menangkis sampai tujuh gerakan dari jurus
Jit seng to hian ini lewat tanpa merugikan.
Coa ong Sin kai menjadi penasaran, lalu mengubah
serangannya dengan gerak tipu Cong eng kun touw
(Garuda Menyambar Kelinci) semacam gerakan ilmu
pedang yang olehnya dilakukan dengan tangan. Kedua
tangannya dimiringkan dan disambarkan seperti orang
mempergunakan pedang Ciang Le mengerti bahwa biarpun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tangan orang gila itu hanya terdiri dari kulit, daging dan
tulang namun karena digerakkan dengan tenaga lwekang
yang amat tinggi, apabila mengenai tubuhnya dari pedang
manapun juga. Ia mencoba untuk mengelak, akan tetapi
saking cepatnya gerakan Coa ong Sin kai yang mengobat
abitkan kedua tangannya sehingga mendatangkan angin,
hampir saja pundak pemuda itu terkena sabetan!
Ciang Le terkejut. Tak disangkanya bahwa lawan nya
yang sudah tua itu memiliki kegesitan yang tidak kalah oleh
orang muda. Berbahaya juga kalau didiamkan saja tanpa di
balas dengan serangan serangannya, la mengeluarkan ilmu
silat tangan kosong yang ia pelajari dari Thian Lo mo yakni
Ilmu Silat Thian hong ciang hwat (ilmu Silat Tangan
Kosong Angin dari Langit). Karena ilmu silat tangan
kosong ini amat luas penggunaannya sehingga ia harus
mempelajari sampai sepuluh tahun lebih maka di dalamnya
termasuk ilmu tiam hwat (menotok jalan darah), kin na
hwat (ilmu mencengkeram dan menangkap) dan juga
terdapat jurus jurus yang mengeluarkan tenaga gwakang
(tenaga kasar) dan lwekang (tenaga dalam).
Ilmu silat dari ilmu totokan dari Thian Lo mo memang
luar biasa sekali dan dahulu pernah menjagoi di kolong
langit, maka setelah Ciang Le mainkan ilmu silat ini, dalam
lima jurus saja ia telah berhasil menorok jalan darah yan
goat hiat yang berada di bawah pangkal lengan. Totokan itu
mengenai dengan tepat sekali, akan tetapi kembali Ciang Le
terkejut karena orang gila itu tidak roboh, hanya terhuyung
mundur sambil tertawa bergelak.
“Ha ha ha, orang muda. Totokanmu benar benar lihai,
akan tetapi kurang tenaga!”
Ciang Le menjadi penasaran. Mana bisa kurang tenaga?
Ia telah mengerahkan lwekangnya dan bagi orang lain,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
totokan tadi pasti akan membuat tangan dan lengan
lawannya menjadi kaku tak dapat digerakkan !
Kembali ia menyerang dengan cepat dan kuat, kali ini
dengan gerak tipu Thian hong sauw sui (Angin Langit Sapu
Air). Gerakannya cepat sekali dan untuk kedua kalinya, ia
berhasil menotok jalan darah di pundak kiri lawannya.
Hanya terdengar suara “duk” akan tetapi kembali lawannya
hanya tertawa bergelak sambil membalas dengan serangan
ganas!
Mendengar betapa lawannya selalu tertawa bergelak
sehabis terkena totokannya dan totokan itu tidak berhasil
memuaskan, teringatlah Ciang Le bahwa lawannya itu
tentulah seorang ahli Ilmu I-kong-hoan-hiat (Ilmu
Memindahkan Jalan Darah ). Pantas saja totokannya tidak
pernah menghasilkan sesuatu dan suara ketawa lawannya
itu hanya untuk memulihkan pengaruh totokan pada kulil
dan jaringan darah.
Sementara itu setelah dua kali terkena totokan. Coa ong
Sin kai barulah maklum bahwa ia menghadapi seorang
pemuda yang lihai sekali ilmu silatnya, ia menggereng
seperti seekor harimau terluka lalu mengeluarkan
senjatanya, yakni ranting bambu yang lemas itu. Dengan
gerakan yang luar biasa cepatnya, ranting bambu ini
mengeluarkan suara bersiul dan menyambar ke arah leher
Ciang Le. Ketika pemuda ini melompat ke kiri untuk
menghindarkan diri, ujung ranting ini masih mengejarnya
bagaikan ekor ular dan terdengar suara keras ketika ujung
ranting itu menyabet paha Ciang Le.
Pemuda ini baiknya telah menyalurkan tenaganya untuk
menahan sabetan itu sehingga ujung ranting bambu itu
terpental kembali ketika menimpa pahanya. Akan tetapi
celananya yang berwarna biru itu lelah robek di bagian paha
seperti terobek oleh pisau tajam!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kembali Coa ong Sin kai tertawa bergelak. “Orang
muda, pukulan ke dua akan merobek kulit lehermu!”
sindirnya sambil menyerang lagi lebih hebat.
Ciang Le menjadi marah. Dicabutnya Kim kong kiam
dari sarung pedangnya dan ketika ia menggerakkan pedang
itu, berkelebatlah sinar emas yang menyilaukan mata.
Tiba tiba Coa ong Sin kai terbelalak dan berteriak,
“Thian te Siang mo….!” kemudian seperti orang ketakutan
ia lalu melarikan diri meninggalkan Ciang Le yang
memandang dengan senyum ditahan. Ia dapat menduga
bahwa orang gila itu tentu pernah dihajar oleh kedua
suhunya, maka sekarang mengenal pedang ini, lalu berlari
terbirit birit. Melihat betapa baru setelah ia mencabut
pedangnya, kakek itu mengenalnya, sebagai pemuda yang
malam tadi menghalanginya, lebih yakinlah dia bahwa
kakek itu memang benar benar tidak beres pikiran dan
ingatannya. Kalau orang waras, masa tidak mengenalnya
setelah pertemuan malam tadi?
Kepala kampung dan kawan kawannya setelah melihat
siluman itu melarikan diri, lalu bersorak girang dan beramai
menghampiri Ciang Le. Ketika mereka mencabut senjata
hendak memukul hancur bangkai ular besar itu, Ciang Le
mencegah mereka.
Kemudian, pemuda ini meminjam sebuah golok dan
dengan hati hati sekali ia membelek leher ular yang
mengkilap itu. Benda cair berwarna hitam seperti tinta bak
mengalir keluar dari leher itu dan akhirnya keluarlah
sebuah benda hitam bulat yang mengkilap. Ciang Le
mengeluarkan sehelai saputangan, lalu diambilnya benda
itu dan dibungkus dengan saputangan, terus dimasukkan ke
dalam kantong bajunya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Tidak rugi celanaku robek mendapat benda ini,”
katanya perlahan sambil tersenyum, seperti kepada diri
sendiri.
“Untuk apakah benda itu, taihiap? Dan apakah itu, apa
gunanya?” tanya kepala kampung yang tidak sengaja
mendengar ucapannya ini.
Ciang Le tersenyum. “Benda itu adalah batu yang
mengandung racun ular yang amat jahat.”
Kepala kampung menjadi terheran heran, akan tetapi ia
tidak berani bertanya lebih panjang lagi bahkan kemudian
ia mengajak kawan kawannya untuk menghaturkan terima
kasih kepada Ciang Le sambil berlutut.
“Tak perlu berterima kasih,” mencegah pemuda itu,
“dan tak perlu kalian kini berkuatir. Siluman itu
sesungguhnya seorang manusia biasa yang berotak miring.
Yang jahat adalah ularnya. Sekarang ularnya telah mati, ia
takkan datang kembali. Sepeninggalku, kuburlah bangkai
ular ini agar tidak menimbulkan penyakit yang akan lebih
jahat lagi mengganggu kampung kalian.”
Setelah berkata demikian, pemuda sakti itu membalikkan
tubuh dan hendak pergi dari situ. Akan tetapi kepala
kampung itu berkata.
“Taihiap, tunggu dulu. Mohon tanya she yang mulia dan
nama besar taihiap, agar selama hidup kami takkan
melupakan penolong kami yang budiman.”
Ciang Le menengok dan tersenyum, lalu menggoyang
goyang tangannya dan berkata, “Tak perlu diingat lagi, tak
perlu. Lupakan, saja semua hal yang telah terjadi, karena
apa yang Kulakukan bukanlah pertolongan, melainkan
kewajibanku untuk menebus dosa!” Setelah berkata
demikian, agar jangan terganggu lebih lama lagi, pemuda
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu menggunakan kepandaiannya berkelebat pergi dan
lenyap dari pandang mata orang orang itu.
Semua orang menjadi bengong dan saling pandang,
kemudian atas pimpinan kepala kampung mereka berlutut
ke arah menghilangnya pemuda itu. Dan karena mereka
tidak tahu nama pemuda itu, hanya ingat bahwa pemuda
itu berpakaian kembang kembang yang lucu dan aneh,
maka mereka memberi nama Hwa-I-Enghiong (Pendekar
Baju Kembang) kepada Ciang Le.
-oo0dw0oo-
“Kong kong (kakek), sesungguhnya mengapakah ayah
bundaku lelah meninggal dunia lebih dulu? Mengapa aku
tak pernah mengenal mereka?” demikianlah pertanyaan
yang diajukan oleh seorang gadis remaja kepada seorang
kakek berpakaian petani. Mereka berdua duduk di atas batu
besar di sebuah lereng Gunung Hoa san yang terkenal indah
pemandangan alamnya.
Kakek itu menundukkan kepalanya dan nampak
berduka. Akan tetapi ia menjawab juga, “Bi Lan, mengapa
kau selalu menanyakan hal itu? Orang tuamu tentu saja
meninggal dunia karena sudah tua dan sampai saatnya
meninggal dunia.”
“Kong kong, dahulu ketika aku masih kecil boleh kau
membohongi aku seperti itu. Akan tetapi sekarang tak
mungkin lagi. Bagaimana boleh jadi kedua orang tuaku
mati karena usia tua, sedangkan kongkong sendiri yang
lebih tua masih hidup? Tidak, kong kong orang tuaku tentu
mati ketika mereka masih muda. Hayo ceritakan, kong
kong, kalau tidak, aku akan marah!” Gadis itu membuang
lagak manja dengan mata setengah terkatup tanda marah
dan bibirnya yang manis cemberut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kakek yang sedang suram wajahnya itu ketika melihat
lagak gadis ini menjadi tersenyum. Gadis ini merupakan
cahaya matahari, baginya dan setiap kali gadis ini sajalah
yang mampu mengusir kemuraman wajahnya dalam
sekejap mata. Pembaca tentu sudah dapat menduga siapa
adanya kakek ini. Memang, dia adalah Tan Seng, kakek
tokoh Hoa san pai yang tangguh itu.
Di bagian pertama dari cerita ini telah dituturkan betapa
Tan Seng tidak saja kehilangan anak perempuan dan
mantunya, bahkan juga cucu tunggalnya, Go Ciang Le,
telah lenyap diculik orang tanpa ia ketahui siapa
penculiknya dan kemana perginya anak itu. Tadinya ia
merasa putus asa dan tidak tahu untuk apa ia harus hidup
lebih lama lagi. Akan tetapi kemudian ia teringat akan
keturunan Liang Ti, murid keponakannya yang telah
mengorbankan nyawa demi perjuangan suci.
Maka ia lalu mendatangi isteri Liang Ti, lalu membawa
anak tunggal Liang Ti yang bernama Liang Bi Lan,
dibawanya ke puncak Hoa san pai dan diserahkan kepada
suci (kakak perempuan seperguruan) dan suheng suhengnya
yang bertapa di puncak Hoa san. Adapun isteri Liang Ti
kembali ke dusun orang tuanya, akan tetapi tiga tahun
kemudian, janda yang bernasib malang ini membunuh diri
karena dipaksa oleh seorang pembesar Kin yang
mengadakan pembersihan di dusun orang tuanya.
Selama belasan tahun, Bi Lan mewarisi ilmu silat dari
Hoa san pai dan boleh dikata untuk masa itu, murid
terpandai dan yang banyak mewarisi ilmu silat Hoa san pai
adalah Bi Lan! Memang masih ada beberapa orang
suhengnya dan seorang suci. akan tetapi biarpun
kepandaian mereka itu lebih masak, tetap saja Bi Lan
seorang yang lebih banyak mewarisi ilmu ilmu paling
rahasia dari Hoa san pai.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tokoh tokoh Hoa san pai yang berkumpul di puncak
Hoa san dan yang bersama sama menggembleng Bi Lan
adalah empat orang. Pertama tama adalah tokoh nomor
satu atau yang tertua di Hoa san pada waktu itu, yakni
Liang Gi Tojin yang lebih mementingkan ilmu bathin dari
pada ilmu silat. Dari Liang Gi Cinjin, Bi Lan mewarisi
lweekang yang tinggi dan juga pengetahuan bathin yang
dalam. Kemudian orang ke dua adalah Liang Bi Suthai,
yang berwatak keras akan tetapi yang memiliki ilmu silat
paling lihai diantara saudara saudaranya. Orang ke tiga
adalah sasterawan dan memang dahulunya ketika masih
muda, kakek ini adalah seorang sasterawan yang gagal
menempuh ujian! Namanya Kui Tek An, akan tetapi
setelah ia menjadi pertapa, ia memakai nama Liang Tek
Sianseng. Dan orang ke empat adalah Tan Seng sendiri
yang berpakaian seperti seorang petani. Empat orang tokoh
Hoa san pai ini menjadi guru dari Bi Lan, maka tidak
mengherankan apabila sekarang nona ini telah menjadi
seorang nona yang lihai ilmu silatnya.
Adapun suheng suhengnya (kakak seperguruan laki laki)
atau suci (kakak seperguruan perempuan) dari Bi Lan
adalah murid murid dari semua gurunya, yakni yang
pertama bernama Lie Bu Tek murid dari Liang Gi Tojin
yang telah meninggalkan perguruan empat tahun yang lalu.
Ke dua adalah murid tunggal dari Liang Bi Suthai, seorang
pendekar wanita bernama Ling In she Thio, seorang nona
cantik bertubuh langsing tegap yang juga telah turun
gunung kembali ke rumah orang tuanya di Biciu. Orang ke
tiga adalah murid dari Liang Tek Sianseng, seorang pemuda
bernama Gau Hok Seng dan yang bekerja sebagai seorang
pianwsu di selatan.
Baiklah kita kembali kepada Bi Lan dan kakeknya, yakni
Tan Seng yang pada pagi hari yang sejuk dan indah itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
duduk di lereng bukit dan bercakap cakap setelah Tan Seng
mengagumi latihan ilmu silat dari cucunya. Dengan
gemblengan empat orang guru, Tan Seng percaya bahwa
kini ilmu kepandaian Bi Lan tidak berada di sebelah bawah
tingkat kepandaiannya sendiri. Ia maklum bahwa di dunia
ini banyak sekali orang orang pandai yang menjadi
penjahat, sehingga dia sendiri dahulu hampir celaka ketika
dikeroyok oleh perwira perwira Kin yang dibantu oleh
orang orang kang ouw yang menjadi penjilat dan
pengkhianat bangsa.
Ketika untuk kesekian kalinya Bi Lan yang sebenarnya
bukan cucunya sendiri itu bertanya tentang ayah bundanya,
Tan Seng berpikir bahwa agaknya sudah tiba waktunya bagi
Bi Lan untuk mendengar hal yang sesungguhnya tentang
orang tuanya.
Nona ini tidak menjadi sedih mendengar tentang
kematian ayahnya bahkan ia merasa bangga bahwa
ayahnya tewas dalam pertempuran untuk membela bangsa.
Kematian ibunya membuat ia menggertak gigi dan memaki,
“Akan kuhancurkan kepala anjing anjing Kin itu !”
“Memang sudah menjadi kewajiban kita untuk berusaha
mengusir penjajah yang menguasai dan menjajah tanah air
bagian utara, Bi Lan, akan tetapi kita tidak boleh
menurutkan nafsu marah. Pada waktu ini pun rakyat masih
terus menerus melakukan perlawanan dan pemberontakan
dengan gigih. Nah, kewajibanmulah untuk membantu
perjuangan mereka itu, demi kemerdekaan tanah air dan
demi menjunjung tinggi nama Hoa san pai kita.”
Akan tetapi yang membuat nona itu paling berduka
adalah kenyataan bahwa Tan Seng bukanlah kakeknya.
Dan mendengar tentang riwayat Go Sik An, ia merasa
kagum sekali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Kong kong,” sebutan ini sekarang terdengar agak ganjil
olehnya. “a…. seharusnya aku menyebut sukong (kakek
guru) karena aku.... aku bukan cucumu,”
“Tidak begitu Bi Lan,” jawab Tan Seng terharu, sambil
mengusap usap kepala gadis itu. “Biarpun kau bukan
cucuku yang aseli akan tetapi bagiku kau adalah pengganti
cucuku. Kau seterusnya sebutlah kong kong padaku, Bi
Lan.” Suara kakek ini terdengar menggetar sehingga Bi Lan
yang amat sayang kepada kakek ini, tidak tega untuk
menolak permintaan ini.
“Jadi cucumu yang bernama Go Ciang Le itu lenyap
diculik orang, kong kong?”
Tan Seng mengangguk, lalu menceritakan kejadian itu
dengan singkat. “Sampai sekarang aku tidak tahu apakah
Ciang Le masih hidup atau sudah mati dan juga masih
belum kuketahui siapa sebenarnya yang telah menculik
anak malang itu.”
“Heran sekali, kong kong, mengapa kau tidak bisa
mencari orang yang melakukan perbuatan itu? Bukankah
kong kong mempunya banyak sekali sahabat di dunia kang
ouw?”
Kakek ini mengangguk angguk, “Memang betul begitu,
akan tetapi di dunia ini terdapat banyak sekali orang orang
aneh dan orang orang sakti yang menyembunyikan diri.
Kalau maksud penculik itu baik, mungkin cucuku itu kelak
akan muncul sebagai seorang gagah perkasa, menjadi murid
orang sakti. Akan tetapi kalau dia bermaksud buruk....”
kakek ini tidak kuasa melanjutkan kata katanya, kemudian
disambungnya pula, “akan tetapi, aku telah berpesan
kepada kedua suhengmu dan sucimu untuk menyelidiki di
mana sesungguhnya gua yang disebut Gua Pahlawan itu.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada saat itu, dari kaki bukit Hoa san pai berlari lari naik
seorang pemuda tinggi besar berbaju biru, bertopi biru dan
bercelana putih. Pemuda ini memiliki wajah yang biasa
disebut “toapan”, simpatik dan jujur. Tubuhnya kekar dan
tegap membayangkan akan kebesaran tenaganya dan
wajahnya yang bersih membayangkan kebersihan hatinya,
ia melomoat lompat dan berlari cepat mempergunakan Ilmu
Lari Cepat Cho sang hui (Terbang di Atas Rumput) yang
dilakukan dengan amat mahirnya. Biarpun tubuhnya tinggi
besar, namun ia seakan akan seekor kupu yang beterbangan
tanpa menimbulkan suara berisik.
Inilah Gan Hok Seng, atau yang di daerahnya terkenal
dengan sebutan Gan piauwsu, karena dia telah membuka
sebuah perusahaan piauwkiok (ekspedisi) yang diberi nama
Hui houw piauw kiok (Perusahaan Ekspedisi Macan
Terbang) dan oleh karena nama perusahaannya inilah maka
ia mendapat nama julukan Hui houw (Macan terbang).
Seperli telah diceritakan di depan, Gan Hok Seng ini adalah
murid dari Lian Tek Sian seng, sasterawan tokoh Hoa san
pai itu.
Cara Hok Seng berlompatan dan berlari lari,
membayangkan bahwa wataknya selain jujur dan polos juga
amat gembira. Sayang nya bahwa pemuda ini agak dogol,
yakni kurang cepat jalan pikirannya, sungguhpun ia bukan
seorang bodoh, namun menghadapi perkara yang tiba tiba
ia suka memperlihatkan sikap yang ketolol tololan.
Ketika ia tiba di lereng yang penuh rumput hijau tiba tiba
ia mendengar suara angin dari belakang dan ketika ia
menengok, ia melihat seorang hwesio, Pendeta Buddha
bekepala gundul yang bertubuh tegap pendek berusia
kurang lebih tiga puluh lima tahun berlari cepat sekali, lebih
cepat dari pada larinya sendiri. Karena hwesio itu agakiya
hendak menuju ke kuil di puncak Hoa san, Gan Hok Seng
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lalu membalikkan tubuhnya menghadang hwesio itu yang
juga segera berhenti melihat pemuda itu mengangkat
tangannya.
“Selamat siang, twa suhu” tegur Hok Seng sambil
tersenyum gembira dan memberi hormat dengan kedua
tangannya diangkat ke dada. “Hendak ke manakah twa
suhu agaknya amat tergesa gesa?”
Hwesio itu memandang dengan pandang mata
menyelidik, kemudian balas bertanya, “Kau siapakah dan
apa hubunganmu dengan Hoa san pai ?”
Hok Seng tidak senang mendengar pertanyaan dan
melihat sikap hwesio yang kasar ini, yang dianggapnya
tidak sesuai untuk seorang pendeta. Akan tetapi Karena ia
jujur, ia menjawab dan mencela dengan terus terang, “Ah
tidak kusangka twa suhu demikian kasar seperti seorang
kang ouw buta huruf saja ! Aku adalah murid Hoa san pai
bernama Gan Hok Seng atau Gan piauwsu. ketua dari Hui
houw piauwkiok.”
Hwesio itu mengangkat hidungnya dengan sikap
memandang rendah sekali. “Hem, jadi kau ini masih murid
Hoa san pai? Siapa gurumu ? Si pemalas Liang Gi atau si
nenek genit Liang Bi, ataukah si kutu buku Liang Tek?
Atau barangkali petani busuk Tan Seng? Hayo kau
beritahukan kepada pinceng, karena segala julukan Hui
houw dan nama Hui houw piauwkiok, mana pinceng
mengenalnya !”
Merahlah wajah Hok Seng. Dia memang masih muda
baru dua puluh tiga tahun umur nya dan darahnya masih
panas. Lagak hwesio ini benar benar amat menyebalkan
hatinya.
Guru nya Liang Tek Kian seng disebut kutu buku, twa
supeknya disebut pemalas, bahkan sukouwnya disebut
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
nenek genit dan susioknya disebut petani busuk! “Eh,
hwesio gendeng, mengapa kau datang datang memaki
orang? Ketahuilah bahwa aku adalah murid dari Liang Tek
Sianseng, guru ku pernah bilang bahwa menilai hati orang
dengar saja apa yang keluar dari mulutnya. Kau
mengeluarkan omongan kotor dan hawa busuk maka
mudah saja menerka bagaimana macamnya isi perutmu!”
Tiba tiba hwesio itu tertawa bergelak. “Sebetulnya
memang malu harus ribut ribut dengan seorang tingkat
rendah macam engkau ini, akan tetapi karena kau murid
Liang Tek si kutu buku, biarlah pinceng lihat apakah kau
juga menjadi kutu buku seperti gurumu.”
“Aku bukan kutu buku! Guruku telah mengajar ilmu
silat tinggi kepadaku. Jangan kau memandang hina ilmu
kepandaian dari Hoa san pai!” Hok Seng membentak,
hampir tak dapat menahan marahnya lagi.
“Begitu? Nah, cobalah, bocah! Kalau kau bisa menahan
sepuluh jurus seranganku, baru lah aku percaya
omonganmu.” Setelah berkata demikian, tiba tiba hwesio
itu mengibaskan tangan bajunya yang lebar ke arah Hok
Seng dalam Ilmu Pukulan Tui san ciang (Pukulan
Mendorong Bukit) yang dilakukan dengan pengerahan
tenaga lweekang.
Hok Seng merasa betapa angin dingin dan tajam
menyambar mukanya, maka ia cepat menggeser kaki sambil
miringkan tubuh untuk menghindarkan diri dari pukulan
pertama ini. Akan tetapi tak terduga sama sekali bahwa
pada saat itu juga, pukulan kedua dengan ujung lengan baju
sebelah kiri telah menyusul ke arah pusarnya! Inilah
pukulan yang amat berbahaya dan dapat membuat jiwa
melayang. Hok Seng cepat melompat ke kiri, akan tetapi
masih saja ujung lengan baju itu mengenai tubuh
belakangnya sehingga terdengar bunyi berdebuk dan Hok
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seng merasa betapa daging dan kulit di bagian belakang Itu
panas dan pedas. Baiknya ia telah mengerahkan lweekang
di bagian itu sehingga hanya terasa sakit saja tanpa
menderita luka berat.
Akan tetapi yang lebih menyakitkan hati nya adalah
suara ketawa hwesio itu. “Ha ha ha ha, tidak tahunya
hanya sebegitu saja kebecusan murid dari si kutu buku! Ha
ha ha, orang dogol! Lihat, kulit pantatmu kelihatan, apakah
kau masih belum mau mengaku kalah dan berlutut di depan
Tiauw It Hosiang yang bergelar It ci sinkang (Si Jari Lihai).
Ketahuilah bahwa kau berhadapan dengan tokoh dari Go bi
pai!”
Hok Seng cepat melirik ke arah tubuh belakangnya dan
benar saja, celananya yang putih itu telah hancur di bagian
tubuh belakang sebelah kanan sehingga tampak kulit tubuh
belakangnya yang putih dan agak kemerahan karena
pukulan tadi. Ia menjadi mendongkol sekali dan secepat
kilat tangannya bergerak kearah punggung, mengeluarkan
sepasang poan koan pit (senjata seperti alat tulis pensil
bulu). Poan koan pit di tangarnya ini memang senjatanya
yang paling istimewa warisan dari suhunya yang memang
amat ahli dalam mainkan poan koan pit, baik untuk
menulis syair maupun untuk dipergunakan sebagai senjata.
Poan koan pii di tangan kirinya berbulu pulih, dan di
tangan kanannya berbulu hitam dan keras.
Melihat pemuda itu mengeluarkan senjata poan koan pit,
Tiauw It Hosiang tertawa bergelak dan kelihatan ia geli
sekali. “Ha ha ha benar benar si kutu buku telah membiak
muridnya menjadi kutu buku kecil! Eh, bocah! Kau
mengeluarkan pit, apakah kau hendak menulis sajak
ataukah hendak melukis gambar? Ha ha ha!”
Hok Seng tak dapat menahan kemarahannya lagi. Ia
cepat maju menggerakkan sepasang poan koan pit dan pit di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tangan kiri yang berbulu putih itu cepat menusuk ke arah
mata kanan lawannya, sedangkan pit berbulu hitam di
tangan kanan menusuk dengan totokan ke arah jalan darah
tai hwi hiat! Serangannya ini luar biasa hebatnya dan
karena ia tahu akan kelihaian lawannya, maka sekali serang
ia mengeluarkan gerak tipu yang di sebut Ji liong lo hui
(Dua Ekor Naga Mengacau Laut).
Akan tetapi hwesio itu benar benar lihai dan memiliki
gerak cepat sekali. Dan kali ia menggerakkan tangannya
dan ujung lengan bajunya sekaligus dapat menangkis
serangan poan koan pit bahkan ujung lengan baju itu
hendak membelit senjata lawan untuk dirampasnya. Hok
Seng sudah berlaku waspada dan karena ia tahu bahwa
tenaga lweekang dari lawannya ini masih lebih tinggi diri
pada tenaganya sendiri, maka ia tidak membiarkan poan
koan pit nya dilibat oleh ujung lengan baju itu. Ia membetot
kedua senjata sambil mengirim tendangan Soan hong twi
yang bertubi tubi menyerang bagian tubuh yang paling
berbahaya dari hwesio itu.
Kembali hwesio itu memperlihatkan kepandaiannya. Ia
tidak mengelit atau menangkis tendangan tendangan itu
dengan kedua tangan nya, melainkan menggerakkan kedua
kakinya juga dan membarengi tendangan lawan untuk
mengadu kaki! Dengan amat cepatnya ia menyambut kaki
Hok Seng dengan dupakan kaki nya sehingga pemuda itu
mengeluarkan teriakan kaget karena tubuhnya seakan akan
di lemparkan ke belakang oleh tenaga yang amat hebat!
Baiknya ia masih sadar dan dengan cepat ia menggertakkan
tubuh yang terlempar di udara berjungkir balik membuat
salto tiga kali dengan gerak tipu Kou liong hoan sin (Naga
Siluman Berjungkir Balik). Dengan gerakan indah ini
barulah ia dapat turun keatas tanah dengan baik dan dalam
keadaan berdiri teguh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Bagus, sekarang kau harus roboh !” teriak Tiauw It
Hosiang dan dengan cepat sekali tubuhnya melayang
kearah pemuda itu dan melakukan serangan serangan hebat
dengan kedua kepalan dibantu oleh ke dua lengan baju.
Tidak hanya dua kepalan tangannya yang amat berbahaya,
akan tetapi juga ujung lengan bajunya yang selalu
mengadakan serangan menyilang dengan kepalan,
merupakan bahaya besar.
Hok Seng benar benar kali ini merasa terkejut sekali.
Kedua ujung lengan baju hwesio itu merupakan tandingan
setimpal terhadap sepasang poan koan pitnya. Ke mana
juga sepasang alat penotoknya menyerang, selalu terpental
kembali karena kebutan kedua ujung lengan baju, adapun
sepasang kepalan hwesio itu merupakan alat penyerang
yang berbahaya dan hanya dapat ia hadapi dengan elakan
elakan cepat. Akan tetapi segera ia terdesak mundur dan
menjadi sibuk sekali berlompatan ke sana ke mari untuk
menghindarkan diri dari bahaya maut.
Pada saat Hok Seng berada dalam bahaya, tiba tiba
berkelebat bayangan yang gesit sekali dibarengi bentakan
nyaring “Penjahat gundul jangan kau berani mengacau di
Hoa san !”
Tiauw It Hosiang cepat melompat mundur dan
menyampok sinar pedang yang mengarah pundaknya itu
dengan ujung lengan bajunya. Akan tetapi sebelum lengan
bajunya mengenai pedang, senjata itu telah dibelokkan dan
sekarang tanpa tertunda lagi telah maju menusu ke arah
lambungnya. Hwesio ini kaget juga dan tahu bahwa
penyerang baru ini memiliki kegesitan yang lebih tinggi
daripada Hok Seng. Ia segera melompat satu setengah
tombak ke belakang, lalu memandang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ternyata yang datang adalah seorang wanita yang cantik
bertubuh tinggi langsing dan tegap, berwajah segar
kemerahan bagaikan kembang botan yang sedang mekar.
“Suci…!” Hok Seng menegur dan gadis itu berpaling lalu
tersenyum ramah kepadanya Kemudian gadis yang baru
datang ini, yaitu kakak seperguruan dari Hok Seng atau
murid dari Liang Bi suthay yang bernama Thio Ling In,
menudingkan pedangnya kepada Tiauw It Hosiang sambil
bertanya, “Kau ini hwesio dari manakah? Apakah tidak
tahu bahwa di sini Gunung Hoa san dan menjadi derah dari
Hoa san pai? Mengapa kau mengandalkan sedikit
kepandaian untuk mengacau?”
Tiauw It Hosiang tertawa bergelak dan karena ia tertawa
sambil menggerakkan khikangnya, maka suara ketawa nya
terdengar bergema sampai jauh. Pada saat itu, dari bawah
berlari naik seorang pemuda pula, seorang pemuda yang
bermuka putih dan gagah sekali. Pakaiannya bersih dan
indah dan sikapnya patut sekali kalau ia menjadi seorang
pendekar besar. Dia ini bukan lain adalah Lie Bu Tek,
murid dari Liang Gi Tojin, atau murid tertua dan Hoa san
pai. Ia tadi memang ber sama sama Thio Lin ln, hanya
sumoinya ini yang tidak sabar telah berlari lari naik
mendahuluinya.
Ketika melihat pemuda ini, Tiauw It Hosiang segera
menudingkan telunjuknya sambil bertanya, “Apakah yang
datang inipun seorang murid Hoa san pai juga?”
Dari jauh Lie Bu Tek sudah mendengar suara ketawa
hwesio ini dan dia merasa tak senang sekali melihat lagak
hwesio yang amat sombong ini, maka katanya tegas. “Aku
memang murid Hoa san pai bernama Lie Bu Tek. Tidak
tahu siapakah kau dan apa maksudmu datang di gunung
kami?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ha ha ha! Murid murid Hoa san pai memang galak
galak! Jika geledek bersuara keras takkan turun hujan dan
jika gentong berbunyi nyaring, tanda ia kosong! Murid
murid Hoa san pai bermulut besar bersuara keras tanda
kosong pengetahuannya!”
“Eh, eh, hwesio gundul gila!” Thio Ling In memaki
marah. Gadis ini memang mempunyai watak keras seperti
gurunya. “Kau ini datang datang mencari perkara, apakah
sudah bosan hidup?”
“Suci, dia adalah Tiauw It Hosiang berjuluk It ci sinkang
dari Gobi san. Memang dia datang datang menyerangku
dan sengaja mencari perkara. Tak usah banyak bicara
dengan dia, mari kita tangkap dia untuk diseret ke depan
guru guru kita!”
Kembali hwesio itu mentertawakan mereka. Lie Bu Tek
menjadi gemas sekali. Pemuda yang usia nya sudah dua
puluh lima tahun lebih ini telah merantau dan memiliki
pengalaman luas, juga dengan kepandaiannya, ia telah
memperoleh nama besar. Kini menghadapi hwesio Go bi
pai ini, tentu saja ia tidak menjadi takut dan marahlah ia
melihat kekurangajaran hwesio ini.
“Sute, sumoi, biarkan aku mencoba kepandaian hwesio
ini,” katanya, kemudian dengan sekali lompatan saja ia
telah berada di depan Tiauw It Hosiang. Hwesio ini melihat
gerakan orang tahu bahwa ia menghadapi seorang ahli yang
tidak boleh dipandang ringan, maka ia hentikan senyumnya
dan memasang kuda kuda.
“Bagus, kau murid tertua dari Hoa san pai? Majulah,
hendak kulihat sampai di mana tua bangka tua bangka di
puncak Hoa san itu memberi pelajaran kepadamu.”
“Hwesio, mulutmu terlalu kotor !” bentak Lie Bu Tek
yang cepat maju menyerang dengan kepalan tangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kanannya. Pukulannya dilakukan dengan cepat dan
manlep, membawa tenaga yang luar biasa kuatnya.
Melihat cara pemuda ini memukul, Tiauw lt Hosiang
tidak berani main main lagi. Ia cepat mengelak ke kiri dai
membalas kontan dengan tendangan ke arah perut Lie Bu
Tek. Akan tetapi pemuda Hoa san pai inipun tidak gugup
dan cepat ia menggunakan tangan tadi ditarik ke bawah dan
menggunakan sikunya untuk menangkis tendangan ini.
Pukulan dengan siku tangan kanan ini merupakan totokan
ke arah jalan darah pada mata kaki, maka Tiauw It Hosiang
cepat menarik kembali kakinya dan kini kedua ujung lengan
bajunya menyambar dari kanan kiri mengarah kedua telinga
Lie Bu Tek!
Pemuda ini cepat menggunakan gerakan Liang tho lian
kai (Dua Bunga Teratai Mekar), kedua tangannya bergerak
dari pinggang ke atas dan berhasil menanakis sambaran
ujung lengan baju. Lie Bu Tek merasa betapa lengannya
tergetar dan Tiauw It Hosiang melihat betapa kedua lengan
bajunya terpental ke belakang.
“Bagus, berisi juga kau!” kata hwesio itu yang
melangkah mundur tiga tindak, kemudian ia menggerak
gerakkan kedua lengannya. Tiba tiba dadanya mengempis
dan perutnya mengembung, mukanya menjadi pucat dan
matanya tak pernah berkedip memandang ke depan.
Dengan langkah perlahan ia lalu maju menghampiri Lie Bu
Tek dengan kedua tangan terkepal, akan tetapi jari
telunjuknya lurus keluar. Inilah Ilmu Silat lt ci tiam
hwelouw (Ilmu Totok Satu Jari) atau It ci ciang (Pukulan
Satu Jari) yang menjadi kebanggaan dan yang membuat
namanya terkenal di dunia kang ouw. Ilmu silat ini benar
benar luar biasa karena seluruh gerakan berdasarkan
lweekang yang berbahaya. Gerakannya menang perlahan
saja, akan tetapi daya pukulannya amat lihai, sukar sekali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dilawan, apa lagi oleh orang yang ilmu kepandaian atau
tenaga lweekangnya masih rendah, Sebetulnya apabila tidak
menghadapi lawan tangguh, Tiauw It Hosiang tidak mau
mengeluarkan kepandaian simpanannya ini. Sekarang ia
hendak mengalahkan lawannya cepat cepat, maka ia
mengeluarkan It ci tiam hwelouw.
Lie Bu Tek terkejut. Sebagai seorang yang banyak
merantau, ia maklum akan kehebatan lawannya ini iapun
telah melatih diri dan memiliki lweekang yang tinggi, maka
tentu saja ia tidak gentar dan menghadapi lawannya dengan
tabah. Akan tetapi ia maklum jika kali ini tidak dapat
mengalahkan lawan nya, pasti ia akan terluka hebat ! Gan
Hok Seng dan Thio Ling In juga maklum akan hal ini,
maka mereka memandang dengan hati berdebar dan
gelisah.
Pada saat itu, tiba tiba terdengar suara ketawa terkekeh
yang merdu sekali, lalu disusul oleh suara yang jenaka, “Eh
kau ini orang gundul apakah hendak meniru seekor
kepiting? Kepalamu gundul licin, dada kempis perut
kembung, telunjuk menuding, apa apaan sih? Sungguh
amat lucu, anak anak bukan, orang tuapun tak pantas !”
Saking marah dan mendongkolnya mendengar olok olok
ini, Tiauw lt Hosiang tidak jadi menyerang Lie Bu Tek
menyimpan kembali tenaga lweekangnya sehingga perutnya
mengempis kembali dan dadanya mekar. Ia cepat cepat
menoleh dan entah dari mana datangnya, tahu tahu di
sebelah kanannya telah berdiri seorang gadis amat cantik
dan usianya baru belasan tahun. Gadis itu berdiri dengan
kedua alis diangkat tinggi, mata memandang lucu dan
bibirnya menahan geli hati yang membuatnya tertawa
terkekeh. Di belakangnya berdiri seorang kakek berpakaian
petani, maka tahulah Tiauw It Hosiang bahwa ia
berhadapan dengan orang keempat dari tokoh tokoh Hoa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
san pai lalu ia menjura kepada Tan Seng yang berdiri di
belakang Bi lan.
“Susiok!” Lie Bu Tek, Gin Hok Seng, dan Thio Ling In
memberi hormat kepada Tan Seng yang menganguk angguk
kepada mereka. Adapun Bi Lan lalu menghampiri Ling In
sambil berlari lari, kemudian memeluk gadis itu sambil
berkata, “Enci Ling In mengapa begitu lama kau baru
muncul? Ji wi suheng, kalian tidak bertambah besar, masih
sama seperti dulu !”
Kedua suheng itu tersenyum gembira. “Kau yang
sekarang telah menjadi besar benar benar telah menjadi
sarang dara yang cantik, bukan begitu sute?” kata Lie Bu
Tek kepada Gan Hok Seng yang semenjak tadi menatap
wajah Bi Lan dengan kagum terheran heran. “Kalau
bertemu berdua di jalan, tentu aku takkan mengenalmu,
sumoi. Kau benar benar berubah!” akhirnya Hok Seng
berkata dan pujian kedua suhengnya ini membuat wajah Bi
Lan beseri seri.
Sementara itu Tiauw It Hosiang yang menjura kepada
Tan Seng berkata, “Kebetulan sekali kau turun! Bukankah
pinceng berhadapan dengan Tan Seng lo enghiong, tokoh
ke empat dari Hoa san pai, bukan dari murid muridnya
yang kosong melompong hanya pandai menyombong saja!”
Tan Seng bersikap sabar dan hendak merendahkan diri,
akan tetapi tiba tiba Bi Lan melompat ke depan hwesio itu
dan menudingkan jari telunjuknya hampir mengenai hidung
Tiauw It Hosiang Hwesio ini cepat melangkah mundur,
karena tentu saja ia tidak sudi hidungnya ditunjuk tunjuk
oleh nona kecil Ini.
“Eh, hwesio pemotong babi, kau bilang apa tadi? Kau
bilang datang hendak minta tambah pengertian, akan tetapi
mengapa kau memaki maki murid Hoa san pai! Tadipun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kau berani mempermainkan saudara saudaraku, berani pula
membadut dan hendak berjoget tari kepiting, apa apaan sih
kau ini? Orang seperti kau tidak berharga untuk bicara
dengan kami, hayo kau pergi dari sini!” Setelah berkata
demikian Bi Lan lalu menggunakan tangan kanannya yang
jari jarinya dibuka untuk mendorong dada hwesio itu,
Tiauw It Hosiang tentu saja memandang rendah gadis ini
dan melihat kejenakaan Bi Lan, dan karena mendongkol
juga dihina oleh gadis cilik ini, ia bermaksud hendak
mempermainkan Bi Lan dan membikin malu. Demikianlah,
ketika tangan nona itu mendorong ke arah dadanya, ia lalu
mengulur tangan kanan untuk menyambut lengan itu dan
hendak ditangkap pergelangan tangannya.
Akan tetapi, alangkah terkejutnya ketika jari jari tangan
Bi Lan yang mendorongnya itu tiba tiba saja menukik ke
bawah dengan pergelangan tangan ditekuk secara
mendadak, dan dua buah jari tangan gadis itu dengan tepat
sekali menotok ke arah jalan darah pada pergelangan
tangannya! Tiauw It Hosiang cepat menarik kembali
tangannya,, akan tetapi pada saat itu tangan kiri gadis yang
jenaka ini telah mendorong dadanya. Tiauw It Ho siang
mempertahankan diri, akan tetapi dorongan itu selain tiba
tiba dan tak terduga datangnya, juga tenaga yang
dipergunakan luar biasa besarnya sehingga biarpun tidak
terjengkang ke belakang, tubuh hwesio itu telah terhuyung
huyung ke belakang sampai lima tindak!
“Eh eh, kau masih tidak mau pergi?” bentak Bi Lan
sambil pelototkan mata dan bertolak pinggang, lagaknya
seperti sedang menegur seorang anak kecil yang nakal.
“Apakah mau tunggu sampai aku menjewer telingamu?”
Selama Tiauw It Hosiang menjadi tokoh ke tiga dari Go
bi pai, yakni sudah lebih lima tahun, di manapun dia berada
belum pernah hwesio ini mengalami hinaan orang seperti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang telah dihadapinya sekarang. Dara remaja yang usianya
baru belasan tahun ini, yang nampak lemah lembut karena
kulitnya halus seperti sutera dan wajahnya cantik jelita
seperti bidadari, telah berani mempermainkan nya dan
menghinanya dengan cara yang hebat sekali.
“Tan Seng lo enghiong,” katanya dengan suara
menggigil saking marahnya kepada gadis itu, “kalau kau
tidak menyuruh pergi gadis liar ini dan tidak menyuruh dia
minta ampun kepadaku, jangan salahkan pinceng turun
tangan menghajarnya!”
“Bi Lan, jangan main main dengan It ci sinkang Tiauw It
Hosiang, dia adalah tokoh besar ke tiga dari Go bi pai!”
kata Tan Seng setengah mengejek hwesio yang sombong
itu tanpa minta gadis itu mengundurkan diri. Memang Tan
Seng kakek petani ini sengaja hendak melihat sampai di
mana keberanian dan kepandaian cucunya yang tercinta,
dan sampai di mana pula kesombongan hwesio itu. Kalau
kiranya gadis itu nanti terancam bahaya, baru ia hendak
turun tangan membantu.
“Kong kong, jangan kata baru satu jarinya yang lihai (it
ci), biarpun dua puluh jari tangan dan kakinya semua lihai,
tidak seharusnya ia main gila di Hoa san! Jangankan baru
tokoh ke tiga, biar tokoh terbesar sekalipun harus menaruh
hormat kepada Hoa san pai! Aku takkan minta ampun
sebelum dia yang lebih dulu berlutut minta ampun kepada
kong kong karena tadi telah berani menghina anak murid
Hoa san pai.” Sambil berkala demikian kembali ia
menghadapi hwesio itu dengan kedua tangan bertolak
pinggang dan dengan sikap menantang sekali.
“Sumoi, jangan main main. Dia lihai sekali!” kata Gan
Hok Seng memperingatkan sumoinya karena peauwsu
muda ini tadi telah merasakan sendiri kelihaian hwesio itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Sumoi, biar susiok menghadapinya, jangan main
main!” Lie Bu Tek juga memperingatkan, karena tiga tabun
yang lalu, ketika ia hendak meninggalkan perguruan,
sumoinya yang paling kecil ini kepandaiannya masih di
bawah tingkatnya sendiri. Sedangkan dia sebagai murid
pertama dari Hoa san pai yang sudah banyak merantau dan
berpengalaman, masih tidak kuat menghadapi hwesio ini,
apalagi sumoinya yang cantik dan jenaka ini?
Adapun Thio Ling In, gadis murid Liang Bi Suthai yang
juga memiliki watak jenaka akan tetapi keras, melihat
betapa sumoinya berani mempermainkan Tiauw It Hosiang
tertawa geli dan berkata kepada Tan Seng, “Susiok, biarkan
teecu membantu sumoi menghadapi si gundul sombong ini
!”
“Tak usah, suci, tak usah! Orang macam ini saja perlu
apa harus kau sendiri turun tangan? Cukup dihadapi murid
termuda dari Hoa san pai! Nah, Tiauw It Hosiang, kau
hendak berkata apa sekarang?” Bi Lan kembali mengejek
hwesio itu.
Kulit muka hwesio itu sebentar menjadi merah sampai
ke kepalanya dan sebentar pula menjadi sangat pucat saking
menahan marahnya.
“Kau....kau....akan kubunuh kau...” hanya ini yang
dapat keluar dari mulutnya dengan dada terengah engah,
kemudian ia mengumpulkan tenaganya, menggerak
gerakkan kedua tangannya. Seperti tadi ketika menghadapi
Lie Bu Tek, dadanya mengempis dan perutnya
mengembung, mukanya pucat dan sepasang matanya
melotot memandang kepada Bi Lan! Ia melangkah maju
dengan kedua tangan terkepal akan tetapi jari telunjuknya
lurus keluar. Saking marahnya, menghadapi anak dara ini
Tiauw It Hosiang tidak segan segan mengeluarkan ilmunya
yang paling dibanggakan dan diandalkan, yakni It ci tiam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hwelouw yang jarang sekali gagal dalam menghadapi lawan
tangguh.
Lie Bu Tek menjadi pucat ketika melihat ini, juga Thio
Ling In dan Gan Hok Seng memandang dengan hati
berdebar debar dan diam diam mereka menyesali sumoinya
yang dianggap terlalu sembrono itu. Hanya Tan Seng
seorang yang masih tenang tenang saja. Bagaimana sikap Bi
Lan sendiri? Sungguh mengherankan, gadis ini bahkan
mentertawakan Tiauw It Hosiang. Ia tertawa tawa sambil
menutup mulut dengan tangan kirinya, sama sekali tidak
memasang kuda kuda untuk menghadapi serangan lawan.
“Aha, badut gundul, kembali kau berjoget kepiting!”
Tiauw It Hosiang mengeluarkan bentakan parau
menyeramkan dan tubuhnya menubruk maju, melakukan
serangan dengan kedua jari telunjuknya yang kiri menotok
jalan darah Hong sai hiat di lutut kanan, sedangkan jari
kanan menotok jalan darah Kiam ceng hiat di pundak kiri
nona itu! Memang luar biasa dan hebat sekali serangan
beruntun yang hampir berbareng telah menyerang bagian
bagian tubuh yang berjauhan ini.
“Ayaaa! Tidak tahunya kepiting gnndul ini galak!”
dengan amat lincahnya Bi Lan mengelak ke belakang
menghindarkan serangan totokan yang lihai itu.
Gerakannya tadi ketika mengelak adalah gerakan dari
langkah kaki yang disebut Tui po lian hoan (Gerakan Kaki
Mundur Berantai). Ketiga kakak seperguruannya tentu saja
sudah mempelajari Tui po lian hoan, akan tetapi mereka
merasa kagum sekali ketika menyaksikan betapa gerakan
kaki ini dapat dipergunakan untuk menghindarkan diri dari
serangan yang demikian berbahaya. Di samping itu, Bi Lan
masih bisa mengeluarkan kata kata ejekan pula!
“Mampus kau!” Tiauw It Hosiang dengan marah
menyerang terus tanpa memberi kesempatan kepada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lawannya. Kini kaki kanannya menendang dari bawah ke
arah pusar sedangkan dua telunjuknya melakukan totokan
berbareng ke arah leher dan ulu hati. Dengan demikian,
maka sekaligus ada tiga serangan yang mengancam diri Bi
Lan
Dengan bibir masih tersenyum manis, Bi Lan
menghadapi serangan maut ini dengan gerak tipu Ouw po
lat kiang (Menggeser Kaki Menarik Busur). Gerakan ini
indah sekali karena sambil mengelak dari tendangan kaki
lawan, kedua tangannya bergerak maju dan sekaligus ia
menyambut totokan lawan dengan mendahuluinya
menotok ke arah sambungan siku !
Kembali Lie Bu Tek dan dua orang adik seperguruannya
melenggong, karena biarpun mereka telah mempelajari
gerak tipu Ouw po lat kiang ini, namun harus mereka akui
bahwa gerakan mereka takkan secepat dan setepat itu.
Ketika mereka melirik ke arah susiok mereka, Tan Seng
hanya mengangguk angguk puas dan nampaknya juga
kagum dan gembira sekali !
Tentu saja Tiauw It Hosiang tidak mau membiarkan
sambungan sikunya ditotok lawan, maka cepat ia menarik
kembali kedua tangannya. Akan tetapi sekarang Bi Lan
tidak mau memberi hati dan memberi kesempatan kepada
lawannya untuk menyerang terus, ia membalas dengan
serangan serangan hebat pula dan yang ia pergunakan
untuk menyerang adalah Pukulan Hun kai ciang hwat
(Pukulan Memecah dan Membuka). Memang pukulan ini
tepat sekali untuk menghadapi lt ci tiam hwelouw sehingga
pertempuran berjalan luar biasa ramainya. Tentu saja dara
yang masih hijau belum berpengalaman itu kalah dalam hal
tenaga dan kemahiran kaki tangan, akan tetapi tak dapat
disangkal pula bahwa Bi Lan menang dalam kegesitan,
ketabahan dan ketenangan. Benar benar amat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengagumkan betapa dara itu mempermainkan Tiauw It
Hosiang seperti seorang dewasa mempermainkan seorang
anak kecil saja!
Pertempuran telah berlangsung empat puluh jurus lebih
dan belum juga Tiauw It Hosiang mengalahkan atau
mendesak gadis itu! Hal ini benar benar membuat dada
hwesio itu hampir meledak saking marah dan penasaran, ia
sengaja datang untuk menantang empat tokoh dari Hoa san
pai, dan kini menghadapi murid termuda dari Hoa san pai
saja, sampai kepalanya yang licin itu berpeluh belum juga ia
dapat mengalahkannya! Ia mengeluarkan suara seperti
seekor biruang marah, lalu merobah ilmu silatnya dan kini
setiap pukulannya ditujukan untuk membunuh!
-oo0dw0ooo-
Jilid 3
BI LAN juga merasa penasaran karena ia tidak dapat
mengalahkan hwesio ini. Ketawanya mulai menghilang dan
ia bersungguh sungguh untuk merobohkan lawannya. Gadis
ini semenjak kecilnya memiliki kecerdikan yang luar biasa
sekali. Kini setelah ia mengeluarkan seluruh kepandaian
dan pikirannya di dalam pertempuran ini, mulailah ia
mencari akal untuk mengalahkan hwesio yang tangguh ini.
Ia tadi melihat betapa hwesio itu mudah sekali marah dan
ternyata amat berangasan. Kalau dilawan keras sama keras,
mungkin dia akan kalah karena hwesio itu benar benar
tangguh. Maka setelah berpikir masak masak, Bi Lan
kembali memasang senyumnya yang manis dan tiba tiba ia
merobah ilmu silatnya dan kini ia mainkan Ilmu Silat Bi
ciong kun, semacam ilmu silat lemas dan lemah gemulai
akan tetapi penuh terisi dengan tipu tipu menyesatkan!
Karena memang gadis ini merupakan seorang dara remaja,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
maka bagaikan setangkai bunga ia sedang mekarnya dan Bi
Lan memiliki potongan yang langsing dan menggairahkan.
Setelah mainkan ilmu silat ini, ia berhasil mempermainkan
lawannya dan membuat hwesio itu menjadi makin
penasaran dan marah. Memang di dalam gerakan Bi ciong
kun ini terisi tipu tipu yang sifatnya mengejek dan
mempermainkan, bagaikan seorang penari sedang menari
indah dan tiap kali hwesio itu menyerang selalu mengenai
tempat kosong! Pada saat yang amat baik di mana terdapat
lowongan. Bi Lan tidak menyia nyiakan kesempatan ini dan
cepat mengirim pukulan tangan kiri dengan ilmu pukulan
dari Hoa san pai aseli. Tiauw It Hosiang tak sempat
mengelak lagi dan terpaksa ia mengerahkan lweekangnya
ke bagian dada yang terpukul, sedangkan telunjuk kirinya
dengan cepat lalu mengirim totokan ke arah pangkal lengan
gadis itu, yakni bagian tubuh lawan yang terdekat di waktu
itu.
“Duk!” pukulan tangan kiri Bi Lan mengenai sasaran
dan tubuh hwesio itu terlempar sampai setombak lebih dan
biarpun ia roboh dalam keadaan berjongkok dan segera
berdiri lagi, namun mukanya pucat sekali dan ia telah
menderita luka dalam yang cukup lumayan. Akan tetapi, Bi
Lan juga tertolak ke belakang dan gadis ini menahan rasa
sakit pada pangkal lengan kanannya, bahkan masih
tersenyum mengejek memandang kepada Tiauw It Hosiang.
Padahal lengan kanannya pada saat itu telah menjadi
lumpuh !
Tiauw It Hosiang kaget sekali melihat betapa dara itu
tidak nampak sakit terkena totokannya tadi, seakan akan
gadis itu tidak merasa sama sekali. Betul betulkah anak ini
dapat menahan totokannya tadi? Dengan malu dan
penasaran di dalam hati, Tiauw It Hosiang menjura ke arah
orang orang Hoa san pai ini sambil berkata, “Bukan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepandaian Hoa san pai yang terlalu tinggi, melainkan
pinceng (aku) yang lalai dan kurang latihan. Tan lo
enghiong, biarlah kali ini pinceng mengaku kalah, akan
tetapi kami dari Go bi pai akan merasa terhormat sekali
kalau sewaktu waktu kami mengadakan pibu dengan kalian
orang orang Hoa san pai.” Setelah berkata demikian,
hwesio ini membalikkan tubuhnya dan hendak pergi.
“Tiauw It Hosiang, kau telah terluka oleh pukulan Tin
san ciang (Pukulan Menggetarkan Gunung), mari kuobati
lukamu itu!” kata Tan Seng yang diam diam merasa
gembira dan kagum sekali melihat cucunya berhasil
mengalahkan hwesio itu !
Tiauw It Hosiang menengok dan mukanya menjadi
makin garang. “Terima kasih, biarlah luka ditimbulkan oleh
pukulan Hoa san pai dan diobati dengan obat Go bi pai!
Selamat berpisah,” Hwesio ini sambil menahan sakit lalu
pergi dari situ dengan cepat.
“Hem, orang macam dia mana pantas menjadi pendeta?”
Tan Seng berkata perlahan seperti pada diri sendiri, akan
tetapi ketika ia menengok ke arah Bi Lan, ia menjadi kaget
sekali. “Bi Lan, kau kenapa?” Gadis itu nampak pucat dan
meringis kesakitan setelah lawannya sudah pergi.
“Lengan kananku, kong kong. Ketika aku memukul
dengan tangan kiri, ia telah berhasil menotok jalan darah di
pangkal lengan kananku.” Tan Seng memegang lengan
kanan gadis itu dan setelah menekan nadinya, ia berkata,
“Tidak ada yang luka, hanya totokan Go bi pai ini lain dari
pada tiam hwat ( ilmu totok) kita, apalagi Tiauw It Hosiang
berjuluk It ci sinkang. Twa suhumu ( guru tertua ) paling
ahli tentang jalan darah, kau mintalah dia menolongmu
sekalian melaporkan kedatangan kedua suheng dan
sucimu.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bi Lan lalu berloncat loncatan dan berlari mencari twa
suhunya, yakni Liang Gi Cinjin di dalam kuil.
“Susiok, mengapa kepandaian sumoi menjadi sehebat
itu?” Thio Ling In bertanya kepada Tan Seng dan jelas
nampak rasa iri hati nya sebagaimana telah lajimnya
terdapat dalam watak sebagian besar wanita. “Ia memiliki
kepandaian jauh lebih tinggi dari pada teecu, bahkan masih
lebih tinggi dari pada kepandaian Lie suheng sendiri!
Agaknya ada rasa pilih kasih dan berat sebelah dalam
perguruan kita.”
Tan Seng tersenyum dan menggeleng geleng kepalanya.
“Ling In dan kalian juga, Bu Tek dan Kok Seng. Jangan
kalian mengira yang bukan bukan. Apakah kalian tidak
melihat suatu gerakan dalam ilmu silat Bi Lan yang belum
pernah kalian pelajari? Nah, tentu kalian sudah melihatnya
sendiri bahwa semua ilmu silatnya tadi adalah ilmu silat
Hoa san pai kita yang kalian sudah pelajari. Guru gurumu
tidak berat sebelah dan juga tidak pilih kasih. Sesungguhnya
anak itu sendiri yang membuat kepandaiannya jadi
sempurna dan sebaik itu. Tahukah kalian bahwa sekarang
aku sendiripun agaknya takkan dapat menandinginya?
Anak itu amat maju karena bakatnya dan karena ia
memang tekun sekali melatih diri.”
Tiga orang muda itu menjadi amat kagum dan setelah
mereka mengingat ingat, memang betul bahwa semua
gerakan Bi Lan ketika menghadapi hwesio tadi, tidak ada
yang tidak mereka kenal. Akan tetapi bagaimanakah ilmu
silat Bi ciong kun saja dapat dipergunakan untuk
menghadapi Tiauw It Hosiang yang memiliki kepandaian
begitu tinggi?
“Tinggi dan rendahnya tingkat kepandaian seorang,
bahkan semata mata tergantung pada ilmu silatnya, akan
tetapi terutama sekali tergantung kepada orang yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memainkannya.” Tan Seng memberi penjelasan. “Ilmu silat
yang biasa dan sederhana saja dapat menjadi ilmu yang
amat tangguh dan lihai jika dimainkan oleh seorang yang
telah menguasainya betul betul dan yang melatihnya
sampai ilmu silat itu seakan akan mendarah daging
sehingga gerakan gerakannya menjadi otomatis. Sebaliknya
ilmu silat yang bagaimana tinggipun akan percuma saja
apabila dimainkan oleh orang yang hanya menguasai
kulitnya saja.”
Ketiga murid Hoa san pai ini mendengarkan sambil
menundukkan kepala dan mereka berjanji di dalam hati
akan berlatih lebih tekun lagi. Tak lama kemudian,
datanglah Bi Lan berlari larian dengan wajah girang.
Ternyata, benar sebagaimana kata kong kongnya tadi,
sebentar saja twa suhunya. Liang Gi Tojin atau juga disebut
Liang Gi Cinjin, dapat memulihkan lengan kanannya yang
lumpuh, bahkan lalu menjanjikan untuk mengajar rahasia
Ilmu Pi ki hu hiat (Menutup Hawa Melindungi Jalan
Darah) untuk menghindarkan serangan totokan lawan.
“Twa suhu, ji suthai dan sam suhu dengan girang minta
suheng dan suci datang di ruang besar,” kata Bi Lan sambil
memegang lengan Ling In. “Suci, kau menjadi makin cantik
jelita saja!”
Ling In memeluk sumoinya dan berkata dengan bangga,
“Sumoi, kaulah yang amat manis dan kepandaianmu benar
mengagumkan hatiku.”
“Ah, bagaimana suci bisa bilang begitu kalau melawan
seorang gundul saja aku sampai terkena totokannya?”
Sepasang alis Bi Lan berkerut dan ia benar benar merasa
amat penasaran dan tidak puas.
“Tapi kau tadi boleh bilang telah mendapat kemenangan,
sumoi!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Aku tidak puas, suci. Aku masih belum patut menyebut
diri sendiri berkepandaian kalau menghadapi seorang
seperti Tiauw It Hosiang saja masih terluka. Aku harus
belajar lebih giat lagi!”
Diam diam Ling In menjadi makin kagum dan ia
membenarkan kata kata susioknya tadi tentang kebesaran
semangat Bi Lan dalam pelajaran ilmu silat.
Mereka lalu menuju ke ruang besar dalam kuil di mana
telah menanti Liang Gi Tojin, Liang Bi Suthai, dan Liang
Tek Siangseng. Tokoh tokoh Hoa san pai ini merasa girang
melihat kedatangan murid murid mereka, dan ketika
mendengar tentang penyerbuan Tiauw It Hosiang, Liang Bi
Suthai menjadi marah. Memang tokouw ini berwatak keras.
Sambil mengepal tangannya ia berkata,
“Orang orang Go bi pai memang sombong sekali! Aku
tahu mereka itu tentu masih menaruh hati dendam karena
dahulu aku telah membunuh penjahat yang ternyata anak
murid mereka itu. Baiklah, lain kali aku sendiri akan datang
ke sana untuk membereskan hal ini agar jangan berlarut
larut menjadi permusuhan besar !”
Liang Gi Tojin menarik napas panjang. “Sumoi,
memang sebaiknya kalau kau membereskan urusan ini
dengan Kian Wi Taisu, ketua Go bi pai sendiri. Akan tetapi
harap kau suka berlaku sabar agar jangan membikin ribut
pula Go bi san.” Setelah berkata demikian. Liang Gi Tojin
lalu bertanya kepada muridnya, “Bu Tek, bagaimana
dengan penyelidikanmu tentang Gua Makam Pahlawan?
Apakah kedatanganmu sekarang ini ada hubungannya
dengan itu?”
“Betul suhu. Teecu mendengar dari orang orang kang
ouw bahwa Gua Makam Pahlawan yang dimaksud oleh
Tan susiok itu berada di puncak Tapie san di sebelah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
selatan Sungai Huai kiang. Akan tetapi .....” Pemuda yang
gagah ini mengerutkan keningnya seakan akan ada sesuatu
yang membuat dia merasa ngeri.
“Bagaimana, Bu Tek? Apa yang hendak kau katakan?”
Liang Tek Sianseng mendesak.
“Teecu mendengar berita yang amat menggelisahkan,
susiok,” jawab Bu Tek. “Menurut berita yang teecu dengar,
Pegunungan Ta pie san adalah tempat yang amat berbahaya
kalau tidak boleh disebut tak mungkin didatangi manusia.
Di sana menjadi pusat dari pada perkumpulan rahasia Hui
eng pai (Perkumpulan Garuda Terbang) dengan tiga orang
ciang bun jin (ketua) mereka yang amat terkenal jahat dan
ganas, yakni Hui to Sam eng.” Memang tiga orang ketua
dari perkumpulan Hui eng pai menggunakan nama julukan
di mana terdapat huruf huruf Hui eng, akan tetapi Hui to
sam eng kalau diterjemahkan boleh juga diartikan Tiga
Pendekar Golok Terbang, karena biarpun dituliskan jauh
berbeda namun Eng dapat diartikan Garuda atau Pendekar.
Mendengar keterangan ini, Liang Gi Tojin mengangguk
angguk “Pantas saja mereka itu tidak kelihatan lagi, tidak
tahunya bersembunyi di Gunung Ta pie san. Memang
mereka itu terkenal suka sekali mencari permusuhan dan
tidak memandang kepada golongan lain. Akan tetapi,
apakah jalan menuju Gua Makam Pahlawan itu hanya
dapat dilakukan melalui tempat tinggal Hui eng pai saja?”
“Memang ada jalan mendaki dari jurusan lain, suhu.
Akan tetapi menurut keterangan orang kang ouw, bahkan
jalan yang lain itu lebih berbahaya lagi, karena kabarnya di
situ bersembunyi Coa ong Sin kai.”
Kini empat orang tokoh Hoa san pai itu terkejut. “Apa?
Setan pemelihara ular itu masih hidup?” kata Liang Tek
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sianseng. “Kukira dia tewas dalam tangan Thian te Siang
mo.”
Pada saat itu tiba tiba terdengar suara ketawa bergelak
dari luar kuil. Cepat sekali adalah gerakan Bi Lan, karena
sebelum lain orang melakukan sesuatu gerakan, gadis ini
telah melompat keluar.
Suara ketawa itu disambung oleh kata kata yang parau
menyeramkan, “Siapa bilang Coa ong Sin kai tewas? Dia
tidak akan dapat mati karena memiliki tiga nyawa
cadangan, ha ha ha !”
Keempat tokoh Hoa san pai menjadi terkejut sekali dan
lalu melompat keluar untuk melihat siapa orangnya yang
demikian lihai sehingga dapat mendengar percakapan yang
dilakukan di dalam kuil. Bu Tek dan kedua adik
seperguruannya juga menyusul guru guru mereka keluar
dari kuil itu dengan hati berdebar!
Ketika semua orang tiba di luar, mereka melihat Bi Lan
sedang bertempur melawan seorang kakek tinggi kurus yang
bermata liar. Kakek itu bertempur sambil tertawa tawa
menghadapi Bi Lan dengan tangan kosong sedangkan gadis
itu yang menggunakan pedangnya nampak tak berdaya dan
dipermainkan saja oleh kakek tinggi kurus itu.
“Coa ong Sin kai !” Liang Tek Sianseng berseru kaget
lalu kedua kakinya bergerak dan melompatlah ia ke tempat
pertempuran itu. Tangan kanannya telah memegang senjata
Poan koan pit, yakni senjatanya yang dapat dipergunakan
untuk menulis. “Harap kau jangan mencari permusuhan
dengan kami orang orang Hoa san pai,” serunya.
Akan tetapi Coa ong Sin kai tertawa bergelak. “Ha ha
ha, kalian masih menjaga di Hoa san? Ha ha ha, nona kecil
ini manis sekali, aku suka padanya. Ada jodoh antara dia
dan aku, ha ha!” Sambil berkata demikian tanpa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memperdulikan Liang Tek Sianseng kakek yang seperti gila
ini lalu menggerakkan kedua tangannya. Tahu tahu pedang
di tangan Bi Lan telah kena ditangkapnya. Sungguh
mengherankan dan hebat sekali kakek ini yang dapat
menangkap pedang tajam begitu saja dengan tangannya! Bi
Lan menggunakan tenaganya membetot dengan maksud
melukai tangan kakek itu, akan tetapi alangkah herannya
ketika ia mendapat kenyataan bahwa pedangnya itu telah
patah menjadi dua! Sebelum ia hilang kagetnya, tiba tiba ia
merasa tubuhnya lemas karena jari jari tangan kiri kakek itu
telah mencengkeram pundaknya dan menekan jalan
darahnya. Di lain saat ia telah dikempit oleh Coa ong Sin
kai !
“Setan gila, kaulepaskan muridku!” Liang Bi Suthai
dengan marah sekali maju menerjang dan memukul dengan
kepalan tangannya. Angin pukulannya membuat pakaian
Coa ong Sin kai yang compang camping itu berkibar, akan
tetapi kakek gila ini dengan gerakan yang aneh dapat
mengelak dan membalas serangan itu dengan pukulan
pukulan berantai. Memang hebat sekali kepandaian Coa
ong Sin kai. Biarpun tangan kirinya memondong tubuh Bi
Lan yang tak berdaya karena tertotok, namun tangan
kanannya dan kedua kakinya masih dapat bergerak dengan
amat cepatnya dan menghadapi serangan berantai ini,
Liang Bi Suthai sendiri tokoh kedua dari Hoa sanpai
sampai berlompatan mundur untuk menyelamatkan diri !
Kembali Coa ong Sin kai tertawa bergelak. “Anak ini
berjodoh dengan aku, jangan kalian menghalangi. Ha ha
ha!”
“Coa ong Sin kai, kau manusia iblis. Lepaskan
muridku!” Liang Gi Tojin menggerakkan tubuhnya dan
menyerang dengan ilmu silat Hoa san pai yang paling
berbahaya. Liang Gi Tojin adalah seorang ahli kebatinan,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jarang sekali ia mengeluarkan ilmu silatnya, akan tetapi
kalau ia sudah mau mengeluarkannya, ternyata bahwa
semua gerakannya adalah ilmu ilmu silat yang paling lihat
dari Hoa san pai. Juga tenaga lweekangnya adalah paling
tinggi diantara adik adik seperguruannya. Namun Coa ong
Sin kai tidak menjadi gentar. Kini tangan kanannya telah
memegang senjatanya yang ringan sederhana, akan tetapi
lihai itu yakni sebatang bambu yang berwarna kuning
berbintik bintik hijau.
Tan Seng yang semenjak tadi melihat keadaan cucunya
dengan hati gelisah, kini dengan amat marah telah
mencabut goloknya dan menyerbu kakek gila itu,
membantu twa suhengnya. Demikianpun Liang Bi Suthai
dan Liang Tek Sianseng, cepat maju mengurung sehingga
kakek gila itu kini terkurung dan dikeroyok oleh empat
tokoh Hoa san pai !
Lie Bu Tek, Thio Ling In dan Gan Hok Seng hanya
menonton saja dengan hati berdebar, karena melihat
gerakan kakek gila itu, mereka tahu bahwa tidak akan ada
gunanya kalau mereka ikut mengeroyok Kepandaian kakek
itu terlalu tinggi dan kalau mereka membantu, bahkan
hanya akan mengganggu pengeroyokan empat orang tua
itu.
Ketika tadi menghadapi Liang Gi Tojin, biarpun
ditambah lagi dengan Tan Seng, kakek gila itu masih dapat
menahan bahkan dapat membalas serangan serangan
mereka. Akan tetapi kini setelah empat orang tokoh Hoa
san pai yang rata rata berkepandaian tinggi itu maju semua
mengeroyok Coa ong Sin kai menjadi sibuk juga. Kalau saja
ia tidak sedang memondong tubuh Bi Lan, mungkin ia
takkan kalah dan akan dapat merobohkan empat orang
pengeroyoknya. Sebaliknya, serakan empat orang tokoh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hoa san pai itupun tidak leluasa karena mereka takut kalau
kalau serangan mereka akan mengenai tubuh Bi Lan.
Tiba tiba kakek itu tertawa lagi dan berkata. “Kalian
curang, main keroyokan! Sudah, aku pergi!” Ia lalu
menggunakan tubuh Bi Lan yang dipegang kedua
lengannya untuk diputar sedemikian rupa sebagai pengganti
senjata! Tentu saja Liang Gi Tojin dan adik adik
seperguruannya menjadi terkejut sekali dan melompat
mundur agar jangan sampai melukai Bi Lan sendiri dan
dengan demikian, Coa ong Sin kai dengan enaknya dapat
turun gunung dan melarikan Bi Lan !
“Celaka!” Tan Seng membanting banting kakinya.
“Kalau dia mengganggu Bi Lan, aku akan mengadu nyawa
dengan dia !”
“Percuma saja kita mengejarnya,” kata Liang Gi Tojin
“Dia tidak waras otaknya, kalau kita mendesak mungkin
dia bahkan membunuh Bi Lan. Kita harus mengikutinya
diam diam dan mencari kesempatan untuk merampas Bi
Lan kembali. Lagi pula, biarpun dia terganggu otaknya,
kulihat sinar matanya tidak mengandung kebuasan
terhadap Bi Lan, tidak ada hawa nafsu jahat terbayang pada
matanya. Maka aku yakin bahwa dia takkan mengganggu
Bi Lan.”
“Kalau tidak hendak mengganggu, mengapa dia
menculik Bi Lan ?” tanya Liang Bi Suthai dengan kening
berkerut, tanda bahwa ia sedang gelisah sekali.
Liang Gi Tojin menggerakkan pundaknya. “Siapa tahu
jalan pikiran seorang gila? Mungkin diambil anak, mungkin
diambil sebagai murid siapa tahu?”
“Dia tadi menyatakan ada jodoh, kurasa dia ingin
mengambil murid kepada Bi Lan.” kata Liang Tek Sianseng
dengan suaranya yang halus seperti lazimnya suara seorang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terpelajar. “Biarpun dia gila, akan tetapi seorang yang
berkepandaian silat tinggi tentu akan dapat dengan mudah
melihat bakat bakat yang luar biasa dalam diri Bi Lan dan
tentu inilah yang menarik hatinya untuk mengambil Bi Lan
sebagai muridnya.”
Semua orang membenarkan dugaan ini dan hati mereka
agak merasa lega. Betapapun juga, Tan Seng mengambil
keputusan untuk menyelidiki dan mengejar ke Ta pie san,
sekalian hendak mencari Goa Makam Pahlawan seperti
yang diterangkan oleh Lie Bu Tek tadi. Tiga orang murid
Hoa san pai itu menyatakan hendak ikut dengan Tan Seng,
karena merekapun merasa sedih mengingat akan nasib Bi
Lan dan ingin sekali turun tangan membantu susiok mereka
dan menolong Bi Lan.
Adapun Liang Tek Sianseng lalu menyatakan hendak
mencari seorang tokoh terbesar di dunia kang ouw pada
waktu itu untuk dimintai pertolongannya. Ia percaya bahwa
kalau tokoh kang ouw ini yang mendatangi Coa ong Sin kai
dan menggunakan pengaruhnya, tentu kakek gila itu akan
mengembalikan Bi Lan ke Hoa san pai. Tokoh terbesar
pada waktu itu, yang namanya terkenal di seluruh penjuru
dunia, bukan lain adalah Pak Kek Siansu (Guru Dewa
Kutub Utara), seorang kakek sakti yang bertapa di Puncak
Pegunungan Lu liang san, yakni puncak yang disebut Jeng
in thia (Ruang Seribu Awan). Kakek ini dahulunya datang
dari utara, dari mana asalnya tak seorangpun
mengetahuinya, maka ia disebut Guru Dewa Kutub Utara.
Baru kira kira sepuluh tahun yang lalu ia bertapa di puncak
Gunung Lu liang san akan tetapi biarpun dia sendiri belum
pernah turun gunung dan mencampuri urusan dunia, semua
orang di dunia kang ouw tahu belaka bahwa kakek ini
memiliki kesaktian yang luar biasa sekali. Banyak sudah
tokoh tokoh dunia persilatan yang ingin menguji
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepandaian Pak Kek Siansu, akan tetapi apa yang selalu
terjadi? Jagoan jagoan ini setelah tiba di Jeng in thia,
dengan mudah dirobohkan oleh tiga orang kakek pelayan
yang selalu melayani keperluan Pak Kek Siansu, yang boleh
juga disebut sebagai murid muridnya! Baru menghadapi
pelayan pelayannya saja sudah tak ada yang dapat
mengalahkan, apalagi kalau Pak Kek Siansu turun tangan
sendiri! Akan tetapi kakek sakti ini tak pernah mau turun
tangan, bahkan banyak sudah yang tunduk baru mendengar
wejangan dan melihat sikapnya saja.
Biarpun Pak Kek Siansu tak pernah mencampuri urusan
dunia ramai, akan tetapi oleh karena ia terkenal sakti, maka
ia disegani dan dihormati oleh semua golongan, baik dari
golongan orang orang kang ouw yang gagah perkasa,
maupun dari mereka yang memilih jalan hitam dan dikenal
sebagai orang orang jahat.
Dan oleh karena menganggap bahwa perbuatan Coa ong
Sin kai yang menculik murid perempuannya itu keterlaluan
sekali, maka Liang Tek Sianseng mengambil keputusan
untuk melaporkannya kepada Pak Kek Siansu dan mohon
pertolongannya agar murid itu dapat dilepaskan dari
kekuasaan Coa ong Sin kai, pengemis yang gila itu. Sudah
beberapa kali Liang Tek Sianseng mengunjungi Pak Kek
Siansu dan kakek sakti itu suka sekali kepada sasterawan
ini, yang selain pandai menulis syair, juga pandai sekali
bermain catur.
Pada hari itu juga, Liang Bi Suthai berangkat
meninggalkan puncak Hoa san. Pendeta wanita ini hendak
mengunjungi Go bi san dan hendak bertemu dengan Kian
Wi Taisu untuk menghilangkan segala kesalahpahaman
antara Hoa san pai dan Go bi pai.
Dengan demikian yang tinggal di kuil puncak Hoa san
hanya Liang Gi Tojin seorang. Pertapa ini sepeninggal
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
semua orang lalu duduk bersamadhi di dalam kamarnya,
mendoakan agar tugas sumoi dan sutenya akan berhasil
dengan baik dan semua orang dapat terhindar dari pada
malapetaka.
-ooo0dw0ooo-
Seperti pernah dituturkan di bagian pertama dari cerita
ini, Gunung Ta pie san di bagian timur merupakan daerah
yang amat sukar dilewati orang, penuh dengan hutan hutan
yang amat dalam. Belum pernah ada orang berani mendaki
Gunung Ta pie san melalui lereng timur, maka Goa Makam
Pahlawan tempat bertapa ThianTe Siang mo itu belum
pernah terlihat oleh siapapun juga Hanya ada beritanya
didengar orang bahwa di puncak Ta pie san terdapat goa
penuh tengkorak yang disebut Makam Pahlawan, akan
tetapi jarang sekali ada orang yang pernah menyaksikan
dengan mata sendiri.
Jalan yang paling aman untuk mendaki bukit itu adalah
dari selatan dan bahkan semenjak mulai dari kaki gunung
terus naik ke lerengnya terdapat dusun dusun kecil yang
penduduknya hidup bertani. Dan di lereng sebelah selatan
inilah adanya Coa ong Sin kai yang membawa ularnya dan
yang telah banyak mengorbankan banyak nyawa anak kecil
sebagaimana pernah dituturkan, di mana ia dapat
dikalahkan oleh Go Ciang Le, murid tunggal dari Thian Te
Siang mo !
Adapun bagian yang dipergunakan untuk markas besar
atau tempat persembunyian perkumpulan rahasia Hui eng
pai, adalah di lereng sebelah barat di mana banyak terdapat
hutan hutan liar dan binatang binatang buas. Oleh karena
kepergian mereka ke Ta pie san memang hendak mencari
jejak Coa ong Sin kai di samping tujuan untuk mencari Goa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Makam Pahlawan, maka Tan Seng dan tiga orang murid
keponakannya mengambil jalan dari selatan. Setiap kali
mereka masuk ke dalam sebuah dusun, Tan Seng lalu
mengajukan pertanyaan kepada penduduk tentang Coa ong
Sin kai, akan tetapi tiada seorangpun pernah mendengar
tentang kakek yang bernama Coa ong Sin kai.
Akan tetapi setelah mereka tiba di lereng yang agak
tinggi, di dalam sebuah dusun mereka mendengar berita
yang amat mendebarkan hati Tan Seng. Ia mendengar
beberapa bulan yang lalu, di dalam hutan terdapat seorang
siluman dengan ularnya yang suka makan anak anak kecil,
kemudian datang seorang pemuda yang mereka sebut
sebagai Hwa i eng hiong yang telah membunuh ular itu dan
telah mengusir siluman tinggi kurus itu.
Ketika para petani itu menggambarkan keadaan siluman
itu, tidak ragu ragu lagi hati Tan Seng, bahwa siluman itu
tentu Coa ong Sin kai. Akan tetapi, siapakah pemuda itu?
Mungkinkah…? Tan Seng tak berani melanjutkan jalan
pikiran dan renungannya. Akan tetapi, kini bernyala api
harapan di dalam hatinya. Tak mungkin kalau keturunan
satu satunya dari puterinya lenyap begitu saja. Tak mungkin
kalau semangat kepahlawanan dari mantunya, yaitu Go Sik
An, akan habis demikian saja dan tidak menurun kepada
putera tunggalnya, yang lenyap semenjak kecil. Hwa i
enghiong? Pendekar Baju Kembang? Terbayanglah di depan
mata Tan Seng baju kembang dari mantunya yang dipakai
ketika mantunya mati digantung oleh tentara Kin dan
berdengunglah dalam telinganya pesan isterinya agar
supaya kelak Ciang Le putera tunggalnya itu selalu
mengenakan baju kembang! Apakah hubungan Hwa i
enghiong, yang telah mengalahkan Coa ong Sin kai itu
dengan putera dari Tan Ceng, puterinya?
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi, tentu saja orang orang dusun itu tidak dapat
menceritakan banyak banyak, karena mereka sendiripun
tidak tahu siapa nama sebetulnya dari Hwa i enghiong yang
tidak mau menyebutkan namanya itu. Juga ketika mereka
itu ditanyai tentang Goa Makam Pahlawan, semua orang
dusun itu menggeleng kepala. Jangankan mengetahui,
mendengarpun belum pernah !
Tan Seng dan murid murid keponakannya melanjutkan
perjalanannya. Makin tinggi mereka mendaki, makin liarlah
hutan hutan di gunung itu dan kini tidak terdapat rumah
orang sama sekali. Keadaan mulai menyeramkan, hutan
hutan itu benar benar besar dan liar. Beberapa kali mereka
melihat ular ular besar bergantungan di pohon dan
terdengar auman binatang binatang buas. Mereka berempat
adalah orang orang gagah yang memiliki ilmu kepandaian
tinggi, tentu saja tidak merasa takut dan melanjutkan
perjalanan tanpa banyak cakap.
Tan Seng yang memimpin rombongan ini maju terus,
sama sekali tidak mengira bahwa rombongannya mulai
membelok ke barat. Sukar sekali di dalam hutan hutan liar
dan jalan yang sukar itu untuk mengenal arah mata angin.
Setelah berjalan beberapa jauhnya dan tiba di tebing yang
meninggi, barulah dengan terkejut Tang Seng sadar bahwa
mereka telah tersesat !
“Jangan jangan kita memasuki daerah Hui eng pai“
katanya perlahan.
Sebagai jawaban dari dugaannya! “Auw.... auw…
auuuuuww…” Suara ini bergema di seluruh hutan di
sebelah bawah! Kemudian terdengar jawaban yang sama
dari hutan di sebelah atas! Berdiri bulu tengkuk Ling In
ketika ia mendengar suara yang aneh itu saut menyahut dari
atas dan bawah. Suara itu mula mula rendah, kemudian
meninggi seperti lengking yang menyakitkan telinga.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Suara apakah itu, susiok?” tanya Ling In kepada Tan
Seng.
Kakek petani itu menggeleng kepalanya “Entahlah, Ling
In. Aku sendiripun belum pernah mendengar suara seperti
itu.”
“Seperti suara srigala,” kata Lie Bu Tek yang banyak
pengalaman.
“Suara serigala tidak meninggi seperti itu, suheng. Juga
tidak terus menerus. Lebih menyerupai suara monyet besar
atau mungkin suara… manusia!” kata Gan Hok Seng yang
sebagai seorang piauwsu tentu saja banyak pula melakukan
perjalanan melalui hutan hutan besar.
Tiba tiba Tan Seng berseru. “Awas am gi (senjata
gelap)!” Dan kakek lihai ini lalu mengebut dengan ujung
lengan bajunya. Sebatang anak panah jatuh ke bawah
terpukul oleh lengan bajunya. Serangan anak panah gelap
ini disusul oleh serangan banyak sekali senjata rahasia yang
menghujani mereka sehingga empat orang ini dengan sibuk
sekali memutar senjata masing masing untuk menangkis.
Suara yang menyeramkan tadi kini telah lenyap.
“Kami adalah pengembara pengembara dari Hoa san pai
kalau tanpa disengaja melanggar wilayah orang orang
gagah, harap dimaafkan!” kata Tan Seng dengan suara
keras sekali karena ia mengerahkan lweekangnya. Benar
saja, serangan senjata senjata gelap itu berhenti dengan tiba
tiba dan dari atas pohon pohon yang besar itu terdengar
suara, “Jangan bergerak dan pergi dari sini sebelum ada
putusan dari pangcu (ketua)!”
Tan Seng dan murid murid keponakannya menengok ke
atas pohon dari mana suara itu datang, akan tetapi tidak
terlihat seorangpun di sana. Kemudian terdengar pula suara
lengking tinggi dan dari jauh terdengar balasan terus
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menerus berbunyi dan yang lama lama menjadi dekat
seakan akan suara itu dikeluarkan oleh seekor burung yang
sedang terbang datang. Kemudian dengan gerakan yang
luar biasa ringan dan cepatnya, tahu tahu di atas pohon
depan Tan Seng telah bergoyang goyang dan ketika mereka
memandang terlihatlah seorang laki laki tinggi besar yang
bermuka merah telah berdiri di atas cabang pohon itu. Laki
laki ini usianya kurang lebih empat puluh tahun dan
mukanya
mengingatkan
orang akan
tokoh
peperangan di
jaman Sam kok
yang bernama
Kwan In Tiang!
Hanya bedanya,
kalau Kwan In
Tiang memiliki
sepasang mata
yang bernyala
nyala dan
membayangkan
kegagahan dan
kejujuran,
adalah orang
bermuka merah
di atas cabang
pohon ini memandang ke arah Ling In dengan sinar mata
seorang mata keranjang.
“Sam pangcu dari Hui eng pai telah tiba, diminta orang
orang yang di bawah memberi hormat,” terdengar seruan
dari atas pohon.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ucapan ini membuat Bu Tek, Ling In dan Hok Seng
menjadi mendongkol sekali, karena mereka merasa betapa
mereka direndahkan orang. Mereka tidak sudi memberi
hormat, hanya berdiri tegak dengan senjata di tangan dan
siap sedia menghadapi segala kemungkinan sebagai
layaknya orang orang gagah.
Akan tetapi Tan Seng yang sudah tua dan
berpengalaman, ternyata lebih sabar dan tenang. Ia lalu
menghadapi si muka merah itu, tersenyum ramah dan
menjura untuk memberi hormat sebagaimana pantasnya
seorang tamu kepada tuan rumahnya, lalu berkata, “Ah,
tidak tahunya lohu (aku yang tua) telah tersesat dan tanpa
disengaja memasuki wilayah Hui eng pai. Maaf, maaf,
betapapun juga ada girang dalam hati kami karena
mendapat kesempatan untuk bertemu dengan sam pangcu
(ketua ke tiga) dari Hui eng pai. Sudah lama kami
mendengar nama besar dari Hui to Sam eng!”
Si muka merah itu dengan sombongnya memandang
kepada Tan Seng, lau berkata dengan suaranya yang
mengguntur, “Kalian tadi mengaku orang orang Hoa san
pai, dan melihat pakaianmu serta usiamu, agaknya takkan
keliru kalau aku menduga kau adalah orang ke empat diri
Hoa san yang bernama Tan Seng dan yang menjadi mertua
dari Go Sik An, orang yang mengaku bun bu cwan jai (ahli
silat dan surat) akan tetapi yang ternyata mati sebagai
pengkhianat di tiang penggantungan?”
Merahlah wajah Tan Seng mendengar ini, akan tetapi ia
tetap masih dapat menahan kesabarannya.
“Tanpa disengaja kami memasuki wilayah Hui eng pai,
dan kuulangi lagi permintaan maaf kami yang sebesar
besarnya. Kami datang tanpa disengaja, tidak mengandung
maksud buruk dan juga tidak ingin mengganggu atau
diganggu. Oleh karena itu, harap sam pangcu maafkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kalau kami hendak melanjutkan perjalanan dan mencoba
keluar dari wilayah ini.”
Setelah berkata demikian, tanpa perdulikan si muka
merah, Tan Seng lalu memberi tanda kepada murid murid
keponakannya untuk pergi dari situ dan membelok ke arah
timur.
“Hm. tidak begitu mudah, orang she Tan !” tiba tiba si
muka merah berkata dengan keras.
Tan Seng menjadi mendongkol dan ia berhenti lalu
menengok. “Sam pangcu, apakah yang kau kehendaki dari
kami?”
Si muka merah itu menggerakkan tangan kirinya dan
meluncurlah delapan sinar perak di sekeliling Tan Seng dan
murid murid keponakannya dan ternyata bahwa sinar perak
itu adalah delapan batang golok kecil yang kini menancap
di atas tanah, mengurung mereka dari delapan penjuru! Si
muka merah itu telah membuktikan kelihaiannya dalam
penggunaan hui to (golok terbang) yakni golok yang
disambitkan seperti senjata rahasia, akan tetapi yang dapat
juga dipergunakan sebagai senjata dalam pertandingan silat.
Diam diam Tan Seng memuji karena sekaligus dapat
melepaskan delapan batang hui to bukanlah pekerjaan yang
mudah, selain membutuhkan tenaga lweekang yang kuat,
juga memerlukan latihan yang lama dan tekun Gerakan
pelemparan hui to ini disusul oleh melayangnya tubuh yang
tinggi besar itu. Pantas saja pangcu ini dijuluki Hui eng atau
Garuda Terbang, karena memang gerakannya, amat indah
dan ringan sungguhpun tubuhnya tinggi besar. Kedua
kakinya tidak mengeluarkan suara ketika ia turun dan
berdiri menghadapi Tan Seng dan murid murid
keponakannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi, tentu saja tokoh Hoa san pai yang memiliki
ilmu kepandaian tinggi itu tidak merasa gentar bahkan tiga
orang murid keponakannya juga tidak merasa takut. Ling In
merasa benci dan muak sekali melihat betapa kepala
gerombolon itu memandangnya seperti seekor harimau
lapar memandang seekor kelinci yang gemuk! Ia beberapa
kali membuang muka apabila pandangan matanya kertemu
dengan pandangan mata si muka merah itu.
“Orang orang Hoa san, dengarlah. Aku adalah Ciu Hoan
Ta, orang ke tiga dari Hui to Sam eng yang tentu kalian
telah mendengar namanya! Kalian bilang tidak bermaksud
jahat biarpun telah melanggar dan memasuki wilayah kami?
Baik, baik, biar aku percaya saja omonganmu. Akupun
takkan mengganggu kalian, akan tetapi ketahuilah bahwa
kami Hui eng pai mempunyai peraturan sendiri bagi siapa
yang telah memasuki daerah kami!”
“Apakah bunyi peraturanmu itu ?” tanya Tan Seng dan
ketiga orang murid keponakannya mendengarkan dengan
penuh perhatian.
“Ada tiga macam. Pertama, yang kuat menjadi sahabat.
Ke dua, yang lemah masuk tanah dan ke tiga, yang indah
menjadi hadiah! Siapapun juga asal sudah memasuki
daerah kami, mau tidak mau harus tunduk terhadap
peraturan peraturan kami ini!”
Tan Seng menjadi pucat mendengar ucapan ini, juga
Hok Seng menjadi marah sekali mukanya. Inilah tanda
bahwa Tan Seng dan Hok Seng yang mengetahui maksud
peraturan itu, telah marah sekali. Sebagai seorang piauw su
Hok Seng banyak berhadapan dengan bangsa perampok,
maka ia mengerti istilah istilah di atas, adapun Tan Seng
memang sudah banyak pengalaman maka tahulah dia
bahwa si muka merah ini tidak bermaksud baik. Akan tetapi
ia berpura pura tidak tahu dan minta penjelasan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Apakah maksudmu dengan yang pertama bahwa siapa
yang kuat menghadapi pertandingan pibu, akan dijadikan
sahabat?”
“Betul, betul, kau memang pandai, oran she Tan!”
“Dan yang keduanya, kalau kalah dalam pibu sampai
meninggal dunia, tidak boleh, menaruh dendam dan
dianggap sudah sepantasnya menjadi isi tanah?” kata pula
Tan Seng tanpa memperdulikan kegirangan yang terbayang
pada wajah Ciu Hoan Ta.
“Tepat sekali, memang demikianlah !”
“Dan yang ke tiga, kau menghendaki semua barang
barang, perbekalan kami yang indah indah, atau tegasnya,
kau hendak merampok kami?”
“Ha ha ha, salah! Kali ini kau keliru, orang she Tan.
Ketahuilah bahwa biarpun pada umumnya anak buahku
memang menghendaki barang barang indah, akan tetapi
aku Ciu Hoan Ta tidak butuh akan barang barang indah!
Aku telah cukup kaya dan mempunyai banyak emas dan
perak. Barang indah yang kali ini kubutuhkan bukanlah
benda mati.”
Sepasang mata Tan Seng mengeluarkan cahaya berapi.
Biarpun ia merasa marah sekali karena sudah dapat
menduga apa yang dimaksudkan oleh Ciu Hoan Ta, namun
ia masih menahan sabar.
“Apa maksudmu, orang she Ciu?” tanyanya dengan
sabar.
“Dengarlah, sahabat sahabat dari Hoa san pai.
Mengingat bahwa kita adalah orang orang gagah yang
menghargai persahabatan, biarlah aku Ciu Hoan Ta
membebaskan kalian dari pibu. Kuanggap kalian ini cukup
gagah perkasa untuk dijadikan sahabat, bahkan untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dijadikan keluarga! Adapun tentang yang ke tiga, aku… aku
adalah seorang jejaka! Aku belum menikah dan nona ini.....
nona ini cocok sekali untuk mempererat tali persaudaraan
antara Hui eng pai dan Hoa san pai. Berikan nona ini
sebagai isteriku, dan kalian tidak saja akan dibebaskan,
bahkan, akan dijadikan tamu tamu agung dari Hui eng pai.”
Setelah berkata demikian untuk menutupi rasa jengah yang
mengganggunya, Ciu Hoan Ta lalu tertawa bergelak.
“Bangsat tak kenal malu!” tiba tiba Ling In memaki dan
cepat ia menyerang dengan pedangnya, ditusukkan ke arah
leher Ciu Hoan Ta. Akan tetapi Ciu Hoan Ta sambil
tersenyum cepat melompat ke belakang.
“Jangan main main dengan pedang, nona manis. Kalau
terluka, aku suamimu akan menjadi susah!”
“Keparat bermulut kotor!” Ling In hendak menyerang
lagi, akan tetapi tiba tiba lengannya dipegang oleh Tan Seng
yang memberi isyarat dengan mata kepadanya. Dengan
marah sekali. Ling In mengundurkan diri dan berdiri di
sebelah Lie Bu Tek dan Gan Hok Seng yang juga sudah tak
dapat menahan kesabaran mereka lagi.
“Ciu Hoan Ta mengapa kau berlaku keterlaluan kepada
kami orang orang Hoa san pai?”
“Apa? Aku mengajukan pinangan secara baik baik, kau
masih mengatakan aku keterlaluan?” bentak Ciu Hoan Ta.
“Bagaimana kalau kami menampik?”
Ciu Hoan Ta tertawa besar, diikuti oleh semua anak
buahnya yang kini nampak muncul dari balik pohon pohon
dan daun daun pohon di atas.
“Menampik? Berarti kalian binasa, kecuali calon
isteriku.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ciu Hoan Ta, aku mendengar bahwa Huito Sam eng
adalah orang orang gagah, apakah kau juga merasa sebagai
seorang gagah berani dan tidak curang?”
Ciu Hoan Ta membelalakkan matanya. “Sekali lagi kau
mengatakan aku tidak gagah dan curang, golok terbangku
akan bicara!”
Tan Seng tersenyum mengejek dan menggerak gerakkan
kepalanya. “Ciu Hoan Ta, kalau memang betul kau gagah
perkasa dan tidak curang, aku Tan Seng, orang tua lemah
dari Hoa San pai, pada saat ini juga menantang kepadamu
untuk mengadu kepandaian secara laki laki! Kalau aku
kalah dan tewas di tanganmu sudahlah, kau boleh lakukan
apa yang kau suka. Akan tetapi kalau kau kalah olehku, kau
harus membebaskan murid murid keponakanku yang tiga
ini. Bagaimana, beranikah kau?”
Bukan main marahnya Ciu Hoan Ta menerima
tantangan ini. Ia memang seorang yang berwatak keras dan
sombong, berbeda dari dua orang kakak seperguruannya
yang benar benar berkepandaian tinggi dan juga biarpun
menuntut kehidupan sebagai kepala kepala gerombolan,
namun masih menghargai peraturan dari dunia bu lim dan
kang ouw. Ciu Hoan Ta memang belum mempunyai isteri
yang sah, karena biarpun sudah seringkali ia menculik anak
bini orang tentu saja tidak boleh disebut sebagai isterinya
yang sah. Di dalam kesombongannya, Ciu Hoan Ta tadi
memandang rendah kepada Tan Seng yang memang
kelihatannya lemah dan seorang petani biasa saja, tidak
memegang senjata pula.
“Baik, baik, kalau memang kau yang sudah tua bangka
ini telah bosan hidup. Akan tetapi kalau kau mati, jangan
nona calon isteriku ini kelak merasa menyesal kepadaku!
Ha ha ha!” Diam diam Ciu Hoan Ta memberi tanda
dengan jari jari tangannya yang merupakan bahasa rahasia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dari perkumpulan Hui eng pai. Melihat isyarat ini, anak
anak buahnya maklum bahwa kalau ketua mereka nanti
terdesak, mereka diharuskan maju mengeroyok! Memang
Ciu Hoan Ta ini curang sekali wataknya.
Kemudian Cin Hoan Ta mencabut golok nya yang besar.
Gagang golok ini diikat dengan tali yang panjang dan
sambil menyeringai dan memandang dengan matanya yang
liar ke arah Ling In, Ciu Hoan Ta lalu membelit belitkan
tali golok itu kepada pergelangan tangan kanannya.
Kemudian ia menggerak gerakkan goloknya dan berkata.
“Kakek tua, lekas kau keluarkan senjatamu!”
Tan Seng tadi telah melihat gerakan orang kasar ini dan
biarpun harus ia akui bahwa kepandaian lawannya ini
benar benar lihai, namun ia merasa masih kuat
menghadapinya. Apalagi memang keistimewaan Tan Seng
terletak pada sepasang ujung lengan bajunya. Ujung lengan
bajunya dapat dipergunakan untuk menotok atau
menampar dan kelihaiannya tidak kalah oleh sepasang
golok atau pedang!
“Aku tak pernah memegang senjata, kau majulah!”
tantang Tan Seng.
Ciu Hoan Ta menjadi marah karena mengira bahwa
orang itu memandang rendah kepadanya. Sambil berseru
bagaikan seekor garuda menyambar, ia menubruk maju dan
membabat dengan goloknya yang bertali pada gagangnya
itu.
Tan Seng berlaku waspada dan cepat mengelak sambil
mengebutkan ujung lengan baju kiri di muka mata lawan
untuk membikin bingung, kemudian ia menggerakkan
ujung lengan baju kanan untuk menotok ke arah jalan darah
di iga lawannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Barulah Ciu Hoan Ta terkejut karena serangan tokoh
Hoa san pai ini benar benar lihai dan berbahaya sekali. Ia
cepat memutar goloknya untuk membabat ujung lengan
baju lawan, akan tetapi Tan Seng kembali dapat
menggerakkan ujung lengan baju sehingga terhindar dari
bacokan. Ciu Hoan Ta lalu mengeluarkan kepandaian
simpanannya, yakni Ilmu Golok Hui eng To hwat ( Ilmu
Golok Garuda Terbang ). Dia dan kedua suhengnya
menjadi terkenal dan ditakuti orang karena ilmu golok ini.
Memang sesungguhnya Ilmu Golok Hui eng To hwat ini
benar benar amat lihai, karena selain cepat dan tak terduga
gerakannya, juga banyak terdapat tipu tipu yang
menyesatkan.
Baiknya bagi Tang Seng bahwa Ciu Hoan Ta hanya
menguasai enam puluh bagian saja dari ilmu golok ini dan
terutama Sekali yang menyebabkan Ciu Hoan Ta kurang
berbahaya adalah wataknya yang sombong, tidak tenang
sehingga Tan Seng yang sudah berpengalaman itu dapat
menghadapinya dengan hati hati, mengelak dan menangkis
serangan lawannya yang membabi buta, sebaliknya
membalas dengan serangan serangan yang jitu dan tepat.
Baru saja lima puluh jurus mereka bertempur, nampak
dengan nyata bahwa Tan Seng lebih menang pengalaman
dan mulai mendesak lawannya. Hal ini dilihat pula oleh
anak buah Hui eng pai, maka sambil berseru keras, tujuh
orang pembantu Ciu Hoan Ta lalu menyerbu maju sambil
menggerakkan golok dan pedang.
“Jangan berlaku curang!” Lie Bu Tek melompat maju
dengan pedang di tangannya, demikian pula Ling In dan
Hok Seng cepat menghadang datangnya tujuh orang anak
buah Hui eng pai ini.
Sementara itu, berhubung terdesak, Ciu Hoan Ta lalu
mengeluarkan kepandaiannya yang terakhir. Tiba tiba ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berseru keras dan goloknya menyerang dengan sebuah
tusukan, akan tetapi Tan Seng melompat mundur, golok itu
terus menyerang, terlepas dari tangan pemegangnya dan
terbang mengarah leher kakek itu. Inilah keistimawaan ilmu
golok dari Ciu Hoan Ta. Golok itu pada gagangnya diikat
dengan tali yang dibelitkan pada pergelangan tangan dan
kini golok itu dipergunakan untuk disambitkan tanpa kuatir
golok itu akan hilang. Karena apabila serangan itu luput,
golok itu bisa ditarik kembali!
Tan Seng terkejut sekali dan ketika ia menyampok
dengan ujung lengan bajunya, terdengar suara membrebet
dan ujung lengan bajunya itu putus! Ia maklum bahwa
dengan disambitkan, golok itu akan lebih berbahaya
daripada kalau dipegang oleh Ciu Hoan Ta sendiri.
Melihat betapa goloknya berbasil membabat putus ujung
lengan baju Tan Seng, Ciu Hoan Ta tertawa bergelak dan
golok itu kembali ke tangannya. Kini ia menyerang lagi,
lebih hebat daripada tadi. Goloknya terbang memutar dari
kiri dan membabat ke arah leher Tan Seng dengan
kecepatan kilat! Akan tetapi Tan Seng telah bersiap sedia. Ia
maklum bahwa ia tidak mungkin terus menerus dapat
menghadapi serangan aneh ini, maka dengan keberanian
luar biasa sekali, ia menanti sampai golok itu terbang dekat.
Kemudian, sambil mengeluarkan seruan keras dan
mengerahkan lweekangnya, ia lalu menyambar dan
memukul golok itu dari pinggir sambil mengerahkan ilmu
Pukulan Sin ciang ia liong (Pukulan Sakti Menghantam
Naga). Bagaikan anak panah terlepas dari busurnya, golok
Ciu Hoan Ta itu membalik dan secepat kilat meluncur ke
arah dada tuannya! Ciu Hoan Ta mencoba untuk mengelak,
akan tetapi ia lupa bahwa golok itu terikat pada pergelangan
tangannya maka tetap saja golok itu ikut berobah arahnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan segera terdengar pekik mengerikan dan golok itu telah
menancap di dadanya hampir menembusi punggungnya.
Tan Seng terkejut sekali melihat hasil tangkisannya ini.
Ia tidak bermaksud membunuh Ciu Hoan Ta, maka
melihat, ini, ia lalu berkata cepat kepada murid murid
keponakanny.a. “Hayo lari ke timur !”
Pada waktu itu, anak buah Hui eng pai yang hendak
mengeroyok, menjadi kaget dan untuk sesaat mereka tidak
bergerak, memandang ke arah Ciu Hoan Ta yang sudah
roboh mandi darah tak bergerak lagi. Kemudian, setelah
melihat empat orang Hoa san pai itu lari, mereka berseru
keras dan mengejar sambil mengeluarkan suara yang
menyeramkan, “Mauw… auw... auw…!!”
Akan tetapi empat orang Hoa san pai memiliki ginkang
yang tinggi sehingga para pengejarnya dengan mudah dapat
tertinggal jauh dan suara teriakan mereka hanya terdengar
sayup sayup saja. Akan tetapi, tiba tiba setelah mereka tiba
di pinggir hutan sebelah timur, terdengar suara jawaban
yang luar biasa nyaringnya dari depan mereka! Tak lama
kemudian, bagaikan dua ekor burung garuda, menyambar
turun dua bayangan orang yang memiliki gerakan luar biasa
sekali gesitnya. Ketika Tan Seng dan murid murid
keponakannya memandang, di depan mereka telah berdiri
dua orang kakek berusia lima puluh tahun lebih yang
memandang dengan tajam ke arah mereka.
“Dari manakah datangnya orang orang yang telah berani
mengganggu anak buah Hui eng pai?” tanya yang seorang
yang memegang pedang. Yang seorang lagi memegang
sepasang tongkat bercagak.
Tan Seng menjura dan menjawab, “Siauwte adalah Tan
Seng dan tiga anak muda ini adalah murid murid
keponakanku. Kami datang dari Hoa san pai dan ternyata
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tanpa disengaja kami telah tersasar dan memasuki daerah
kekuasaan Hui eng pai.”
Kedua orang tua itu ketika mendengar bahwa empat
orang ini adalah orang orang Hoa san pai, lalu cepat
memberi hormat dan berkata, “Ah, kiranya Tan lo
enghiong dari Hoa san! Harap dimaafkan apabila anak
buah kami berlaku kurang ajar. Aku adalah Suma Kwan
Seng dan ini adikku, Suma Kwan Eng. Kamilah yang
menjadi ketua pertama dan ke dua dari Hui eng pai. Silakan
kalian mampir di tempat kami untuk menerima
penghormatan kami,” kata orang yang berpedang.
“Terima ksih, harap ji wi tidak kecewa. Lain kali saja
kami datang berkunjung, sekarang kami tidak ada waktu
lagi,” jawab Tan Seng sambil menjura. “Selamat berpisah!”
Setelah berkata demikian, Tan Seng lalu mengajak murid
murid keponakannya pergi dari situ secepatnya. Para
pengejar sudah semakin dekat, akan tetapi tiba tiba Suma
Kwan Eng mengangkat tongkatnya dan berseru, “Jangan
ganggu Tan lo enghiong dan murid muridnya! Mereka
adalah orang orang gagah yang patut dijadikan sahabat!”
Tan Seng menengok dan setelah mengucapkan “terima
kasih!” ia lalu melompat dan mengajak murid murid
keponakannya untuk berlari cepat cepat dari tempat itu!
Mereka telah keluar dari hutan dan kini telah berada di
luar daerah gerombolan Hui eng pai. Akan tetapi, setelah
mereka berlari sejauh empat li kurang lebih, tiba tiba
mereka mendengar seruan seruan dari belakang dan
tampaklah bayangan kedua saudara Suma ketua ketua dari
Hui eng pai itu.
“Hm, mereka tentu akan membalas dendam. Kita
bersiap sedia !” kata Tan Seng perlahan kepada Bu Tek dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
adik adiknya. Empat orang Hoa san pai ini mempersiapkan
senjata masing masing.
Benar saja, yang datang adalah Suma Kwan Seng dan
Suma Kwan Eng dan kini wajah mereka tidak seramah tadi.
Suma Kwan Seng memandang kepada Tan Seng dengan
mata bernyala, kemudian ia menegur, “Orang she Tan,
tidak tahunya kau telah nembunuh sute kami, Ciu Hoan
Ta!”
Tan Seng tersenyum tenang. “Saudara Suma Kwan
Seng, sebagai seorang kang ouw, apalagi sebagai ciangbujin
dari sebuah perkumpulan besar, kau tentu maklum akan
akibat dari sebuah pibu. Sutemu memaksa kepadaku untuk
mengadakan pibu dan ia tewas oleh goloknya sendiri.
Mengapa hal seperti ini saja diributkan? Kalau seandainya
di dalam pibu itu aku yang tewas, apakah kau akan ribut
ribut juga?”
Ketua pertama dari Hui eng pai itu membanting kakinya
dan sebuah batu hitam yang kebetulan berada di depannya
menjadi remuk! “Baiknya kau berada di luar daerah kami
dan karena memang betul ucapanmu tadi bahwa sute tewas
dalam sebuah pertempuran pibu, kami akan menahan diri
dan bersabar. Betapapun juga, kami tidak dapat
menyangkal bahwa kaulah yang menjadi gara gara. Kalau
kalian orang orang Hoa san pai tidak melanggar wilayah
kami dan tidak naik ke gunung ini, tak mungkin suteku
sampai tewas. Oleh karena itu, biarlah kami menahan
kesabaran, akan tetapi lain waktu kami akan membalas
kehormatan ini dan membalas kunjunganmu di Hoa san!”
setelah berkata demikian Suma Kwan Seng dan Suma
Kwan Eng lalu berkelebat dan sekali melompat mereka
telah kembali ke dalam hutan.
Tan Seng menarik napas panjang. “Baiknya mereka
masih menghargai kesopanan kang ouw dan entah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengapa, mereka agaknya takut untuk turun tangan di
daerah ini! Hm, tanpa disengaja, kita telah menanam bibit
permusuhan baru dan kukira kalau tadi mereka berdua
turun tangan, belum tentu kita akan dapat menang.
Kepandaian mereka jauh lebih tinggi dari pada kepandaian
Ciu Hoan Ta.”
Demikianlah, mereka lalu melanjutkan perjalanan
mereka ke timur, hanya berhenti untuk mengambil buah
buah dari dalam hutan dan untuk mengisi perut. Dua hari
kemudian, tibalah mereka di puncak bagian timur, tempat
yang jauh lebih menyeramkan lagi kalau dibandingkan
dengan bagian lain.
Setelah menjelajah dan memeriksa puncak itu setengah
hari lamanya, akhirnya mereka dapat menemukan juga gua
yang besar di mana dahulu Thian Te Siang mo membawa
masuk muridnya dan di mana kedua orang Iblis Bumi
Langit ini mengumpulkan jenazah jenazah orang orang
gagah yang tewas sebagai pahlawan bangsa!
Mula mula Tan Seng hanya melihat gua yang kecil saja,
yang hanya dapat dimasuki oleh tubuh seorang. Dengan
Tan Seng memelopori di depan, empat orang ini memasuki
gua itu dan makin dalam mereka masuk, gua itu makin
lebar dan besar sekali. Akan tetapi gelapnya bukan main
dan tiba tiba Ling In berbisik, “Susiok. mengapa baunya
demikian tidak enak?”
“Ah, benar, suci,” kata Hok Seng, “aku jadi teringat….”
Ia tidak melanjutkan bicara.
“Teringat apa. sute?”
“Teringat… teringat akan bau mayat!”
Berdiri bulu tengkuk Ling In ketika ia mendengar ini.
Gadis ini berjalan paling belakang, maka tak terasa lagi ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lalu memegang lengan Hok Seng yang berjalan di depannya
dan ketika ia menyentuh tangan Hok Seng, ternyata sutenya
ini pun amat dingin tangannya dan agak gemetar tubuhnya!
“Susiok, lebih baik kita menyalakan api. Terlalu gelap
bagi kita, siapa tahu kalau ada sesuatu yang tidak beres,”
kata Bu Tek.
“Tunggu sebentar, biar aku mencari ranting kering di
luar!” kata Hok Seng yang segera keluar dari gua itu. Untuk
keluar lebih mudah dari pada masuk ke dalam, karena pintu
gua yang sempit itu nampak nyata dan dapat menjadi
penunjuk jalan. Tak lama kemudian, Hok Seng masuk lagi
sambil membawa dua ranting yang sudah ia belit belit
dengan alang alang kering, merupakan obor yang cukup
besar.
“Suheng, lekas keluarkan batu apimu,” kata Hok Seng.
Bu Tek segera memukul batu apinya dan bernyalalah api
membakar dua batang obor itu. Tan Seng memegang
sebatang obor, yang ke dua dipegang oleh Hok Seng.
Untuk sesaat pandang mata empat orang itu menjadi
silau dan tak dapat melihat. Tan Seng mengangkat obor
tinggi tinggi, demikian pula Hok Seng sehingga kini di
dalam gua yang gelap itu menjadi terang. Mereka
memandang ke dalam dan….
“Thian Yang Agung....” Tan Seng berseru.
“Ayaaaa…” Ling In hampir menjerit dan kembali ia
menangkap lengan Gan Hok Seng yang berdiri di
depannya. Gadis ini memandang ke depan dengan wajah
pucat dan mata terbelalak serta tubuh menggigil saking
seramnya.
Bertumpuk tumpuk, dalam berbagai posisi, terdapat
banyak sekali rangka manusia. Tengkorak tengkorak yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bermata dan berhidung bolong memandang ke arah mereka
dalam cara mengerikan sekali. Tulang tulang iga, tulang
tulang lengan kaki tumpang tindih, di sana sini tengkorak
tengkorak berserakan! Inilah Gua Makam Pahlawan itu. tak
salah lagi.
“Lebih tepat disebut gua tengkorak!” akhirnya Tan Seng
berkata perlahan setelah ia dapat menguasai kekagetannya.
“Susiok, mari kita keluar dari neraka ini…” kata Ling In
yang selama hidupnya belum pernah menyaksikan
pemandangan yang demikian menyeramkan. Kalau saja
tidak berada di dalam gua yang demikian gelap tentu
pemandangan ini takkan demikian mengerikan. Akan
tetapi, di dalam tempat yang gelap gulita, lalu tiba tiba di
bawah sinar api melihat pemandangan seperti itu, benar
benar bisa membuat orang yang setabah tabahnya menjadi
ketakutan.
“Nanti dulu, aku harus mencari rangka anak dan
mantuku. Ceng ji (anak Ceng) diantara sekian banyaknya
rangka, bagaimana aku bisa menemukan kau dan
suamimu?” Suara Tan Seng ini amat mengharukan hati
murid murid keponakannya, terutama sekali Ling In.
Kemudian, ketika Tan Seng memberikan obor kepada Bu
Tek dan dia sendiri membalik balikkan tengkorak tengkorak
itu seperti orang memeriksa sekumpulan barang barang
untuk mencari tengkorak puterinya, Ling In tak dapat
menahan mengalirnya air matanya.
“Susiok, bagaimana dapat membedakan… tengkorak
dan tulang…?” tanyanya dengar hati terharu.
“Dapat, dapat....” Tan Seng berkata terengah engah
sambil melanjutkan memilih tengkorak tengkorak itu,
“orang sakti yang aneh itu telah menuliskan nama nama
pada tengkorak tengkorak ini! Lihat, bukankah ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tengkorak dari Kwee enghiong yang tewas di utara. Dan
ini.... bukankah ini tengkorak Ang goan swe (Jenderal Ang)
yang dahulu jenazahnya lenyap pula? Benar semua
tengkorak ditulisi namanya, tentu aku akan bisa mencari
rangka anak dan mantuku!” Makin bersemangat kakek itu
memilih tengkorak.
Kemudian perhatiannya tertarik oleh dua rangka
manusia yang duduk menyandar dinding batu karang dan
agaknya didudukkan sengaja terpisah dari tengkorak
tengkorak lain. Ia menghampiri, diikuti oleh Bu Tek yang
memegang obor tinggi tinggi. Sekali saja menjenguk dan
melihat huruf huruf yang terukir di belakang tengkorak. Tan
Seng berseru gembira, “Inilah mereka! Inilah Tan Ceng dan
Go Sik An, suaminya!” Ia berlutut di depan kedua rangka
anak dan mantunya itu. Bu Tek, Hok eng, dan Ling In juga
berlutut dengan penuh hormat.
Tan Seng yang duduk bersimpuh di depan kedua rangka
itu, tiba tiba tak disengaja memandang ke atas lantai di
depan rangka, lantai yang terbuat dari pada batu karang
keras hitam. Ada sesuatu yang menarik perhatiannya, yakni
lantai yang hitam itu seperti ada corat coretnya. Ia meraba
dengan jari tangan nya. Benar saja, ada tulisan di situ,
tulisan yang dibuat dengan ukiran di lantai batu yang keras.
“Bu Tek, coba dekatkan obor itu. Ada tulisan di sini!”
katanya Ketika obor didekatkan, semua orang membaca
tulisan yang jelas dan besar, yang diguratkan dalam dalam
pada lantai di depan kedua rangka manusia itu.
ANAK BERSUMPAH UNTUK MEMBALAS DENDAM
AYAH DAN BUNDA.
“Ciang Le…!” Tan Seng berbisik dan sepasang matanya
terbelalak dan penuh harap dan kegembiraan. “Dia masih
hidup…! Ciang Le cucuku .. dia masih hidup dan pernah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
datang di sini, bersumpah di depan rangka ayah ibunya!”
Setelah berkata demikian, tiba tiba kakek ini menangis
terisak isak di depan rangka anak dan mantunya. Tangis
karena kegirangan dan keharuan. Ling In ikut pula
menumpahkan air mata, sedangkan Gan Hok Seng
mengejap ngejapkan matanya sendiri yang menjadi pedas
dan merah. Lie Bu Tek menggigit bibirnya menahan
keharuan hatinya.
Kemudian, dibantu oleh Bu Tek dan Hok Seng, kakek itu
mengangkut keluar rangka puteri dan mantunya dan setelah
memilih tempat yang baik hongsuimya (kedudukan tanah),
ia lalu mengubur jenazah dua orang pahlawan itu. Setelah
semua beres dan mereka telah bersembahyang, Ling In lalu
minta diri untuk pulang ke Biciu, diantar oleh suhengnya,
yaitu Lie Bu Tek. Diantara dua orang saudara seperguruan
ini memang terdapat pertalian asmara dan pernikahan
mereka hanya tinggal “tunggu waktu” saja. Adapun Gan
Hok Seng lalu kembali ke Kanglam di mana ia membuka
perusahan ekspedisinya yang diberi nama Hui houw
piauwkiok (Kantor Ekspedisi Harimau Terbang).
“Apakah susiok hendak kembali ke Hoa san?” tanya tiga
orang murid keponakan itu sebelum mereka berpisah
mengambil jalan masing masing.
Tan Seng mengerutkan keningnya. “Aku hendak
mencari Bi Lan.”
Ketiga murid keponakan itu berjanji bahwa di dalam
perjalanan mereka, mereka juga hendak membuka mata
memasang telinga untuk mendengarkan di mana adanya
Coa ong Sin kai, pengemis gila yang sudah berani menculik
sumoi mereka itu.
Maka turunlah mereka dari Pegunungan Ta pie san yang
penuh dengan hal hal yang aneh dan berbahaya itu. Tentu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saja mereka mengambil jalan dari lereng sebelah selatan
agar jangan sampai bertemu dengan gerombolan Hui eng
pai yang lihai.
-ooo0dw0ooo-
“Kau berjodoh dengan aku! Ha ha ha, burung kecil, kau
berjodoh dengan aku! Bagus, bagus....” sambil terkekeh
kekeh Coa ong Sin kai berlari cepat sekali, memondong
tubuh Bi Lan yang tidak berdaya, akan tetapi yang dapat
melihat dan mendengar serta mengikuti semua gerak gerik
pengemis gila ini.
Tentu saja sebagai seorang gadis yang baru remaja, Bi
Lan merasa jijik sekali berada dalam pondongan kakek gila
ini dan bau apak yang keluar dari pakaian dan tubuh Coa
ong Sin kai membuat ia hampir muntah. Akan tetapi diam
diam otak gadis yang cerdik ini bekerja keras, terputar putar
dan menimbang nimbang.
Ketika ia terpukul oleh Tauw It Hosiang, tokoh dari Go
bi pai itu, Bi Lan merasa tidak puas sekali akan kepandaian
sendiri. Ia merasa betapa semenjak kecil, kong kongnya
melatih dan menggemblengnya dengan nasihat nasihat agar
ia belajar dengan tekun. Oleh karena ia adalah seorang yang
taat kepada kong kongnya dan juga memang ia suka sekali
akan ilmu silat, maka semenjak kecil, ia suka sekali belajar
dan melatih diri sehingga keempat orang gurunya cinta
sekali kepadanya. Tiap kali ia belajar di bawah asuhan guru
gurunya, tentu ia mendesak guru guru nya untuk
menurunkan ilmu ilmu silat yang belum diketahuinya. Dan
sekali ia diajar, ia telah hafal dan dengan gerakan lincah
sekali ia dapat mainkan semua ilmu silat yang diajarkan
kepadanya. Berkali kali ia mendengar betapa guru gurunya
memujinya sebagai seorang anak yang benar benar berbakat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk menjadi ahli silat tinggi. Kalau pujian ini keluar dari
mulut kong kongnya, ia takkan menganggapnya karena
tahu betapa besar kasih sayang Tan Seng kepadanya. Akan
tetapi pujian ini bahkan keluar dari mulut Liang Gi Tojin
dan kakek ini selamanya tak pernah membohong.
Tidak tahunya, menghadapi seorang hwesio seperti
Tiauw It Hosiang saja biarpun tak dapat dibilang ia kalah,
namun ia masih terkena pukulan hwesio itu. Ia benar benar
merasa tidak puas sekali maka ia tadinya girang mendengar
bahwa Liang Gi Tojin hendak memberi pelajaran Pi ki hu
hiat (Menutup Hawa Melindungi Jalan Darah). Tidak
tahunya, sebelum pelajaran itu diturunkan ia telah terkena
totokan yang luar biasa dari pengemis gila ini dan bahkan
kena ditawan!
Akan tetapi, ia teringat betapa lihainya pengemis gila ini,
sudah terang bahwa guru gurunya tak dapat melawan kakek
gila ini, yang dengan menggendongnya masih sanggup
menghadapi keroyokan empat orang gurunya, bahkan
dengan enaknya dapat melarikan diri tanpa dapat dikejar
oleh tokoh tokoh Hoa san pai! Alangkah hebat kakek gila
ini dan kalau ia dapat menjadi muridnya alangkah akan
senang hatinya! Berfikir demikian lenyaplah semua rasa
takutnya, lenyap pula rasa jijiknya terhadap kakek gila ini
dan ia memandang dengan mata bersinar gembira.
Kebetulan sekali kakek gila itu memandang ke arah
muka Bi Lan. Melihat betapa sinar mata gadis itu tidak
seperti tadi dan kini nampak berseri seri, ia tertawa
bergelak, melepaskan dan sekali tepuk saja pada punggung
gadis itu, terlepaslah Bi Lan dari pengaruh totokannya.
“Ha ha ha, burung kecil (Siauw niau), kau tidak takut
lagi sekarang? Bagus, aku paling benci pada orang penakut!
Kau berjodoh padaku, Siauw niau, kau berjodoh dengan
aku. Aduh gatalnya rambutku, lekas kau cari dan keluarkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kutu kutu busuk di rambutku ini!” Kakek ini lalu duduk di
pinggir jalan dan minta supaya Bi Lan mencari kutu di
kepalanya!
Bi Lan ragu ragu, lalu bertanya, “Orang tua, enak saja
kau menyuruh aku. Apa upahnya kalau aku mendapatkan
kutu rambutmu?”
“Ha ha ha, kau lebih pintar dari pada monyet kecil
berbulu hitam itu. Dia selalu mencari kutu rambutku tanpa
minta upah. Ha ha, siauw niau, kau mau minta apakah?”
“Aku minta upah ilmu silat.”
“Bagus, kalau kau tidak takut lelah bermain silat, akan
kuberi itu padamu.”
“Aku ingin kau memberi pelajaran Pi ki hu hiat!” Kakek
itu menengok dengan sepasang alis berdiri, lalu berkata
sambil terkekeh kekeh.
“Kepandain macam itu saja tua bangka tua bangka dari
Hoa san pai belum memberikan pelajaran kepadamu? Baik,
baik, aku akan memberi pelajaran Pi ki hu hiat yang paling
baik, bahkan aku akan memberi pula lajaran I kong hoan
hiat (Memindahkan Jalan Darah) asal saja kau dapat
mengeluarkan lebih dari lima ekor kutu rambut!”
Bi Lan menjadi girang sekali dan sambil menahan napas
agar bau rambut kakek itu yang amat tidat enak jangan
terlalu banyak mengotori paru parunya, ia lalu membuka
buka rambut yang kotor dan kusut itu dan mencari kutu
rambut. Karena memang rambut kakek itu menjadi sarang
kutu, sebentar saja ia sudah dapat menangkap seekor kutu
yang hitam dan besar. Sekali pencet dengan dua kuku ibu
jarinya, matilah kutu itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Nah, sudah mendapat satu. Ah, besarnya!” seru gadis
itu dan ia memperlihatkan kutu yang sudah dibunuhnya itu
kepada Coa ong Stn kai.
Kakek gila itu mengeluarkan seruaan keras dan tiba tiba
tangan kirinya dengan gerakan melengkung telah bergerak
menampar kepala Bi Lan! Gadis ini tentu saja terkejut
sekali dan mencoba untuk mengelak, akan tetapi pukulan
ini benar benar luar biasa dan tetap saja kepalanya kena
ditempiling sehingga terdergar suara nyaring di telinganya
dan ia terlempar dengan kulit kepala terasa panas dan
pedas! Tentu saja ia merasa heran karena kakek itu tiba tiba
menamparnya, juga heran sekali mengapa tanparan yang
demikian jitu ternyata tidak melukainya sama sekali!
“Anak jahat!” kakek itu memaki. “Mengapa kau telah
membunuhnya? Apa salahnya maka kau membunuhnya?”
Bi Lan membuka matanya lebar lebar karena heran dan
tidak mengerti.
“Membunuh siapa ......?” tanyanya Coa ong Sin kai
menunjuk ke arah kutu rambut yang masih menempel di
kuku ibu jari Bi Lan. “Apa dosanya maka kau
membunuhnya, anak bodoh?”
Hampir saja Bi Lan tertawa geli. Orang tua ini marah
marah karena ia telah membunuh kutu rambut yang
ditangkapnya! Alangkah lucu dan ganjilnya.
“Orang tua, bukankah kutu busuk ini telah
mengganggumu, menghisap darah dari kulit kepalamu?
Mengapa tidak boleh dibunuh?”
“Bodoh! Dia menghisap darah memang sudah menjadi
pekerjaannya, dan memang darah itulah makanannya. Dia
tidak melakukan satu yang jahat. Awas, kau tidak boleh lagi
sembarangan membunuh.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Baiklah, akan kutangkap hidup hidup kutu kutu
rambutmu.”
Lenyap kemarahan kakek itu dan ia membiarkan
rambutnya dicari kutu rambutnya oleh Bi Lan lagi.
“Orang tua….”
“Hm, apa lagi?”
“Pukulanmu tadi… hebat sekali. Aku ingin pula
mempelajarinya.”
“Tentu kau akan mempelajarinya. Kalau tidak ada
artinya aku membawamu? Sudah kukatakan kau berjodoh
dengan aku.”
Karena kutu rambut di kepala kakek itu memang banyak,
maka sebentar saja Bi Lan telah menangkap sepuluh ekor
lebih. Kakek itu menjadi girang sekali dan ia
mengumpulkan kutu kutu rambut itu yang dibungkus di
dalam sehelai daun.
“Kau hendak memelihara kutu kutu itu?” Bi Lan
bertanya heran.
Kakek itu tertawa. “Akan kupindahkan mereka pada
tubuh kera di dalam hutan.”
Benar saja, ketika mereka memasuki hutan di mana
terdapat banyak kera, Coa ong Sin kai lalu membuka daun
itu dan menyebarkan kutu kutu itu pada kera kera yang
duduk di bawah. Kakek itu mencari buah buah dan
membagi bagikan kepada kera kera itu dan mengajak
mereka tertawa tawa dan bercakap cakap kepada mereka.
Diam diam gadis ini memperhatikan semua itu dan ia dapat
menduga bahwa kakek yang aneh sekali ini ternyata lebih
sayang kepada binatang dari pada kepada manusia!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, dengan amat cerdik dan pandai
mengambil hati, akhirnya Bi Lan dapat menerima pelajaran
dua macam ilmu silat dari kakek gila ini selama beberapa
bulan, yakni ilmu silat tangan kosong yang disebut Ouw
wan ciang ( \Ilmu Silat Lutung Hitam) yang terdiri dari 36
jurus dan juga ilmu pedang yang oleh kakek itu dimainkan
dengan sebatang ranting bambu, yakni ilmu pedang yang
disebut Sin coa kiam hoat (Ilmu Pedang Ular Sakti)
Memang Bi Lan besar dan luar biasa sekali bakatnya dalam
ilmu silat sehingga dalam tiga bulan saja ia telah dapat
mewarisi dua macam ilmu silat ini.
Biarpun otaknya agak miring, ternyata bahwa Coa ong
Sin kai memang tajam pandangan matanya. Tadinya tidak
terpikir olehnya untuk mengganggu Hoa san pai dan
menculik Bi Lan, akan tetapi begitu melihat gadis itu, ia
menjadi amat terlarik. Segila gilanya kakek ini, ia masih
mengerti bahwa ia tidak mempunyai murid dan kalau
sampai ia mati tanpa menurunkan kepandaiannya kepada
orang lain, akan lenyaplah kepandaian yang selama
berpuluh tahun dipelajarinya, ia maklum bahwa Bi Lan
adalah seorang gadis yang cerdik dan berbakat sekali, dan
juga melihat wajah gadis ini, ia menjadi suka sekali, maka
diculiknya gadis itu untuk dijadikan muridnya!
“Suhu, apakah tidak ada lain macam ilmu silat yang kau
ketahui? Teecu ingin mempelajari semua kepandaian suhu,”
kata Bi Lan setelah ia tamat mempelajari Sin coa Kiam
hoat.
Coa ong Sin kai tertawa bergelak. “Kau benar benar
serakah sekali! Kau kira kau akan dapat memeluk Gunung
Thai san? Kalau kau tidak dapat memeluk Gunung Thai
san, bagaimana hendak mempelajari semua kepandaian di
dunia ini yang besarnya lebih hebat dari Gunung Thai san?
Banyaknya kepandaian seperti air di Telaga See ouw,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dapatkah kau minum semua sampai habis? Ha ha ha!
Kepandaianmu yang telah kau pelajari itu sudah banyak,
akan tetapi masih belum hebat. Kalau bertemu dengan
orang yang lebih pandai, tetap kau akan kalah. Oleh karena
itu, mari kau ikut dengan aku. Aku lebih suka bersahabat
dengan binatang yang dapat membantuku di dalam
keadaan bahaya dan kalau kau dapat mempelajari
kepandaian ini, kaupun akan terjaga dari ancaman siapapun
juga.” Sambil berkata demikian, Coa ong Sin kai lalu berlari
cepat dan Bi Lan segera mengejar. Salain dua macam ilmu
silat yang telah disebutkan itu, juga kakek gila ini telah
mengajarnya Pi ki hu hiat dan I kong hoan hiat, yakni ilmu
ilmu menutup atau memindahkan jalan darah yang dalam
melatihnya harus memiliki lweekang tinggi, maka otomatis
lweekang dari gadis ini memperoleh banyak sekali
kemajuan di bawah pimpinan Coa ong Sin kai, juga
pengemis sakti ini melatihnya dalam hal ginkang dan ilmu
lari cepat sehingga kini ia dapat berlari mengikuti gurunya
yang baru ini tanpa tertinggal terlalu jauh.
Setelah berlari kurang lebih tiga puluh li jauhnya, mereka
memasuki sebuah hutan yang penuh dengan pohon pohon
besar dan tua. Tiba tiba setelah mereka masuk sampai di
tengah tengah hutan Bi Lan menghentikan larinya dan
memandang ke depan dengan mata terbelalak. Nyata ia
merasa ngeri dan jijik sekali. Di depannya terdapat lima
batang pohon pek yang besar dan pohon pohon ini penuh
dengan ular yang besar besar, yang melingkari cabang
cabang pohon, ada pula yang melingkar tidur di bawah
pohon.
Coa ong Sin kai menghampiri tempat itu sambil tertawa,
kemudian ia lalu mengeluarkan suara mendesis yang keras.
Tiba tiba semua ular yang tadinya nampak mati tak
bergerak, kini mulai hidup. Kepala mereka diangkat dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lidah yang merah bergerak gerak keluar dari mulut, lalu
terdengarlah suara mendesis desis yang keras pula, yang
keluar dari mulut semua ular itu. Agaknya binatang
binatang ini mengenal tanda yang dikeluarkan oleh Coa
ong Sin kai. Adapun kakek itu sambil tertawa tawa lalu
maju dan duduk bersila di bawah pohon.
Bi Lan melihat dengan amat jijik dan ngeri betapa ular
ular itu kini melepaskan lingkarannya dan merayap
mendekati Coa ong Sin kai. Setelah tubuhnya terlepas dari
lingkaran, nampak betapa panjang ular ular itu, bahkan ada
yang panjangnya hampir tiga tombak! Coa ong Sin kai
masih tertawa tawa dan ketika ular ular itu datang dekat, ia
mengulurkan tangan membelai belai kepala mereka! Ular
ular itu mencium cium dan menjilat jilat dengan lidah
mereka yang merah meruncing, sehingga Bi Lan yang
melihatnya merasa betapa bulu tengkuknya berdiri. Tiba
tiba seekor ular belang yang besarnya selengan orang,
merayap cepat ke arah kakek itu dan tidak seperti yang lain,
ia lalu menyerang ke arah leher kakek itu dengan mulutnya
yang bergigi runcing!
“Eh, belang, kau masih belum tunduk kepadaku?” kakek
itu berseru dan sekali tangannya bergerak, ia telah
menggunakan dan jari tangannya untuk menotok arah leher
ular itu yang terus dijepitnya. Ular itu tak sempat menggigit
pula dan sekali saja Coa ong Sin kai menekan belakang
kepala ular itu dan terus diurut ke belakang, ketika
dilepaskan, ular belang yang berbisa itu menjadi jinak!
Bi Lan menjadi kagum sekali dan sekarang tahulah dia
mengapa gurunya yang baru ini dijuluki orang Coa ong Sin
kai (Pengemis Sakti Raja Ular). Kiranya suhunya
mempunyai kepandaian yang aneh untuk membikin tak
berdaya dan takluk binatang merayap yang menjijikkan itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Siauw niau (burung kecil), kau ke sinilah!” Coa ong Sin
kai yang selalu menyebut muridnya “burung kecil” itu
memanggil.
Sebetulnya Bi Lan merasa jijik dan geli untuk mendekati
ular ular itu, akan tetapi ia tidak berani membantah
panggilan suhunya, ia berjalan mendekati. Ular ular yang
nampak jinak terhadap Coa ong Sin kai itu ketika melihat
seorang manusia asing mendekat, lalu serentak bangun dan
merayap hendak menyerang! Kepala mereka terangkat
tinggi dan lidah mereka yang merah itu menjilat jilat ke luar
dibarengi oleh suara mendesis yang menakutkan.
Bi Lan merasa geli akan tetapi sama sekali tidak takut.
Gadis ini mengambil sebatang cabang kering di atas tanah
dan siap sedia untuk menggempur ular ular itu apabila
menyerangnya.
“Jangan pukul mereka, lemparkan ranting di tanganmu!”
tiba tiba Coa ong Sin kai membentak dan suaranya
terdengar begitu marah sehingga Bi Lan menjadi kaget dan
buru buru melempar ranting itu. Ia teringat akan
kemarahan suhunya, ketika ia membunuh kutu rambutnya
dahulu itu. Ular ular itu merayap makin dekat dan kini
tidak kurang dari tujuh ekor ular besar telah mengurung Bi
Lan dari genap penjuru! Bi Lan menjadi bingung dan
gelisah. Untuk menendang atau memukul ular lar itu, ia
takut suhunya menjadi marah.
“Mereka tidak apa apa, asal kau tahu bagaimana
menghadapi mereka.” Coa ong Sin kai mengeluarkan suara
mendesis dan tujuh ekor ular itu lalu berhenti merayap dan
mendekam tak bergerak!
“Lihat, bukankah anak anak ini manis benar? Kalau kau
sudah mempelajari cara bagaimana untuk menguasai
mereka, mereka ini akan membelamu sampai mati dan kau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tak perlu takut menghadapi siapapun juga. Lihatlah,
pernahkah, kau melihat ular ular menari nari ?”
-ooo0dw0ooo-
(Bersambung jilid ke 4)
Jilid 4
DENGAN mata terbelalak heran, Bi Lan melihat
gurunya memperlihatkan kepandaiannya. Dengan siul dan
desis yang aneh, gennya ini dapat memerintah kepada ular
ular yang makin lama makin banyak muncul di tempat itu.
Ular ular itu dapat diperintah untuk berbaris, untuk
mengangkat leher dai menari nari di depannya, kemudian
dengan barisan yang rapih sekali merayap rayap
mengelilingi Raja Ular itu. Dan semua ini hanya dilakukan
dengan desis dan siulan yang amat kuat bunyinya dan juga
amat tinggi sekali hingga Bi Lan dapat menduga bahwa
suara suara itu hanya dapat dikeluarkan dengan tenaga
khikang yang hebat. Senang juga melihat binatang binatang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu dapat dipermainkan sekehendak hatinya oleh Coa ong
Sin kai. Akan tetapi, diam diam Bi Lan merasa makin geli
dan jijik, apa lagi setelah ia melihat betapa Coa ong Sin kai
mengambil seekor ular kecil panjang yang dikalungkan
pada lehernya dan seekor pula yang lain melibat libat di
sekitar tubuhnya. Ia tidak suka mempelajari ilmu
menaklukkan ular ini. Ia akan bisa mati kaku kalau ular itu
harus melilit tubuh dan lehernya seperti itu! Bi Lan bergidik
dan meram matanya.
Pada saat itu, pendengaran Bi Lan yang terlatih dan
tajam dapat mendengar suara orang bersorak dari jauh.
Ternyata Coa ong Sin kai juga telah mendengar suara ini.
Suara orang orang itu makin lama makin dekat dan tak
lama kemudian, Bi Lan dan gurunya melihat banyak
binatang hutan berlari larian dan burung burung
beterbangan ketakutan.
“Hm, agaknya manusia manusia kejam merajalela di
hutan ini,” tiba tiba Coa ong sin kai berkata. “Mari kita
lihat.” Bi Lan mengikuti suhunya menuju ke arah suara itu
dan dari balik pohon mereka melihat lima orang laki laki
yang berpakaian sebagai pemburu berjalan di dalam hutan
itu. Dua orang memanggul bangkai harimau yang agaknya
tadi dikejar kejar oleh mereka, dan yang tiga orang masing
masing memanggul bangkai kelinci yang gemuk. Mereka
memegang tombak di tangan kiri dan di pundaknya
nampak pula busur dan anak panah.
“Kurang ajar, benar benar manusia manusia kejam!”
kata Coa ong Sin kai perlahan. “Lihat siauw niau, kaulihat
baik baik betapa setia nya ular ularku itu!” Setelah berkata
demikian, kakek ini menggerakkan bibirnya dan keluarlah
suara mendesis yang terputus putus akan tetapi tajam sekali,
persis suara ular yang sedang marah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lima orang pemburu itu ketika mendengar suara ini,
menjadi terkejut sekali dan berdiri diam.
“Ada ular!” kata seorang diantara mereka cepat ia
mencabut golok yang tergantung di pinggangnya. Juga
kawan kawannya bersiap sedia, karena memang binatang
ular ini yang paling ditakuti oleh para pemburu.
Tiba tiba, diantara daun daun dan batang batang pohon,
juga dari bawah rumput, keluar belasan ekor ular besar kecil
menerjang ke lima orang pemburu itu. Para pemburu itu
terkejut sekali karena belum pernah mereka mengalami hal
yang aneh seperti ini, diserbu belasan ekor ular yang
agaknya demikian marah kepada mereka. Bi Lan juga
memandang dengan mata terbelalak. Ia melihat betapa
suhunya dengan wajah berkilat karena berpeluh mata
berseri dan mulut diruncingkan, terus mengeluarkan suara
desisan yang ternyata merupakan panggilan kepada ular
ular itu. Makin lama makin banyaklah ular ular itu datang
mengeroyok para pemburu itu. Lima orang itu telah
menurunkan bawaan masing masing dan kini mereka
mengamuk dengan mata terbelalak ngeri. Golok mereka
diobat abitkan membacok ular ular itu, akan tetapi makin
lama makin bertambah juga jumlah ular ular itu sehingga
akhirnya mereka kena juga digigit dan dibelit tubuh mereka.
Terjadilah pergulatan yang maha hebat dan yang amat
mengerikan Bi Lan menjadi pucat dan tak terasa pula ia
memekik ngeri, lalu melompat ke tempat pertempuran itu.
Ia telah mengambil sebatang ranting kecil dan dengan
ranting ini ia menghajar ular ular itu. Sekali sabet dengan
ranting saja, pecahlah kepala seekor ular, atau kalau terkena
perutnya, maka pecahlah perut itu dan putus tubuh ular itu
menjadi dua! Kehebatan ranting kecil ini lebih besar dari
pada sebatang golok atau pedang! Ular ular itu menyerang
Bi Lan, akan tetapi gadis ini dengan cepatnya dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merobohkan mereka sehingga kini bangkai ular bertumpuk
tumpuk dan tubuh mereka menggeliat geliat menggelikan.
“Siauw niau, kau gila?” tiba tiba Coa ong Sin kai
membentak dan muncul dari tempat sembunyinya.
“Suhu, Kau tidak boleh menyuruh ular ular ini
menyerang manusia!” Bi Lan membentak marah. Akan
tetapi ketika ia menengok ke arah lima orang yang tadinya
bergulingan meronta ronta mencoba melepaskan ular yang
melilit leher mereka, ternyata lima orang itu kini telah tak
bergerak lagi karena mereka telah menjadi biru! Mereka
telah tewas karena tak dapat bernafas.
“Suhu…!” Bi Lan terisak, kemudian ia melemparkan
rantingnya dan melompat pergi dari situ.
“Siauw niau… ke mana kau…?” teriak Coa ong Sin kui.
Akan tetapi Bi Lan tidak menjawab, bahkan mempercepat
larinya. tidak sudi lagi berdekatan dengan gurunya yang
kejam dan ganas, yang lebih menyayangi nyawa binatang
dari pada jiwa manusia. Kalau gurunya mengejar, ia akan
melawan mati matian. Akan tetapi ternyata Coa ong Sin kai
tidak mengejar, bahkan terdengar kakek itu mengeluh dan
menangis menyesali kematian begitu banyak ular ularnya
yang tersayang.
“Tidak ada manusia yang ingat budi…” suara kakek itu
terdengar jelas oleh Bi Lan yang melarikan diri, “kalian
lebih baik, ular ularku!”
Gadis itu diam diam merasa terharu juga. Gurunya
berlaku sedemikian aneh bukan karena wataknya memang
jahat, melainkan karena pikirannya sudah rusak dan gila.
Akan tetapi ia tidak perduli lagi. Tidak mungkin ia harus
berkumpul terus dengan guru yang kadang kadang
membuatnya merasa serem dan ngeri itu. Kadang kadang
gurunya ini berlaku luar biasa manjanya minta dicari kutu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kutu rambutnya yang tidak boleh dibunuh, minta dipijiti
seluruh tubuhnya. Ah, siapa tahu kalau kalau di luar
kesadarannya, kakek itu akan melakukan sesuatu yang jahat
terhadap dia. Ia masih ingat betapa karena membunuh
seekor kutu rambut saja, gurunya sudah tega
menamparnya! Betapapun juga, ia harus berterima kasih
kepada Coa ong Sin kai. Kakek gila itu sudah menurunkan
banyak ilmu silat yang tinggi dan luar biasa kepada nya.
Tidak hanya Ouw wan ciang yang tiga puluh enam jurus itu
dan Sin coa kiam hwat yang hebat telah dipelajarinya,
bahkan iapun telah dapat melakukan Pi ki hu hiat dan I
kiong hoan hiat yang tak sembarang orang dapat
melakukan!
Sekarang ke mana ia hendak pergi? Kembali ke Hoa san?
Ah, pengemis sakti yang gila itu telah membawanya jauh ke
utara. Maka teringatlah Bi Lan akan penuturan Tan Seng,
kong kongnya atau lebih tepat sukong nya (kakek gurunya),
yaitu guru daripada mendiang ayahnya. Ayahnya telah
tewas dalam pertempuran melawan orang orang Bangsa
Kin yang juga menjadi sebab kematian ibunya. Dan
sekarang Bangsa Kin masih menjajah di Tiongkok bagian
utara, yakni di sebelah utara Sungai Huai dan juga di
daerah Celah Tasan kuan di Shensi. Aku harus membalas
dendam ayah bundaku, pikir gadis ini. Dengan hati tetap ia
lalu melanjutkan perjalanannya dengan cepat menuju ke
utara!
Seperti telah diceritakan di bagian depan, semenjak
tahun 1141, Kerajaan Sung Selatan dengan amat terpaksa
telah mengadakan perdamaian dalam keadaan amat terhina
dengan orang orang Kin yang memiliki barisan kuat itu.
Selain Kerajaan Kin mendapat bagian tanah di sebelah
utara Sungai Huai dan di Celah Tasan kuan di Shensi, juga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
setiap tahun pemerintah Sung harus mengirim upeti tanda
bakti kepada pemerintah Kin berupa dua puluh lima laksa
tail perak dan dua puluh lima laksa lain sutera halus!
Betapapun juga, pemerintah Sung Selatan ternyata
pandai mengatur pemerintahannya sehingga keadaan
penghidupan rakyat jelata tidak begitu tertekan. Pertanian
dan perdagangan mendapat kemajuan lumayan dan biar
pun harus diakui bahwa penghidupan para petani tak dapat
dibilang makmur, namun keadaan mereka jauh lebih baik
dari pada keadaan rekan rekan mereka di sebelah utara. Di
bagian utara, yakni di wilayah yang diduduki oleh
pemerintah Kin, keadaan rakyat jelata Bangsa Han benar
benar payah dan tertindas. Bala tentara Kin telah
menghancurkan banyak kota dan desa, membunuh dan
menyiksa rakyat, merampok harta bendanya sehingga
setelah perdamaian diadakan, keadaan rakyat di utara
sudah amat miskin dan habis habisan. Lebih lebih karena
daerah ini diberikan kepada Kerajaan Kin, maka keadaan
rakyat benar benar menyedihkan. Keluarga keluarga
pembesar Kerajaan Kin menjadi majikan majikan mereka,
sedang rakyat Han menjadi hamba hamba yang
kehidupannya lebih berat dari pada penghidupan binatang
ternak! Pada waktu itu, seorang pembesar bangsawan
Bangsa Kin sampai mempunyai hamba sebanyak seratus
lebih Bangsa Han, yang boleh diperlakukan sesuka hati
mereka seperti orang boleh memperlakukan apa saja
terhadap binatang peliharaan mereka. Banyak pula yang
dipaksa mengerjakan sawah ladang yang keseluruhannya
dibagi bagikan kepada pembesar pembesar dan bangsawan
bangsawan Kin, dengan hanya mendapat upah makan
sekedarnya untuk menjaga jangan sampai mereka kelaparan
saja.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tentu saja rakyat yang diperlakukan seperti hewan ini
mengandung kebencian yang mendalam sekali.
Pemberontakan meletus dimana mana. Orang orang gagah
memimpin rakyat untuk melakukan perlawanan dan
tuntutan perbaikan nasib.
Biarpun sejarah mencatat bahwa akhirnya
pemberontakan pemberontakan itu berhasil juga dan
Kerajaan Kin makin lama makin menjadi lemah untuk
akhirnya runtuh dan lenyap, namun dalam tahun tahun
pertama, keadaan Keajaan Kin amat kuatnya. Kerajaan ini
mempunyai banyak sekali orang kuat, terdiri dari pembesar
pembesar bu (militer) yang memiliki kepandaian tinggi.
Selain itu, masih ada juga tiga orang gagah yang oleh kaisar
Kin dianggap sebagai tiang negara atau penasihat kaisar.
Tiga orang gagah ini adalah Bangsa Kin yang terkenal
memiliki ilmu kepandaian tinggi. Dikabarkan orang bahwa
guru mereka adalah seorang pertapa Bangsa Thian tok
(India) yang berilmu tinggi. Mereka ini setelah menduduki
pangkat tinggi sebagai orang orang yang paling berpengaruh
dalam Kerajaan Kin di bawah kaisar sendiri, lalu memilih
nama yang cukup keren dan gagah, yakni yang tertua
bernama Kim Liong Hoat ong, yang ke dua Gin Liong
Hoat ong dan yang ke tiga Tiat Liong Hoat ong. Mereka ini
adalah saudara saudara seperguruan dan selain mereka
bertiga, Sam thai koksu (Tiga guru negara besar) ini masih
mempunyai suheng (kakak seperguruan) yang menjadi
pendeta di Tibet dan bernama Ba Mau Hoatsu yang
kabarnya memiliki kepandaian paling tinggi diantara
mereka.
Sam thai koksu inilah yang berhasil menggagalkan
pemberontak pemberontak dan orang orang gagah yang
mencoba menghancurkan pemerintah Kin yang menjajah
tanah air mereka. Jarang ada orang kang ouw yang dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menandingi kegagahan Sam thai koksu. Apa lagi akhir
akhir ini Sam thai koksu mendatangkan suheng mereka dari
Tibet, dan Ba Mau Hoatsu selain tinggi sekali ilmu silatnya,
juga memiliki ilmu hoatsut (sihir) yang menakutkan orang.
Kini para orang gagah hanya berani melakukan gerakan
secara tersembunyi saja, yakni mengganggu pembesar
pembesar yang terlalu menindas rakyat di kota kota yang
jauh dari kediaman Sam thai koksu.
Di dalam perjalanannya menuju ke utara, setelah
menyeberangi Sungai Huai, yakni tapal batas antara
wilayah Sung dan Kin, Bi Lan lalu menuju ke kota Sucouw.
Melihat kemelaratan para petani yang miskin, hati dara
perkasa ini memberontak. Memang ada diantara orang
orang Han yang hidup mewah dan makmur yakni mereka
yang memang tadinya orang orang hartawan dan kemudian
setelah pemerintah Kin berdiri, mereka dapat mengadakan
hubungan yang baik dengan pembesar pembesar Kin,
melakukan penyogokan. Harta yang hartawan ini sekarang
hidup seperti raja yang terjamin keselamatannya oleh
pembesar pembesar Kin. Dan untuk mengisi kantong para
pembesar Kin yang tidak ada dasarnya itu hartawan
hartawan ini lalu melakukan pemerasan sehebat hebatnya
kepada para petani dan buruhnya. Setiap orang buruh tani
diharuskan bekerja lebih berat dari pada kerbau hanya
untuk dapat mengisi perut setiap hari!
Semenjak menyeberangi Sungai Huai Bi Lan mulai
melakukan kewajibannya sebagai seorang pendekar wanita,
sesuai dengan pesan dari semua gurunya di Hoa san pai.
Dan semenjak Bi Lan memasuki wilayah pemerintah Kin,
di daerah ini muncullah seorang pendekar wanita yang
menggemparkan di samping orang orang gagah yang
memang banyak mengadakan perbuatan perbuatan yang
membela rakyat. Di sepanjang perjalanannya, Bi Lan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendatangi pembesar pembesar Kin di waktu malam,
mengancamnya, menggurat muka dengan pedang atau
bahkan membabat putus sebelah telinganya dengan
ancaman agar supaya pembesar itu tidak memeras kepada
rakyat.
Kemudian ia mengambil banyak perak dan emas dari
pembesar pembesar ini dan pada malam itu juga, orang
orang yang hidup miskin dan hampir kelaparan, tiba tiba
saja menemukan potongan potongan perak atau emas di
dalam kamar mereka! Juga banyak orang orang hartawan
yang didatangi oleh Bi Lan dan diancam untuk dicabut
nyawanya apabila tidak ingat akan kesengsaraan bangsanya
dan tidak mengulurkan tangan untuk menolong.
Semua perbuatan mulia ini dilakukan Bi Lan dengan
diam diam, dan karena gerakannya amat lincah, cepat dan
ginkangnya sudah tinggi, maka semua petani miskin yang
hanya melihat bayangan seorang gadis muda yang cantik
jelita dan berpinggang langsing lalu memberi julukan
kepada Bi Lan. Julukan ini adalah Sian li Eng cu (Bayangan
Bidadari). Akan tetapi, para pembesar Kin yang tentu saja
merasa penasaran dan marah, juga membenci gadis
pendekar ini, memberi julukan Mo li Eng cu (Bayangan
Iblis Wanita) kepadanya. Akan tetapi, Bi Lan yang
mendengar julukan julukan ini untuknya, hanya tersenyum
gembira dan tidak ambil perduli sama sekali.
Beberapa pekan kemudian tibalah Bi Lan di kota Cin an,
kota terbesar di Propingi San tung. Di kota ini pemerintah
Kin mendirikan kantor yang besar, bahkan di sinilah letak
pusat kubu kubu atau benteng pertahanan tentara Kin. Oleh
karena itu, jarang sekali ada orang gagah berani main main
di tempat ini, karena di kota Cin an ini terdapat banyak
sekali perwira perwira Kin yang gagah perkasa. Bahkan
tidak jarang Sam thai koksu mengunjungi tempat ini.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika Bi Lan memasuki kota yang besar ini,
perhatiannya tertarik oleh pengumuman yang ditempel di
mana mana. Ia berhenti dan membaca pengumuman itu
dan makin tertariklah dia. Ini bukanlah sebuah
pengumuman, melainkan sebuah undangan untuk orang
orang gagah di dunia kang ouw! Karena ingin membaca
dengan jelas, Bi Lan lalu mendesak maju dan beberapa
orang yang sedang membaca surat undangan itu memberi
jalan dan memandang kepada Bi Lan dengan heran.
Pengumuman undangan ini tertulis dengan huruf huruf
yang indah dan bergaya kuat dan berbunyi seperti berikut :
PARA ORANG GAGAH DI SELURUH PENJURU.
Kami, Sam Thai Koksu dari Kerajaan Kin dengan ini
mengumumkan bahwa pada nanti malam bulan purnama kami
hendak mengadakan pesta hiburan menghormat para orang gagah
di dunia kang ouw. Pesta itu diadakan di kebun raya di luar
benteng dan di sana disediakan hidangan yang paling lezat dan
arak paling baik untuk para enghiong.
Dengan ini kami mengundang kepada para orang gagah di
seluruh penjuru untuk datang dan beramah tamah dengan kami
untuk membersihkan segala sesuatu yang nampak keruh.
Kami percaya bahwa cuwi (tuan tuan sekalian) tentu akan
berani datang dan mengingat bahwa kita adalah orang orang
yang menjunjung tinggi kegagahan dan keberanian, cuwi tentu
percaya penuh bahwa kami takkan melakukan penangkapan atau
tindakan lain yang mengecewakan dan merusak nama baik kami
sendiri.
Menanti dengan hormat,
SAM THAI KOKSU.
Bi Lan baru membaca setengahnya ketika tiba tiba
terdengar orang tertawa dan surat pengumuman yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tertempel di atas tembok itu tiba tiba tertiup angin yang
kuat dan tempelannya terlepas lalu melayang ke kiri !
Bi Lan terkejut karena maklum bahwa yang meniup itu,
bukanlah angin sewajarnya, melainkan tiupan khikang yang
kuat dari orang pandai. Timbul hati penasaran dalam dada
gadis ini karena ia belum membaca habis, maka sekali ia
mengulurkan tangannya, ia telah dapat menangkap kertas
itu. Dengan tenang, Bi Lan lalu menempelkan kertas itu di
tembok. Akan tetapi karena lemnya telah kering, kertas itu
tidak mau menempel, Bi Lan menjadi mendongkol dan ia
menggunakan ibu jarinya untuk menekan kepada empat
ujung kertas itu pada tembok. Dengan mengerahkan sedikit
lweekangnya, ia telah dapat membuat kertas itu melesak ke
dalam tembok, sehingga kertas itu dapat menempel!
Terdengar suara ketawa lagi, akan tetapi Bi Lan tidak
mau menengok atau memandang hanya melanjutkan
membaca pengumuman itu sampai habis. Orang orang di
sekitarnya tentu saja dapat melihat semua ini dan diam
diam mereka menjadi tegang karena dapat menduga bahwa
gadis muda cantik jelita ini tentulah seorang tokoh kang
ouw yang berilmu tinggi.
Setelah selesai membaca, barulah Bi Lan menengok ke
arah orang yang meniup tadi. la melihat dua orang kakek
yang rambutnya sudah putih dan diikat ke atas, jenggotnya
terurai ke bawah tak terpelihara, demikian pula pakaian
mereka amat sederhana Yang mengherankan adalah
persamaan wajah kedua orang kakek ini, sehingga sukar
untuk membedakan antara mereka. Bi Lan tidak mengenal
kedua kakek ini, maka setelah membaca, ia lalu pergi dari
situ mencari tempat penginapan. Kedua orang kakek yang
sederhana itu memandang kepadanya sambil tersenyum
dan Bi Lan merasa betapa dua pasang mata itu berkedip
kedip seakan akan memberi isyarat “tahu sama tahu”. Di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sepanjang perjalanan mencari hotel, ia mengingat ingat
siapa adanya dua orang kakek ini yang tiupannya demikian
kuat sehingga dari jarak jauh dapat melepaskan kertas itu
tanpa terasa anginnya oleh semua orang.
Setelah mendapat kamar di hotel, Bi Lan beristirahat
sambil berpikir. Malam ini bulan sudah hampir penuh, jadi
undangan itu dimaksudkan besok malam. Aku harus datang
pula untuk melihat apa sebenarnya maksud tiga orang guru
besar pemerintah Kin itu, pikir Bi Lan. Memang sudah
lama ia mendengar nama Sam Thai Koksu dan kini
mendengar tentang undangan mereka terhadap orang orang
gagah, tentu saja hatinya amat tertarik. Apakah akan ada
perobahan sikap yang baik dari pemerintah Kin terhadap
rakyat jelata? Dan siapa pula dua orang kakek yang kembar
itu? Apakah mereka juga datang untuk memenuhi
undangan Sam Thai Koksu? Tentu saja Bi Lan tidak tahu
bahwa surat undangan seperti yang dibaca tadi, oleh
pemerintah Kin telah disebar di seluruh wilayahnya. Setiap
kota besar tentu disebari undangan ini karena memang Sam
Thai Koksu mempunyai rencana yang amat baik, yang
sudah disetujui oleh kaisar sendiri.
Telah lama Sam Thai Koksu merasa pening kepala
karena gangguan orang orang gagah di dunia kang ouw
yang melakukan pemberontakan pemberontakan kecil.
Biarpun tiga orang guru besar ini dengan kepandaiannya
dapat mengerahkan perajurit untuk membasmi setiap
pemberontakan, namun perlawanan rakyat yang terus
menerus itu menggelisahkan juga Mereka tahu bahwa
rakyat takkan berani bangkit tanpa dorongan dari orang
orang gagah di dunia kang ouw. Melakukan kekerasanpun
sukar karena orang orang gagah itu tak mungkin dapat
dicari dan dibasmi semua. Pemberontakan pemberontakan
itu akan melemahkan kedudukan negara, maka kini Sam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Thai Koksu hendak mengambil jalan halus. Mereka hendak
menggunakan siasat mengambil hati orang orang gagah
untuk menarik mereka agar mau membantu pemerintah
dengan hadiah hadiah besar dan juga janji janji muluk demi
kebaikan penghidupan rakyat! Maka diadakanlah undangan
itu yang maksudnya untuk mengambil hati orang orang
gagah itu.
Sampai malam Bi Lan tak dapat pulas, la telah
mengambil keputusan untuk datang menghadiri pesta itu
besok malam dan melihat gelagat. Kalau kiranya Sam Thai
Koksu ternyata mempunyai maksud buruk, ia takkan
berlaku kepalang dan hendak menyerang tiga orang besar
itu! Apabila dia dapat membinasakan tiga orang yang
dianggap sebagai guru besar negara Kin ini, maka itu
merupakan jasa yang tidak kecil artinya bagi seluruh
bangsanya yang tertindas! Bi Lan sekarang telah
menemukan kembali sifatnya yang dahulu, yakni percaya
penuh akan kepandaiannya sendiri. Dulu ketika berada di
puncak Hoa san, iapun telah memiliki kepercayaan besar
terhadap kepandaian sendiri sampai datang Tiauw It
Hosiang yang mengecewakan hatinya karena ia tidak dapat
mengalahkan hwesio itu dengan mudah. Kemudian setelah
ia terculik oleh Coa ong Sin kai, ia menjadi makin kecewa
karena merasa betapa kepandaiannya masih jauh dari pada
memuaskan. Akan tetapi, setelah ia mendapat latihan dari
Coa ong Sin kai dan merasa betapa kepandaiannya telah
maju pesat sekali, kini ia merasa bahwa kepandaiannya
telah cukup tinggi dan agaknya ia akan dapat
membinasakan tiga orang koksu yang terkenal itu!
Bi Lan memang masih terlalu muda untuk dapat
mengerti bahwa di dunia ini banyak sekali terdapat orang
orang yang berkepandaian tinggi sekali dan bahwa
betapapun tinggi kepandaian seseorang, tentu ada orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang akan mengatasinya. Pula ia masih kurang pengalaman
sehingga kadang kadang timbul sifatnya yang
membanggakan kepandaian sendiri sehingga ia kehilangan
kewaspadaannya.
Ketika ia hampir pulas di atas pembaringannya, tiba tiba
ia mendengar suara kaki menginjak genteng di atas
kamarnya. Suara injakan kaki itu amat perlahan,
menandakan bahwa orang di atas kamar itu telah
mempunyai ginkang yang tinggi. Bi Lan tersenyum
mengejek, kemudian dengan sekali menggerakkan tangan
ke arah lilin yang bernyala di atas meja, api lilin itu padam
oleh tiupan hawa pukulannya.
Agaknya orang yang di atas genteng dapat melihat pula
betapa api di dalam kamar tiba tiba padam, karena
terdengarlah suara berbisik dari atas, “Lihiap (nona yang
gagah), aku datang dengan maksud baik. Harap kau suka
keluar untuk bercakap cakap!”
Bi Lan memang seorang dara muda yang tabah sekali.
Biarpun ia tahu bahwa orang di atas itu tidak boleh
dipercaya, akan tetapi ia tidak merasa takut sama sekali.
Malah ia menduga bahwa mungkin sekali orang itu adalah
seorang diantara kakek yang dilihatnya siang tadi. Ketika ia
mendengar tindakan kaki dua orang melompat turun dari
atas genteng, dugaannya makin kuat bahwa tentu dua orang
kakek kembar itulah yang datang mengunjunginya. Setelah
meringkaskan pakaiannya, Bi Lan lalu membuka jendela
kamar dan sekali tubuhnya berkelebat, ia telah berada di
luar kamar. Ia melihat dua bayangan orang menanti di
tempat agak jauh dari hotel sambil melambaikan tangan,
maka ia lalu berlari ke tempat itu sambil memperlihatkan
ilmu berlari cepatnya yang lihai.
Ia kecele karena dua orang itu sama sekali bukan dua
orang kakek yang dilihatnya siang tadi, melainkan seorang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
laki laki berusia kurang lebih empat puluh tahun dan
seorang wanita yang tinggi besar dan cantik juga, usianya
kurang lebih empat puluh tahun akan tetapi masih nampak
cantik dan selain pakaiannya mewah, juga masih
menggunakan bedak tebal dan yanci (alat pemerah pipi)
dan gincu bibir! Dua orang itu nampak kagum melihat cara
Bi Lan berlari, maka buru buru mereka memberi hormat
dengan menjura.
“Maaf kalau kami telah mengganggu lihiap yang sedang
tidur,” kata wanita pesolek itu sambil tersenyum ramah.
“Ah, tidak apa,” Bi Lan terpaksa menjawab sambil
tersenyum manis, “tidak tahu siapakah jiwi dan ada
keperluan apakah dengan aku yang muda?” Memang Bi
Lan berwatak nakal. Ucapannya yang terakhir itu, yang
menegaskan bahwa dia jauh lebih muda dari pada wanita
itu, diam diam merupakan sindiran bahwa wanita itu
sebetulnya sudah terlalu tua untuk demikian genit dan
demikian mewah. Akan tetapi wanita itu agaknya tidak
merasa sama sekali akan sindiran ini, bahkan tertawa makin
ramah.
Aku bernama Coa Kim Kiok dan dia ini adalah
suhengku yang bernama Kwa Cu Bi. Kami adalah anak
anak murid dari Go bi pai. Melihat betapa siang tadi kau
memperlihatkan kepandaianmu ketika menempelkan kertas
pada tembok, kami menjadi amat tertarik karena kami
merasa bahwa antara kau dan kami tentu terdapat
persamaan tujuan datang di kota ini. Kau siapakah nona
dan mewakili perguruan mana? Tentu kedatanganmu ini
ada hubungannya dengan undangan dari Sam Thai Koksu,
bukan?”
Bi Lan tentu saja sudah mendengar tentang perguruan
silat Go bi pai, sungguhpun guru gurunya di Hoa san pai
seringkali meragukan dan menyatakan bahwa di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pegunungan Go bi san yang amat luasnya itu, banyak sekali
terdapat orang orang pandai yang membuka perguruan silat
sendiri sendiri sehingga yang disebut Go bi pai (partai Go bi
san) sungguh amat kabur dan sukar ditentukan mana yang
aseli. Akan tetapi dia belum pernah mendengar nama Coa
Kim Kiok maupun Kwa Cu Bi. Para pembaca mungkin
masih ingat akan nama Coa Kim Kiok ini. Dia adalah
wanita bertubuh tegap yang dahulu ikut mengeroyok Tan
Seng dan murid muridnya ketika hendak mengambil dan
merampas jenajah Go Sik An. Coa Kim Kiok sudah
semenjak bala tentara Kin menyerang ke selatan, telah
menjadi kaki tangan Kerajaan Kin, bersama dengan orang
orang gagah Bangsa Han lain seperti San mo Liong kui,
Kwa Sun Ok dan yang lain lain. Kwa Cu Bi yang
mengawani Kim Kiok pada waktu ini adalah adik kandung
dari Kwa Sun Ok.
Tentu saja Bi Lan tidak tahu bahwa dua orang yang
dihadapinya itu, selain merupakan mata mata dan kaki
tangan dari Sam Thai Koksu, juga merupakan dua orang
yang benar benar cocok sekali. Kim Kiok semenjak muda
terkenal sebagai seorang perempuan jahat yang bertabiat
cabul. Adapun Kwa Cu Bi yang bermuka putih dan halus
serta termasuk orang tampan itu dengan sikapnya yang
lemah lembut seperti seorang laki laki banci, sebenarnya
adalah seorang jai hwa cat besar. Maka sekarang sepasang
manusia bermoral bejat ini menjadi sahabat, tentu, amat
cocok bagaikan sampah busuk di keranjang bobrok. Ketika
ia ditanya nama dan mewakili pergurun mana, Bi Lan
menjadi agak bingung Karena sebetulnya ia datang bukan
karena surat undangan dari Sam Thai Koksu itu dan tidak
mewakili perguruan manapun juga. Akan tetapi karena
sudah ditanya, ia menjawab juga, “Namaku Bi Lan, she
Liang. Aku mewakili Hoa san pai!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Coa Kim Kiok nampak terkejut, akan tetapi hanya
sebentar karena ia segera tertawa dan berkata girang. “Ah,
tidak tahunya kau adalah seorang anak murid Hoa san pai.
Pantas saja demikian lihai! Adik yang baik, kebetulan sekali
kita dapat bertemu, maka bagaimana pikiranmu kalau
besok malam kita pergi bersama ke kebun raya itu?”
Bagi Bi Lan tentu saja tiada halangannya untuk pergi
bersama, apa lagi memang dia tidak mempunyai kenalan
dan merasa asing di tempat ini, maka ia menganggukkan
kepala, “Boleh saja kalau jiwi suka mengajakku pergi
bersama.”
“Bagus, sekarang selamat tidur, adik Bi Lan. Besok siang
kami akan datang menemuimu dan bercakap cakap.
Maafkan kalau kami datang mengganggu.”
Setelah memberi hormat, kedua orang itu lalu berlompat
pergi dan Bi Lan mendapat kenyataan bahwa kepandain
mereka sebetulnya tidak demikian hebat. Ia lalu kembali ke
kamarnya dan gangguan ini melenyapkan nafsunya untuk
tidur. Ia berpikir pikir dengan hati merasa tegang juga.
Tidak disangkanya bahwa undangan dari Sam Thai Koksu
itu telah menarik orang orang dari Go bi pai yang demikian
jauhnya. Diam diam ia merasa heran sekali mengapa kedua
orang anak murid Go bi pai ini demikian baik kepadanya,
padahal ia pernah bertempur melawan Tiauw It Hosiang,
orang yang dianggap sebagai tokoh ke tiga dari pada
perguruan Go bi pai. Tentu mereka itu dari perguruan Go
bi san yang lain lagi dengan Tiauw It Hosiang, pikirnya dan
kemudian setelah menjelang fajar, dapat juga ia pulas. Pada
keesokan harinya, baru saja Bi Lan bangun, mandi dan
tukar pakaian, seorang pelayan mengetuk pintu dan
memberitahukan bahwa di ruang tamu telah menanti dua
orang. Gadis ini makin heran karena ia dapat menduga
bahwa dua orang itu tentulah Kim Kiok dan Cu Bi yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
malam tadi datang mengunjunginya. Ia segera keluar dan
benar saja, Coa Kim Kiok menyambutnya dengan senyum
di mukanya. Juga Cu Bi yang pagi ini mengunjunginya,
berpakaian mewah dan tersenyum senyum manis
kepadanya!
“Ah, adik Bi Lan yang manis! Kau baru bangun? Mari
kita sarapan, sudah kusediakan semenjak tadi!” Kim Kiok
memberi tanda kepada pelayan yang cepat datang
mengantarkan hidangan yang masih mengebul hangat.
“Ah, enci Kim Kiok, kau sungguh membikin aku
menjadi sungkan dan malu saja. Mengapa pagi pagi sudah
repot repot?”
“Nona Liang, mengapa harus berlaku sungkan?
Bukankah kita adalah orang orang segolongan yang tak
perlu malu malu lagi?” kata Kwa Cu Bi dengan ramah
sambil tersenyum.
Bi Lan tak dapat menolak lagi dan makanlah mereka
bertiga sambil bercakap cakap.
“Apakah jiwi kemarin tidak melihat dua orang tua yang
berpakaian seperti tosu?”
Kim Kiok dan Cu Bi merenung dan mengingat ingat,
akan tetapi mereka menggeleng kepala. “Tosu yang mana?
Aku tidak melihat dua orang kakek yang berpakaian seperti
tosu,” kata Kim Kiok.
“Bukankah engkau kemarin melihat aku membaca surat
undangan di tembok kota itu?” tanya Bi Lan.
“Betul, akan tetapi kami tidak melihat dua orang tosu.
Siapakah mereka?” tanya Cu Bi dengan pandang mata
tajam menyelidik.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bi Lan diam diam merasa heran. Bagaimana kedua
orang ini tidak melihat dua orang kakek yang lihai, yang
mempergunakan tiupan khikang sehingga kertas undangan
itu lepas dari tembok? Akan tetapi karena mereka tidak
mengetahuinya, iapun lalu tersenyum dan berkata, “Mereka
kulihat diantara orang orang yang membaca surat
undangan. Ah, kalau kalian tidak melihat mereka,
sudahlah. Kiraku mereka itupun hanya orang orang biasa
saja yang tertarik oleh surat undangan itu. O, ya? hampir
aku lupa bertanya Jiwi adalah murid murid Go bi pai,
kenalkah dengan hwesio yang bernama Tiauw It Hosiang?”
“Kaumaksudkan It ci sinkang Tiauw It Ho siang?” Cu Bi
mengulang, sambil memandang dengan girang. Ketika Bi
Lan mengangguk, ia berkata, “Tentu saja kenal, karena ia
terhitung masih susiok (paman guru) kami. Kenalkah nona
kepadanya?”
Bi Lan tersenyum dan mengangguk. “Kami pernah
bertemu satu kali. Akan tetapi sungguh aneh bagaimana dia
yang masih muda bisa menjadi susiok dari jiwi. Kukira
usianya tidak lebih dari padamu,”
“Memang betul demikian, It ci sinkang semenjak kecil
telah menjadi hwesio di Gobi san dan karena semenjak
kecil sudah mendapat latihan ilmu silat dari sukong (kakek
guru) kami, yaitu Kian Wi Taisu, maka ilmu
kepandaiannya luar biasa sekali. Suhu kami adalah
suhengnya dan usia suhu jauh lebih tua dari pada It ci
sinkang. Pada waktu ini, boleh dibilang It ci sinkang Tiauw
It Hosiang menduduki tempat ke tiga dalam tingkat
kepandaian, di bawah guru kami Bu It Hosiang dan sukong
kami. Akan tetapi entahlah kalau sekarang terdapat
perobahan karena sudah lama sekali kami tidak pernah
menghadap suhu di Go bi san, karena terlalu jauh.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bi Lan mengangguk angguk maklum, akan tetapi tentu
saja ia tidak tahu bahwa dua orang di hadapannya ini
sebenarnya tidak memberi keterangan yang tepat, bahkan
banyak membohong. Kwa Cu Bi memang betul adalah
murid dari Bu It Hosiang, akan tetapi dia dan kakaknya,
Kwa Sun Ok, telah diusir dari perguruan Go bi pai, karena
diketahui melakukan, perbuatan jahat. Adapun Coa Kim
Kiok sama, sekali bukan murid Go bi pai, melainkan
seorang murid dari pendeta Pek lian kauw yang cabul! Kim
Kiok dan Cu Bi yang menjadi kaki tangan Sam Thai Koksu
mendapat tugas untuk menyelidiki orang orang kang ouw
yang datang di kota Cin an dan sedapat mungkin
diperintahkan membujuk orang orang gagah agar suka
bekerja sama dengan pemerintah Kin, atau setidak tidaknya
memberi kesan kesan baik dan benar benar murid
keponakan dari orang orang gagah. Dan usaha kedua orang
ini memang banyak berhasil. Sudah banyak orang gagah
yang dapat mereka bujuk dan kini melihat Bi Lan yang
masih muda dan memiliki ilmu kepandaian tinggi, mereka
sedang berusaha untuk membujuk Bi Lan. Akan tetapi di
samping itu. seperti biasa dan sesuai dengan wataknya yang
cabul dan kotor, diam diam ia tergila gila melihat
kecantikan dan kemudaan Bi Lan yang amat menggiurkan
hatinya dan ia telah mengambil kepastian untuk
menjadikan gadis muda ini sebagai korbannya!
“Di manakah kau bertemu dengan susiok kami itu, adik
Bi Lan?” Kim Kiok bertanya dengan gaya seakan akan ia
memang benar benar kenal Tiauw It Hosiang.
“Ah, begitu saja, katika ia datang mengunjungi Hoa san
setengah tahun yang lalu,” jawab Bi Lan dengan dingin,
karena ia tidak ingin menceritakan tentang pertempurannya
menghadapi It ci siokang Tiauw It Hosiang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kemudian, kedua orang itu mulai dengan tugas mereka.
Dengan gaya menarik dan bergantian mereka menceritakan
tertang kebaikan kebaikan pembesar pembesar Kin,
terutama Sam Thai Koksu terhadap orang orang gagah.
“Sam Thai Koksu adalah orang orang berilmu tinggi
yang menghargai orang orang gagah,” kata Kim Kiok.
“Apakah kau kenal baik dengan mereka?” Bi Lan
bertanya, “Memang aku mengenal mereka sebagai orang
orang yang amat tinggi kepandaiannya dan sebagai orang
orang yang dapat menghargai kepandaian orang. Mereka
itu ingin sekali bekerja sama dengan orang orang gagah
untuk dapat bersama sama mengamankan negeri dan
menenteramkan kehidupan rakyat jelata. Sungguh orang
orang tua yang boleh dipuji.”
Bi Lan mengerutkan keningnya. “Mungkin benar bahwa
mereka bekepandaian tinggi karena aku sendiripun sudah
mendengar nama mereka. Akan tetapi tentang niat
menenteramkan kehidupan rakyat........ ah, enci Kim Kiok,
hal ini tidak cocok dengan kenyataan!”
Diam diam Kim Kiok dan Cu Bi saling bertukar
pandang.
“Kau salah sangka, nona,” kata Cu Bi. sambil
memainkan alis matanya, lagak yang amat “genit” bagi
seorang laki laki. “Memang harus diakui bahwa banyak
rakyat kecil yang miskin keadaannya, akan tetapi hal inilah
yang justeru hendak dirobah oleh Sam Thai Koksu. Dengan
adanya kerusuhan dan pemberontakan dimana mana,
bagaimana keadaan rakyat bisa diperbaiki? Oleh karena ini
pula, untuk merundingkan tentang cara dan usaha
memperbaiki keadaan penghidupan rakyat, maka Sam Thai
Koksu mengadakan pertemuan dengan orang orang gagah.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bi Lan diam saja, berpikir dalam dalam. “Baiklah, kita
sama dengar saja apa yang hendak mereka katakan malam
nanti, dan kita sama lihat apa yang akan terjadi
selanjutnya,” akhirnya dia berkata.
Menghadapi sikap Bi Lan yang dingin dan tawar ini,
Kim Kiok dan Cu Bi merasa tidak enak. Mereka lalu
berpamit dan Kim Kiok berkata.
“Adikku yang manis. Malam nanti kita bersama
mengunjungi tempat pesta. Kautunggu saja, kami akan
menjemputmu.”
“Tidak usahlah, enci Kim Kiok. Baik kita bertemu di
sana saja, karena sebelum pergi ke kebun raya, aku hendak
jalan jalan dulu melihat lihat keadaan kota yang besar ini.”
jawab Bi Lan.
Cu Bi nampak kecewa, akan tetapi Kim Kiok lalu
berkata dengan ramah, “Begitupun baiklah. Aku akan
memberitahukan kepada Sam Thai Koksu tentang
kedatanganmu. Seorang wakil dari Hoa san pai perlu
disambut baik baik!” Setelah berkata demikian, Kim Kiok
dan Cu Bi lalu meninggalkan Bi Lan.
Dara ini harus mengakui bahwa ia amat sebal melihat
kedua orang itu. Kim Kiok dianggapnya terlalu genit dan
mewah, serta memiliki gaya dan gerak gerik yang
menjemukan. Sedangkan Cu Bi, biarpun harus diakui
jarang ada seorang setua dia masih memiliki wajah yang
tampan menarik, namun ia merasa sebal dan muak melihat
cara laki laki itu memandangnya, cara dia tersenyum dan
memainkan alis matanya. “Mereka itu bukan orang orang
baik, aku harus hati hati,” bisiknya seorang diri. Kesadaran
ini bukan timbul karena kecerdikannya, akan tetapi karena
suara hati dan perasaannya. Ia masih belum berpengalaman
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk menghadapi orang orang jahat yang pandai
mempergunakan lidah.
Malam hari itu udara bersih sekali. Tak nampak bintang
di langit karena sinar sinar bintang itu tertutup dan kalah
oleh cahaya bulan yang, dingin dan terang. Angin malam
bertiup perlahan, membuat suasana menjadi sejuk sekali.
Akan tetapi, cahaya bulan itu masih kalah oleh
terangnya lampu lampu yang dipasang di bawah pohon
pohon dalam kebun raya, yakni sebuah kebun atau taman
bunga yang biarpun disebut kebun raya, namun
sesungguhnya adalah taman bunga khusus diperuntukkan
bagi bangsawan bangsawan Kin dan beberapa orang
hartawan terkemuka saja. Tempat mereka minum arak dan
mendengarkan nyanyian gadis gadis penyanyi dan tempat
mereka bersenang senang!
Akan tetapi pada malam hari itu, biarpun bulan sudah
cukup terang namun tempat itu masih diterangi pula oleh
lampu lampu yang digantungkan dicabang cabang terendah
dari pohon pohon. Bahkan di tengah tengah kebun raya
yang besar dan luas itu dipasangi tenda tenda tempat orang
masak dan tempat orang menaruhkan alat alat keperluan
pesta malam hari ini.
Penduduk berduyun duyun menonton dan berdiri di
sekeliling taman bunga itu, karena biarpun mereka tidak
boleh masuk, namun dari luar saja mereka dapat pula
melihat pesta yang meriah itu. Tamu tamu mulai masuk ke
dalam ke kebun raya, melalui sebuah pintu besar yang
terjaga oleh penjaga penjaga berpakaian militer dan yang
memberi hormat dengan gagahnya pada setiap orang yang
memasuki taman itu. Tamu tamu yang masuk ini semua
terdiri dari tokoh tokoh kang ouw, ada orang orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berpakaian sebagai piauwsu, (guru silat), ada pula yang
berkepala gundul karena dia adalah hwesio, ada pula tosu,
bahkan ada pula yang berpakaian sebagai seorang
pengemis. Ada pula beberapa orang wanita tua muda yang
menggantungkan pedang di punggung!
Sam Thai Koksu sendiri menyambut kedatangan para
tamu di pintu keluar yakni pintu yang tak berdaun, hanya
merupakan jalan masuk terbuka dari lingkungan pagar
pohon bunga yang mengelilingi taman luas itu. Tiga orang
guru besar ini memang amat gagah. Tubuh mereka tinggi
besar dan tegap dengan dada yang bidang menandakan
bahwa mereka rata rata bertenaga besar. Pakaian mereka
sederhana potongannya, seperti biasa pakaian orang orang
ahli persilatan, ringkas dan pendek, akan tetapi terbuat dari
pada sutera yang paling mahal. Kim Liong Hoat ong yang
tertua berusia kurang lebih enam puluh tahun, Gin Liong
Hoat ong lima puluh tahun lebih, akan tetapi Tiat Liong
Hoat ong yang termuda paling banyak berusia empat puluh
lima tahun. Akan tetapi mereka masih kelihatan segar sehat
dan muda, bahkan Kim Liong Hoat ong sendiri masih
kelihatan muda dan pesolek.
Di samping tiga orang guru besar dari Kerajaan Kin ini
masih ada lagi pembesar kepala daerah sendiri yang
menyambut datangnya para tamu. Benar benar merupakan
satu kehormatan yang besar sekali!
Bi Lan juga memasuki pintu dan disambut dengan
hormat oleh penjaga penjaga pintu yang mau tidak mau
memandang kepadanya dengan mata menyatakan kagum
kepada nona yang cantik sekali ini. Kemudian Bi Lan
disambut oleh Sam Thai Koksu dengan menjura. Bi Lan
membalas penghormatan ini dengan kaku.
“Ah, kalau tidak salah, nona yang disebut Liang lihiap
(pendekar wanita Liang) dan yang mewakili Hoa san pai?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tanya Kim Liong Hoat ong kepada Bi Lan sambil
memandang dengan mata berseri girang.
“Aku yang bodoh memang murid Hoa san pai,” jawab
Bi Lan. Jawaban ini bukan berarti ia membohong, karena
menghadapi tiga orang yang kelihatan gagah perkasa ini, ia
merasa tidak enak membohong. Lagi pula, ia tidak merasa
takut sama sekali, mengapa harus membohong? Terhadap
Kim Kiok lain lagi, karena kalau ia tidak membohong tentu
wanita itu akan banyak bertanya tentang dirinya dan hal ini
ia tidak suka.
“Silakan masuk, Liang lihiap, silakan memilih tempat
duduk sesuka hatimu,” Kim Liong Hoat ong
mempersilakan dan Bi Lan lalu menyatakan terima kasih
dan memasuki taman itu. Yang sudah masuk ke dalam
taman itu kurang lebih ada dua puluh orang tamu dan
keadaan di dalam taman memang meriah. Di sudut kiri
terdapat serombongan penabuh gamelan yang dimainkan
terus menerus hingga suasana makin ramai. Meja meja
dipasang di dalam taman itu, di dekat bunga bunga yang
sedang mekar dan lampu lampu teng yang tergantung di
pohon pohon dihias kertas berwarna warni menimbulkan
pemandangan yang indah menggembirakan. Akan tetapi
hati Bi Lan tidak gembira. Ia tidak melihat orang orang
yang kelihatan memiliki kepandaian tinggi, seperti,
misalnya kekek pengemis yang berpakaian tambal tambalan
dan yang kini duduk melenggut di atas tanah mengikuti
irama gamelan. Ada pula wanita tua yang kepalanya diikat
dengan saputangan putih seperti orang berkabung dan yang
duduk menghadapi meja bersama seorang wanita muda dan
seorang laki laki muda pula. Juga terlihat seorang hwesio
tua yang bertubuh kekar pendek dengan kepalanya yang
licin bersih itu menghadapi meja pula seorang diri. Dalam
pandangan mata Bi Lan yang tajam, tiga orang ini tentu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memiliki kepandaian yang tinggi, berbeda dari tamu tamu
lain yang nampaknya seperti ahli ahli silat biasa saja.
Bi Lan tidak memilih tempat duduk, sebaliknya ia lalu
berjalan jalan dan mengagumi kembang kembang yang
memenuhi tempat itu. Ketika ia tiba di sudut kanan taman
itu, tiba tiba saja ia mendengar suara orang ketawa dan
ketika ia mengangkat muka, ternyata di dekat sebuah meja
di situ berdiri dua orang kakek yang memandangnya
dengan tertawa tawa. Melihat betapa dua orang kakek itu
mengajak tertawa kepadanya, Bi Lan yang memang
berwatak gembira itu tak dapat menahan untuk tidak
bersenyum! Padahal gadis ini tersenyum untuk
menyembunyikan rasa heran dan kagetnya karena dua
orang kakek ini adalah mereka yang siang kemarin
dilihatnya. Sepasang kakek kembar yang pernah
memperlihatkan kelihaian mereka dengan meniup kertas
pengumuman di tembok itu.
“Kalau kau benar benar mewakili Hoa san pai, benar
benar Liang Gi Tojin tolol sekali menyuruh bocah seperti
kau datang ke tempat semacam ini, akan tetapi kalau tidak
mewakili siapa siapa, kau benar benar bernyali besar. Ha ha
ha!” seorang diantara sepasang kakek kembar ini berkata
lalu tertawa terkekeh kekeh, akan tetapi matanya
memandang dengan seri gembira kepada Bi Lan. Kakek
yang seorang lagi hanya mengangguk anggukkan kepala
dan juga tertawa.
Sebelum Bi Lan dapat menjawab, kedua orang kakek itu
menggerakkan ujung lengan baju dan sekali berkelebat
mereka lenyap dari depannya! Bi Lan terkejut sekali dan
selagi ia bengong melihat ke depan, tiba tiba terdengar
orang menegur,
“Adik Bi Lan, semenjak tadi aku mencarimu di mana
mana. Aku sudah kuatir kalau kalau kau tidak akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
datang?” Bi Lan menengok dan ia melihat Kim Kiok berlari
menghampirinya. Wanita ini sekarang memakai pakaian
sutera yang indah dan bedaknya lebih tebal dari pada biasa.
“Enci, apakah baru saja kau melihat dua orang kakek
itu?” tanyanya karena pikirannya masih penuh dengan
bayangan dua orang kakek aneh tadi.
Kim Kiok memandang ke kanan kiri dan mengerutkan
kening, “Dua orang kakek? Yang mana? Aku tidak melihat
mereka.”
Bi Lan makin kagum dan heran Bagaimanakah dua
orang tua itu dapat bergerak sesukanya tanpa diketahui dan
dilihat orang? Siapakah mereka? Dan perlu apa mereka
datang ke tempat ini dengan sembunyi sembunyi? Diam
diam Bi Lan berpikir dan hatinya berdebar.
“Eh adik Bi Lan, mengapa engkau termenung saja?
Apakah baru saja kau melihat setan?” Kim Kiok tertawa
menggoda dan ucapan ini menyadarkan Bi Lan yang segera
tersenyum kepadanya.
“Tamu tamu sudah banyak,” katanya menyimpang
sambil memandang ke arah para tamu yang duduk
mengelilingi meja mereka.
“Memang, sedikitnya ada tiga puluh orang. Hayo kita
duduk dan memilih tempat yang enak, akan tetapi jangan
terlalu jauh dari panggung hingga kita akan dapat
mendengar segala yang akan diucapkan oleh tuan rumah,”
sambil berkata demikian Kim Kiok menggandeng tangan Bi
Lan dan diajak duduk di bangku dekat korsi yang berada di
dekat panggung besar yang sengaja didirikan di tengah
tengah taman itu. Karena di atas meja ini terdapat sebuah
lampu teng yang cukup besar, maka wajah kedua orang
wanita ini tersorot lampu dan sebentar saja hampir semua
mata memandang ke arah mereka, karena wajah Bi Lan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
benar benar amat indah rupawan dan menarik perhatian
semua orang tamu yang berada di situ. Sebentar saja semua
orang bertanya tanya siapakah adanya gadis cantik jelita
itu? Akan tetapi ketika melihat Kim Kiok, pandang mata
mereka terhadap Bi Lan berubah, kalau tadi kagum dan
mengindahkan sekarang hanya tinggal kagum saja
sedangkan di dalam hati menyayangkan mengapa seorang
gadis manis yang masih demikian muda telah bergaul
dengan seorang perempuan cabul seperti Kim Kiok! Tentu
saja Bi Lan sendiri tidak tahu sama sekali tentang hal ini
dan ia duduk sambil tersenyum senyum gembira,
pikirannya masih penuh oleh bayangan sepasang kakek
kembar tadi dan beberapa kali ia menoleh ke sana ke mari
dengan mata mencari cari, akan tetapi tetap saja ia tidak
menemukan bayangan dua orang kakek itu.
Diam diam ia mengakui bahwa kepandaian dua orang
kakek itu benar benar hebat sekali dan jauh lebih tinggi dari
pada kepandaiannya sendiri! Kalau saja Bi Lan tahu siapa
adanya sepasang kakek kembar itu, tentu ia takkan merasa
seheran itu. Sebetulnya dua orang kakek ini bukan lain
adalah Thian Te Siang mo, yakni Sepasang Iblis Bumi
Langit yang kita sudah lama kenal sebagai guru dari Go
Ciang Le !
Thian Te Siang mo mendengar juga tentang undangan
yang dikeluarkan oleh Sam Thai Koksu dan memang sudah
lama kedua orang kakek kembar ini mendengar tentang
nama Sam Thai Koksu yang terkenal lihai. Kedatangan
Thian Te Siang mo sama sekali bukan karena undangan itu,
dan juga biarpun Iblis Kembar ini mempunyai kesukaan
mengumpulkan jenazah orang orang gagah, namun mereka
sendiri tidak ambil perduli tentang politik dan perang.
Mereka kini datang karena tertarik oleh nama Sam Thai
Koksu dan selain ingin menyaksikan kelihaian guru guru
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
besar negara Kin, juga memang kebetulan sekali mereka
mengembara dan berada di dekat kota Cin an. Selain dari
pada ini semua, Sepasang Iblis Kembar ini ingin pula
bertemu dengan orang orang gagah yang akan mengunjungi
pesta di kebun raya ini untuk menghibur hati karena kedua
orang sakti ini sedang menderita kekecewaan yang amat
besar. Kekecewaan yang ditimbulkan oleh murid tunggal
mereka, yaitu Go Ciang Le! Sebelum kita melihat lebih jauh
apa yang akan terjadi di dalam taman bunga di mana
diadakan pesta oleh Sam Thai Koksu itu, lebih baik kita
menengok pada peristiwa yang terjadi lebih dahulu dan
mengetahui mengapa Thian Te Siang mo bisa menjadi
kecewa karena Go Ciang Le.
Setelah menolong penduduk dusun di lereng Gunung
Tapie san sebelah selatan, membunuh ular yang dipelihara
oleh Coa ong Sin kai dan bahkan berhasil mengusir
pengemis sakti yang gila itu, Ciang Le lalu melanjutkan
perjalanannya turun dari gunung. Mulailah ia dengan
pengembaraannya sebagai pendekar yang budiman, yang
selalu siap sedia mengulurkan tangan menolong kepada
orang orang lemah yang tertindas atau mengalami
kesengsaraan. Selama berbulan ia mengembara dan
mendapat kenyataan bahwa kepandaiannya yang dipelajari
dari dua orang gurunya, ternyata benar benar memuaskan
hatinya dan tak pernah ia menemui tandingan Selama ini,
lawan yang dianggapnya paling berat hanyalah Coa ong Sin
kai seorang, yang baru melarikan diri setelah melihat
pedangnya Kim kong kiam. Akan tetapi, semenjak itu, tak
pernah ia mengeluarkan pedangnya karena semua penjahat
yang dihadapinya cukup dilawan dan dirobohkan oleh
kedua tangannya saja.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan tanpa ia ketahui, semua perbuatannya dilihat dari
jauh oleh Thian Te Siang mo. Sepasang Iblis yang diam
diam memperhatikan sepak terjang murid mereka itu.
Tanpa disengaja, Ciang Le terus menuju ke utara sampai
ia memasuki wilayah Kerajaan Kin dan di situ ia
menyaksikan kesengsaraan rakyat kecil sehingga makin
giatlah ia melakukan perbuatan perbuatan yang sesuai
dengan tuntutan jiwa seorang pendekar. Namanya menjadi
makin terkenal dan karena ia tak pernah mau mengaku
nama aselinya, ia lebih suka disebut Hwa I Enghiong yang
makin lama makin terkenal baik di kalangan rakyat yang
tertolong maupun di kalangan dunia liok lim (rimba hijau).
Pada suatu hari, sampailah ia di kota Taigoan di Propingi
Shansi dan di kota inilah ia mengalami hal yang hebat,
menjumpai orang orang yang memiliki kepandaian tinggi
yang belum pernah ia impikan atau menduga sebelumnya.
Di dalam kota Taigoan yang besar terdapat sebuah
perkumpulan pengemis seperti yang sering kali terdapat di
kota kota besar pada waktu itu. Akan tetapi perkumpulan
pengemis yang berada di Taigoan ini bukanlah
perkumpulan pengemis biasa saja yang suka membagi bagi
hasil pekerjaan mereka di antara kawan kawan.
Perkumpulan ini amat berpengaruh, bahkan pengaruhnya
demikian besarnya sehingga para pemimpinnya
mengadakan perhubungan dengan para pembesar Kin yang
berada di kota itu, perkumpulan ini disebut Hek kin kaipang
(Perkumpulan Pengemis Ikat Pinggang Hitam). Semua
pengemis yang berada di kota Taigoan dan daerahnya,
tidak ada yang tidak menjadi anggauta perkumpulan ini,
karena mereka yang berani menjadi pengemis di luar
keanggautaan perkumpulan ini tentu akan dipukuli atau
diusir dari tempatnya bekerja!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Anggauta anggauta biasa dari perkumpulan ini memang
terdiri dari pada pengemis pengemis biasa saja, akan tetapi
perkumpulan ini mempunyai dewan pengurus yang amat
kuat organisasinya dan selain semua pengurus ini
mempunyai hubungan dan kedudukan yang kuat di
Taigoan dan sekitarnya, juga mereka terkenal sebagai ahli
ahli silat yang tinggi ilmu kepandaiannya. Para pemimpin
pengemis itupun mempunyai tingkat tingkat kedudukan.
Anggauta biasa dapat dikenal dari jubah hitam tambal
tambalan yang memakai sebuah kantong besar di dada,
tempat ia menaruh hasil minta minta kepada penduduk.
Pengemis pengemis yang menjadi pengurus perkumpulan
dapat dilihat dari jumlah kantong di dada mereka. Kantong,
kantong ini kecil dan dipasang di baju mereka bagian dada.
Makin banyak jumlah kantong kecil itu di bajunya, makin
tinggilah kedudukannya atau tingkatnya dan dengan
sendirinya makin tinggi pula ilmu silatnya. Adapun siapa
yang menjadi ketua dari Hek kin kai pang, tak seorangpun
mengetahui atau pernah melihatnya, semua pengemis, baik
yang menjadi anggauta biasa dengan baju hitam tambal
tambalan maupun yang mempunyai kedudukan dan
bajunya berwarna macam macam, tentu mengenakan
sehelai sabuk atau ikat pinggang berwarna hitam terbuat
dari sutera pada pinggang mereka. Inilah tanda
keanggautaan dari perkumpulan Hek kin kai pang.
Para anggauta pengemis itu melakukan pekerjaan minta
minta sepeiti pengemis pengemis biasa dan mereka
menerima apa saja yang diberikan orang kepada mereka.
Tak pernah mereka menimbulkan kerusuhan, kecuali kalau
ada orang melakukan pekerjaan mencopet. Pengemis
pengemis ini memang diakui dan dibiarkan oleh pemerintah
karena mereka menjamin bahwa di kota Taigoan dan
sekitarnya takkan ada pencopet atau pencuri. Bahkan,
sedikitnya mereka menjamin dan merupakan tempat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pelarian dari mereka yang lemah dan tidak mampu bekerja
lagi sehingga tidak mati kelaparan di pinggir jalan dan
memusingkan kepada para petugas pemerintah.
Akan tetapi, ada hal yang amat ganjil dalam
perkumpulan ini, yaitu pada para pimpinannya. Biarpun
mereka berpakaian seperti pengemis dan di bajunya
terdapat kantong kantong kecil, jangan mencoba untuk
memberi sesuatu kepada pemimpin pemimpin ini!
Pemberian berupa apapun juga kepada para pengemis yang
sudah mempunyai tanda kedudukan, yakni kantong
kantong di bajunya, dianggap sebagai penghinaan dan
pemberi itu akan dihajar! Setidak tidaknya dimaki maki!
Hal ini sudah diketahui oleh seluruh penduduk di
Taigoan dan sekitarnya, maka tak pernah terjadi
pelanggaran dan keributan yang tidak diingini.
Karena para pemimpin inipun jarang sekali berkeliaran
di dalam kota, maka juga para pelancong dan pendatang
dari luar kota jarang ada yang bertemu dengan mereka
sehinga biarpun pelancong ini tidak mengetahu tentang
“pantangan” pemimpin pemimpin Hek kin kaipang, tidak
pernah terjadi pelanggaran.
Ketika Ciang Le memasuki kota Taigoan, secara
kebetulan sekali ia bertemu dengan pengemis pengemis ini
dan menyaksikan keributan yang timbul karena
pelanggaran ini sehingga mengakibatkan pertempuran
besar.
Seperti biasa, Ciang Le memasuki kota dengan tindakan
kaki tenang. Ia gembira sekali melihat keindahan kota
Taigoan, biarpun hati kecilnya ada perasaan tak senang
karena ia tahu bahwa gedung gedung yang membuat kota
ini nampak indah adalah milik dari para pembesar Kin,
pembunuh pembunuh kedua orang tuanya! Telah lama
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ciang Le dapat mengubur rasa dendamnya, karena kedua
orang gurunya memberitahukan kepadanya bahwa ayahnya
yang bernama Go Sik An bersama ibunya telah tewas oleh
pengeroyokan tentara tentara Bangsa Kin.
“Tak ada gunanya kau berdendam hati, muridku,” kata
Thian Lo mo, “orang tuamu tewas sebagai pahlawan
pahlawan, sebagai perajurit perajurit gugur dalam perang.
Tidak ada sakit hati atau dendam dalam hal ini, karena
tewasnya orang tuamu bukan karena pertempuran atau
urusan perseorangan, melainkan membela negara. Pula,
kita semua tidak tahu siapa orangnya sebetulnya yang
menjatuhkan tangan maut terhadap orang tuamu, maka
tidak mungkin sekali kalau kau hendak membalas sakit hati
kepada seluruh tentara Kin yang puluhan laksa jumlahnya
itu!”
Dengan nasihat nasihat dan ucapan ucapan seperti
inilah, mata telah lama hati Ciang Le telah menjadi dingin
dan tidak ada nafsu untuk membalas dendam atas kematian
kedua orang tuanya. Menang ia tadinya telah bersumpah
untuk membalas dendam dan sakit hati ayah bundanya,
akan tetapi karena tidak tahu siapa orangnya yang harus
dibalas, hati nya menjadi tawar. Ada sedikit harapan di
dalam dadanya bahwa siapa tahu kalau kalau secara
kebetulan ia akan dapat mendengar siapa orangnya yang
membunuh mereka dan kepada orang ini tentulah ia akan
menjatuhkan tangan pembalasan!
Ketika ia berjalan sampai di sebuah jalan yang
menikung, tiba tiba ia mendengar suara ribut ribut dan
melihat seorang laki laki yang berpakaian seperti seorang
pelajar sedang dipukuli oleh dua orang pengemis. Melihat
cara dua orang pengemis itu memukul, dengan kaget Ciang
Le mendapat kenyataan bahwa dua orang itu mengerti ilmu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
silat sedangkan pelajar yang usianya tiga puluh tahun lebih
itu hanya mengeluh dan jatuh bergulingan.
“Ampun, tai ong… ampun…!” pelajar itu mengaduh
aduh dan minta ampun sambil menyebut “tai ong” yang
berarti raja besar, yakni sebutan yang lajim bagi kepala
kepala perampok!
“Kau harus mampus!” seorang diantara pengemis itu
berseru marah. “Kau cacing buku ini berani sekali
menghina kami, pemimpin tingkat ke lima dari Hek kin
kaipang? Apakah matamu buta tidak melihat jumlah
kantong kantong jimat di baju kami?”
“Ampun… siauwte tidak tahu tentang hal itu sama
sekali… baru tiga hari siauwte datang di kota ini… harap tai
ong suka memberi maaf.”
“Kami bukan perampok perampok, berani sekali kau
menyebut tai ong!” pengemis ke dua membentak sambil
memberi gaplokan ke arah mulut pelajar itu sehingga darah
mengalir dari bibirnya yang pecah pecah.
Ketika dua orang pengemis itu hendak memukuli lagi,
tiba tiba mereka merasa tangan mereka tertahan oleh
tangan orang lain. Mereka cepat menengok dan dengan
marah sekali mereka melihat seorang pemuda berbaju
kembang yang berdiri dengan tenang dan gagah, akan tetapi
dengin sepasang mata bernyala saking marahnya.
“Kalian ini dua orang pengemis yang biasanya minta
dikasihi orang, mengapa sekarang bahkan berlaku kejam
kepada seorang terhormat?” Ciang Le mencela dua orang
pengemis itu dengan suara halus, akan tetapi cukup ketus.
Ia melihat bahwa dua orang pengemis itu memakai baju
berwarna biru dan biarpun ditambal di sana sini, namun
nampak bersih dan baru. Di bagian dadanya dipasangi lima
buah kantong kecil berwarna kuning emas dan di pinggang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka terselip dua batang tongkat bambu yang runcing. Ia
sendiri tidak pernah mendengar tentang perkumpulan Hek
kin kaipang, akan tetapi melihat sikap dua orang pengemis
yang usianya sudah empat puluh tahun lebih ini, Ciang Le
dapat menduga bahwa dua orang pengemis ini tentulah
orang orang yang memiliki kepandaian silat dan agaknya
sombong dan jahat. Akan tetapi Ciang Le tidak
memperdulikan lagi dua orang pengemis itu, sebaliknya ia
lalu menolong pelajar itu, membantunya bangun dan
berdiri.
Baiknya pelajar itu hanya menerima gebukan dan
tendangan yang tidak bermaksud membunuh, maka hanya
muka dan tubuhnya saja yang matang biru, namun tidak
ada tulang patah atau luka di dalam.
“Saudara, apakah kesalahanmu maka kau sampai
dipukuli oleh dia orang ini?” tanya Ciang Le kepada orang
berpakaian pelajar itu.
Orang itu menarik napas panjang dan menggunakan
ujung lengan bajunya untuk menyusut darah dari bibirnya,
“Terima kasih atas pertolonganmu, hohan (orang gagah),”
katanya. “Aku sendiri masih merasa heran mengapa kedua
orang gagah ini marah marah kepadaku. Ketahuilah bahwa
aku tadi melihat mereka duduk di pinggir jalan dan karena
merasa kasihan, aku lalu memberi dua potong uang
tembaga kepada mereka. Tidak kusangka sangka, mereka
tiba tiba lalu berdiri dan memukul padaku.”
Sementara itu, dua orang pengemis Hek kin kaipang
yang mempunyai tingkat ke lima itu menjadi marah sekali
melihat ada orang berani membela pelajar yang telah
menghina mereka. Kedua orang pengemis ini
kedudukannya tidak terlalu rendah, karena pemimpin, yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
paling rendah, adalah tingkat ke tujuh yakni yang
pekerjaannya mengumpulkan hasil pendapatan para
pengemis Pemimpin tingkat ke enam berkewajiban
membagi bagi hasil itu untuk makan para pengemis
sehingga takkan terjadi keributan. Tingkat ke lima
berkewajiban mengontrol pekerjaan pengemis agar jangan
ada yang menganggur atau bermalas malasan dan hanya
mengandalkan makan dari hasil pekerjaan kawan kawan.
“Kau ini orang dari manakah yang sengaja mau
membela orang yang telah menghina kami?” bentak
seorang diantara mereka yang bercambang bauk menutupi
hampir seluruh mukanya, sambil mendelik memandang
kepada Ciang Le.
Pemuda ini tetap berlaku tenang dan sambil tersenyum ia
berkata, “Sungguh perkara yang aneh sekali. Orang mau
menyumbang uang, kalian tidak berterima kasih, bahkan
berlaku kasar dan menyiksa orang. Aturan manakah ini?
Aku yang telah melakukan perjalanan ribuan li jauhnya,
baru kali ini melihat hal yang seaneh ini. Sahabat, coba
kauterangkan kepadaku mengapa kau memukuli orang
yang hendak memberi bantuan uang kepadamu?”
Karena tahu bahwa Ciang Le bukan orang dalam kota
dan dari suara pemuda ini terdengar jelas bahwa ia datang
dari selatan, pengemis itu menahan marahnya lalu berkata.
“Dia menghina kami dengan memberi uang itu. tidak
tahukah kau?”
“Menghina?” Ciang Le terheran. “Kalian adalah
pengemis pengemis atau setidak tidaknya orang orang yang
berpakaian seperti pengemis. Apa salahnya kalau orang
memberi sumbangan uang kepadamu. Mengapa kau bilang
menghina?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang orang yang menonton ribut ribut itu diam diam
mengeluh karena mereka menganggap pemuda tampan
berbaju kembang ini benar benar “mencari penyakit”
dengan ucapan ucapannya yang tidak disadarinya itu.
Memang benar, dua orang pemimpin pengemis tingkat lima
itu makin merah mukanya, akan tetapi si cambang bauk
tetap memberi penjelasan dengan suara ketus.
“Babaimana kau bilang tidak menghina? Butakah
matanya dan tidak melihat bahwa kami memakai lima buah
kantong pada baju kami?”
“Itu artinya bahwa kalian mempunyai banyak tempat
untuk menyimpan uang. Adakah arti yang lain lagi?” tanya
Ciang Le mencoba berkelakar. Terdengar suara ketawa
tertahan dari orang orang yang menonton di pinggir jalan.
“Orang muda, hati hatilah dengan mulutmu. Jangan
jangan kau akan keluar dari tempat ini dengan bibir pecah
pecah pula!” Pengemis kedua membentak sambil bertolak
pinggang. “Buka matamu baik baik, kami adalah dua orang
pemimpin tingkat ke lima dari Hek kin kaipang! Apa kau
mau bilang pula bahwa selama hidup kau belum pernah
mendengar tentang Hek kin kaipang??”
Ciang Le memang benar benar belum pernah mendengar
nama perkumpulan ini maka dengan sungguh sungguh ia
menggelengkan kepalanya berkali kali dan berkata,
“Memang aku belum pernah mendengar nama
perkumpulan pengemis ini, sahabat. Dan biar pun kalian
menduduki tingkat ke satu sekali pun dari perkumpulan
yang manapun juga, kurasa kalian berlaku keterlaluan
terhadap orang yang bermaksud baik memberi sumbangan
kepadamu. Kalau kalian tidak suka menerima kalian boleh
menolak dengan halus, bukan dengan main pukul seperti
tukang tukang pukul dan jagoan jagoan murah saja!” Ciang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Le bicara keras, karena iapun mulai merasa mendongkol
dan marah melihat sikap pengemis yang keterlaluan itu.
Mendengar ucapan ini, tentu saja kedua orang pengemis
itu menjadi makin marah dan mencak mencak, “Agaknya
kau sudah bosan hidup berani bermain gila dan menghina
kami!” kata si cambang bauk yang segera maju menubruk
dan mengayun tangan hendak menampar Ciang Le seperti
yang ia lakukan kepada si pelajar tadi. Akan tetapi kali ini
ia bertemu batunya. Sikap Ciang Le yang lemah lembut dan
kulitnya yang halus itu memang tidak ada bedanya dengan
sikap pelajar tadi dan semua orang tentu akan mengiranya
sebagai seorang yang lemah. Ciang Le memang selalu
menyembunyikan pedangnya di dalam bajunya yang lebar
dan panjang.
Orang orang yang menonton mengira bahwa Ciang Le
tentu akan roboh seperti pelajar tadi akan tetapi alangkah
herannya hati semua orang termasuk si cambang bauk
sendiri ketika yang jatuh bukannya Ciang Le, melainkan si
cambang bauk itulah! Ketika ditampar tadi, Ciang Le
bersikap tenang tenang saja, sama sekali tidak mengelak.
Akan tetapi begitu kepalan tangan pengemis itu telah
mendekati pipinya, tiba tiba pemuda ini menggerakkan
tangan dan miringkan kepalanya. Pukulan itu tidak
mengenai sasaran, sebaliknya begitu tangannya mendorong
tubuh pengemis cambang bauk itu, tak dapat dicegah lagi
tubuh pengemis yang tinggi besar itu terdorong roboh dan
bergulingan beberapa kali!
Hal ini tidak saja mengherankan para penonton, bahkan
pengemis cambang bauk itu sendiri dan kawan kawannya
jua terheran heran. Bagaimana seorang pemuda lemah
lembut seperti ini dapat merobohkannya, yang sudah
memiliki kepandaian lumayan dan menduduki tingkat ke
lima?
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Eh, sobat, kau siapakah dan dari golongan mana? Beri
tahu lebih dulu agar kami dari Hek kin kaipang tidak salah
tangan terhadap kawan segolongan!” Si cambang bauk
melompat berdiri dan menegur Ciang Le.
Pemuda ini tersenyum manis ketika berkata, “Aku bukan
dari golongan mana mana, hanya seorang pelancong biasa
saja yang tidak suka melihat orang orang kasar
mengandalkan tenaganya dan menghina yang lemah. Lebih
baik kalian minta maaf kepada siucai (orang terpelajar) ini,
dan habislah perkara ini. Akupun tidak suka bermusuhan
dengan siapapun.”
“Ah, lagakmu sombong sekali, orang muda! Biarpun kau
belum mendengar tentang perkumpulan kami, sedikitnya
kau harus tahu bahwa kami bukanlah orang orang yang
boleh dihina begitu saja. Kaukira kami takut kepadamu?
Rasakan pukulanku ini!” Dua orang pengemis itu
menyerang dari kanan kiri dengan pukulan yang dilakukan
sekuat tenaga. Mereka memang marah sekali dan hendak
merobohkan pemuda yang dianggapnya sombong dan
lancang ini dengan sekali pukul. Akan tetapi kembali
mereka kecele, karena bukan pemuda itu yang terjungkal
roboh, melainkan kedua orang pemukul tadi! Demikian
cepat dan hebat gerakan Ciang Le sehingga tahu tahu kedua
orang pengemis Hek kin kaipang tingkat ke lima itu
terjerumus maju dan kepala mereka saling beradu,
keduanya lalu roboh sambil meringis ringis kesakitan sambil
menggosok gosok kepala mereka yang menjadi benjol!
Terdengar suara ribut ribut dan semua penonton yang
makin banyak bekumpul di tempat itu serentak menjauhkan
diri dengan muka nampak takut takut. Sebaliknya, dua
orang pengemis yang masih belum berdiri itu kelihatan
girang sekali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ciang Le berlaku waspada dan ketika melihat datangnya
serombongan orang memasuki tempat itu, ia maklum tentu
ia harus menghadapi lawan lawan yang tangguh. Ternyata
bahwa yang datang adalah pemimpin pemimpin Hek kin
kaipang tingkat empat, tiga, dan dua! Semuanya berjumlah
tujuh orang.
“Suheng, pemuda ini telah menghina kita!” Si cambang
bauk itu berkata kepada pengemis tertua yang bajunya
berkantong dua, tanda bahwa dia memiliki kedudukan
tinggi dalam perkumpulan ini, yakni tingkat ke dua. “Siucai
itu telah merendahkan kita dengan memberi uang. Selagi
siauwte menghajarnya, datang pemuda ini yang turun
tangan dan merobohkan siauwte berdua.”
Pengemis tua tingkat ke dua itu memandang kepada
Ciang Le lalu menjura dan berkata, “Enghiong siapakah
dan dari golongan mana? Harap sudi memperkenalkan diri
dan jangan sampai timbul salah faham diantara orang orang
segolongan.”
Melihat sikap pengemis ini dan mendengar kata katanya
yang sopan, Ciang Le cepat membalas penghormatan itu
dan menjawab, “Mohon maaf sebanyaknya. Siauwte
sesungguhnya tidak ingin mencari keributan. Siauwte
seorang pelancong biasa saja yang tidak tahu akan
kebiasaan setempat. Akan tetapi melihat seorang siucai
dipukuli oleh dua orang ini, terpaksa siauwte menegur
mereka. Tidak tahunya mereka menyerang, maka tiada lain
jalan bagi siauwte kecuali membela diri. Kalau kedua orang
ini mau minta maaf kepada, siucai itu, siauwte bersedia
minta maaf pula kepada mereka.”
Mendengar pemuda ini tidak mau menyebut nama,
pengemis tua ini mengerutkan keningnya. “Hm, apakah
kau orang muda merasa terlalu tinggi untuk
memperkenalkan diri lebih dulu? Kalau begitu, biarlah lohu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memperkenalkan diriku. Aku adalah Thio Han, pemimpin
tingkat dua dari Hek kin kaipang. Nah, harap sekarang kau
memberitahukan namamu.”
Dari kedua orang suhunya, Ciang Le seringkali diberi
nasehat agar jangan mengobral namanya, maka ia
menjawab. “Siauwte memberi hormat kepada lo enghiong
dan dengan setulusnya siauwte memandang tinggi
kedudukan lo enghiong di Hek kin kaipang. Akan tetapi
terus terang saja, siauwte tidak mau terlibat dalam urusan
pertikaian ini. Marilah sita sudahi saja dan asal kalian
melepaskan siucai itu, siauwtepun akan melanjutkan
perantauan.”
Tiba tiba diantara para penonton yang memperhatikan
pakaian Ciang Le, berkata. “Apakah pemuda gagah ini
bukan Hwa I Eng hiong?”
Mendengar sebutan ini, berobah muka Ciang Le dan ia
segera menoleh untuk memandang kepada orang yang
menyebut nama julukannya itu. Adapun para anggota Hek
kin kaipang yang sudah mendengar pula nama pendekar
muda yang baru muncul itu, merasa terkejut dan teringat.
Juga Thio Han memandang tajam dan tersenyum, “Ah,
tidak tahunya Hwa I Enghiong yang membuat nama besar!
Betulkah lohu berhadapan dengan Hwa I Enghiong?”
Terpaksa Ciang Le tak dapat menyembunyikan diri lagi.
Ia tersenyum dan berkata, “Orang orang telah terlalu
melebih lebihkan sesungguhnya siauwte tidak patut disebut
enghiong (orang gagah) sungguhpun sebutant Hwa I
(Berbaju Kembang) tidak dapat kusangkal lagi. Memang
aku berbaju kembang.”
“Kalau begitu, kebetulan sekali. Harap Hwa I Enghiong
sudi memberi sedikit petunjuk kepadaku!” kata Thio Han
yang menggulung lengan bajunya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat sikap bermusuh ini dan mendengar ucapan
minta petunjuk berarti mengajak adu kepandaian, Ciang Le
merasa heran. Mengapa pengemis tua ini tiba tiba merobah
sikap? Ia tidak tahu bahwa sudah jadi kebiasaan tokoh
tokoh Hek kin kaipang untak mencoba dan menguji
kepandaian setiap orang tokoh kang ouw yang baru muncul
apabila kebetulan mereka berjumpa. Tokoh tokoh Hek kin
kaipang amat bangga atas kemashuran nama mereka dan
kepandaian mereka, maka setiap kali ada orang kang ouw
memasuki daerah Taigoan, orang kang ouw itu tentu akan
menghadap pimpinan Hek kin kaipang sebagai kunjungan
kehormatan. Pemuda ini baru saja membuat nama di dunia
kang ouw, dan kini tidak saja lalai untuk kunjungan
kehormatan bahkan pemuda ini sama sekali belum pernah
mendengar nama Hek kin kaipang dan berani pula
merobohkan dua orang pengurus tingkat ke lima! Oleh
karena itu, Thio Han menganggap bahwa sudah sepatutnya
ia “memperkenalkan” perkumpulannya agar pemuda ini
jangan memandang rendah “Hm, jadi kau hendak
menantangku bertempur?” kata Ciang Le dengan pandang
mata penasaran. “Ketahuilah bahwa aku hanya akan turun
tangan terhadap orang yang menyerangku, atau yang
melakukan perbuatan jahat. Aku baru akan melayanimu
kalau kau menyerangku.”
Mendengar ini, Thio Han ragu ragu untuk turun tangan.
Kalau ia menyerang lebih dulu, ia akan dianggap
keterlaluan, maka ia lalu menengok kepada seorang saudara
muda, yakni pemimpin tingkat empat yang bertubuh tinggi
kurus “Sute, coba kaulayani siauw enghiong ini beberapa
jurus agar kita mendapat tambahan pengertian.”
Pengemis tinggi kurus itu kelihatan gembira menerima
tugas ini. Ia memandang rendah kepada pemuda yang
lemah lembut ini, maka ia melangkah maju menghadapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ciang Le. Sementara itu. ketika melihat betapa
penolongnya terdesak oleh rombongan pengemis yang
agaknya hendak menimbulkan keributan, pemuda pelajar
yang tadi dipukuli oleh dua orang pengemis, lalu bertindak
maju dan berkata kepada Ciang Le.
(Bersambung ke jilid V )
PENDEKAR BUDIMAN
Karya Asmaraman S Kho Ping Hoo
Jilid V
“HOHAN, sungguh menyesal sekali karena aku kau
sampai menghadapi kesulitan ini.” Kemudian ia berpaling
kepada para pengemis itu dan berkata, “Kalian ini kalau
mau disebut orang orang gagah mengapa mencari perkara
dengan orang orang yang baru datang dari tempat jauh?
Apakah ini bukan berarti akan membikin malu saja kepada
kota Taigoan yang besar dan indah?”
“Kau cacing buku, pergilah !” Pengemis tingkat empat
yang tinggi kurus itu menggerakkan tangan kirinya
mendorong ke arah siucai itu. Dorongan dilakukan dengan
tenaga lweekang dan dari gerakannya itu tahulah Ciang Le
bahwa pengemis ini adalah seorang ahli lweekeh yang
karenanya amat membahayakan keselamatan siucai itu
kalau sampai terdorong dadanya, ia cepat mengulur
tangannya dan berkata,
“Sahabat, jangan kau mencampuri urusan kekerasan ini.
Biarlah aku menghadapinya sendiri.” Biarpun ia
kelihatannya mendorong pula tubuh siucai itu, akan tetapi
sebenarnya ia menggerakkan tangannya memapaki tangan
pengemis yang mendorong tadi. Belum juga tangan mereka
bertemu, pengemis tinggi kurus itu telah terdorong ke
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
belakang dan merasa betapa tangannya sakit sekali. Cepat
ia melompat ke belakang dan menjadi marah sekali.
“Kurang ajar, kau benar benar hendak bertempur?”
bentaknya.
Ciang Le tersenyum dan tidak memperdulikannya,
bahkan memegang pundak siucai itu, didorongnya perlahan
ke pinggir sambil berkata, “Sahabat, lebih baik kau lekas
pergi saja dari sini.” Siucai itu maklum bahwa memang
keadaannya berbahaya sekali, maka setelah
menganggukkan kepala dengan pandang mata terima kasih
kepada Ciang Le, ia lalu pergi dari situ untuk cepat cepat
meninggalkan Taigoan yang mendatangkan pengalaman
pahit padanya.
“Menyerang seorang yang tidak mengerti ilmu silat
mengandalkan kepandaian sendiri untuk menindas yang
lemah, adalah perbuatan yang kusebut pengecut dan hina,”
kata Ciang Le seperti kepada diri sendiri.
Mendengar ini, pengemis tinggi kurus itu makin marah
dan dengan cepat ia melangkah maju dan menyerang Ciang
Le dengan pukulan tangan miring. Akan tetapi, kepandaian
pengemis tingkat ke empat ini biarpun bagi orang biasa
sudah hebat sekali, namun menghadapi Ciang Le ia masih
kalah jauh. Gerakan pemuda ini jauh lebih cepat lagi dan
sebelum tangan yang miring itu menyambar ke lehernya, ia
telah mendahuluinya dengan jari jari terbuka, menyambut
datangnya lengan itu dan menangkap pergelangan
tangannya, sekali ia mengerahkan tenaga, tubuh pengemis
itu terjerumus ke depan. Hampir saja hidungnya mencium
tanah. Melihat betapa dalam segebrakan saja pemimpin
Hek kin kaipang tingkat empat sudah roboh oleh pemuda
ini, tentu saja semua orang menjadi makin terheran heran!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika seorang pengemis tingkat tiga hendak maju. Thio
Han mencegahnya. Menurut penglihatan kakek ini,
kepandaian Hwa I Eng hiong terlalu tinggi untuk dihadapi
oleh saudara mudanja tingkat tiga. Ia sendiri lalu
melangkah maju dan berkata. “Hwa I Eng hiong, iangan
berlaku kepalang tanggung memberi petunjuk kepada kami.
Sambutlah!” Sambil berkata demikian, Thio Han
mengerang dengan kepalan tangan kanan. Pukulan datang
nya cepat dan antep sekali, maka tahulah Ciang Le bahwa
kepandaian kakek ini jauh lebih tinggi dari pada pengemis
yang baru saja di kalahkan. Ia melangkah mundur sehingga
pukulan lawan tidak mengenai tubuhnya. Akar tetapi,
dengan gerakan yang luar biasa cepatnya. Thio Han sudah
melangkah maju lagi dan sekaligus pengemis Hek kin
kaipang tingkat dua ini telah melakukan serangan tigat
macam dengan kedua tangan dan dibantu oleh kaki kiri!
Ciang Le mengerti bahwa kalau ia tidak
mendemonstrasikan kepandaiannya, ia akan di rongrong
terus oleh kawanan pengemis yang maju seorang demi
seorang. Oleh karena itu, melihat datangnya serangan yang
susul menyusul dan hampir berbareng ini, ia segera
mengumpulkan tenaga memperkuat kedudukan kaki,
kemudian kedua tangannya memukul dari kaki kanannya
menendang lawan.
Bukan main hebatnya gerakan ini dan juga amat aneh
dalam pandangan semua kawanan pengemis. Akan tetapi
yang lebih terkejut adalah Thio Han sendiri. Terdengar
suara “buk buk buk!” tiga kali ketika kedua tangannya yang
terkepal beradu dengan kepalan tangan dari kedua tangan
pemuda itu, sedangkan kaki kirinya bertemu dengan kaki
kanan lawan. Kalau Ciang Le masih berdiri seperti biasa
sambil tersenyum, sebaliknya Thio Han merasa betapa
kedua tangan dan kaki kirinya menjadi sakit dan tergetar. Ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mencoba untuk mempertahankan diri, akan tetapi
pertemuan kaki tadi membuat kuda kuda kaki kanannya
bobol dan tak dapat dicegah lagi tubuhnya terlempar ke
belakang bagaikan didorong oleh angin besar! Baiknya ia
cukup lihai sehingga dapat berpoksai (membuat salto) untuk
mencegah tubuhnya terjungkal. Akan tetapi ia meringis
kesakitan dan melihat betapa kepalan kedua tangan dan
kaki kirinya menjadi bengkak!
Saudara saudaranya melihat kekalahan ini, sambil
berteriak teriak marah mereka maju menyerbu dan
mengeroyok Ciang Le! Inilah kerukunan dari Hek kin
kaipang dan oleh karena ini pula jarang ada orang berani
menentang mereka. Akan tetapi kerukunan ini dalam
pandangan Ciang Le hanya merupakan sifat yang amat
licik. Ia mendongkol juga ketika para pengemis itu
menggunakan tongkat untuk menyerangnya. Diam diam
telah datang banyak pemimpin pengemis yang telah
mendengar tentang keributan itu, kini Ciang Le dikepung
oleh kurang lebih lima belas orang pengemis dari tingkat
lima sampai tingkat dua! Kepandaian para pengemis Hek
sin kaipang itu sudah cukup baik dan lihai, ditambah pula
dengan senjata tongkat mereka yang berbahaya, maka tentu
saja Ciang Le tidak berani berlaku lambat. Ia tidak ingin
melukai orang yang berpakaian tambal tambalan ini akan
tetapi dengan tangan kosong menghadapi keroyokan ini
memang membutuhkan kejelian mata dan kegesitan
gerakannya. Ia cepat mainkan ilmu silat tangan kosong
yang dipelajarinya dari Thian Lo mo sambil mengerahkan
tenaganya.
Bukan main ramainya pertempuran itu akan tetapi juga
amat menarik hati untuk ditonton. Dengan gerakannya
yang lincah dan tenaga dalamnya yang besar, Ciang Le
melayani mereka. Tongkat datang menyerangnya bagaikan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hujan, akan tetapi semua itu dengan cepat dapat dielakkan
oleh Ciang Le. Kadang kadang pemuda ini menggunakan
lengan untuk menangkis dan sekali tangkis saja tentu
sebatang tongkat menjadi patah atau terpental jauh!
Kemudian dalam serangan balasan, Ciang Le
mempergunakan tiam hwat (ilmu menotok jalan darah)
sehingga sebentar saja di tempat itu menggeletak tubuh
tubuh para pengemis dalam keadaan lumpuh, lemas
ataupun kaku membatu !
Akan tetapi tiba tiba banyak sekali orang yang
berpakaian dinas datang menyerbu dengan senjata golok.
Melihat orang orang berpakaian seragam ini, terkejutlah
Ciang Le. Mereka adalah penjaga penjaga kota!
Bagaimanakah penjaga penjaga keamanan ini bahkan
datang menyerbu dan membantu para pengemis yang
mengeroyoknya?
“Eh, saudara saudara! Mengapa kalian mengeroyok aku?
Yang menjadi pengacau pengacau adalah para pengemis
ini, bukan aku !”
“Bangsat kecil, kaulah yang mengacaukan kota.
Menyerah atau mati !” bentak seorang komandan pasukan
penjaga itu. Mendengar ini Ciang Le menjadi penasaran
dan marah sekali. Ketika komandan itu menusukkan
goloknya kepadanya, ia cepat membuat gerakan miring dan
dengan jalan menyerong tangannya cepat bergerak dan tahu
tahu golok itu telah berpindah ke dalam tangannya! Dengan
gemas sekali pemuda ini lalu menekuk golok itu sehingga
patah menjadi tiga! Semua orang terkejut sekali
menyaksikan demonstrasi tenaga yang luar biasa ini, akan
tetapi pengeroyokan tetap saja makin merapat, Ciang Le
menggerakkan kaki tangannya dan kembali robohlah empat
orang pengeroyok sambil mengaduh aduh. Pemuda itu
masih dapat mengendalikan perasaannya, maka yang roboh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu hanya terluka ringan saja, tidak sampai membahayakan
jiwanya.
Mendadak terdengar bentakan nyaring, “Mundur
semua!” Dan aneh, baik para pengemis maupun penjaga
kota yang sedang mengeroyok Ciang Le, ketika mendengar
bentakan ini, tiba tiba menahan senjata masing masing dan
cepat melompat mundur. Mereka kini berdiri dengan penuh
hormat dan ada pula sebagian yang menolong kawan
kawan mereka dan membawa pergi dari tempat itu. Kini
Ciang Le berdiri di tengah tengah, dikurung oleh banyak
orang dan di tempat pertempuran tadi yang nampak
sekarang hanyalah bekas bekas darah di atas tanah saja.
Pemuda itu sendiri biarpun masih tenang dan napasnya
masih biasa saja, namun wajahnya yang tampan nampak
kemerahan dan beberapa butir peluh membasahi jidatnya.
Sebelum ia mengerti mengapa orang orang yang
mengeroyoknya mundur dan siapa yang mengeluarkan
bentakan tadi, terdengar angin meniup dari balik orang
orang itu melompat masuk tiga orang yang aneh sekali
keadaannya. Tiga orang inipun berpakaian sebagai
pengemis, akan tetapi kantong yang menghiasi baju mereka
hanya sebuah saja, tanda bahwa mereka bertiga adalah
tokoh tokoh Hek kin kaipang kelas satu!
Ciang Le benar benar terkejut melihat tiga orang ini.
Orang pertama adalah seorang kakek yang sukar sekali
diduga berapa usianya. Tubuhnya kecil dan bongkok
sehingga tubuh itu hampir melingkar bulat seperti tubuh
trenggiling. Kalau diperhatikan sungguh menggelikan
karena tinggi kakek ini hanya setengah orang saja dan
bagian tubuh yang paling tinggi bukanlah kepalanya
melainkan punggungnya yang berpunuk seperti onta itu!
Kepalanya tergantung di depan perut, dan kini ia berdongak
memandang kepada Ciang Le dengan sepasang matanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang kecil akan tetapi bersinar tajam. Kedua kakinya
telanjang dan nampak jari jari kaki yang mekar seperti cakar
bebek. Ia memegang sebatang tongkat hitam yang
panjangnya hanya tiga kaki. Kakek ini memandang kepada
Ciang Le sambil mengeluarkan suara ketawa seperti burung
kakatua.
Orang kedua adalah seorang nenek, seorang pengemis
wanita yang usianya paling sedikit enam puluh tahun.
Pakaiannya yang tambal tambalan itu berkembang
kembang sehingga nampak lucu sekali. Wajahnya sangat
putih, kepucat pucatan dan seluruh air mukanya
membayangkan kekecewaan dan kedukaan hati. Yang
menarik hati adalah bekas luka di sekeliling lehernya,
seakan akan leher itu pernah dipotong lalu disambung lagi.
Nenek ini tidak memegang tongkat seperti pengemis
pengemis lain, melainkan membawa siang kiam (sepasang
pedang) yang gagangnya nampak tersembul di balik
punggungnya sebelah kiri. Juga nenek ini memandang
kepada Ciang Le dengan mata tajam, dan mulutnya makin
mewek seperti mau menangis.
“Dia pantas sekali untuk siocia !” kata nenek ini
mengangguk angguk dan matanya memandang kepada
Ciang Le seperti seorang pembeli sedang menaksir sebuah
barang yang menarik. Pemuda ini merasa jengah juga
menerima pandangan mata seperti itu. Ia melirik ke arah
orang ke tiga yang juga aneh. Orang ke tiga ini seorang
pengemis tua berambut putih dan wajahnya biarpun sudah
tua, masih membayangkan ketampanan. Sayangnya kakek
tua yang kelihatan tampan dan gagah ini hanya mempunyai
kaki kanan saja, adapun kaki kirinya sebatas lutut telah
hilang. Kakek ke tiga ini memegang dua batang tongkat
yang sama panjangnya, kira kira empat kaki.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Masih kurang pantas. Ia tidak setampan aku ketika
muda!” kakek ke tiga ini berkata sambil menarik bibirnya
mengejek.
Ciang Le maklum bahwa ia berhadapan dengan tokoh
tokoh tertinggi dari Hek kin kai pang, maka cepat ia
memberi hormat dengan mengangkat tangan yang
dirangkap di depan dada sambil membungkuk.
“Sam wi pangcu, aku merasa menyesal sekali bahwa
telah terjadi keributan antara aku dan anak buahmu. Semua
ini bukan karena aku yang muda sengaja hendak mencari
permusuhan, sama sekali tidak. Sebetulnya soalnya kecil
saja yakni ditimbulkan oleh dua orang anak buahmu yang
memukuli seorang siucai. Aku menegur dan akibatnya aku
dikeroyok. Oleh karena itu, harap saja sam wi yang lebih
luas pertimbangannya, suka menghabiskan urusan ini.”
Kakek yang bongkok itu tertawa cekikikan, “Heh heh,
dia menyebut kita pangcu (ketua). Heh heh heh!”
“Apakah kau yang disebut Hwa I Eng hiong?” kakek ke
tiga bertanya.
Ciang Le mengangguk. “Aku yang rendah memang
dijuluki orang demikian, sungguh tidak sesuai dengan
kepandaianku yang rendah.”
Kini nenek itu melangkah maju. “Benar benar kau Hwa I
Enghiong?” tanyanya. Ketika Ciang Le mengangguk, nenek
itu lalu tersenyum dan berkata, “Kalau begitu aku harus
memberi selamat kepadamu!” setelah berkata demikian, ia
lalu menjura dan merangkap kedua tangan di dada sambil
mem ungkukkar tubuhnya.
Ciang Le terkejut sekali karena ia menduga bahwa
gerakan ini adalah semacam pukulan gelap yang dilakukan
dengan tenaga lweekang yang tinggi. Benar saja dugaannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ketika ia merasa ada angin menyambar dari kedua kepalan
tangan nenek itu ke arah dadanya. Baiknya ia tadi telah
menaruh hati curiga, maka kini ia cepat mengangkat kedua
tangan ke depan dada dan mendorongnya ke depan sambil
mengerahkan lweekangnya pula.
Akibatnya membuat pemuda dan nenek itu keduanya
terkejut. Benturan tenaga lweekang ini membuat Ciang Le
terpaksa mundur dua langkah. Adapun nenek itu menjadi
terhuyung ke belakang sampai tiga tindak! Ini saja sudah
membuat nenek itu kagum sekali, sebaliknya Ciang Le
diam diam terkejut. Ia tahu bahwa tenaga lweekang dari
nenek ini hanya berbeda sedikit saja dari padanya, padahal
ia telah digembleng secara hebat oleh Thian Lo mo, tokoh
bear ahli lweekeh itu. Baru nenek ini saja sudah demikian
lihai, apalagi dua orang kakek yang aneh ini.
Tiba tiba kakek bongkok itu mengulur tangan dan
sebelum Ciang Le dapat mengelak, tangannya telah
terpegang oleh tangan kakek itu yang sambil terkekeh kekeh
berkata. “Bukan di sini tempat bicara. Hayo kau ikut
dengan kami!” Setelah berkata demikian, ia melompat cepat
dengan tangan masih memegangi tangan Ciang Le. Pemuda
ini merasakan tarikan yang kuat sekali. Ia tidak mau
mempergunakan kekerasan, maka iapun lalu menggenjot
kakinya dan mengikuti kakek ini melompati kepala orang
orang yang tadi mengelilinginya. Nenek itu dan kakek
buntung juga melompat sehingga dalam sekejap mata saja
empat orang ini lenyap dari tempat itu. Jalan raya yang
tadinya penuh sesak itu kini menjadi biasa kembali,
ditinggalkan oleh para penonton yang berjubel di situ.
Ciang Le berlari cepat di sebelah kakek bongkok. Ia
merasa betapa cengkeraman tangan kakek ini benar benar
kuat. Baiknya ia sendiri memiliki ilmu lari cepat yang sudah
mencapai tingkat tinggi sehingga ia dapat mengimbangi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kecepatan si bongkok. Kalau tidak, tentu ia akan terseret
dan tangannya akan terasa sakit.
Setelah berlari lari beberapa lama akhirnya kakek
bongkok itu berhenti di depan sebuah rumah gedung yang
penuh tanaman kembang di halaman depan. Rumah
gedung itu tidak terlalu besar, akan tetapi benar benar
mungil dan cantik sekali. Nampak demikian bersih
terpelihara.
Ketika kakek bongkok itu hendak memasuki halaman
gedung ini, Ciang Le merasa sangsi dan berkuatir kalau
kalau ia akan terjebak. Sambil mempergunakan Ilmu Sia
kut hoat, ia membetot tangannya dan sekali tarik, saja
tangannya yang digenggam oleh kakek bongkok telah
terlepas! Si bongkok memandangnya dengan kagum dan
perlahan lakan mukanya menjadi merah. Ia telah kena
dipermainkan oleh pemuda ini. Melihat bahwa pemuda ini
pandai Ilmu Sia kut hoat, kalau tadi tadi pemuda ini
menghendaki tentu sudah dapat melepaskan tangannya
yang terpegang!
“Hwa I Enghiong, apakah kau takut memasuki rumah
kami?” tanya nenek yang sudah berada dibelakang mereka
pula bersama, kakek buntung.
Ciang Le tertegun. Tidak saja ia mendapat kenyataan
bahwa nenek dan kakek buntung itupun memiliki ilmu lari
cepat yang hebat juga ia merasa aneh melihat betapa tiga
orang ketua Hek kin kaipang ini dapat tinggal di dalam
sebuah gedung yang demikian indah yang agaknya hanya
patut ditinggali seorang bangsawan tinggi! Akan tetapi,
karena nenek itu menyangkanya takut, ia menjadi panas
hati. Betapapun tiaggi kepandaian tiga orang aneh ini belum
cukup untuk mendatangkan rasa takut dalam hatinya! Ia
menjawab dengan gagah, “Mengapa aku harus takut?
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hanya orang bersalah saja yang dapat takut dan dalam hal
ini, aku tidak merasa bersalah.”
Kemudian dengan langkah tenang dan dada terangkat,
Ciang Le mengikuti mereka memasuki rumah indah itu.
Seorang pelayan dengan pakaian bersih dan sikap sopan
sekali membuka pintu dan membungkuk dengan hormat
sekali seakan akan yang datang bukanlah seorang pemuda
dan tiga orang pengemis, melainkan orang orang
bangsawan agung !
Tiga orang tua itu membawanya menuju ke sebuah
ruangan di bagian kiri gedung, sebuah ruangan yang amat
luas. Melihat betapa keadaan ruangan ini berlantai bersih
dan datar juga bangku bangkunya dan meja terletak di
sudut sehingga di bagian tengah kosong, Ciang Le dapat
menduga bahwa ini tentulah ruang bermain silat.
Pada saat itu, tiba tiba Ciang Le mendengar suara kim (
alat musik bertali ) yang dipukul dengan merdunya.
Kembali ia tertegun karena suara ini memang amat pantas
terdengar dari sebuah gedung indah, tanda bahwa
penghuninya adalah seorang seniman terpelajar. Akan
tetapi mengapa tiga orang pengemis tua ini bersikap seakan
akan mereka yang menjadi tuan rumah? Selagi ia
menikmati suara kim yang merdu itu, tiba tiba terdengar
suara lain, suara yang jauh berlainan dengan suara
tetabuhan itu. Kali ini yang terdengar datang dari arah
belakang, yakni suara orang orang berkeluh kesah,
menangis, mengerang, pendeknya suara banyak orang
sedang menderita sedih dan sakit! Akan tetapi, suara kim
yang terdengar dari sebelah kanan gedung itu masih saja
berbunyi, seakan akan mengiringi tangis dan keluh kesah itu
yang dianggap oleh penabuh kim sebagai nyanyian yang
enak didengar agaknya!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat keheranan Ciang Le, nenek itu tertawa terkekeh
kekeh. “Anak muda, kau menjadi tamu agung kami, dan
agaknya kau tertarik oleh bunyi dan suara itu. Apakah kau
ingin menyaksikan dengan mata sendiri ?”
Biarpun ia tidak suka dianggap sebagai seorang yang
lancang dan ingin mengetahui keadaan rumah orang,
namun tangis dan keluh kesah itu membuat Ciang Le curiga
kalau kalau di dalam rumah ini terjadi kejahatan, maka ia
lalu menganggukkan kepalanya.
Kakek bongkok dan kakek buntung itu agaknya tidak
setuju kemudian menggerakkan tangannya akan tetapi
mereka itu dibantah oleh nenek tadi dengan kata kata,
“Sebagai seorang calon pasangan pangcu, tentu saja berhak
mengetahui segalanya.” Kemudian ia lalu mendahului dan
mengajak Ciang Le masuk ke ruangan belakang. Ciang Le
mengikuti nenek ini dan di belakangnya, dua orang kekek
itupun berjalan sehingga ia seakan akan dikurung di tengah
tengah. Biarpun mereka bertiga tidak memperlihatkan sikap
yang mencurigakan, diam diam Ciang Le maklum bahwa
dia dijaga keras oleh tiga orang aneh ini.
Setibanya di belakang, nenek itu lalu melompat ke atas
dinding tembok. Ciang Le ikut melompat pula dan di
belakang tembok itu ia menyaksikan pemandangan yang
aneh dan juga menawan hati. Di belakang dinding itu
ternyata merupakan sebuah taman yang cukup indah dan
luas sekali. Banyak macam bunga bunga mekar semerbak di
situ. Akan tetapi yang amat aneh adalah banyaknya orang
orang yang bekerja di situ. Biasanya untuk sebuah taman
bunga, dua atau tiga orang tukang kebun saja sudah cukup.
Akan tetapi di dalam taman ini nampak orang orang yang
jumlahnya sampai tiga puluh orang lebih! Mereka ini
bekerja mengurus taman bunga dan ketika Ciang Le
memperhatikan, ternyata bahwa keadaan mereka amat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sengsara. Pakaian mereka pecah pecah dan tambal
tambalan, dan biarpun ada yang pakaiannya cukup baik,
namun rata rata mereka itu pucat pucat bahkan ada
beberapa orang yang menderita luka tanpa diobati !
Ketika orang orang itu melihat nenek dan dua orang
kakek tadi berdiri di atas dinding tembok bersama seorang
pemuda, tiba tiba saja semua tangis dan keluh kesah itu
lenyap dan berhenti. Semua orang lalu sibuk bekerja,
nampaknya mereka takut sekali menghadapi tiga orang tua
itu !
“He, orang she Kwe! Kau kembali menangis, ya? Awas,
sekali lagi kumendengar kau meraung raung seperti anjing
hukumanmu akan kutambah sepuluh tahun lagi! Ini,
rasakan untuk peringatan!” nenek itu berseru keras dan
tangan kirinya bergerak kearah seorang yang sedang berdiri
di dekat sebatang pohon bunga sambil membuangi daun
daun kering. Ciang Le melihat sinar hitam melayang dari
tangan nenek itu dan orang tadi terjungkal. Sebatang touw
kut teng (paku penembus tulang) telah menancap pada
pundak orang itu yang biarpun meringis meringis kesakitan
sambil memegangi pundaknya, namun sama sekali tidak
berani menangis atau mengeluarkan suara!
Ciang Le terkejut dan marah sekali. “Kau kejam sekali!”
teriaknya, akan tetapi nenek itu memandang kepadanya
dengan mata mendelik dan menudingkan jari tangan ke
arah lehernya.
“Kejam? Apakah artinya pundak tertancap paku dengan
luka di leherku ini? Tahukah kau bahwa luka ini
ditimbulkan oleh guratan golok sehingga leherku hampir
putus?”
Ciang Le tertegun karena ia tidak mengerti apakah
artinya semua ini. Tiga orang tua itu melompat turun ke
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tempat tadi dan terpaksa Ciang Le ikut melompat turun
pula. Ia tadi telah melihat bahwa air muka orang orang
yang berada di dalam taman bunga itu menunjukkan watak
orang orang yang kurang baik kelakuannya. Akan tetapi
tetap saja ia merasa penasaran mengapa orang orang itu
disiksa seperti itu dan mengapa pula mereka dikumpulkan
di tempat itu. Lagi pula, di antara orang orang itu ia juga
melihat pengemis pengemis berikat pinggang hitam,
anggauta anggauta Hek kin kaipang.
“Sam wi pangcu (tiga saudara ketua), apakah artinya
pemandangan itu? Siapakah mereka dan mengapa mereka
berada di tempat itu?” tanya Ciang Le karena pemuda itu
tak dapat menahan hatinya lagi.
“Mereka itu orang orang hukuman!” jawab nenek itu
sambil menyeringai.
“Orang orang hukuman? Apa kesalahan mereka dan
mengapa dihukum di sini?”
“Hwa I Enghiong, dari siapakah kau belajar menyelidik
keadaan dalam rumah tangga lain orang?” Si bongkok tiba
tiba menegurnya dan merahlah wajah Ciang Le.
Sesungguhnya, taman bunga itu masih menjadi bagian dari
gedung ini dan apa yang terjadi di dalam taman Itu masih
merupakan peristiwa dalam rumah tangga lain orang
“Sekarang marilah kau menyaksikan dengan mata sendiri
suara lain yang datang dari bangunan sebelah kanan itu,”
kata nenek itu pula. Memang suara kim yang ditabuh itu
masih terdengar dengan nyaring dan amat merdunya. Ciang
Le mengikuti tiga orang itu menuju ke arah datangnya
suara.
Mereka tiba di sebuah ruangan yang luas akan tetapi
pintu yang lebar terbuka itu tertutup oleh tirai yang halus
sehingga dari luar orang dapat melihat bayangan di sebelah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dalam. Tercenganglah Ciang Le ketika melihat keadaan
bagian ini. Ruangan itu amat indah dan bersih, dihias
dengan perabot perabot rumah yang serba indah dan mahal.
Juga dari tirai halus itu semerbak bau yang amat harum.
Ketika ia memandang ke dalam, tiba tiba matanya terpaku
pada sebuah pemandangan yang amat menarik hati. Di
sudut ruangan itu, duduk di atas lantai yang ditilami kasur
beralaskan sutera merah muda, nampak seorang gadis yang
cantik jelita. Gadis ini kelihatan seperti seorang bidadari
saja dari luar tirai, berpakaian hijau berkembang yang indah
sekali dan cara duduknya amat luwes dan. menarik hati. Di
depannya terletak sebuah alat tetabuhan kim yang
dimainkannya dengan asyik. Sepuluh jari tangannya yang
runeing bergerak gerak dan mukanya tunduk memandang
alat tetabuhan itu.
Tiba tiba gadis itu mengangkat muka, seakan akan
pandang mata yang penuh kekaguman dari Ciang Le terasa
olehnya. Sepasang mata yang lebar dan jeli menatap ke
arah tirai dan Ciang Le segera menundukkan mukanya
yang berobah merah. Benar benar ia merasa malu karena
sungguh tidak sopan memandang seorang gadis di dalam
kamarnya ia lalu membalikkan tubuhnya dan berjalan pergi
dari pintu, diikuti oleh tiga orang pengemis tua itu yang
tersenyum senyum.
“Dia cantik jelita bukan? Pernahkah kau melihat seorang
gadis yang secantik dia?” tanya nenek itu.
“Siapakah dia ??” tanya Ciang Le.
Nenek itu tertawa cekikikan. “Heh heh, kau tergila gila
kepadanya bukan? Heh heh heh, laki laki mana yang takkan
tergila gila melihat dia? Kau boleh menyebut dia pangcu,
Siocia atau Sianli (Ketua, Nona, atau Dewi)!”
“Pangcu? Nona itu ketua dari apakah?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kini si buntung tertawa geli. “Anak bodoh, dialah
pangcu dari perkumpulan kami!”
Bukan main herannya hati Ciang Le mendengar ini.
Nona pemain kim tadi ketua dari Hek kin kaipang?
Sungguh sukar untuk dapat dipercaya!
Sementara itu, mereka telah tiba kembali di ruang
pertama, yakni ruang lian bu thia. Nenek itu lalu berkata.
“Sekarang bersiaplah kau, orang muda. Tidak sembarangan
orang boleh memasuki rumah ini. Dalam pandangan kami,
kau cukup memenuhi syarat, kecuali sebuah lagi, yakni kau
harus dapat menghadapi kami bertiga selama lima puluh
jurus lebih!”
Ciang Le mengerutkan kening. “Apakah artinya ini? Aku
datang atas undangan cuwi, bukan kehendakku sendiri dan
aku sama sekali tidak hendak mencari permusuhan dan
pertempuran.”
“Ha ha ha, kau takut ?” tanya si kakek buntung.
“Siapa bilang aku takut? Aku hanya hendak mencegah
pertempuran tanpa alasan.”
“Tanpa alasan katamu?” si bongkok membentak, “Kau
telah mengacau kota Taigoan telah merobohkan banyak
anak buah kami dan para penjaga kota, dan kau bilang
tanpa alasan? Anak muda, kami masih belum
membunuhmu boleh dibilang sudah cukup baik dan sabar.
Kalau tidak Bi Mo Ii (Setan Wanita Cantik) ini yang
membuat gara gara hendak menjadi comblang, sudah
semenjak tadi kau mampus! Hayo kau boleh
memperlihatkan kepandaianmu!” Setelah berkata demikian,
si bongkok ini lalu menggerakkan tongkat pendeknya untuk
menyerang dengan sebuah totokan ke arah ulu hati pemuda
itu. Berbareng pada saat itu, sambil tertawa tawa, nenek
itupun telah menyerang dengan siang kiam (sepasang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pedang) dan si kakek buntung telah menggerakkan kedua
tongkatnya!
Ciang Le terkejut bukan main. Ia cepat menggerakkan
tangan ke arah punggungnya dan tiba tiba berkelebat sinar
emas ketika Kim kong kiam berada di tangannya dan cepat
ia menggerakkan pedang itu untuk menangkis senjata
lawan. Terdengar suara nyaring diikuti oleh bunga api
berpijar. Tiga orang pengemis tua itu mengeluarkan seruan
kaget dan mereka menahan senjata masing masing.
“Kau pernah apa dengan Thian Te Siang mo ??” teriak
nenek itu dengan wajah pucat.
“Thian Te Siang mo adalah guruku,” jawab Ciang Le
dengan tenang dan diam diam ia merasa girang karena
agaknya, seperti kakek pemelihara ular itu, tiga orang tua
ini sudah pernah bertemu dengan kedua orang suhunya dan
agaknya jerih menghadapi pedangnya yang dahulu menjadi
senjata dari Te Lo mo, gurunya ke dua. Akan tetapi rasa
girang ini berobah menjadi gelisah ketika ia melihat sikap
nenek itu. Tiba tiba saja nenek ini memaki maki.
“Thian Te Siang mo, keparat terkutuk! Sekarang aku
mendapat kesempatan untuk mencincang hancur tubah
muridmu!” Setelah berkata demikian, sepasang pedangnya
bergerak dengan ganas dan cepatnya, dibantu pula oleh dua
orang kakek itu.
Terpaksa Ciang Le melayani mereka dan sebentar saja ia
terkurung rapat rapat. Pemuda ini harus mainkan Kim kong
Kiam sut dengan cepat dan sungguh sungguh, karena,
serangan serangan tiga orang lawannya ini benar benar
hebat dan lihai. Diam diam ia memikir dengan heran
siapakah mereka ini dan mengapa agaknya nenek itu
membenci kedua orang gurunya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seperti telah disebutkan di bagian depan, tiga orang tua
ini adalah pemimpin pemimpin Hek sin kaipang tingkat
satu, yakni tingkat tertinggi. Nenek itu berjuluk Bi Mo li
(Setan Wanita Cantik), kakek bongkok itu berjuluk Beng
san kui (Setan Ganung Sakti), dan kakek yang buntung kaki
kirinya itu berjuluk Siang tung him (Biruang Bertongkat
Dua).
Melihat cara tiga orang tua itu menyerangnya, Ciang Le
diam diam menjadi sibuk juga. Tiga orang tua itu kini
bukan lagi hendak mencoba kepandaian, melainkan
menyerang dengan mati matian! Agaknya karena ia murid
Thian Te Siang mo, tiga orang ini menjadi benci kepadanya
dan hendak membunuhnya, terutama sekali nenek yang
lihai itu. Ilmu pedang dari nenek itu benar benar lihai sekali
dan ditambah pula dengan permainan tongkat si bongkok
dan sepasang tongkat si buntung, benar benar Ciang Le
terdesak hebat. Pemuda ini tidak mau mengalah begitu saja,
tadinya memang ia terdesak karena ia memang tidak
membalas serangan serangan mereka dengan sungguh
sungguh, kuatir kalau kalau melukai mereka. Sekarang
melihat betapa tiga orang tua itu menyerangnya dengan
sungguh sungguh dan mati matian, terpaksa iapun
membalas dengan serangan yang amat lihai dari Ilmu
Pedang Kim kong Kiam sut.
Ilmu Pedang Kim kong Kiam sut yang ia pelajari dari Te
Lo mo ini memang benar benar luar biasa sekali. Pedang di
tangannya lenyap berobah menjadi segulungan cahaya
kekuningan seperti emas dan merupakan benteng kuat
sekali yang melindungi seluruh tubuhnya dari serangan
senjata senjata lawannya. Bahkan kadang kadang gulungan
sinar pedang itu mendesak hebat sekali sehingga setiap kali
senjata lawan terbentur, lawan lawannya mengeluarkan
suara kaget! karena merasa telapak tangannya tergetar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hebat! Kalau sekiranya tidak dikeroyok tiga, sudah dapat
dipastikan bahwa Ciang Le tentu akan dapat dirobohkan
lawannya Biarpun dalam hal lweekang dan ginkang tidak
boleh dikatakan kepandaian dan tingkatnya lebih tinggi,
namun dengan Ilmu Pedang Kim kong Kiam sut, ternyata
ia menjadi lebih unggul dari pada semua lawannya.
Akan tetapi, karena tenaga dan kepandaian tiga orang
pengemis tua yang aneh itu tergabung dan mereka ternyata
dapat bekerja sama dengan baik dan teratur sekali, maka
Ciang Le akhirnya menjadi kewalahan dan terdesak hebat !
Betapapun juga, berkat daya tahan Kim kong Kiam sut
yang rapat dan kuat, ia masih dapat mempertahankan diri
dan agaknya tidak akan mudah bagi tiga orang tua itu
untuk mengalahkannya. Berbeda dengan mereka yang
sudah tua sekali, Cian Le masih muda dan tenaga serta
napasnya kuat.
Seratus jurus telah lewat dan tiga orang tua itu menjadi
penasaran sekali. Kalau saja pemuda ini tidak mengaku
sebagai murid Thian Le Siang mo, agaknya nenek itu
menjadi makin kagum dan suka kepada pemuda ini yang
dianggapnya betul betul berharga menjadi jodoh Siocianya.
Tiba tiba bayangan hijau melayang keluar dari pintu
kanan, dan terdengar bentakan halus akan tetapi nyaring
dan amat berpengaruh,
“Kalian bertiga mundurlah!”
Sungguh mengherankan Ciang Le, karena tiga orang tua
itu bagaikan tentara tentara mendengar perintah seorang
atasan yang berpangkat tinggi, serentak lalu melompat
mundur dan menahan senjata mereka. Kemudian mereka
bertiga memandang ke arah orang yang baru muncul ini
dengan sikap penuh hormat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Adapun Ciang Le ketika melihat siapa orangnya yang
datang mukanya menjadi merah dan iapun memandang
dengan kagum. Ternyata bahwa orang itu adalah nona
berbaju hijau berkembang yang tadi menabuh kim di dalam
kamar bertirai itu, nona yang kini nampak lebih cantik dari
pada tadi. Nona ini bertubuh ramping dan berisi, kini
memakai pakaian yang ringkas. Rambutnya yang hitam dan
panjang itu digelung ke atas dan diikat dengan pengikat
rambut terbuat daripada permata yang berkilauan. Di
belakang pundaknya nampak gagang siang to (sepasang
golok) terbuat daripada emas yang terhias permata hijau
pula. Sepatunya yeng tinggi berwarna hitam. Bukan main
gagah dan cantiknya nona ini, dan kulit mukanya yang
putih kemerah merahan itu demikian halus sehingga seakan
akan amat tipis. Diam diam Ciang Le harus akui bahwa
selama hidupnya belum pernah ia melihat seorang gadis
yang lebih cantik dari pada nona ini. Karena ia teringat
akan penuturan nenek tadi bahwa nona manis ini adalah
ketua dari Hek kin kaipang, maka cepat Ciang Le menjura
kepada nona itu dengan hormat setelah menyimpan
pedangnya.
“Pangcu (ketua), harap kau suka maafkan padaku telah
berani datang ke rumahmu yang indah dan membikin
ribut. Percayalah aku hanya terpaksa oleh tiga orang tua
yang berkepala batu ini!”
Nona itu tersenyum dan sepasang matanya berseri
gembira, Ciang Le melihat sederetan gigi yang putih
bagaikan batu kemala di lingkungan bibir yang berbentuk
manis dan berwarna merah.
“Hwa I Enghiong, aku paling benci disebut ketua,
sungguhpun aku memang menjadi pemimpin Hek kin
kaipang. Namaku Kiang Cun Eng, bukankah lebih sedap
didengar kalau kau menyebut namaku saja tanpa segala
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebutan sungkan dan pangcu pangcuan?” Kembali ia
tersenyum manis sekali dengan lesung pipit di pipi
kanannya, sedangkan sepasang matanya yang lihai itu
mengerling melebihi tajamnya pedang Kim kong kiam!
Melihat gerak bibir, lirikan mata, dan gerak gerik wajah
nona ini, yakinlah Ciang Le bahwa benar benar ia
berhadapan dengan seorang gadis yang luar biasa
cantiknya. Akan tetapi cara gadis itu mainkan bibir dan
mata mendatangkan rasa jengah dan tidak enak dalam hati
Ciang Le dan berbareng menimbulkan rasa tidak suka.
Gadis ini memiliki sifat tidak baik dan genit, pikir Ciang Le,
dan sekaligus berkuranglah kekagumannya.
Akan tetapi ketika ia memandang kepada gagang golok
di belakang pundak gadis itu, teringatlah ia akan sesuatu
dan diam diam ia menjadi gelisah. Baru menghadapi
keroyokan tiga orang pemimpin tingkat satu tadi saja ia
sudah kewalahan. Gadis cantik ini sebagai ketua sudah
tentu saja memiliki kepandaian yang lebih tinggi dari pada
kepandaian tiga orang pengemis tua itu. Kalau saja harus
menghadapi gadis ini saja, ia boleh mengerahkan seluruh
kepandaiannya dan mustahil kalau ia akan kalah. Akan
tetapi bagaimana kalau dikeroyok empat?
Kemudian gadis itu yang melihat Ciang Le diam saja,
lalu berkata kepada tiga orang pembantunya, “Bi Mo li,
bersihkan kamar tamu sebelah barat! Beng san kui,
perintahkan kepada restoran yang paling besar untuk
mengirim hidangan hidangan yang paling baik, dan kau,
Siang tung him beritahukan kepala daerah bahwa urusan
dengan Hwa I Enghiong sudah beres dan malam ini
diadakan perjamuan untuk menghormatinya di sini, minta
dia datang!”
Tidak saja Ciang Le yang menjadi tercengang
mendengar ini, bahkan tiga orang pembantunya itupun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi tertegun. Apalagi nenek itu, ia kelihatan tidak
senang sekali.
“Nona, ketahuilah bahwa orang ini adalah murid Thian
Te Siang mo musuh musuh besar kita!” kata nenek itu.
Akan tetapi Beng san kui dan Siang tung bini tidak
membantah perintah nona ini.
“Baik, pangcu!” jawab Beng san kui.
Aku pergi, nona.” kata Siang tung him dan dua orang
kakek ini sekali berkelebat saja sudah melompat keluar dari
ruangan itu Kini Kiang Cun Eng, ketua Hek kin kai pang
itu menoleh kepada Bi Mo li dan pandangan matanya yang
tadinya lunak dan mesra itu berobah menjadi ganas.
“Bi Mo li, sudah berapakali kau selalu membantah
perintahku? Apakah kau ingin melihat golokku bergerak
lebih keras lagi ? Hwa I Enghiong adalah tamu agung
bagiku yang harus kuhormati. Aku suka padanya tidak
perduli ia putera siapa dan murid siapa! Hayo lekas
jalankan perintahku!”
Bi Mo li masih mengerutkan keningnya dan memandang
kepada Ciang Le dengan mata berapi, akan tetapi sekali saja
Kiang Cun Eng menggerakkan kedua tangannya
kebelakang, tahu tahu sepasang golok yang putih berkilauan
saking tajamnya telah berada di kedua tangan yang kecil
halus itu!
“Bi Mo li, lekas pergi! Jangan tunggu sampai tanganku
melakukan gerakan ke dua!”
Kini Ciang Le melihat betapa Bi Mo li menjadi pucat
mukanya, dan setelah mengerling sekali lagi ke arahnya
dengan penuh kebencian, nenek itu lalu pergi terhuyung
huyung ke belakang, untuk melakukan perintah ketua yang
cantik itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ciang Le benar benar merasa terkejut dan heran.
Alangkah besar kekuasaan dan pengaruh nona ini Tiga
orang tua yang memiliki kepandaian demikian tinggi seakan
akan tiga ekor anjing peliharaan saja yang merangkak
rangkak ketakutan di depan kakinya.
“Pangcu….”
Muka manis yang tadinya berubah seram dan ganas, kini
melembut dan pandangan matanya mesra lagi ketika
ditujukan kepada wajah Ciang Le yang tampan.
“Hwa I Enghiong, ingat namaku Kiang Cun Eng.”
“Kiang pangcu (ketua Kiang)....”
“Jangan menyebutku ketua!”
Ciang Le menghela napas. Nona ini benar benar aneh,
“Kiang siocia (nona Kiang),” katanya kewalahan, “harap
kau jangan berlaku sungkan. Aku bukanlah tamu agung dan
aku tidak ingin tinggal lama lama di rumahmu dan
mengganggu kalian. Sudahlah, biarkan aku pergi saja. Lain
kali aku akan menghaturkan terima kasih atas
kemurahanmu terhadapku.”
Kiang Cun Eng menggeleng geleng kepalanya. “Tidak
bisa, tidak bisa! Apakah kau ingin menghinaku? Kau datang
dan kuanggap sebagai tamuku, hidangan sudah disiapkan,
bahkan kepala daerah Taigoan sudah kupanggil. Jangan
kau membikin malu aku, Hwa I Enghiong. Apa akan kata
orang kalau mendengar bahwa undangan yang ramah
tamah dan penuh sikap persahabatan dari ketua Hek kin
kaipang ditolak mentah mentah oleh Hwa I Enghiong?”
Ciang Le beripikir cepat. Memang tidak baik kalau ia
memaksa meningagalkan dan menolak undangan itu. Ketua
ini telah berlaku manis padanya. Melihat betapa ketua ini
dapat memanggil kepala daerah dan betapa tadi ketika ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bertempur menghadapi anggauta anggauta Hek kin kaipang
para penjaga kota juga membantu perkumpulan pengemis
itu, tahulah dia bahwa perkumpulan ini mendapat
dukungan dari pemerintah setempat! Hal ini benar benar
amat aneh dan ia harus dapat menyelidikinya. Apa lagi
tentang orang orang yang berada di taman bunga di
belakang gedung ini.
“Baiklah, nona. Aku tidak berani mengecewakan
hatimu, sungguhpun aku terlampau dihormati dan merasa
sungkan sekali “
Gadis itu tertawa dengan manis sekali. Ia nampak girang
bukan main dan seperti seorang anak kecil, tangannya
menyambar dan memegang tangan Ciang Le. Gerakan ini
cepat sekali sehingga sebelum pemuda itu dapat mengelak,
tangannya sudah terpegang dan ditarik tarik.
“Hwa I Enghiong, hayo ikut aku. Aku akan mainkan
kim dan bernyanyi untukmu.” Dengan gaya menarik, genit
dan manja sekali nona cantik itu membetot betot tangan
Ciang Le.
Tentu saja wajah Ciang Le menjadi merah seperti
kepiting direbus! Ia merasa betapa jari jari tangan yang
halus menekan tangannya dengan mesra dan wajah gadis
itu menatapnya berseri seri dan sinar matanya penuh arti!
Untuk melenyapkan rasa jengahnya, Hwa I Enghiong
tersenyum dan berkata, “Kiang siocia, aku sudah mendapat
kehormatan mendengarkan kau mainkan kim yang benar
benar merdu sekali tadi ketika aku dibawa datang oleh tiga
orang tua itu.”
“Aku tahu, akan tetapi yang kumainkan tadi adalah lagu
sedih. Lagu dari seorang puteri kaisar yang meratapi
nasibnya karena tak dapat mendekati pemuda ksatria yang
menjadi idaman hatinya! Sekarang aku hendak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyanyikan kisah pertemuan kedua teruna remaja itu,
lagu yang gembira!” Sambil berkata demikian, ia terus
menarik tangan Ciang Le ke arah ruang di sebelah barat
yang tertutup tirai halus itu.
Ciang Le benar benar merasa amat jengah, sungkan, dan
serba salah. Ia tadi telah mengerahkan lweekangnya agar
tangannya yang dipegang itu dapat terlepas tanpa
menyinggung nona itu, akan tetapi ia merasa betapa jari jari
tangan itupun mengerahkan lweekang yang tinggi sehingga
mereka bahkan seperti saling menekan dengan mesra! Oleh
karena ia melihat mata nona itu memandangnya dengan
penuh arti seakan akan menegur “kenakalannya”, ia tidak
berani lagi menarik tangannya dan membiarkan saja dirinya
dituntun seperti kerbau ke dalam kamar yang menyiarkan
bau harum itu.
Kamar itu selain semerbak harum, ternyata juga indah
sekali. Ciang Le berdiri seperti seorang murid bodoh yang
dihukum oleh guru sekolah dan disuruh berdiri di muka
kelas. Ia merasa bingung, malu dan tidak enak. Kalau ia
menggunakan kekerasan, pergi dari tempat itu, Sebentar
saja ia tentu akan dikeroyok dan amat tidak enak
menanamkan bibit permusuhan dengan perkumpulan yang
kuat ini hanya karena ia merasa malu berada di dalam
kamar seorang gadis cantik.
“Silakan duduk, eh, siapa pula namamu?” tanya Kiang
Cun Eng sambil tertawa dan gadis ini dengan gaya menarik,
lalu menjatuhkan diri duduk di atas lantai yang di tilami
kasur dan bersih.
Ciang Le terpaksa mengambil tempat duduk pula di atas
lantai bertilam itu, sejauh mungkin dari nona rumah dan
duduknya amat tidak leluasa, seakan akan kasur bertilam
sutera yang empuk itu adalah arang membara!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Aku she Go bernama Ciang Le.” Demikian katanya
singkat sambil melayangkan pandang kepada dinding
kamar yang terhias lukisan lukisan indah dan sajak sajak
terkenal. Hem, selain cantik dan gagah, gadis ini agaknya
ahli pula dalam hal kesusasteraan, pikirnya dan diam diam
ia merasa kagum. Sukarlah mencari seorang gadis seperti
ini, sayang sekali ia demikian genit dan manja.
Ketua Hek kin kaipang itu yang sudah mengambil alat
tetabuhannya lalu mulai membunyikannya dan berkata,
“Go enghiong, sekarang dengarkanlah aku bernyanyi
untukmu.” Suaranya diucapkan dengan lagak dibuat buat
dan matanya mengerling penuh arti. Kemudian, diiringi
suara kim yang indah bernyanyilah gadis itu. Kembali
Ciang Le tertegun dan kagum karena suara gadis ini benar
benar merdu sekali.
Akan tetapi ketika ia mendengar kata kata dalam
nyanyian itu, wajahnya yang sudah merah menjadi makin
merah dan Ciang Le tidak berani memandang gadis itu.
Gadis in bernyanyi tentang pertemuan seorang puteri
dengan kekasihnya, memuji muji kecantikan puteri itu,
memuji muji ketampanan wajah pemuda kekasihnya,
kemudian tentang pertemuan yang mesra dan romantis itu
dengar kata kata yang tidak kenal malu lagi! Kalau saja
bukan Ciang Le yang mendengar nyanyian ini keluar dari
mulut seorang gadis yang demikian menggiurkan dan
cantik, kalau saja pemuda pemuda biasa yang
mendengarnya, tentu hatinya akan jatuh dan akan
berlututlah dia di depan kaki Kiang Cun Eng memohon
belas kasihan dan cinta kasih. Tentu akan berkobarlah api
nafsu birahi dalam dada pemuda yang mendengarnya
bagaikan api disiram minyak. Akan tetapi Ciang Le adalah
keturunan seorang pahlawan sejati, keturunan Go Sik An
seorang bun bu cwan jai yang terpelajar dan gagah perkasa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pula dia adalah murid dari sepasang manusia kembar yang
sakti, murid dari Thian Te Siang mo yang sudah
menggemblengnya semenjak ia masih Kecil sehingga
pemuda ini memiliki kekuatan batin yang cukup teguh.
Maka biarpun mukanya menjadi makin merah sampai ke
telinganya karena ia merasa jengah dan malu, namun di
dalam hatinya terasa kemuakan dan kejemuan mendengar
nyanyian yang tidak kenal kesopanan dan melanggar susila
itu.
Kiang Cun Eng mengakhiri nyanyiannya dengan kata
kata.
“Selagi muda tidak mencari kesenangan dunia.
Sesudah tua, menyesalpun tiada guna !”
Ia mengakhiri nyanyian dan sambil tersenyum senyum
dan sepasang matanya setengah dikatupkan, napasnya agak
terengah engah, gadis itu lalu mendorong kimnya ke
samping, kemudian ia menggeser duduknya, mendekati
Ciang Le!
Wajah pemuda itu yang tadinya kemerah merahan, tiba
tiba menjadi pucat dan dengan suara kaku dan kening
berkerut ia berkata.
“Aku tidak setuju dengan kata kata dalam nyanyianmu
itu.”
“Eh, Go kongcu yang manis, apakah kau menganggap
suaraku tidak merdu?” Kiang Cun Eng telah berada dekat
sekali dan kulit mukanya kemerah merahan menambah
manisnya.
“Suaramu merdu sekali, kau memang pandai
bernyanyi,” terus terang Ciang Le menjawab. Gadis itu
meramkan matanya dan mengeluarkan suara seperti seekor
kucing dibelai kepalanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Aai, kau tidak saja tampan dan gagah akan tetapi juga
pandai memuji dan merayu seorang wanita, kongcu yang
baik. Atau......... bolehkah aku menyebutmu koko saja?
Lebih sedap didengar....” Tangan gadis itu diulur dan
hendak merangkul leher Ciang Le.
Ciang Le menganggap hal ini sudah keterlaluan sekali,
maka ia lalu bangkit berdiri. “Kiang pangcu, aku tidak
sependapat denganmu. Selagi muda mencari kesenangan
dunia adalah perbuatan yang sebodoh bodohnya. Aku juga
mempunyai peribahasa yang berbunyi Selagi muda bersuka
suka, sudah tua banyak menderita, atau selagi muda
beriman kuat, sudah tua akan selamat ! Oleh karena itu,
sudah cukuplah kiranya hiburan ini dan perkenankanlah
aku sebagai seorang sahabat yang sama sama menjunjung
tinggi perikebajikan dan keadilan, memberi nasihat dan
minta sesuatu darimu.”
Gadis itupun berdiri dari tempat duduknya dan sepasang
matanya kini bersinar terang, tidak seperti tadi yang
setengah dikatubkan ketika dirinya dikuasai oleh nafsunya
sendiri.
“Nasihat apa yang hendak kauberikan kepadaku dan
permintaan apa yang hendak kauajukan?”
“Nasihatku kepadamu seperti yang patut kunasihatkan
kepada seorang adik perempuanku. Amat tidak baik
perlakuanmu kepadaku, pangcu. Tidak selagaknya seorang
gadis muda seperti engkau ini membawa seorang pemuda
ke dalam kamarnya dan kemudian kau bersikap menarik
hatinya seperti yang kaulakukan tadi. Adapun
permintaanku kepadamu, berlakulah murah hati terhadap
orang orang yang terkurung di dalam taman bunga di
belakang rumahmu itu. Apapun juga kesalahan mereka,
kau tidak berhak mengurung dan menyiksa mereka di
tempat itu.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Berkilat kedua mata Cun Eng mendengar kata kata ini.
“Nasihatmu itu tidak ada artinya bagiku, Go enghiong. Aku
bukan anak anak lagi, usiaku sudah dua puluh lebih, dan
seperti kunyatakan dalam nyanyian tadi, selagi muda aku
takkan menyia nyiakan saja kesenangan yang datang
menjelang! Adapun permintaanmu itu, ah, jadi tiga orang
tua bangka tolol itu telah membawamu ke belakang?”
Ciang Le hanya mengangguk dan keningnya berkerut. Ia
tidak tahu apa yang hendak dilakukan oleh wanita cantik
ini, dan merasa lebih berbahaya menghadapi si cantik ini
dari pada menghadapi musuh musuh lainnya. Kalau
disuruh pilih, ia tentu lebih suka menghadapi keroyokan
tiga orang pemimpin Hek kin kai pang tingkat satu yang
lihai itu daripada harus menghadapi gadis ini di dalam
kamarnya!
“Go enghiong, mari kau ikut denganku. Aku hendak
memperlihatkan sesuatu!” Setelah berkata demikian, air
muka gadis itu berubah cepat sekali, kini menjadi sungguh
sungguh dan kekejaman membayang pada wajahnya yang
cantik. Tiba tiba ia menggerakkan kedua tangannya dan
siangto (sepasang golok) tadi telah berada di tangannya.
Kemudian ia melambaikan goloknya mengajak Ciang Le
sambil melompat keluar. Sungguhpun Ciang Le diam diam
menaruh hati curiga, akan tetapi ia tidak mau
memperlihatkan sikap takut. Ia pun lalu menggerakkan
kedua kakinya dan melompat mengikuti gadis itu.
Ternyata Cun Eng memnawanya ke belakang dan seperti
tiga orang pemimpin tingkat satu dari Hek kin kaipang tadi,
kini gadis itupun melompat ke atas pagar tembok yang
menutup taman itu.
Kalau tadi ketika berada di situ dengan Bi Mo li dan
kedua orang kawannya. Ciang Le melihat pemandangan
yang aneh karena orang orang di dalam taman itu nampak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ketakutan seperti melihat iblis, sekarang ia melihat
pemandangan yang lebih aneh lagi. Begitu melihat Cun Eng
berdiri di atas tembok dengan sepasang golok di tangan,
orang orang yang tadinya asyik bekerja itu tiba tiba
menjatuhkan diri berlutut semua dan mereka membentur
benturkan jidat di atas tanah seakan akan menghormat
kedatangan seorang puteri raja!
“Toa Sam dan Tangan Seribu, majulah!” terdengar
bentakan nyaring dari Cun Eng.
Dari rombongan orang itu muncul dua orang. Yanp
bernama Toa Sam bertubuh tinggi besar, bermuka brewok
dan matanya sipit, mulutnya mengejek selalu. Orang kedua
yang disebut Tangan Seribu adalah seorang yang kurus kecil
tubuhnya akan tetapi tindakan kakinya cepat dan gesit
sekali. Dua orang itu berdiri lalu berjalan menuju ke depan
rombongan orang yang berlutut. Di situ mereka juga
berlutut. Si Tangan Seribu menundukkan mukanya, akan
tetapi Toa Sam kadang kadang mengerling ke arah Cun Eng
dan Ciang Le.
“Sudah kami pertimbangkan tentang dosa dosamu dan
sekarang hukuman itu akan di jatuhkan. Bersiaplah kalian
!” Baru saja kata kata ini habis diucapkan, Toa Sam tertawa
dan berkata, “Sayang aku tidak tampan seperti pemuda itu.
Kalau aku tampan, sudah tentu Sianli (Dewi) akan
mengampuni kesalahanku !” Akan tetapi ia tidak diberi
kesempatan untuk bicara lebih lanjut, karena pada saat itu,
dari atas telah menyambar Cun Eng. Benar saja seperti yang
diduga Ciang Le, gadis itu memiliki kepandaian yang luar
biasa sekali, terbukti dari gerakannya yang cepat dan ringan
bagaikan seekor burung walet.
Akan tetapi, kepandaian gadis itu tidak amat
mengejutkan hati Ciang Le, yang membuat ia benar benar
terkejut dan memandang dengan mata terbelalak adalah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ketika ia melihat sinar putih dari kedua batang golok di
tangan Cun Eng itu berkelebat dan tahu tahu menyembur
darah hidup yang mengerikan sekali. Ternyata ketika ia
memandang dengan penuh perhatian, kepala Toa Sam telah
terpisah dari tubuhnya dan Tangan Seribu telah putus
tangan kanannya sebatas siku! Darah mengalir membasahi
rumput di taman itu. Tubuh Toa Sam menggeletak tak
bergerak, hanya darah yang menyembur nyembur dari
lehernya saja yang bergerak Tangan Seribu menggigit gigit
bibir dengan muka pucat, boleh dipuji sekali orang ini
karena biarpun tangannya dibuntungi, ia tidak
mengeluarkan sedikit suara keluhan!
Ciang Le menjadi marah sekali dan hendak melompat
turun dan menegur gadis yang ganas dan kejam itu, tahu
tahu Cun Eng telah melayang dan berdiri di atas tembok di
sebelahnya lagi. Kejadian itu hanya terjadi sekejap mata
saja, sehingga benar benar sukar dipercaya.
Cun Eng merogoh saku bajunya, mengeluarkan
sebungkus obat lalu melemparkan obat itu kepada Si
Tangan Seribu. “Pakai obat ini dan balut ujung tanganmu
baik baik. Kau sudah menerima hukuman, lekas kau pergi
dari sini!”
Kalau dibicarakan sungguh aneh sekali. Orang yang baru
saja tangannya dibikin buntung dan kini diberi obat lalu
disuruh pergi, kini berlutut menghaturkan terima kasih
kepada gadis yang telah membuatnya bercacad selama
hidupnya itu! Kemudian, dengan sebuah lompatan yang
cukup membuktikan bahwa Si Tangan Seribu itu memiliki
kepandaian lumayan, orang itu telah mengambil bungkusan
obat lalu pergi meninggalkan tempat itu.
Orang orang yang berada di situ masih berlutut dan kini
mereka nampak menggigil seluruh tubuh mereka. Biasanya,
kalau Hek kin kai pangcu (ketua Hek kin kaipang) sudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
datang dengan sepasang goloknya di tangan, dia takkan
pergi sebelum “membagi bagi” hukuman dengan cara yang
amat ganas dan kejam. Siapa lagi yang akan menjadi
korban?
Sementara itu, Ciang Le menyambut kembalinya nona
itu di atas pagar tembok dengan mata bersinar marah. Ingin
sekali ia memukul dan menyerang wanita yang kejam ini,
akan tetapi baiknya pemuda itu masih dapat mengendalikan
diri dan ingat bahwa ia adalah seorang tamu dan juga
bahwa sebelum tahu jelas duduknya perkara tidak baiklah
kalau ia bertindak secara sembrono.
“Kiang pangcu, mengapa kau seganas itu? Membunuh
orang begitu saja dan membuntungi lengan orang pula?
Apakah artinya semua ini?”
“Go enghiong, kau kasihan kepada mereka?” tanya
Kiang Cun Eng sambil tersenyum dan kalau dia tersenyum,
lenyaplah bayangan kejam dan ganas pada mukanya yang
cantik. “Orang orang ini adalah penjahat penjahat yang
melakukan pelanggaran di wilayah yang kujaga! Tahukah
kau mengapa aku menghukum mati kepada Toa Sam? Dia
adalah seorang jai hwa cat (penjahat cabul) yang merusak
dan mempermainkan banyak sekali anak bini orang di kota
ini! Kepala daerah telah percaya kepada kami sebagai
pencegah terjadinya kejahatan bukankah perbuatannya itu
merupakan tamparan bagi nama kami? Apakah hukuman
mati tadi kauanggap tidak sudah sepatutnya bagi seorang
macam dia? Adapun Tangan Seribu itu, dia adalah seorang
pencuri ulung yang datang dari luar kota dan ia kurang ajar
sekali. Coba pikir, dia berani mencuri di dalam rumah
kepala daerah sendiri! Inipun merupakan tamparan bagi
kami dan sudah sepatutnya aku membikin buntung
tangannya !”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Baru tahulah Ciang Le dan diam diam ia pun mengakui
bahwa hukuman hukuman yang dijatuhkan itu tentu akan
membikin kuncup hati para penjahat. Namun ia masih
penasaran dan menganggap bahwa perbuatan seorang gadis
cantik dengan hukuman hukuman kejam itu amat
keterlaluan.
“Hm, kau bukan algojo, mengapa membunuh orang
seperti membunuh ayam saja?”
“Habis, kalau menurut pendapatmu, Go enghiong yang
budiman dan berhati mulia, apakah aku harus
memperlakukan orang orang jahat itu dengan lemah lembut
dan melepaskan mereka semua berkeliaran melakukan
kejahatan tanpa diganggu?” suara gadis ini mengandung
ejekan sehingga muka Ciang Le menjadi merah.
“Bukan demikian, hanya hukuman itu terlalu kejam dan
ganas seperti perbuatan iblis saja! Bukan hakmu untuk
menjatuhkan hukuman kepada mereka ini. Apakah tidak
ada rasa kasihan dalam hatimu ?”
Gadis itu menahan ketawanya dan tersenyum lebar.
“Aha, jadi kau benar benar merasa kasihan kepada mereka?
Baiklah, Go enghiong, kebaikan hatimu ini akan
kusampaikan kepada mereka. Memandang mukamu
sebagai tamuku, hari ini aku akan menurunkan semua
hukuman mereka.” Cun Eng lalu mengangkat tangan
kanannya yang memegang golok dan berkata dengan
nyaring kepada semua orang yang masih berlutut, “Hai,
kalian dengarlah baik baik! Hari ini aku kedatangan tamu
agung yang berhati mulia, yakni Hwa I Enghiong, pemuda
gagah dan budiman ini! Atas permintaannya dan melihat
mukanya, baiklah aku mengurangi hukuman kalian dan
memotong setengahnya!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang orang yang tadinya berlutut dan menundukkan
mukanya, kini mengangkat muka dengan girang sekali.
Dengan wajah terharu dan berseri seri mereka lalu
mengangkat kedua tangan di atas kepala, menyembah ke
arah Hwa I Enghiong untuk menyatakan terima kasih.
Ciang Le yang berdiri dengan gagah di sebelah kiri Cun
Eng lalu mengangkat tangan kirinya ke atas.
“Kalian dengarlah baik baik! Sesungguhnya tidak
seharusnya aku membela orang orang seperti kalian yang
telah melakukan kejahatan, baik kejahatan kecil maupun
besar. Orang orang seperti kalian ini wajib dihukum.
Sekarang Kiang pangcu telah berlaku baik untuk
mengurangi hukuman kalian, bukan sekali kali karena
jasaku. Kepada pangcu inilah kalian harus berterima kasih.
Kemurahan hati pangcu ini hendaknya kalian jadikan
pedoman untuk kemudian hidup dengan jalan baik dan
menebus dosa. Ingatlah bahwa kalau lain kali kalian masih
saja melakukan perbuatan terkutuk, aku sendiri bahkan
akan membantu Kiang pangcu untuk menangkap kembali
dan memberi hukuman yang seberat beratnya!”
Cun Eng tersenyum manis mendengar ini dan ia lalu
mengajak pemuda itu turun kembali meninggalkan tempat
itu setelah berpesan kepada orang hukuman itu untuk
mengubur jenazah Toa Sam di tempat kuburan umum.
Sambil menanti datangnya malam hari di mana akan
diadakan perjamuan untuk menghormat tamu. Ciang Le
dilayani oleh Cun Eng dengan segala keramahan. Pemuda
ini benar benar merasa amat sungkan akan tetapi oleh
karena ia telah menerima sambutan perjamuan itu, terpaksa
ia menyabarkan diri, bahkan ia menggunakan kesempatan
itu untuk bertanya dan bercakap cakap dengan Cun Eng
tentang keadaan perkumpulan Hek kin kaipang yang aneh.
Adapun ketua perkumpulan Pengemis Sabuk Hitam itupun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
agaknya sudah “jatuh hati” betul betul terhadap Ciang Le
yang tampan, karena tanpa ragu ragu lagi Cun Eng
menceritakan semua hal dan bahkan menceritakan pula
siapa adanya tiga orang tua yang menjadi pembantu
pembantu itu.
Cun Eng adalah puteri tunggal dari Kiang pangcu, ketua
dan pendiri dari perkumpulan Hek kin kaipang, seorang
tokoh kang ouw yang amat terkenal karena ilmu silatnya
yang tinggi dan biarpun Kiang pangcu pernah menjadi
seorang bajak tunggal, namun setelah berusia tua, ia
mencuci tangan, bahkan lalu membentuk perkumpulan Hek
kin kaipang yang sifatnya mengumpulkan semua pengemis
dan menjaga keamanan kota di mana mereka tinggal!
Nama Kiang pangcu amat tersohor sebagai ketua
perkumpulan Hek kin kaipang. Akan tetapi, lebih terkenal
lagi adalah nama tiga orang pembantunya, yakni pertama
tama Bi Mo li yang sebenarnya menjadi juga bini mudanya,
setelah ibu dari Cun Eng meninggal dunia, Bi Mo li
menjadi kekasih Kiang pangcu. Orang ke dua Siang tung
him, seorang yang tampan dan gagah, bekas perampok
tunggal yang menjadi sahabat baiknya pula. Akan tetapi,
bukan merupakan rahasia lagi bahwa di antara Bi Mo li dan
Siang tung him, terdapat perhubungan rahasia. Bahkan
Kiang pangcu sendiri juga tahu akan hal ini, akan tetapi ia
diam saja karena kalau ia bertindak, berarti ia akan
melemahkan kedudukannya. Baik Bi Mo li maupun Siang
tung him merupakan pembantu pembantu yang cakap dan
lihai.
Akan tetapi orang yang merasa marah dan sakit hati
melihat kejadian ini adalah Cun Eng! Gadis ini telah
mewarisi kepandaian ayahnya. Beberapa kali ia
mengatakan kepada ayahnya untuk turun tangan memberi
hajaran kepada ibu tirinya dan Siang tung him yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dianggap mencemarkan nama ayahnya dan bahkan
dianggap menghina ayahnya. Akan tetapi ayahnya bahkan
mencegahnya. Sebaliknya, diam diam Kiang pangcu
menderita tekanan batin hebat dengan menyelewengnya Bi
Mo li yang sudah menjadi bini mudanya itu Ia terlalu
mencinta Bi Mo li dan juga sayang kepada Siang tung him
berhubungan rahasia itu merupakan pukulan batin dan
akhirnya Kiang pangcu yang sudah tua itu jatuh sakit. Di
dalam sakitnya, mengingau dan tanpa disadarinya ia
memaki maki Bi Mo li dan Siang tung him.
Mendengar igauan ayahnya ini larilah Cun Eng keluar,
mencari Siang tung him dan menyerangnya. Pertempuran
hebat terjadi, akan tetapi akhirnya Siang tung him kalah
dan roboh. Dengan ganas sekali Cun Eng lalu
menggunakan siangtonya (golok sepasang) untuk
membuntungi kaki kiri Siang tung him yang tampan itu!
Setelah itu, Cun Eng lalu mencari ibu tirinya, Bi Mo li juga
tidak menyerah begitu saja karena iapun memiliki ilmu silat
yang tinggi. Namun, ilmu kepandaian Cun Eng telah
meningkat tinggi, bahkan mungkin tidak kalah oleh
ayahnya sendiri, maka setelah bertempur dengan hebatnya
akhirnya juga Bi Mo li dapat dirobohkan! Tadinya Cun Eng
hendak menenggal leher wanita itu. Bi Mo li menjerit minta
ampun sehingga golok di tangan gadis itu hanya menggurat
sekitar leher bi Mo li yang menjadi ketakutan dan pingsan
karena mengira bahwa lehernya akan di babat ! Ketika ia
siuman kembali, ternyata bahwa kulit lehernya sudah
digurat sekelilingnya agak dalam, sehingga, untuk
selamanya kulit lehernya akan menjadi cacad!
Adapun Beng san kui, kakek bongkok itu tadinya adalah
seorang tokoh kang ouw yang menaruh hati dendam
kepada Kiang pangcu. Ia datang hendak membalas
dendam, akan tetapi ia mendapatkan musuh besarnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
meninggal dunia dan kedatangannya disambut oleh Cun
Eng yang menggantikan ayahnya menjadi ketua dan kakek
bongkok ini juga roboh di tangan Cun Eng, bahkan
kemudian diangkat menjadi pembantu!
Ciang Le yang mendengar semua penuturan ini, diam
diam menarik napas panjang dan merasa sayang bahwa
gadis seperti Cun Eng terlahir di tengah tengah lingkungan
orang orang kasar dan jahat seperti itu. Tidak
mengherankan bahwa gadis ini menjadi seorang yang
ganas, kejam, genit dan tak tahu malu, di samping sifatnya
yang baik, yakni memberantas kejahatan.
“Aku mendengar Bi Mo li menyatakan bahwa guru
guruku, Thian Te Siang mo, adalah musuh musuh besar
kalian. Benarkah ini, dan mengapa demikian?” tanya Ciang
Le.
“Kau benar benar tabah dan berani sekali mengajukan
pertanyaan ini, Go enghiong. Keberanian inilah agaknya
yang membuat aku amat tertarik kepadamu. Kedua orang
gurumu itu pernah mengganggu ayahku, dan ayah
telah dikalahkan oleh mereka. Juga, belakangan ini, Thian
Te Siang mo pernah pula bentrok dengan Bi Mo li dan
kedua orang pembantuku. Soalnya mudah saja diduga,
karena Bi Mo li memang menaruh hati dendam kepada
guru gurumu, karena …. karena sesungguhnya gurumu Te
Lo mo itulah yang membuka rahasia tentang perhubungan
rahasia antara Bi Mo li dan Siang tung him kepada
mendiang ayahku!”
Ciang Le mengangguk angguk. Kini tahulah ia mengapa
Bi Mo li demikian benci kepada guru gurunya.
Malam itu tiba dan perjamuan yang dijanjikan itu
diadakan di ruang tengah yang telah diterangi oleh banyak
sekali api lilin. Di situ hadir Cun Eng, Bi Mo li, Siang tung
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
him Beng san kui, dan kepala daerah Taigoan, seorang
gemuk bermuka ramah, she Lo dengan seorang kepala
pengawalnya, seorang yang berpakaian sebagai guru silat
yang bernama Lai Sui. Lai Sui ini merupakan bayangan
dari Lo taijin, ke mana juga Lo taijin berada, tentu Lai Sui
berada di sampingnya!
Hidangan yang dikeluarkan adalah masakan masakan
yang paling istimewa, sedangkan arak yang mengalir di
tenggorokan mereka juga arak yang termahal dan wangi.
Tidak mengherankan apabila Lo taijin sebentar saja telah
menjadi setengah mabok. Sambil mengelus elus perutnya
yang makin gendut karena daging, ia berdiri dan mengisi
sendiri cawan arak yang telah kosong di depan Cun Eng
lalu berkata,
“Sungguh aku orang she Lo amat berbahagia dapat
duduk makan semeja dengan Kiang pangcu atau Kiang
siocia yang perkasa dan cantik jelita, pelindung kota
Taigoan yang ternama. Harap siocia sudi menerima
penghormatanku secawan arak!”
Dipuji puji oleh kepala daerah ini, Cun Eng hanya
tersenyum dan segera mengangkat cawan araknya dan
diminum kering. Pipinya yang memerah itu menjadi makin
kemerahan dan menarik hati sekali. Dari percakapan yang
terjadi selagi mereka makan minum, tahulah Ciang Le
bahwa perhubungan antara kepala daerah dan pemimpin
pemimpin Hek kin kaipang ini erat sekali dan Hek kin kai
pang benar benar dipandang tinggi dan dihormati oleh
kepala daerah Taigoan.
Semua orang kecuali Bi Mo li yang selalu muram dan
cemberut atau kadang kadang mengerling ke arah Ciang Le
dengan penuh kebencian, dan Ciang Le yang bersikap
tenang tenang saja, nampak bergembira Cun Eng bicara
dengan wajah berseri seri, mata bersinar sinar, dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
senyumnya murah sekali, Sian tung him yang berwajah
tampan itu pun tersenyum senyum, demikian pula si
bongkok dan Lai Sui pengawal Lo taijin. Mereka semua
telah dipengaruhi oleh wajah pangcu yang cantik itu dan
oleh arak wangi yang keras.
Ciang Le membatasi dirinya dalam minum arak, karena
ia tidak mau kalau sampai menjadi mabok dan lupa
daratan. Akan tetapi sambil tersenyum, Cun Eng
menggerakkan ujung sabuknya yang berwarna hitam
terbuat dari sutera lemas dan yang melambai di depan
tubuhnya. Sabuk sutera hitam itu melayang di atas meja
dan bagaikan lengan yang lemas dari seorang puteri juita,
ujung sabuk itu membelit guci arak yang besar dan berat,
kemudian begitu Cun Eng mengerakkan tangan nya yang
memegang sabuk itu, ujung sabuk lalu bergerak mengangkat
guci itu ke atas. Sambil mengerling ke arah Ciang Le
dengan sepasang matanya yang bening dan indah, barengi
senyumnya yang manis, Cun Eng lalui menggunakan ujung
sabuk itu yang telah membelit guci untuk menuangkan guci
itu dan memenuhi cawan Ciang Le! Pemuda ini terkejut
sekali melihat demonstrasi lweekang yang tinggi ini. Sabuk
sutera itu lemas saja, akan tetapi di dalam tangan nona ini
dapat menjadi hidup. Dengan lweekangnya yang tinggi,
nona itu dapat mempergunakan sabuk itu seperti orang
mempergunakan lengan tangannya sendiri. Dari sini saja
dapat dilihat, bahwa selain sepasang goloknya, nona ini
tentu seorang ahli dalam permainan senjata istimewa, yakni
sabuknya.
“Go koko (engko Go), marilah kita minum untuk
kebahagiaan pertemuan ini,” kata Cun Eng dengan nona ini
menggigit bibir bawah dengan sikap genit sekali.
Bi Mo li memandang kepada ketuanya dengan sinar
mata tajam penuh pertanyaan “Koko….? Apa pula ini?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tanyanya. Memang sebagai ibu tiri, Bi Mo li ini kadang
kadang bersikap sebagai seorang tua terhadap puterinya
kepada Cun Eng.
Dalam keadaan biasa mungkin sekali kata kata ini dapat
menimbulkan kemarahan Cun Eng. Akan tetapi pada saat
itu gadis ini sedang bergembira, maka sambil tertawa ia
berkata, “Hwa I Enghiong adalah seorang pemuda yang
gagah perkasa dan budiman. Tidak patutkah ia menjadi
kokoku?”
Bi Mo li hanya menjebikan bibirnya dan berkata.
“Hm…!” Akan tetapi tidak berkata apa apa lagi hanya
menenggak araknya di dalam cawan dengan hati gemas
sekali. Ciang Le tak dapat menolak suguhan arak yang
dilakukan secara istimewa oleh ketua Hek kin kai pang itu.
Ia tidak mau menunjukkan kelemahannya. Sambil
mengangguk dan mengucapkan terima kasihnya, ia lalu
memegang cawannya yang penuh tanpa mengangkat cawan
itu, lalu tangannya menekan meja sambil mengerahkan
lweekangnya. Meja sedikit bergetar akan tetapi arak di
dalam cawan itu bergelombang lalu memercik ke atas
bagaikan sebuah pancuran air dan semua arak itu masuk ke
dalam mulutnya. Tidak setetes arakpun tumpah di atas
meja!
Melihat demonstrasi yang dilakukan oleh Cun Eng dan
Ciang Le, Lo taijin terbelalak memandang dengan penuh
kekaguman. “Ah, benar benar hebat. Hwa I Enghiong
memang pantas sekali menerima penghormatan dari Kiang
pangcu.” Ia lalu menoleh kepada pengawalnya dan
menepuk bahunya, “Eh, Lai suhu, kaupun harus memberi
hormat kepada Hwa I Enghiong yang gagah ini!”
Pembesar ini biarpun tidak mengerti ilmu silat, namun ia
selalu dikawal oleh Lai Sui yang ilmu silatnya cukup tinggi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka melihat orang orang mendemonstrasikan
kepandaiannya, ia tidak mau kalah muka dan ingin pula
memamerkan kepandaian pengawalnya. Lai Sui mengerti
akan hal ini. Sebetulnya dia sendiri tidak berani
sembarangan memperlihatkan kepandaian karena ia tahu
bahwa kepandaian dari nona ketua itu masih lebih lihai
daripada kepandaiannya sendiri, akan tetapi oleh karena
majikannya mendesak, ia tidak berani menolak atau
membantah. Sambil tersenyum sungkan ia lalu berdiri dari
menjadi kecil itu kedalam mulutnya. Akan tetapi ketika ia
mencabut sepasang sumpit itu dari mulutnya, sumpit itu
telah patah dan potongannya tertinggal di dalam mulut!
Ciang Le makan daging itu dengan enaknya dan Lo
taijin sampai melongo memandangnya karena mengira
bahwa pemuda itu telah makan potongan sumpit gading!
Akan tetapi tiba tiba Ciang Le meniup ke atas dan dua
potongan sumpit gading itu melayang lalu menancap di
tiang melintang yang berada di atas kepala mereka!
Kemudian Ciang Le mengangkat cawannya yang masih ada
sedikit araknya, lalu diminumnya. Juga ketika mengangkat
cawan ini, seakan akan ia tidak tahu bahwa cawan itu telah
amblas sampai setengahnya.
Bukan main kagumnya semua orang yang berada di situ,
termasuk Cun Eng, Gadis ini menjadi makin kagum dan
suka kepada Ciang Le dan kerlingnya makin tajam
menarik.
“Bi Mo li, kau belum memberi hormat !” kata Cun Eng
yang menghendaki agar semua orang memberi hormat
kepada pemuda yang telah menjatuhkan hatinya itu.
Bi Mo li sudah setengah mabok seperti yang lain, dan
kebenciannya terhadap pemuda itu membuat dia makin
marah saja ketika disuruh memberi hormat. Ia memegang
cawan araknya yang terbuat dari pada perak,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menggenggamnya lalu tertawa dan melemparkan cawan
kosong itu ke depan Ciang Le. “Murid Thian Te Siang mo
hanya patut dihormati di dalam peti mati !”
Ketika semua orang melihat, ternyata bahwa cawan
perak yang digenggamnya tadi kini telah menjadi hancur
berkeping keping di atas meja depan Ciang Le!
-oo0dw0oo-
Jilid IV
DENGAN mata terbelalak heran, Bi Lan melihat
gurunya memperlihatkan kepandaiannya. Dengan siul dan
desis yang aneh, gruunya ini dapat memerintah kepada ular
ular yang makin lama makin banyak muncul di tempat itu.
Ular ular itu dapat diperintah untuk berbaris, untuk
mengangkat leher dai menari nari di depannya, kemudian
dengan barisan yang rapih sekali merayap rayap
mengelilingi Raja Ular itu. Dan semua ini hanya dilakukan
dengan desis dan siulan yang amat kuat bunyinya dan juga
amat tinggi sekali hingga Bi Lan dapat menduga bahwa
suara suara itu hanya dapat dikeluarkan dengan tenaga
khikang yang hebat. Senang juga melihat binatang binatang
itu dapat dipermainkan sekehendak hatinya oleh Coa ong
Sin kai. Akan tetapi, diam diam Bi Lan merasa makin geli
dan jijik, apa lagi setelah ia melihat betapa Coa ong Sin kai
mengambil seekor ular kecil panjang yang dikalungkan
pada lehernya dan seekor pula yang lain melibat libat di
sekitar tubuhnya. Ia tidak suka mempelajari ilmu
menaklukkan ular ini. Ia akan bisa mati kaku kalau ular itu
harus melilit tubuh dan lehernya seperti itu! Bi Lan bergidik
dan meram matanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada saat itu, pendengaran Bi Lan yang terlatih dan
tajam dapat mendengar suara orang bersorak dari jauh.
Ternyata Coa ong Sin kai juga telah mendengar suara ini.
Suara orang orang itu makin lama makin dekat dan tak
lama kemudian, Bi Lan dan gurunya melihat banyak
binatang hutan berlari larian dan burung burung
beterbangan ketakutan.
“Hm, agaknya manusia manusia kejam merajalela di
hutan ini,” tiba tiba Coa ong sin kai berkata. “Mari kita
lihat.” Bi Lan mengikuti suhunya menuju ke arah suara itu
dan dari balik pohon mereka melihat lima orang laki laki
yang berpakaian sebagai pemburu berjalan di dalam hutan
itu. Dua orang memanggul bangkai harimau yang agaknya
tadi dikejar kejar oleh mereka, dan yang tiga orang masing
masing memanggul bangkai kelinci yang gemuk. Mereka
memegang tombak di tangan kiri dan di pundaknya
nampak pula busur dan anak panah.
“Kurang ajar, benar benar manusia manusia kejam!”
kata Coa ong Sin kai perlahan. “Lihat siauw niau, kaulihat
baik baik betapa setia nya ular ularku itu!” Setelah berkata
demikian, kakek ini menggerakkan bibirnya dan keluarlah
suara mendesis yang terputus putus akan tetapi tajam sekali,
persis suara ular yang sedang marah.
Lima orang pemburu itu ketika mendengar suara ini,
menjadi terkejut sekali dan berdiri diam.
“Ada ular!” kata seorang diantara mereka cepat ia
mencabut golok yang tergantung di pinggangnya. Juga
kawan kawannya bersiap sedia, karena memang binatang
ular ini yang paling ditakuti oleh para pemburu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba tiba, diantara daun daun dan batang batang pohon,
juga dari bawah rumput, keluar belasan ekor ular besar kecil
menerjang ke lima orang pemburu itu. Para pemburu itu
terkejut sekali karena belum pernah mereka mengalami hal
yang aneh seperti ini, diserbu belasan ekor ular yang
agaknya demikian marah kepada mereka. Bi Lan juga
memandang dengan mata terbelalak. Ia melihat betapa
suhunya dengan wajah berkilat karena berpeluh mata
berseri dan mulut diruncingkan, terus mengeluarkan suara
desisan yang ternyata merupakan panggilan kepada ular
ular itu. Makin lama makin banyaklah ular ular itu datang
mengeroyok para pemburu itu. Lima orang itu telah
menurunkan bawaan masing masing dan kini mereka
mengamuk dengan mata terbelalak ngeri. Golok mereka
diobat abitkan membacok ular ular itu, akan tetapi makin
lama makin bertambah juga jumlah ular ular itu sehingga
akhirnya mereka kena juga digigit dan dibelit tubuh mereka.
Terjadilah pergulatan yang maha hebat dan yang amat
mengerikan Bi Lan menjadi pucat dan tak terasa pula ia
memekik ngeri, lalu melompat ke tempat pertempuran itu.
Ia telah mengambil sebatang ranting kecil dan dengan
ranting ini ia menghajar ular ular itu. Sekali sabet dengan
ranting saja, pecahlah kepala seekor ular, atau kalau terkena
perutnya, maka pecahlah perut itu dan putus tubuh ular itu
menjadi dua! Kehebatan ranting kecil ini lebih besar dari
pada sebatang golok atau pedang! Ular ular itu menyerang
Bi Lan, akan tetapi gadis ini dengan cepatnya dapat
merobohkan mereka sehingga kini bangkai ular bertumpuk
tumpuk dan tubuh mereka menggeliat geliat menggelikan.
“Siauw niau, kau gila? ” tiba tiba Coa ong Sin kai
membentak dan muncul dari tempat sembunyinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Suhu, Kau tidak boleh menyuruh ular ular ini
menyerang manusia!” Bi Lan membentak marah. Akan
tetapi ketika ia menengok ke arah lima orang yang tadinya
bergulingan meronta ronta mencoba melepaskan ular yang
melilit leher mereka, ternyata lima orang itu kini telah tak
bergerak lagi karena mereka telah menjadi biru! Mereka
telah tewas karena tak dapat bernafas.
“Suhu…!” Bi Lan terisak, kemudian ia melemparkan
rantingnya dan melompat pergi dari situ.
“Siauw niau… ke mana kau…? ” teriak Coa ong Sin kui.
Akan tetapi Bi Lan tidak menjawab, bahkan mempercepat
larinya. tidak sudi lagi berdekatan dengan gurunya yang
kejam dan ganas, yang lebih menyayangi nyawa binatang
dari pada jiwa manusia. Kalau gurunya mengejar, ia akan
melawan mati matian. Akan tetapi ternyata Coa ong Sin kai
tidak mengejar, bahkan terdengar kakek itu mengeluh dan
menangis menyesali kematian begitu banyak ular ularnya
yang tersayang.
“Tidak ada manusia yang ingat budi…” suara kakek itu
terdengar jelas oleh Bi Lan yang melarikan diri, “kalian
lebih baik, ular ularku!”
Gadis itu diam diam merasa terharu juga. Gurunya
berlaku sedemikian aneh bukan karena wataknya memang
jahat, melainkan karena pikirannya sudah rusak dan gila.
Akan tetapi ia tidak perduli lagi. Tidak mungkin ia harus
berkumpul terus dengan guru yang kadang kadang
membuatnya merasa serem dan ngeri itu. Kadang kadang
gurunya ini berlaku luar biasa manjanya minta dicari kutu
kutu rambutnya yang tidak boleh dibunuh, minta dipijiti
seluruh tubuhnya. Ah, siapa tahu kalau kalau di luar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kesadarannya, kakek itu akan melakukan sesuatu yang jahat
terhadap dia. Ia masih ingat betapa karena membunuh
seekor kutu rambut saja, gurunya sudah tega
menamparnya! Betapapun juga, ia harus berterima kasih
kepada Coa ong Sin kai. Kakek gila itu sudah menurunkan
banyak ilmu silat yang tinggi dan luar biasa kepada nya.
Tidak hanya Ouw wan ciang yang tiga puluh enam jurus itu
dan Sin coa kiam hwat yang hebat telah dipelajarinya,
bahkan iapun telah dapat melakukan Pi ki hu hiat dan I
kiong hoan hiat yang tak sembarang orang dapat
melakukan!
Sekarang ke mana ia hendak pergi? Kembali ke Hoa
san? Ah, pengemis sakti yang gila itu telah membawanya
jauh ke utara. Maka teringatlah Bi Lan akan penuturan Tan
Seng, kong kongnya atau lebih tepat sukong nya (kakek
gurunya), yaitu guru daripada mendiang ayahnya. Ayahnya
telah tewas dalam pertempuran melawan orang orang
Bangsa Kin yang juga menjadi sebab kematian ibunya. Dan
sekarang Bangsa Kin masih menjajah di Tiongkok bagian
utara, yakni di sebelah utara Sungai Huai dan juga di
daerah Celah Tasan kuan di Shensi. Aku harus membalas
dendam ayah bundaku, pikir gadis ini. Dengan hati tetap ia
lalu melanjutkan perjalanannya dengan cepat menuju ke
utara!
Seperti telah diceritakan di bagian depan, semenjak
tahun 1141, Kerajaan Sung Selatan dengan amat terpaksa
telah mengadakan perdamaian dalam keadaan amat terhina
dengan orang orang Kin yang memiliki barisan kuat itu.
Selain Kerajaan Kin mendapat bagian tanah di sebelah
utara Sungai Huai dan di Celah Tasan kuan di Shensi, juga
setiap tahun pemerintah Sung harus mengirim upeti tanda
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bakti kepada pemerintah Kin berupa dua puluh lima laksa
tail perak dan dua puluh lima laksa lain sutera halus!
Betapapun juga, pemerintah Sung Selatan ternyata
pandai mengatur pemerintahannya sehingga keadaan
penghidupan rakyat jelata tidak begitu tertekan. Pertanian
dan perdagangan mendapat kemajuan lumayan dan biar
pun harus diakui bahwa penghidupan para petani tak dapat
dibilang makmur, namun keadaan mereka jauh lebih baik
dari pada keadaan rekan rekan mereka di sebelah utara. Di
bagian utara, yakni di wilayah yang diduduki oleh
pemerintah Kin, keadaan rakyat jelata Bangsa Han benar
benar payah dan tertindas. Bala tentara Kin telah
menghancurkan banyak kota dan desa, membunuh dan
menyiksa rakyat, merampok harta bendanya sehingga
setelah perdamaian diadakan, keadaan rakyat di utara
sudah amat miskin dan habis habisan. Lebih lebih karena
daerah ini diberikan kepada Kerajaan Kin, maka keadaan
rakyat benar benar menyedihkan. Keluarga keluarga
pembesar Kerajaan Kin menjadi majikan majikan mereka,
sedang rakyat Han menjadi hamba hamba yang
kehidupannya lebih berat dari pada penghidupan binatang
ternak! Pada waktu itu, seorang pembesar bangsawan
Bangsa Kin sampai mempunyai hamba sebanyak seratus
lebih Bangsa Han, yang boleh diperlakukan sesuka hati
mereka seperti orang boleh memperlakukan apa saja
terhadap binatang peliharaan mereka. Banyak pula yang
dipaksa mengerjakan sawah ladang yang keseluruhannya
dibagi bagikan kepada pembesar pembesar dan bangsawan
bangsawan Kin, dengan hanya mendapat upah makan
sekedarnya untuk menjaga jangan sampai mereka kelaparan
saja.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tentu saja rakyat yang diperlakukan seperti hewan ini
mengandung kebencian yang mendalam sekali.
Pemberontakan meletus dimana mana. Orang orang gagah
memimpin rakyat untuk melakukan perlawanan dan
tuntutan perbaikan nasib.
Biarpun sejarah mencatat bahwa akhirnya
pemberontakan pemberontakan itu berhasil juga dan
Kerajaan Kin makin lama makin menjadi lemah untuk
akhirnya runtuh dan lenyap, namun dalam tahun tahun
pertama, keadaan Keajaan Kin amat kuatnya. Kerajaan ini
mempunyai banyak sekali orang kuat, terdiri dari pembesar
pembesar bu (militer) yang memiliki kepandaian tinggi.
Selain itu, masih ada juga tiga orang gagah yang oleh kaisar
Kin dianggap sebagai tiang negara atau penasihat kaisar.
Tiga orang gagah ini adalah Bangsa Kin yang terkenal
memiliki ilmu kepandaian tinggi. Dikabarkan orang bahwa
guru mereka adalah seorang pertapa Bangsa Thian tok
(India) yang berilmu tinggi. Mereka ini setelah menduduki
pangkat tinggi sebagai orang orang yang paling berpengaruh
dalam Kerajaan Kin di bawah kaisar sendiri, lalu memilih
nama yang cukup keren dan gagah, yakni yang tertua
bernama Kim Liong Hoat ong, yang ke dua Gin Liong
Hoat ong dan yang ke tiga Tiat Liong Hoat ong. Mereka ini
adalah saudara saudara seperguruan dan selain mereka
bertiga, Sam thai koksu (Tiga guru negara besar) ini masih
mempunyai suheng (kakak seperguruan) yang menjadi
pendeta di Tibet dan bernama Ba Mau Hoatsu yang
kabarnya memiliki kepandaian paling tinggi diantara
mereka.
Sam thai koksu inilah yang berhasil menggagalkan
pemberontak pemberontak dan orang orang gagah yang
mencoba menghancurkan pemerintah Kin yang menjajah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tanah air mereka. Jarang ada orang kang ouw yang dapat
menandingi kegagahan Sam thai koksu. Apa lagi akhir
akhir ini Sam thai koksu mendatangkan suheng mereka dari
Tibet, dan Ba Mau Hoatsu selain tinggi sekali ilmu silatnya,
juga memiliki ilmu hoatsut (sihir) yang menakutkan orang.
Kini para orang gagah hanya berani melakukan gerakan
secara tersembunyi saja, yakni mengganggu pembesar
pembesar yang terlalu menindas rakyat di kota kota yang
jauh dari kediaman Sam thai koksu.
Di dalam perjalanannya menuju ke utara, setelah
menyeberangi Sungai Huai, yakni tapal batas antara
wilayah Sung dan Kin, Bi Lan lalu menuju ke kota Sucouw.
Melihat kemelaratan para petani yang miskin, hati dara
perkasa ini memberontak. Memang ada diantara orang
orang Han yang hidup mewah dan makmur yakni mereka
yang memang tadinya orang orang hartawan dan kemudian
setelah pemerintah Kin berdiri, mereka dapat mengadakan
hubungan yang baik dengan pembesar pembesar Kin,
melakukan penyogokan. Harta yang hartawan ini sekarang
hidup seperti raja yang terjamin keselamatannya oleh
pembesar pembesar Kin. Dan untuk mengisi kantong para
pembesar Kin yang tidak ada dasarnya itu hartawan
hartawan ini lalu melakukan pemerasan sehebat hebatnya
kepada para petani dan buruhnya. Setiap orang buruh tani
diharuskan bekerja lebih berat dari pada kerbau hanya
untuk dapat mengisi perut setiap hari!
Semenjak menyeberangi Sungai Huai Bi Lan mulai
melakukan kewajibannya sebagai seorang pendekar wanita,
sesuai dengan pesan dari semua gurunya di Hoa san pai.
Dan semenjak Bi Lan memasuki wilayah pemerintah Kin,
di daerah ini muncullah seorang pendekar wanita yang
menggemparkan di samping orang orang gagah yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memang banyak mengadakan perbuatan perbuatan yang
membela rakyat. Di sepanjang perjalanannya, Bi Lan
mendatangi pembesar pembesar Kin di waktu malam,
mengancamnya, menggurat muka dengan pedang atau
bahkan membabat putus sebelah telinganya dengan
ancaman agar supaya pembesar itu tidak memeras kepada
rakyat.
Kemudian ia mengambil banyak perak dan emas dari
pembesar pembesar ini dan pada malam itu juga, orang
orang yang hidup miskin dan hampir kelaparan, tiba tiba
saja menemukan potongan potongan perak atau emas di
dalam kamar mereka! Juga banyak orang orang hartawan
yang didatangi oleh Bi Lan dan diancam untuk dicabut
nyawanya apabila tidak ingat akan kesengsaraan bangsanya
dan tidak mengulurkan tangan untuk menolong.
Semua perbuatan mulia ini dilakukan Bi Lan dengan
diam diam, dan karena gerakannya amat lincah, cepat dan
ginkangnya sudah tinggi, maka semua petani miskin yang
hanya melihat bayangan seorang gadis muda yang cantik
jelita dan berpinggang langsing lalu memberi julukan
kepada Bi Lan. Julukan ini adalah Sian li Eng cu (Bayangan
Bidadari). Akan tetapi, para pembesar Kin yang tentu saja
merasa penasaran dan marah, juga membenci gadis
pendekar ini, memberi julukan Mo li Eng cu (Bayangan
Iblis Wanita) kepadanya. Akan tetapi, Bi Lan yang
mendengar julukan julukan ini untuknya, hanya tersenyum
gembira dan tidak ambil perduli sama sekali.
Beberapa pekan kemudian tibalah Bi Lan di kota Cin an,
kota terbesar di Propingi San tung. Di kota ini pemerintah
Kin mendirikan kantor yang besar, bahkan di sinilah letak
pusat kubu kubu atau benteng pertahanan tentara Kin. Oleh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
karena itu, jarang sekali ada orang gagah berani main main
di tempat ini, karena di kota Cin an ini terdapat banyak
sekali perwira perwira Kin yang gagah perkasa. Bahkan
tidak jarang Sam thai koksu mengunjungi tempat ini.
Ketika Bi Lan memasuki kota yang besar ini,
perhatiannya tertarik oleh pengumuman yang ditempel di
mana mana. Ia berhenti dan membaca pengumuman itu
dan makin tertariklah dia. Ini bukanlah sebuah
pengumuman, melainkan sebuah undangan untuk orang
orang gagah di dunia kang ouw! Karena ingin membaca
dengan jelas, Bi Lan lalu mendesak maju dan beberapa
orang yang sedang membaca surat undangan itu memberi
jalan dan memandang kepada Bi Lan dengan heran.
Pengumuman undangan ini tertulis dengan huruf huruf
yang indah dan bergaya kuat dan berbunyi seperti berikut :
PARA ORANG GAGAH DI SELURUH PENJURU.
Kami, Sam Thai Koksu dari Kerajaan Kin dengan ini
mengumumkan bahwa pada nanti malam bulan purnama kami
hendak mengadakan pesta hiburan menghormat para orang gagah
di dunia kang ouw. Pesta itu diadakan di kebun raya di luar
benteng dan di sana disediakan hidangan yang paling lezat dan
arak paling baik untuk para enghiong.
Dengan ini kami mengundang kepada para orang gagah di
seluruh penjuru untuk datang dan beramah tamah dengan kami
untuk membersihkan segala sesuatu yang nampak keruh.
Kami percaya bahwa cuwi (tuan tuan sekalian) tentu akan
berani datang dan mengingat bahwa kita adalah orang orang yang
menjunjung tinggi kegagahan dan keberanian, cuwi tentu percaya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penuh bahwa kami takkan melakukan penangkapan atau
tindakan lain yang mengecewakan dan merusak nama baik kami
sendiri.
Menanti dengan hormat,
SAM THAI KOKSU.
Bi Lan baru membaca setengahnya ketika tiba tiba
terdengar orang tertawa dan surat pengumuman yang
tertempel di atas tembok itu tiba tiba tertiup angin yang
kuat dan tempelannya terlepas lalu melayang ke kiri!
Bi Lan terkejut karena maklum bahwa yang meniup itu,
bukanlah angin sewajarnya, melainkan tiupan khikang yang
kuat dari orang pandai. Timbul hati penasaran dalam dada
gadis ini karena ia belum membaca habis, maka sekali ia
mengulurkan tangannya, ia telah dapat menangkap kertas
itu. Dengan tenang, Bi Lan lalu menempelkan kertas itu di
tembok. Akan tetapi karena lemnya telah kering, kertas itu
tidak mau menempel, Bi Lan menjadi mendongkol dan ia
menggunakan ibu jarinya untuk menekan kepada empat
ujung kertas itu pada tembok. Dengan mengerahkan sedikit
lweekangnya, ia telah dapat membuat kertas itu melesak ke
dalam tembok, sehingga kertas itu dapat menempel!
Terdengar suara ketawa lagi, akan tetapi Bi Lan tidak
mau menengok atau memandang hanya melanjutkan
membaca pengumuman itu sampai habis. Orang orang di
sekitarnya tentu saja dapat melihat semua ini dan diam
diam mereka menjadi tegang karena dapat menduga bahwa
gadis muda cantik jelita ini tentulah seorang tokoh kang
ouw yang berilmu tinggi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah selesai membaca, barulah Bi Lan menengok ke
arah orang yang meniup tadi. la melihat dua orang kakek
yang rambutnya sudah putih dan diikat ke atas, jenggotnya
terurai ke bawah tak terpelihara, demikian pula pakaian
mereka amat sederhana Yang mengherankan adalah
persamaan wajah kedua orang kakek ini, sehingga sukar
untuk membedakan antara mereka. Bi Lan tidak mengenal
kedua kakek ini, maka setelah membaca, ia lalu pergi dari
situ mencari tempat penginapan. Kedua orang kakek yang
sederhana itu memandang kepadanya sambil tersenyum
dan Bi Lan merasa betapa dua pasang mata itu berkedip
kedip seakan akan memberi isyarat “tahu sama tahu”. Di
sepanjang perjalanan mencari hotel, ia mengingat ingat
siapa adanya dua orang kakek ini yang tiupannya demikian
kuat sehingga dari jarak jauh dapat melepaskan kertas itu
tanpa terasa anginnya oleh semua orang.
Setelah mendapat kamar di hotel, Bi Lan beristirahat
sambil berpikir. Malam ini bulan sudah hampir penuh, jadi
undangan itu dimaksudkan besok malam. Aku harus datang
pula untuk melihat apa sebenarnya maksud tiga orang guru
besar pemerintah Kin itu, pikir Bi Lan. Memang sudah
lama ia mendengar nama Sam Thai Koksu dan kini
mendengar tentang undangan mereka terhadap orang orang
gagah, tentu saja hatinya amat tertarik. Apakah akan ada
perobahan sikap yang baik dari pemerintah Kin terhadap
rakyat jelata? Dan siapa pula dua orang kakek yang kembar
itu? Apakah mereka juga datang untuk memenuhi
undangan Sam Thai Koksu? Tentu saja Bi Lan tidak tahu
bahwa surat undangan seperti yang dibaca tadi, oleh
pemerintah Kin telah disebar di seluruh wilayahnya. Setiap
kota besar tentu disebari undangan ini karena memang Sam
Thai Koksu mempunyai rencana yang amat baik, yang
sudah disetujui oleh kaisar sendiri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Telah lama Sam Thai Koksu merasa pening kepala
karena gangguan orang orang gagah di dunia kang ouw
yang melakukan pemberontakan pemberontakan kecil.
Biarpun tiga orang guru besar ini dengan kepandaiannya
dapat mengerahkan perajurit untuk membasmi setiap
pemberontakan, namun perlawanan rakyat yang terus
menerus itu menggelisahkan juga Mereka tahu bahwa
rakyat takkan berani bangkit tanpa dorongan dari orang
orang gagah di dunia kang ouw. Melakukan kekerasanpun
sukar karena orang orang gagah itu tak mungkin dapat
dicari dan dibasmi semua. Pemberontakan pemberontakan
itu akan melemahkan kedudukan negara, maka kini Sam
Thai Koksu hendak mengambil jalan halus. Mereka hendak
menggunakan siasat mengambil hati orang orang gagah
untuk menarik mereka agar mau membantu pemerintah
dengan hadiah hadiah besar dan juga janji janji muluk demi
kebaikan penghidupan rakyat! Maka diadakanlah undangan
itu yang maksudnya untuk mengambil hati orang orang
gagah itu.
Sampai malam Bi Lan tak dapat pulas, la telah
mengambil keputusan untuk datang menghadiri pesta itu
besok malam dan melihat gelagat. Kalau kiranya Sam Thai
Koksu ternyata mempunyai maksud buruk, ia takkan
berlaku kepalang dan hendak menyerang tiga orang besar
itu! Apabila dia dapat membinasakan tiga orang yang
dianggap sebagai guru besar negara Kin ini, maka itu
merupakan jasa yang tidak kecil artinya bagi seluruh
bangsanya yang tertindas! Bi Lan sekarang telah
menemukan kembali sifatnya yang dahulu, yakni percaya
penuh akan kepandaiannya sendiri. Dulu ketika berada di
puncak Hoa san, iapun telah memiliki kepercayaan besar
terhadap kepandaian sendiri sampai datang Tiauw It
Hosiang yang mengecewakan hatinya karena ia tidak dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengalahkan hwesio itu dengan mudah. Kemudian setelah
ia terculik oleh Coa ong Sin kai, ia menjadi makin kecewa
karena merasa betapa kepandaiannya masih jauh dari pada
memuaskan. Akan tetapi, setelah ia mendapat latihan dari
Coa ong Sin kai dan merasa betapa kepandaiannya telah
maju pesat sekali, kini ia merasa bahwa kepandaiannya
telah cukup tinggi dan agaknya ia akan dapat
membinasakan tiga orang koksu yang terkenal itu!
Bi Lan memang masih terlalu muda untuk dapat
mengerti bahwa di dunia ini banyak sekali terdapat orang
orang yang berkepandaian tinggi sekali dan bahwa
betapapun tinggi kepandaian seseorang, tentu ada orang
yang akan mengatasinya. Pula ia masih kurang pengalaman
sehingga kadang kadang timbul sifatnya yang
membanggakan kepandaian sendiri sehingga ia kehilangan
kewaspadaannya.
Ketika ia hampir pulas di atas pembaringannya, tiba tiba
ia mendengar suara kaki menginjak genteng di atas
kamarnya. Suara injakan kaki itu amat perlahan,
menandakan bahwa orang di atas kamar itu telah
mempunyai ginkang yang tinggi. Bi Lan tersenyum
mengejek, kemudian dengan sekali menggerakkan tangan
ke arah lilin yang bernyala di atas meja, api lilin itu padam
oleh tiupan hawa pukulannya.
Agaknya orang yang di atas genteng dapat melihat pula
betapa api di dalam kamar tiba tiba padam, karena
terdengarlah suara berbisik dari atas, “Lihiap (nona yang
gagah), aku datang dengan maksud baik. Harap kau suka
keluar untuk bercakap cakap!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bi Lan memang seorang dara muda yang tabah sekali.
Biarpun ia tahu bahwa orang di atas itu tidak boleh
dipercaya, akan tetapi ia tidak merasa takut sama sekali.
Malah ia menduga bahwa mungkin sekali orang itu adalah
seorang diantara kakek yang dilihatnya siang tadi. Ketika ia
mendengar tindakan kaki dua orang melompat turun dari
atas genteng, dugaannya makin kuat bahwa tentu dua orang
kakek kembar itulah yang datang mengunjunginya. Setelah
meringkaskan pakaiannya, Bi Lan lalu membuka jendela
kamar dan sekali tubuhnya berkelebat, ia telah berada di
luar kamar. Ia melihat dua bayangan orang menanti di
tempat agak jauh dari hotel sambil melambaikan tangan,
maka ia lalu berlari ke tempat itu sambil memperlihatkan
ilmu berlari cepatnya yang lihai.
Ia kecele karena dua orang itu sama sekali bukan dua
orang kakek yang dilihatnya siang tadi, melainkan seorang
laki laki berusia kurang lebih empat puluh tahun dan
seorang wanita yang tinggi besar dan cantik juga, usianya
kurang lebih empat puluh tahun akan tetapi masih nampak
cantik dan selain pakaiannya mewah, juga masih
menggunakan bedak tebal dan yanci (alat pemerah pipi)
dan gincu bibir! Dua orang itu nampak kagum melihat cara
Bi Lan berlari, maka
buru buru mereka
memberi hormat dengan
menjura.
“Maaf kalau kami
telah mengganggu lihiap
yang sedang tidur,” kata
wanita pesolek itu
sambil tersenyum
ramah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ah, tidak apa,” Bi Lan terpaksa menjawab sambil
tersenyum manis, “tidak tahu siapakah jiwi dan ada
keperluan apakah dengan aku yang muda? ” Memang Bi
Lan berwatak nakal. Ucapannya yang terakhir itu, yang
menegaskan bahwa dia jauh lebih muda dari pada wanita
itu, diam diam merupakan sindiran bahwa wanita itu
sebetulnya sudah terlalu tua untuk demikian genit dan
demikian mewah. Akan tetapi wanita itu agaknya tidak
merasa sama sekali akan sindiran ini, bahkan tertawa makin
ramah.
Aku bernama Coa Kim Kiok dan dia ini adalah
suhengku yang bernama Kwa Cu Bi. Kami adalah anak
anak murid dari Go bi pai. Melihat betapa siang tadi kau
memperlihatkan kepandaianmu ketika menempelkan kertas
pada tembok, kami menjadi amat tertarik karena kami
merasa bahwa antara kau dan kami tentu terdapat
persamaan tujuan datang di kota ini. Kau siapakah nona
dan mewakili perguruan mana? Tentu kedatanganmu ini
ada hubungannya dengan undangan dari Sam Thai Koksu,
bukan? ”
Bi Lan tentu saja sudah mendengar tentang perguruan
silat Go bi pai, sungguhpun guru gurunya di Hoa san pai
seringkali meragukan dan menyatakan bahwa di
Pegunungan Go bi san yang amat luasnya itu, banyak sekali
terdapat orang orang pandai yang membuka perguruan silat
sendiri sendiri sehingga yang disebut Go bi pai (partai Go bi
san) sungguh amat kabur dan sukar ditentukan mana yang
aseli. Akan tetapi dia belum pernah mendengar nama Coa
Kim Kiok maupun Kwa Cu Bi. Para pembaca mungkin
masih ingat akan nama Coa Kim Kiok ini. Dia adalah
wanita bertubuh tegap yang dahulu ikut mengeroyok Tan
Seng dan murid muridnya ketika hendak mengambil dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merampas jenajah Go Sik An. Coa Kim Kiok sudah
semenjak bala tentara Kin menyerang ke selatan, telah
menjadi kaki tangan Kerajaan Kin, bersama dengan orang
orang gagah Bangsa Han lain seperti San mo Liong kui,
Kwa Sun Ok dan yang lain lain. Kwa Cu Bi yang
mengawani Kim Kiok pada waktu ini adalah adik kandung
dari Kwa Sun Ok.
Tentu saja Bi Lan tidak tahu bahwa dua orang yang
dihadapinya itu, selain merupakan mata mata dan kaki
tangan dari Sam Thai Koksu, juga merupakan dua orang
yang benar benar cocok sekali. Kim Kiok semenjak muda
terkenal sebagai seorang perempuan jahat yang bertabiat
cabul. Adapun Kwa Cu Bi yang bermuka putih dan halus
serta termasuk orang tampan itu dengan sikapnya yang
lemah lembut seperti seorang laki laki banci, sebenarnya
adalah seorang jai hwa cat besar. Maka sekarang sepasang
manusia bermoral bejat ini menjadi sahabat, tentu, amat
cocok bagaikan sampah busuk di keranjang bobrok. Ketika
ia ditanya nama dan mewakili pergurun mana, Bi Lan
menjadi agak bingung Karena sebetulnya ia datang bukan
karena surat undangan dari Sam Thai Koksu itu dan tidak
mewakili perguruan manapun juga. Akan tetapi karena
sudah ditanya, ia menjawab juga, “Namaku Bi Lan, she
Liang. Aku mewakili Hoa san pai!”
Coa Kim Kiok nampak terkejut, akan tetapi hanya
sebentar karena ia segera tertawa dan berkata girang. “Ah,
tidak tahunya kau adalah seorang anak murid Hoa san pai.
Pantas saja demikian lihai! Adik yang baik, kebetulan sekali
kita dapat bertemu, maka bagaimana pikiranmu kalau
besok malam kita pergi bersama ke kebun raya itu?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bagi Bi Lan tentu saja tiada halangannya untuk pergi
bersama, apa lagi memang dia tidak mempunyai kenalan
dan merasa asing di tempat ini, maka ia menganggukkan
kepala, “Boleh saja kalau jiwi suka mengajakku pergi
bersama.”
“Bagus, sekarang selamat tidur, adik Bi Lan. Besok siang
kami akan datang menemuimu dan bercakap cakap.
Maafkan kalau kami datang mengganggu.”
Setelah memberi hormat, kedua orang itu lalu berlompat
pergi dan Bi Lan mendapat kenyataan bahwa kepandain
mereka sebetulnya tidak demikian hebat. Ia lalu kembali ke
kamarnya dan gangguan ini melenyapkan nafsunya untuk
tidur. Ia berpikir pikir dengan hati merasa tegang juga.
Tidak disangkanya bahwa undangan dari Sam Thai Koksu
itu telah menarik orang orang dari Go bi pai yang demikian
jauhnya. Diam diam ia merasa heran sekali mengapa kedua
orang anak murid Go bi pai ini demikian baik kepadanya,
padahal ia pernah bertempur melawan Tiauw It Hosiang,
orang yang dianggap sebagai tokoh ke tiga dari pada
perguruan Go bi pai. Tentu mereka itu dari perguruan Go
bi san yang lain lagi dengan Tiauw It Hosiang, pikirnya dan
kemudian setelah menjelang fajar, dapat juga ia pulas. Pada
keesokan harinya, baru saja Bi Lan bangun, mandi dan
tukar pakaian, seorang pelayan mengetuk pintu dan
memberitahukan bahwa di ruang tamu telah menanti dua
orang. Gadis ini makin heran karena ia dapat menduga
bahwa dua orang itu tentulah Kim Kiok dan Cu Bi yang
malam tadi datang mengunjunginya. Ia segera keluar dan
benar saja, Coa Kim Kiok menyambutnya dengan senyum
di mukanya. Juga Cu Bi yang pagi ini mengunjunginya,
berpakaian mewah dan tersenyum senyum manis
kepadanya!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ah, adik Bi Lan yang manis! Kau baru bangun? Mari
kita sarapan, sudah kusediakan semenjak tadi!” Kim Kiok
memberi tanda kepada pelayan yang cepat datang
mengantarkan hidangan yang masih mengebul hangat.
“Ah, enci Kim Kiok, kau sungguh membikin aku
menjadi sungkan dan malu saja. Mengapa pagi pagi sudah
repot repot? ”
“Nona Liang, mengapa harus berlaku sungkan?
Bukankah kita adalah orang orang segolongan yang tak
perlu malu malu lagi? ” kata Kwa Cu Bi dengan ramah
sambil tersenyum.
Bi Lan tak dapat menolak lagi dan makanlah mereka
bertiga sambil bercakap cakap.
“Apakah jiwi kemarin tidak melihat dua orang tua yang
berpakaian seperti tosu? ”
Kim Kiok dan Cu Bi merenung dan mengingat ingat,
akan tetapi mereka menggeleng kepala. “Tosu yang mana?
Aku tidak melihat dua orang kakek yang berpakaian seperti
tosu,” kata Kim Kiok.
“Bukankah engkau kemarin melihat aku membaca surat
undangan di tembok kota itu? ” tanya Bi Lan.
“Betul, akan tetapi kami tidak melihat dua orang tosu.
Siapakah mereka? ” tanya Cu Bi dengan pandang mata
tajam menyelidik.
Bi Lan diam diam merasa heran. Bagaimana kedua
orang ini tidak melihat dua orang kakek yang lihai, yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mempergunakan tiupan khikang sehingga kertas undangan
itu lepas dari tembok? Akan tetapi karena mereka tidak
mengetahuinya, iapun lalu tersenyum dan berkata, “Mereka
kulihat diantara orang orang yang membaca surat
undangan. Ah, kalau kalian tidak melihat mereka,
sudahlah. Kiraku mereka itupun hanya orang orang biasa
saja yang tertarik oleh surat undangan itu. O, ya? hampir
aku lupa bertanya Jiwi adalah murid murid Go bi pai,
kenalkah dengan hwesio yang bernama Tiauw It Hosiang? ”
“Kau maksudkan It ci sinkang Tiauw It Ho siang? ” Cu
Bi mengulang, sambil memandang dengan girang. Ketika Bi
Lan mengangguk, ia berkata, “Tentu saja kenal, karena ia
terhitung masih susiok (paman guru) kami. Kenalkah nona
kepadanya? ”
Bi Lan tersenyum dan mengangguk. “Kami pernah
bertemu satu kali. Akan tetapi sungguh aneh bagaimana dia
yang masih muda bisa menjadi susiok dari jiwi. Kukira
usianya tidak lebih dari padamu,”
“Memang betul demikian, It ci sinkang semenjak kecil
telah menjadi hwesio di Gobi san dan karena semenjak
kecil sudah mendapat latihan ilmu silat dari sukong (kakek
guru) kami, yaitu Kian Wi Taisu, maka ilmu
kepandaiannya luar biasa sekali. Suhu kami adalah
suhengnya dan usia suhu jauh lebih tua dari pada It ci
sinkang. Pada waktu ini, boleh dibilang It ci sinkang Tiauw
It Hosiang menduduki tempat ke tiga dalam tingkat
kepandaian, di bawah guru kami Bu It Hosiang dan sukong
kami. Akan tetapi entahlah kalau sekarang terdapat
perobahan karena sudah lama sekali kami tidak pernah
menghadap suhu di Go bi san, karena terlalu jauh.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bi Lan mengangguk angguk maklum, akan tetapi tentu
saja ia tidak tahu bahwa dua orang di hadapannya ini
sebenarnya tidak memberi keterangan yang tepat, bahkan
banyak membohong. Kwa Cu Bi memang betul adalah
murid dari Bu It Hosiang, akan tetapi dia dan kakaknya,
Kwa Sun Ok, telah diusir dari perguruan Go bi pai, karena
diketahui melakukan, perbuatan jahat. Adapun Coa Kim
Kiok sama, sekali bukan murid Go bi pai, melainkan
seorang murid dari pendeta Pek lian kauw yang cabul! Kim
Kiok dan Cu Bi yang menjadi kaki tangan Sam Thai Koksu
mendapat tugas untuk menyelidiki orang orang kang ouw
yang datang di kota Cin an dan sedapat mungkin
diperintahkan membujuk orang orang gagah agar suka
bekerja sama dengan pemerintah Kin, atau setidak tidaknya
memberi kesan kesan baik dan benar benar murid
keponakan dari orang orang gagah. Dan usaha kedua orang
ini memang banyak berhasil. Sudah banyak orang gagah
yang dapat mereka bujuk dan kini melihat Bi Lan yang
masih muda dan memiliki ilmu kepandaian tinggi, mereka
sedang berusaha untuk membujuk Bi Lan. Akan tetapi di
samping itu. seperti biasa dan sesuai dengan wataknya yang
cabul dan kotor, diam diam ia tergila gila melihat
kecantikan dan kemudaan Bi Lan yang amat menggiurkan
hatinya dan ia telah mengambil kepastian untuk
menjadikan gadis muda ini sebagai korbannya!
“Di manakah kau bertemu dengan susiok kami itu, adik
Bi Lan? ” Kim Kiok bertanya dengan gaya seakan akan ia
memang benar benar kenal Tiauw It Hosiang.
“Ah, begitu saja, katika ia datang mengunjungi Hoa san
setengah tahun yang lalu,” jawab Bi Lan dengan dingin,
karena ia tidak ingin menceritakan tentang pertempurannya
menghadapi It ci siokang Tiauw It Hosiang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kemudian, kedua orang itu mulai dengan tugas mereka.
Dengan gaya menarik dan bergantian mereka menceritakan
tertang kebaikan kebaikan pembesar pembesar Kin,
terutama Sam Thai Koksu terhadap orang orang gagah.
“Sam Thai Koksu adalah orang orang berilmu tinggi
yang menghargai orang orang gagah,” kata Kim Kiok.
“Apakah kau kenal baik dengan mereka? ” Bi Lan
bertanya, “Memang aku mengenal mereka sebagai orang
orang yang amat tinggi kepandaiannya dan sebagai orang
orang yang dapat menghargai kepandaian orang. Mereka
itu ingin sekali bekerja sama dengan orang orang gagah
untuk dapat bersama sama mengamankan negeri dan
menenteramkan kehidupan rakyat jelata. Sungguh orang
orang tua yang boleh dipuji.”
Bi Lan mengerutkan keningnya. “Mungkin benar bahwa
mereka bekepandaian tinggi karena aku sendiripun sudah
mendengar nama mereka. Akan tetapi tentang niat
menenteramkan kehidupan rakyat........ ah, enci Kim Kiok,
hal ini tidak cocok dengan kenyataan!”
Diam diam Kim Kiok dan Cu Bi saling bertukar
pandang.
“Kau salah sangka, nona,” kata Cu Bi. sambil
memainkan alis matanya, lagak yang amat “genit” bagi
seorang laki laki. “Memang harus diakui bahwa banyak
rakyat kecil yang miskin keadaannya, akan tetapi hal inilah
yang justeru hendak dirobah oleh Sam Thai Koksu. Dengan
adanya kerusuhan dan pemberontakan dimana mana,
bagaimana keadaan rakyat bisa diperbaiki? Oleh karena ini
pula, untuk merundingkan tentang cara dan usaha
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memperbaiki keadaan penghidupan rakyat, maka Sam Thai
Koksu mengadakan pertemuan dengan orang orang gagah.”
Bi Lan diam saja, berpikir dalam dalam. “Baiklah, kita
sama dengar saja apa yang hendak mereka katakan malam
nanti, dan kita sama lihat apa yang akan terjadi
selanjutnya,” akhirnya dia berkata.
Menghadapi sikap Bi Lan yang dingin dan tawar ini,
Kim Kiok dan Cu Bi merasa tidak enak. Mereka lalu
berpamit dan Kim Kiok berkata.
“Adikku yang manis. Malam nanti kita bersama
mengunjungi tempat pesta. Kautunggu saja, kami akan
menjemputmu.”
“Tidak usahlah, enci Kim Kiok. Baik kita bertemu di
sana saja, karena sebelum pergi ke kebun raya, aku hendak
jalan jalan dulu melihat lihat keadaan kota yang besar ini.”
jawab Bi Lan.
Cu Bi nampak kecewa, akan tetapi Kim Kiok lalu
berkata dengan ramah, “Begitupun baiklah. Aku akan
memberitahukan kepada Sam Thai Koksu tentang
kedatanganmu. Seorang wakil dari Hoa san pai perlu
disambut baik baik!” Setelah berkata demikian, Kim Kiok
dan Cu Bi lalu meninggalkan Bi Lan.
Dara ini harus mengakui bahwa ia amat sebal melihat
kedua orang itu. Kim Kiok dianggapnya terlalu genit dan
mewah, serta memiliki gaya dan gerak gerik yang
menjemukan. Sedangkan Cu Bi, biarpun harus diakui
jarang ada seorang setua dia masih memiliki wajah yang
tampan menarik, namun ia merasa sebal dan muak melihat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cara laki laki itu memandangnya, cara dia tersenyum dan
memainkan alis matanya. “Mereka itu bukan orang orang
baik, aku harus hati hati,” bisiknya seorang diri. Kesadaran
ini bukan timbul karena kecerdikannya, akan tetapi karena
suara hati dan perasaannya. Ia masih belum berpengalaman
untuk menghadapi orang orang jahat yang pandai
mempergunakan lidah.
Malam hari itu udara bersih sekali. Tak nampak bintang
di langit karena sinar sinar bintang itu tertutup dan kalah
oleh cahaya bulan yang, dingin dan terang. Angin malam
bertiup perlahan, membuat suasana menjadi sejuk sekali.
Akan tetapi, cahaya bulan itu masih kalah oleh
terangnya lampu lampu yang dipasang di bawah pohon
pohon dalam kebun raya, yakni sebuah kebun atau taman
bunga yang biarpun disebut kebun raya, namun
sesungguhnya adalah taman bunga khusus diperuntukkan
bagi bangsawan bangsawan Kin dan beberapa orang
hartawan terkemuka saja. Tempat mereka minum arak dan
mendengarkan nyanyian gadis gadis penyanyi dan tempat
mereka bersenang senang!
Akan tetapi pada malam hari itu, biarpun bulan sudah
cukup terang namun tempat itu masih diterangi pula oleh
lampu lampu yang digantungkan dicabang cabang terendah
dari pohon pohon. Bahkan di tengah tengah kebun raya
yang besar dan luas itu dipasangi tenda tenda tempat orang
masak dan tempat orang menaruhkan alat alat keperluan
pesta malam hari ini.
Penduduk berduyun duyun menonton dan berdiri di
sekeliling taman bunga itu, karena biarpun mereka tidak
boleh masuk, namun dari luar saja mereka dapat pula
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melihat pesta yang meriah itu. Tamu tamu mulai masuk ke
dalam ke kebun raya, melalui sebuah pintu besar yang
terjaga oleh penjaga penjaga berpakaian militer dan yang
memberi hormat dengan gagahnya pada setiap orang yang
memasuki taman itu. Tamu tamu yang masuk ini semua
terdiri dari tokoh tokoh kang ouw, ada orang orang
berpakaian sebagai piauwsu, (guru silat), ada pula yang
berkepala gundul karena dia adalah hwesio, ada pula tosu,
bahkan ada pula yang berpakaian sebagai seorang
pengemis. Ada pula beberapa orang wanita tua muda yang
menggantungkan pedang di punggung!
Sam Thai Koksu sendiri menyambut kedatangan para
tamu di pintu keluar yakni pintu yang tak berdaun, hanya
merupakan jalan masuk terbuka dari lingkungan pagar
pohon bunga yang mengelilingi taman luas itu. Tiga orang
guru besar ini memang amat gagah. Tubuh mereka tinggi
besar dan tegap dengan dada yang bidang menandakan
bahwa mereka rata rata bertenaga besar. Pakaian mereka
sederhana potongannya, seperti biasa pakaian orang orang
ahli persilatan, ringkas dan pendek, akan tetapi terbuat dari
pada sutera yang paling mahal. Kim Liong Hoat ong yang
tertua berusia kurang lebih enam puluh tahun, Gin Liong
Hoat ong lima puluh tahun lebih, akan tetapi Tiat Liong
Hoat ong yang termuda paling banyak berusia empat puluh
lima tahun. Akan tetapi mereka masih kelihatan segar sehat
dan muda, bahkan Kim Liong Hoat ong sendiri masih
kelihatan muda dan pesolek.
Di samping tiga orang guru besar dari Kerajaan Kin ini
masih ada lagi pembesar kepala daerah sendiri yang
menyambut datangnya para tamu. Benar benar merupakan
satu kehormatan yang besar sekali!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bi Lan juga memasuki pintu dan disambut dengan
hormat oleh penjaga penjaga pintu yang mau tidak mau
memandang kepadanya dengan mata menyatakan kagum
kepada nona yang cantik sekali ini. Kemudian Bi Lan
disambut oleh Sam Thai Koksu dengan menjura. Bi Lan
membalas penghormatan ini dengan kaku.
“Ah, kalau tidak salah, nona yang disebut Liang lihiap
(pendekar wanita Liang) dan yang mewakili Hoa san pai? ”
tanya Kim Liong Hoat ong kepada Bi Lan sambil
memandang dengan mata berseri girang.
“Aku yang bodoh memang murid Hoa san pai,” jawab
Bi Lan. Jawaban ini bukan berarti ia membohong, karena
menghadapi tiga orang yang kelihatan gagah perkasa ini, ia
merasa tidak enak membohong. Lagi pula, ia tidak merasa
takut sama sekali, mengapa harus membohong? Terhadap
Kim Kiok lain lagi, karena kalau ia tidak membohong tentu
wanita itu akan banyak bertanya tentang dirinya dan hal ini
ia tidak suka.
“Silakan masuk, Liang lihiap, silakan memilih tempat
duduk sesuka hatimu,” Kim Liong Hoat ong
mempersilakan dan Bi Lan lalu menyatakan terima kasih
dan memasuki taman itu. Yang sudah masuk ke dalam
taman itu kurang lebih ada dua puluh orang tamu dan
keadaan di dalam taman memang meriah. Di sudut kiri
terdapat serombongan penabuh gamelan yang dimainkan
terus menerus hingga suasana makin ramai. Meja meja
dipasang di dalam taman itu, di dekat bunga bunga yang
sedang mekar dan lampu lampu teng yang tergantung di
pohon pohon dihias kertas berwarna warni menimbulkan
pemandangan yang indah menggembirakan. Akan tetapi
hati Bi Lan tidak gembira. Ia tidak melihat orang orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang kelihatan memiliki kepandaian tinggi, seperti,
misalnya kekek pengemis yang berpakaian tambal tambalan
dan yang kini duduk melenggut di atas tanah mengikuti
irama gamelan. Ada pula wanita tua yang kepalanya diikat
dengan saputangan putih seperti orang berkabung dan yang
duduk menghadapi meja bersama seorang wanita muda dan
seorang laki laki muda pula. Juga terlihat seorang hwesio
tua yang bertubuh kekar pendek dengan kepalanya yang
licin bersih itu menghadapi meja pula seorang diri. Dalam
pandangan mata Bi Lan yang tajam, tiga orang ini tentu
memiliki kepandaian yang tinggi, berbeda dari tamu tamu
lain yang nampaknya seperti ahli ahli silat biasa saja.
Bi Lan tidak memilih tempat duduk, sebaliknya ia lalu
berjalan jalan dan mengagumi kembang kembang yang
memenuhi tempat itu. Ketika ia tiba di sudut kanan taman
itu, tiba tiba saja ia mendengar suara orang ketawa dan
ketika ia mengangkat muka, ternyata di dekat sebuah meja
di situ berdiri dua orang kakek yang memandangnya
dengan tertawa tawa. Melihat betapa dua orang kakek itu
mengajak tertawa kepadanya, Bi Lan yang memang
berwatak gembira itu tak dapat menahan untuk tidak
bersenyum! Padahal gadis ini tersenyum untuk
menyembunyikan rasa heran dan kagetnya karena dua
orang kakek ini adalah mereka yang siang kemarin
dilihatnya. Sepasang kakek kembar yang pernah
memperlihatkan kelihaian mereka dengan meniup kertas
pengumuman di tembok itu.
“Kalau kau benar benar mewakili Hoa san pai, benar
benar Liang Gi Tojin tolol sekali menyuruh bocah seperti
kau datang ke tempat semacam ini, akan tetapi kalau tidak
mewakili siapa siapa, kau benar benar bernyali besar. Ha ha
ha!” seorang diantara sepasang kakek kembar ini berkata
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lalu tertawa terkekeh kekeh, akan tetapi matanya
memandang dengan seri gembira kepada Bi Lan. Kakek
yang seorang lagi hanya mengangguk anggukkan kepala
dan juga tertawa.
Sebelum Bi Lan dapat menjawab, kedua orang kakek itu
menggerakkan ujung lengan baju dan sekali berkelebat
mereka lenyap dari depannya! Bi Lan terkejut sekali dan
selagi ia bengong melihat ke depan, tiba tiba terdengar
orang menegur, “Adik Bi Lan, semenjak tadi aku
mencarimu di mana mana. Aku sudah kuatir kalau kalau
kau tidak akan datang? ” Bi Lan menengok dan ia melihat
Kim Kiok berlari menghampirinya. Wanita ini sekarang
memakai pakaian sutera yang indah dan bedaknya lebih
tebal dari pada biasa.
“Enci, apakah baru saja kau melihat dua orang kakek
itu? ” tanyanya karena pikirannya masih penuh dengan
bayangan dua orang kakek aneh tadi.
Kim Kiok memandang ke kanan kiri dan mengerutkan
kening, “Dua orang kakek? Yang mana? Aku tidak melihat
mereka.”
Bi Lan makin kagum dan heran Bagaimanakah dua
orang tua itu dapat bergerak sesukanya tanpa diketahui dan
dilihat orang? Siapakah mereka? Dan perlu apa mereka
datang ke tempat ini dengan sembunyi sembunyi? Diam
diam Bi Lan berpikir dan hatinya berdebar.
“Eh adik Bi Lan, mengapa engkau termenung saja?
Apakah baru saja kau melihat setan? ” Kim Kiok tertawa
menggoda dan ucapan ini menyadarkan Bi Lan yang segera
tersenyum kepadanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Tamu tamu sudah banyak,” katanya menyimpang
sambil memandang ke arah para tamu yang duduk
mengelilingi meja mereka.
“Memang, sedikitnya ada tiga puluh orang. Hayo kita
duduk dan memilih tempat yang enak, akan tetapi jangan
terlalu jauh dari panggung hingga kita akan dapat
mendengar segala yang akan diucapkan oleh tuan rumah,”
sambil berkata demikian Kim Kiok menggandeng tangan Bi
Lan dan diajak duduk di bangku dekat korsi yang berada di
dekat panggung besar yang sengaja didirikan di tengah
tengah taman itu. Karena di atas meja ini terdapat sebuah
lampu teng yang cukup besar, maka wajah kedua orang
wanita ini tersorot lampu dan sebentar saja hampir semua
mata memandang ke arah mereka, karena wajah Bi Lan
benar benar amat indah rupawan dan menarik perhatian
semua orang tamu yang berada di situ. Sebentar saja semua
orang bertanya tanya siapakah adanya gadis cantik jelita
itu? Akan tetapi ketika melihat Kim Kiok, pandang mata
mereka terhadap Bi Lan berubah, kalau tadi kagum dan
mengindahkan sekarang hanya tinggal kagum saja
sedangkan di dalam hati menyayangkan mengapa seorang
gadis manis yang masih demikian muda telah bergaul
dengan seorang perempuan cabul seperti Kim Kiok! Tentu
saja Bi Lan sendiri tidak tahu sama sekali tentang hal ini
dan ia duduk sambil tersenyum senyum gembira,
pikirannya masih penuh oleh bayangan sepasang kakek
kembar tadi dan beberapa kali ia menoleh ke sana ke mari
dengan mata mencari cari, akan tetapi tetap saja ia tidak
menemukan bayangan dua orang kakek itu.
Diam diam ia mengakui bahwa kepandaian dua orang
kakek itu benar benar hebat sekali dan jauh lebih tinggi dari
pada kepandaiannya sendiri! Kalau saja Bi Lan tahu siapa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
adanya sepasang kakek kembar itu, tentu ia takkan merasa
seheran itu. Sebetulnya dua orang kakek ini bukan lain
adalah Thian Te Siang mo, yakni Sepasang Iblis Bumi
Langit yang kita sudah lama kenal sebagai guru dari Go
Ciang Le!
Thian Te Siang mo mendengar juga tentang undangan
yang dikeluarkan oleh Sam Thai Koksu dan memang sudah
lama kedua orang kakek kembar ini mendengar tentang
nama Sam Thai Koksu yang terkenal lihai. Kedatangan
Thian Te Siang mo sama sekali bukan karena undangan itu,
dan juga biarpun Iblis Kembar ini mempunyai kesukaan
mengumpulkan jenazah orang orang gagah, namun mereka
sendiri tidak ambil perduli tentang politik dan perang.
Mereka kini datang karena tertarik oleh nama Sam Thai
Koksu dan selain ingin menyaksikan kelihaian guru guru
besar negara Kin, juga memang kebetulan sekali mereka
mengembara dan berada di dekat kota Cin an. Selain dari
pada ini semua, Sepasang Iblis Kembar ini ingin pula
bertemu dengan orang orang gagah yang akan mengunjungi
pesta di kebun raya ini untuk menghibur hati karena kedua
orang sakti ini sedang menderita kekecewaan yang amat
besar. Kekecewaan yang ditimbulkan oleh murid tunggal
mereka, yaitu Go Ciang Le! Sebelum kita melihat lebih jauh
apa yang akan terjadi di dalam taman bunga di mana
diadakan pesta oleh Sam Thai Koksu itu, lebih baik kita
menengok pada peristiwa yang terjadi lebih dahulu dan
mengetahui mengapa Thian Te Siang mo bisa menjadi
kecewa karena Go Ciang Le.
Setelah menolong penduduk dusun di lereng Gunung
Tapie san sebelah selatan, membunuh ular yang dipelihara
oleh Coa ong Sin kai dan bahkan berhasil mengusir
pengemis sakti yang gila itu, Ciang Le lalu melanjutkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perjalanannya turun dari gunung. Mulailah ia dengan
pengembaraannya sebagai pendekar yang budiman, yang
selalu siap sedia mengulurkan tangan menolong kepada
orang orang lemah yang tertindas atau mengalami
kesengsaraan. Selama berbulan ia mengembara dan
mendapat kenyataan bahwa kepandaiannya yang dipelajari
dari dua orang gurunya, ternyata benar benar memuaskan
hatinya dan tak pernah ia menemui tandingan Selama ini,
lawan yang dianggapnya paling berat hanyalah Coa ong Sin
kai seorang, yang baru melarikan diri setelah melihat
pedangnya Kim kong kiam. Akan tetapi, semenjak itu, tak
pernah ia mengeluarkan pedangnya karena semua penjahat
yang dihadapinya cukup dilawan dan dirobohkan oleh
kedua tangannya saja.
Dan tanpa ia ketahui, semua perbuatannya dilihat dari
jauh oleh Thian Te Siang mo. Sepasang Iblis yang diam
diam memperhatikan sepak terjang murid mereka itu.
Tanpa disengaja, Ciang Le terus menuju ke utara sampai
ia memasuki wilayah Kerajaan Kin dan di situ ia
menyaksikan kesengsaraan rakyat kecil sehingga makin
giatlah ia melakukan perbuatan perbuatan yang sesuai
dengan tuntutan jiwa seorang pendekar. Namanya menjadi
makin terkenal dan karena ia tak pernah mau mengaku
nama aselinya, ia lebih suka disebut Hwa I Enghiong yang
makin lama makin terkenal baik di kalangan rakyat yang
tertolong maupun di kalangan dunia liok lim (rimba hijau).
Pada suatu hari, sampailah ia di kota Taigoan di Propingi
Shansi dan di kota inilah ia mengalami hal yang hebat,
menjumpai orang orang yang memiliki kepandaian tinggi
yang belum pernah ia impikan atau menduga sebelumnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Di dalam kota Taigoan yang besar terdapat sebuah
perkumpulan pengemis seperti yang sering kali terdapat di
kota kota besar pada waktu itu. Akan tetapi perkumpulan
pengemis yang berada di Taigoan ini bukanlah
perkumpulan pengemis biasa saja yang suka membagi bagi
hasil pekerjaan mereka di antara kawan kawan.
Perkumpulan ini amat berpengaruh, bahkan pengaruhnya
demikian besarnya sehingga para pemimpinnya
mengadakan perhubungan dengan para pembesar Kin yang
berada di kota itu, perkumpulan ini disebut Hek kin kaipang
(Perkumpulan Pengemis Ikat Pinggang Hitam). Semua
pengemis yang berada di kota Taigoan dan daerahnya,
tidak ada yang tidak menjadi anggauta perkumpulan ini,
karena mereka yang berani menjadi pengemis di luar
keanggautaan perkumpulan ini tentu akan dipukuli atau
diusir dari tempatnya bekerja!
Anggauta anggauta biasa dari perkumpulan ini memang
terdiri dari pada pengemis pengemis biasa saja, akan tetapi
perkumpulan ini mempunyai dewan pengurus yang amat
kuat organisasinya dan selain semua pengurus ini
mempunyai hubungan dan kedudukan yang kuat di
Taigoan dan sekitarnya, juga mereka terkenal sebagai ahli
ahli silat yang tinggi ilmu kepandaiannya. Para pemimpin
pengemis itupun mempunyai tingkat tingkat kedudukan.
Anggauta biasa dapat dikenal dari jubah hitam tambal
tambalan yang memakai sebuah kantong besar di dada,
tempat ia menaruh hasil minta minta kepada penduduk.
Pengemis pengemis yang menjadi pengurus perkumpulan
dapat dilihat dari jumlah kantong di dada mereka. Kantong,
kantong ini kecil dan dipasang di baju mereka bagian dada.
Makin banyak jumlah kantong kecil itu di bajunya, makin
tinggilah kedudukannya atau tingkatnya dan dengan
sendirinya makin tinggi pula ilmu silatnya. Adapun siapa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang menjadi ketua dari Hek kin kai pang, tak seorangpun
mengetahui atau pernah melihatnya, semua pengemis, baik
yang menjadi anggauta biasa dengan baju hitam tambal
tambalan maupun yang mempunyai kedudukan dan
bajunya berwarna macam macam, tentu mengenakan
sehelai sabuk atau ikat pinggang berwarna hitam terbuat
dari sutera pada pinggang mereka. Inilah tanda
keanggautaan dari perkumpulan Hek kin kai pang.
Para anggauta pengemis itu melakukan pekerjaan minta
minta sepeiti pengemis pengemis biasa dan mereka
menerima apa saja yang diberikan orang kepada mereka.
Tak pernah mereka menimbulkan kerusuhan, kecuali kalau
ada orang melakukan pekerjaan mencopet. Pengemis
pengemis ini memang diakui dan dibiarkan oleh pemerintah
karena mereka menjamin bahwa di kota Taigoan dan
sekitarnya takkan ada pencopet atau pencuri. Bahkan,
sedikitnya mereka menjamin dan merupakan tempat
pelarian dari mereka yang lemah dan tidak mampu bekerja
lagi sehingga tidak mati kelaparan di pinggir jalan dan
memusingkan kepada para petugas pemerintah.
Akan tetapi, ada hal yang amat ganjil dalam
perkumpulan ini, yaitu pada para pimpinannya. Biarpun
mereka berpakaian seperti pengemis dan di bajunya
terdapat kantong kantong kecil, jangan mencoba untuk
memberi sesuatu kepada pemimpin pemimpin ini!
Pemberian berupa apapun juga kepada para pengemis yang
sudah mempunyai tanda kedudukan, yakni kantong
kantong di bajunya, dianggap sebagai penghinaan dan
pemberi itu akan dihajar! Setidak tidaknya dimaki maki!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hal ini sudah diketahui oleh seluruh penduduk di
Taigoan dan sekitarnya, maka tak pernah terjadi
pelanggaran dan keributan yang tidak diingini.
Karena para pemimpin inipun jarang sekali berkeliaran
di dalam kota, maka juga para pelancong dan pendatang
dari luar kota jarang ada yang bertemu dengan mereka
sehinga biarpun pelancong ini tidak mengetahu tentang
“pantangan” pemimpin pemimpin Hek kin kaipang, tidak
pernah terjadi pelanggaran.
Ketika Ciang Le memasuki kota Taigoan, secara
kebetulan sekali ia bertemu dengan pengemis pengemis ini
dan menyaksikan keributan yang timbul karena
pelanggaran ini sehingga mengakibatkan pertempuran
besar.
Seperti biasa, Ciang Le memasuki kota dengan tindakan
kaki tenang. Ia gembira sekali melihat keindahan kota
Taigoan, biarpun hati kecilnya ada perasaan tak senang
karena ia tahu bahwa gedung gedung yang membuat kota
ini nampak indah adalah milik dari para pembesar Kin,
pembunuh pembunuh kedua orang tuanya! Telah lama
Ciang Le dapat mengubur rasa dendamnya, karena kedua
orang gurunya memberitahukan kepadanya bahwa ayahnya
yang bernama Go Sik An bersama ibunya telah tewas oleh
pengeroyokan tentara tentara Bangsa Kin.
“Tak ada gunanya kau berdendam hati, muridku,” kata
Thian Lo mo, “orang tuamu tewas sebagai pahlawan
pahlawan, sebagai perajurit perajurit gugur dalam perang.
Tidak ada sakit hati atau dendam dalam hal ini, karena
tewasnya orang tuamu bukan karena pertempuran atau
urusan perseorangan, melainkan membela negara. Pula,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kita semua tidak tahu siapa orangnya sebetulnya yang
menjatuhkan tangan maut terhadap orang tuamu, maka
tidak mungkin sekali kalau kau hendak membalas sakit hati
kepada seluruh tentara Kin yang puluhan laksa jumlahnya
itu!”
Dengan nasihat nasihat dan ucapan ucapan seperti
inilah, mata telah lama hati Ciang Le telah menjadi dingin
dan tidak ada nafsu untuk membalas dendam atas kematian
kedua orang tuanya. Menang ia tadinya telah bersumpah
untuk membalas dendam dan sakit hati ayah bundanya,
akan tetapi karena tidak tahu siapa orangnya yang harus
dibalas, hati nya menjadi tawar. Ada sedikit harapan di
dalam dadanya bahwa siapa tahu kalau kalau secara
kebetulan ia akan dapat mendengar siapa orangnya yang
membunuh mereka dan kepada orang ini tentulah ia akan
menjatuhkan tangan pembalasan!
Ketika ia berjalan sampai di sebuah jalan yang
menikung, tiba tiba ia mendengar suara ribut ribut dan
melihat seorang laki laki yang berpakaian seperti seorang
pelajar sedang dipukuli oleh dua orang pengemis. Melihat
cara dua orang pengemis itu memukul, dengan kaget Ciang
Le mendapat
kenyataan bahwa dua
orang itu mengerti
ilmu silat sedangkan
pelajar yang usianya
tiga puluh tahun lebih
itu hanya mengeluh
dan jatuh bergulingan.
“Ampun, tai ong…
ampun…!” pelajar itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengaduh aduh dan minta ampun sambil menyebut “tai
ong” yang berarti raja besar, yakni sebutan yang lajim bagi
kepala kepala perampok!
“Kau harus mampus!” seorang diantara pengemis itu
berseru marah. “Kau cacing buku ini berani sekali
menghina kami, pemimpin tingkat ke lima dari Hek kin
kaipang? Apakah matamu buta tidak melihat jumlah
kantong kantong jimat di baju kami? ”
“Ampun… siauwte tidak tahu tentang hal itu sama
sekali… baru tiga hari siauwte datang di kota ini… harap tai
ong suka memberi maaf.”
“Kami bukan perampok perampok, berani sekali kau
menyebut tai ong!” pengemis ke dua membentak sambil
memberi gaplokan ke arah mulut pelajar itu sehingga darah
mengalir dari bibirnya yang pecah pecah.
Ketika dua orang pengemis itu hendak memukuli lagi,
tiba tiba mereka merasa tangan mereka tertahan oleh
tangan orang lain. Mereka cepat menengok dan dengan
marah sekali mereka melihat seorang pemuda berbaju
kembang yang berdiri dengan tenang dan gagah, akan tetapi
dengin sepasang mata bernyala saking marahnya.
“Kalian ini dua orang pengemis yang biasanya minta
dikasihi orang, mengapa sekarang bahkan berlaku kejam
kepada seorang terhormat? ” Ciang Le mencela dua orang
pengemis itu dengan suara halus, akan tetapi cukup ketus.
Ia melihat bahwa dua orang pengemis itu memakai baju
berwarna biru dan biarpun ditambal di sana sini, namun
nampak bersih dan baru. Di bagian dadanya dipasangi lima
buah kantong kecil berwarna kuning emas dan di pinggang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka terselip dua batang tongkat bambu yang runcing. Ia
sendiri tidak pernah mendengar tentang perkumpulan Hek
kin kaipang, akan tetapi melihat sikap dua orang pengemis
yang usianya sudah empat puluh tahun lebih ini, Ciang Le
dapat menduga bahwa dua orang pengemis ini tentulah
orang orang yang memiliki kepandaian silat dan agaknya
sombong dan jahat. Akan tetapi Ciang Le tidak
memperdulikan lagi dua orang pengemis itu, sebaliknya ia
lalu menolong pelajar itu, membantunya bangun dan
berdiri.
Baiknya pelajar itu hanya menerima gebukan dan
tendangan yang tidak bermaksud membunuh, maka hanya
muka dan tubuhnya saja yang matang biru, namun tidak
ada tulang patah atau luka di dalam.
“Saudara, apakah kesalahanmu maka kau sampai
dipukuli oleh dia orang ini? ” tanya Ciang Le kepada orang
berpakaian pelajar itu.
Orang itu menarik napas panjang dan menggunakan
ujung lengan bajunya untuk menyusut darah dari bibirnya,
“Terima kasih atas pertolonganmu, hohan (orang gagah),”
katanya. “Aku sendiri masih merasa heran mengapa kedua
orang gagah ini marah marah kepadaku. Ketahuilah bahwa
aku tadi melihat mereka duduk di pinggir jalan dan karena
merasa kasihan, aku lalu memberi dua potong uang
tembaga kepada mereka. Tidak kusangka sangka, mereka
tiba tiba lalu berdiri dan memukul padaku.”
Sementara itu, dua orang pengemis Hek kin kaipang
yang mempunyai tingkat ke lima itu menjadi marah sekali
melihat ada orang berani membela pelajar yang telah
menghina mereka. Kedua orang pengemis ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kedudukannya tidak terlalu rendah, karena pemimpin, yang
paling rendah, adalah tingkat ke tujuh yakni yang
pekerjaannya mengumpulkan hasil pendapatan para
pengemis Pemimpin tingkat ke enam berkewajiban
membagi bagi hasil itu untuk makan para pengemis
sehingga takkan terjadi keributan. Tingkat ke lima
berkewajiban mengontrol pekerjaan pengemis agar jangan
ada yang menganggur atau bermalas malasan dan hanya
mengandalkan makan dari hasil pekerjaan kawan kawan.
“Kau ini orang dari manakah yang sengaja mau
membela orang yang telah menghina kami? ” bentak
seorang diantara mereka yang bercambang bauk menutupi
hampir seluruh mukanya, sambil mendelik memandang
kepada Ciang Le.
Pemuda ini tetap berlaku tenang dan sambil tersenyum ia
berkata, “Sungguh perkara yang aneh sekali. Orang mau
menyumbang uang, kalian tidak berterima kasih, bahkan
berlaku kasar dan menyiksa orang. Aturan manakah ini?
Aku yang telah melakukan perjalanan ribuan li jauhnya,
baru kali ini melihat hal yang seaneh ini. Sahabat, coba
kauterangkan kepadaku mengapa kau memukuli orang
yang hendak memberi bantuan uang kepadamu? ”
Karena tahu bahwa Ciang Le bukan orang dalam kota
dan dari suara pemuda ini terdengar jelas bahwa ia datang
dari selatan, pengemis itu menahan marahnya lalu berkata.
“Dia menghina kami dengan memberi uang itu. tidak
tahukah kau? ”
“Menghina? ” Ciang Le terheran. “Kalian adalah
pengemis pengemis atau setidak tidaknya orang orang yang
berpakaian seperti pengemis. Apa salahnya kalau orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memberi sumbangan uang kepadamu. Mengapa kau bilang
menghina? ”
Orang orang yang menonton ribut ribut itu diam diam
mengeluh karena mereka menganggap pemuda tampan
berbaju kembang ini benar benar “mencari penyakit”
dengan ucapan ucapannya yang tidak disadarinya itu.
Memang benar, dua orang pemimpin pengemis tingkat lima
itu makin merah mukanya, akan tetapi si cambang bauk
tetap memberi penjelasan dengan suara ketus.
“Babaimana kau bilang tidak menghina? Butakah
matanya dan tidak melihat bahwa kami memakai lima buah
kantong pada baju kami? ”
“Itu artinya bahwa kalian mempunyai banyak tempat
untuk menyimpan uang. Adakah arti yang lain lagi? ” tanya
Ciang Le mencoba berkelakar. Terdengar suara ketawa
tertahan dari orang orang yang menonton di pinggir jalan.
“Orang muda, hati hatilah dengan mulutmu. Jangan
jangan kau akan keluar dari tempat ini dengan bibir pecah
pecah pula!” Pengemis kedua membentak sambil bertolak
pinggang. “Buka matamu baik baik, kami adalah dua orang
pemimpin tingkat ke lima dari Hek kin kaipang! Apa kau
mau bilang pula bahwa selama hidup kau belum pernah
mendengar tentang Hek kin kaipang? ? ”
Ciang Le memang benar benar belum pernah mendengar
nama perkumpulan ini maka dengan sungguh sungguh ia
menggelengkan kepalanya berkali kali dan berkata,
“Memang aku belum pernah mendengar nama
perkumpulan pengemis ini, sahabat. Dan biar pun kalian
menduduki tingkat ke satu sekali pun dari perkumpulan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang manapun juga, kurasa kalian berlaku keterlaluan
terhadap orang yang bermaksud baik memberi sumbangan
kepadamu. Kalau kalian tidak suka menerima kalian boleh
menolak dengan halus, bukan dengan main pukul seperti
tukang tukang pukul dan jagoan jagoan murah saja!” Ciang
Le bicara keras, karena iapun mulai merasa mendongkol
dan marah melihat sikap pengemis yang keterlaluan itu.
Mendengar ucapan ini, tentu saja kedua orang pengemis
itu menjadi makin marah dan mencak mencak, “Agaknya
kau sudah bosan hidup berani bermain gila dan menghina
kami!” kata si cambang bauk yang segera maju menubruk
dan mengayun tangan hendak menampar Ciang Le seperti
yang ia lakukan kepada si pelajar tadi. Akan tetapi kali ini
ia bertemu batunya. Sikap Ciang Le yang lemah lembut dan
kulitnya yang halus itu memang tidak ada bedanya dengan
sikap pelajar tadi dan semua orang tentu akan mengiranya
sebagai seorang yang lemah. Ciang Le memang selalu
menyembunyikan pedangnya di dalam bajunya yang lebar
dan panjang.
Orang orang yang menonton mengira bahwa Ciang Le
tentu akan roboh seperti pelajar tadi akan tetapi alangkah
herannya hati semua orang termasuk si cambang bauk
sendiri ketika yang jatuh bukannya Ciang Le, melainkan si
cambang bauk itulah! Ketika ditampar tadi, Ciang Le
bersikap tenang tenang saja, sama sekali tidak mengelak.
Akan tetapi begitu kepalan tangan pengemis itu telah
mendekati pipinya, tiba tiba pemuda ini menggerakkan
tangan dan miringkan kepalanya. Pukulan itu tidak
mengenai sasaran, sebaliknya begitu tangannya mendorong
tubuh pengemis cambang bauk itu, tak dapat dicegah lagi
tubuh pengemis yang tinggi besar itu terdorong roboh dan
bergulingan beberapa kali!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hal ini tidak saja mengherankan para penonton, bahkan
pengemis cambang bauk itu sendiri dan kawan kawannya
jua terheran heran. Bagaimana seorang pemuda lemah
lembut seperti ini dapat merobohkannya, yang sudah
memiliki kepandaian lumayan dan menduduki tingkat ke
lima?
“Eh, sobat, kau siapakah dan dari golongan mana? Beri
tahu lebih dulu agar kami dari Hek kin kaipang tidak salah
tangan terhadap kawan segolongan!” Si cambang bauk
melompat berdiri dan menegur Ciang Le.
Pemuda ini tersenyum manis ketika berkata, “Aku bukan
dari golongan mana mana, hanya seorang pelancong biasa
saja yang tidak suka melihat orang orang kasar
mengandalkan tenaganya dan menghina yang lemah. Lebih
baik kalian minta maaf kepada siucai (orang terpelajar) ini,
dan habislah perkara ini. Akupun tidak suka bermusuhan
dengan siapapun.”
“Ah, lagakmu sombong sekali, orang muda! Biarpun kau
belum mendengar tentang perkumpulan kami, sedikitnya
kau harus tahu bahwa kami bukanlah orang orang yang
boleh dihina begitu saja. Kaukira kami takut kepadamu?
Rasakan pukulanku ini!” Dua orang pengemis itu
menyerang dari kanan kiri dengan pukulan yang dilakukan
sekuat tenaga. Mereka memang marah sekali dan hendak
merobohkan pemuda yang dianggapnya sombong dan
lancang ini dengan sekali pukul. Akan tetapi kembali
mereka kecele, karena bukan pemuda itu yang terjungkal
roboh, melainkan kedua orang pemukul tadi! Demikian
cepat dan hebat gerakan Ciang Le sehingga tahu tahu kedua
orang pengemis Hek kin kaipang tingkat ke lima itu
terjerumus maju dan kepala mereka saling beradu,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keduanya lalu roboh sambil meringis ringis kesakitan sambil
menggosok gosok kepala mereka yang menjadi benjol!
Terdengar suara ribut ribut dan semua penonton yang
makin banyak bekumpul di tempat itu serentak menjauhkan
diri dengan muka nampak takut takut. Sebaliknya, dua
orang pengemis yang masih belum berdiri itu kelihatan
girang sekali.
Ciang Le berlaku waspada dan ketika melihat datangnya
serombongan orang memasuki tempat itu, ia maklum tentu
ia harus menghadapi lawan lawan yang tangguh. Ternyata
bahwa yang datang adalah pemimpin pemimpin Hek kin
kaipang tingkat empat, tiga, dan dua! Semuanya berjumlah
tujuh orang.
“Suheng, pemuda ini telah menghina kita!” Si cambang
bauk itu berkata kepada pengemis tertua yang bajunya
berkantong dua, tanda bahwa dia memiliki kedudukan
tinggi dalam perkumpulan ini, yakni tingkat ke dua. “Siucai
itu telah merendahkan kita dengan memberi uang. Selagi
siauwte menghajarnya, datang pemuda ini yang turun
tangan dan merobohkan siauwte berdua.”
Pengemis tua tingkat ke dua itu memandang kepada
Ciang Le lalu menjura dan berkata, “Enghiong siapakah
dan dari golongan mana? Harap sudi memperkenalkan diri
dan jangan sampai timbul salah faham diantara orang orang
segolongan.”
Melihat sikap pengemis ini dan mendengar kata katanya
yang sopan, Ciang Le cepat membalas penghormatan itu
dan menjawab, “Mohon maaf sebanyaknya. Siauwte
sesungguhnya tidak ingin mencari keributan. Siauwte
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorang pelancong biasa saja yang tidak tahu akan
kebiasaan setempat. Akan tetapi melihat seorang siucai
dipukuli oleh dua orang ini, terpaksa siauwte menegur
mereka. Tidak tahunya mereka menyerang, maka tiada lain
jalan bagi siauwte kecuali membela diri. Kalau kedua orang
ini mau minta maaf kepada, siucai itu, siauwte bersedia
minta maaf pula kepada mereka.”
Mendengar pemuda ini tidak mau menyebut nama,
pengemis tua ini mengerutkan keningnya. “Hm, apakah
kau orang muda merasa terlalu tinggi untuk
memperkenalkan diri lebih dulu? Kalau begitu, biarlah lohu
memperkenalkan diriku. Aku adalah Thio Han, pemimpin
tingkat dua dari Hek kin kaipang. Nah, harap sekarang kau
memberitahukan namamu.”
Dari kedua orang suhunya, Ciang Le seringkali diberi
nasehat agar jangan mengobral namanya, maka ia
menjawab. “Siauwte memberi hormat kepada lo enghiong
dan dengan setulusnya siauwte memandang tinggi
kedudukan lo enghiong di Hek kin kaipang. Akan tetapi
terus terang saja, siauwte tidak mau terlibat dalam urusan
pertikaian ini. Marilah sita sudahi saja dan asal kalian
melepaskan siucai itu, siauwtepun akan melanjutkan
perantauan.”
Tiba tiba diantara para penonton yang memperhatikan
pakaian Ciang Le, berkata. “Apakah pemuda gagah ini
bukan Hwa I Eng hiong? ”
Mendengar sebutan ini, berobah muka Ciang Le dan ia
segera menoleh untuk memandang kepada orang yang
menyebut nama julukannya itu. Adapun para anggota Hek
kin kaipang yang sudah mendengar pula nama pendekar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
muda yang baru muncul itu, merasa terkejut dan teringat.
Juga Thio Han memandang tajam dan tersenyum, “Ah,
tidak tahunya Hwa I Enghiong yang membuat nama besar!
Betulkah lohu berhadapan dengan Hwa I Enghiong? ”
Terpaksa Ciang Le tak dapat menyembunyikan diri lagi.
Ia tersenyum dan berkata, “Orang orang telah terlalu
melebih lebihkan sesungguhnya siauwte tidak patut disebut
enghiong (orang gagah) sungguhpun sebutant Hwa I
(Berbaju Kembang) tidak dapat kusangkal lagi. Memang
aku berbaju kembang.”
“Kalau begitu, kebetulan sekali. Harap Hwa I Enghiong
sudi memberi sedikit petunjuk kepadaku!” kata Thio Han
yang menggulung lengan bajunya.
Melihat sikap bermusuh ini dan mendengar ucapan
minta petunjuk berarti mengajak adu kepandaian, Ciang Le
merasa heran. Mengapa pengemis tua ini tiba tiba merobah
sikap? Ia tidak tahu bahwa sudah jadi kebiasaan tokoh
tokoh Hek kin kaipang untak mencoba dan menguji
kepandaian setiap orang tokoh kang ouw yang baru muncul
apabila kebetulan mereka berjumpa. Tokoh tokoh Hek kin
kaipang amat bangga atas kemashuran nama mereka dan
kepandaian mereka, maka setiap kali ada orang kang ouw
memasuki daerah Taigoan, orang kang ouw itu tentu akan
menghadap pimpinan Hek kin kaipang sebagai kunjungan
kehormatan. Pemuda ini baru saja membuat nama di dunia
kang ouw, dan kini tidak saja lalai untuk kunjungan
kehormatan bahkan pemuda ini sama sekali belum pernah
mendengar nama Hek kin kaipang dan berani pula
merobohkan dua orang pengurus tingkat ke lima! Oleh
karena itu, Thio Han menganggap bahwa sudah sepatutnya
ia “memperkenalkan” perkumpulannya agar pemuda ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jangan memandang rendah “Hm, jadi kau hendak
menantangku bertempur? ” kata Ciang Le dengan pandang
mata penasaran. “Ketahuilah bahwa aku hanya akan turun
tangan terhadap orang yang menyerangku, atau yang
melakukan perbuatan jahat. Aku baru akan melayanimu
kalau kau menyerangku.”
Mendengar ini, Thio Han ragu ragu untuk turun tangan.
Kalau ia menyerang lebih dulu, ia akan dianggap
keterlaluan, maka ia lalu menengok kepada seorang saudara
muda, yakni pemimpin tingkat empat yang bertubuh tinggi
kurus “Sute, coba kaulayani siauw enghiong ini beberapa
jurus agar kita mendapat tambahan pengertian.”
Pengemis tinggi kurus itu kelihatan gembira menerima
tugas ini. Ia memandang rendah kepada pemuda yang
lemah lembut ini, maka ia melangkah maju menghadapi
Ciang Le. Sementara itu. ketika melihat betapa
penolongnya terdesak oleh rombongan pengemis yang
agaknya hendak menimbulkan keributan, pemuda pelajar
yang tadi dipukuli oleh dua orang pengemis, lalu bertindak
maju dan berkata kepada Ciang Le.
-oo0dw0oo-
Jilid V
“HOHAN, sungguh menyesal sekali karena aku kau
sampai menghadapi kesulitan ini.” Kemudian ia berpaling
kepada para pengemis itu dan berkata, “Kalian ini kalau
mau disebut orang orang gagah mengapa mencari perkara
dengan orang orang yang baru datang dari tempat jauh?
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Apakah ini bukan berarti akan membikin malu saja kepada
kota Taigoan yang besar dan indah? ”
“Kau cacing buku, pergilah!” Pengemis tingkat empat
yang tinggi kurus itu menggerakkan tangan kirinya
mendorong ke arah siucai itu. Dorongan dilakukan dengan
tenaga lweekang dan dari gerakannya itu tahulah Ciang Le
bahwa pengemis ini adalah seorang ahli lweekeh yang
karenanya amat membahayakan keselamatan siucai itu
kalau sampai terdorong dadanya, ia cepat mengulur
tangannya dan berkata, “Sahabat, jangan kau mencampuri
urusan kekerasan ini. Biarlah aku menghadapinya sendiri.”
Biarpun ia kelihatannya mendorong pula tubuh siucai itu,
akan tetapi sebenarnya ia menggerakkan tangannya
memapaki tangan pengemis yang mendorong tadi. Belum
juga tangan mereka bertemu, pengemis tinggi kurus itu
telah terdorong ke belakang dan merasa betapa tangannya
sakit sekali. Cepat ia melompat ke belakang dan menjadi
marah sekali.
“Kurang ajar, kau benar benar hendak bertempur? ”
bentaknya.
Ciang Le tersenyum dan tidak memperdulikannya,
bahkan memegang pundak siucai itu, didorongnya perlahan
ke pinggir sambil berkata, “Sahabat, lebih baik kau lekas
pergi saja dari sini.” Siucai itu maklum bahwa memang
keadaannya berbahaya sekali, maka setelah
menganggukkan kepala dengan pandang mata terima kasih
kepada Ciang Le, ia lalu pergi dari situ untuk cepat cepat
meninggalkan Taigoan yang mendatangkan pengalaman
pahit padanya.
“Menyerang seorang yang tidak mengerti ilmu silat
mengandalkan kepandaian sendiri untuk menindas yang
lemah, adalah perbuatan yang kusebut pengecut dan hina,”
kata Ciang Le seperti kepada diri sendiri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar ini, pengemis tinggi kurus itu makin marah
dan dengan cepat ia melangkah maju dan menyerang Ciang
Le dengan pukulan tangan miring. Akan tetapi, kepandaian
pengemis tingkat ke empat ini biarpun bagi orang biasa
sudah hebat sekali, namun menghadapi Ciang Le ia masih
kalah jauh. Gerakan pemuda ini jauh lebih cepat lagi dan
sebelum tangan yang miring itu menyambar ke lehernya, ia
telah mendahuluinya dengan jari jari terbuka, menyambut
datangnya lengan itu dan menangkap pergelangan
tangannya, sekali ia mengerahkan tenaga, tubuh pengemis
itu terjerumus ke depan. Hampir saja hidungnya mencium
tanah. Melihat betapa dalam segebrakan saja pemimpin
Hek kin kaipang tingkat empat sudah roboh oleh pemuda
ini, tentu saja semua orang menjadi makin terheran heran!
Ketika seorang pengemis tingkat tiga hendak maju. Thio
Han mencegahnya. Menurut penglihatan kakek ini,
kepandaian Hwa I Eng hiong terlalu tinggi untuk dihadapi
oleh saudara mudanja tingkat tiga. Ia sendiri lalu
melangkah maju dan berkata. “Hwa I Eng hiong, iangan
berlaku kepalang tanggung memberi petunjuk kepada kami.
Sambutlah!” Sambil berkata demikian, Thio Han
mengerang dengan kepalan tangan kanan. Pukulan datang
nya cepat dan antep sekali, maka tahulah Ciang Le bahwa
kepandaian kakek ini jauh lebih tinggi dari pada pengemis
yang baru saja di kalahkan. Ia melangkah mundur sehingga
pukulan lawan tidak mengenai tubuhnya. Akar tetapi,
dengan gerakan yang luar biasa cepatnya. Thio Han sudah
melangkah maju lagi dan sekaligus pengemis Hek kin
kaipang tingkat dua ini telah melakukan serangan tigat
macam dengan kedua tangan dan dibantu oleh kaki kiri!
Ciang Le mengerti bahwa kalau ia tidak
mendemonstrasikan kepandaiannya, ia akan di rongrong
terus oleh kawanan pengemis yang maju seorang demi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorang. Oleh karena itu, melihat datangnya serangan yang
susul menyusul dan hampir berbareng ini, ia segera
mengumpulkan tenaga memperkuat kedudukan kaki,
kemudian kedua tangannya memukul dari kaki kanannya
menendang lawan.
Bukan main hebatnya gerakan ini dan juga amat aneh
dalam pandangan semua kawanan pengemis. Akan tetapi
yang lebih terkejut adalah Thio Han sendiri. Terdengar
suara “buk buk buk!” tiga kali ketika kedua tangannya yang
terkepal beradu dengan kepalan tangan dari kedua tangan
pemuda itu, sedangkan kaki kirinya bertemu dengan kaki
kanan lawan. Kalau Ciang Le masih berdiri seperti biasa
sambil tersenyum, sebaliknya Thio Han merasa betapa
kedua tangan dan kaki kirinya menjadi sakit dan tergetar. Ia
mencoba untuk mempertahankan diri, akan tetapi
pertemuan kaki tadi membuat kuda kuda kaki kanannya
bobol dan tak dapat dicegah lagi tubuhnya terlempar ke
belakang bagaikan didorong oleh angin besar! Baiknya ia
cukup lihai sehingga dapat berpoksai (membuat salto) untuk
mencegah tubuhnya terjungkal. Akan tetapi ia meringis
kesakitan dan melihat betapa kepalan kedua tangan dan
kaki kirinya menjadi bengkak!
Saudara saudaranya melihat kekalahan ini, sambil
berteriak teriak marah mereka maju menyerbu dan
mengeroyok Ciang Le! Inilah kerukunan dari Hek kin
kaipang dan oleh karena ini pula jarang ada orang berani
menentang mereka. Akan tetapi kerukunan ini dalam
pandangan Ciang Le hanya merupakan sifat yang amat
licik. Ia mendongkol juga ketika para pengemis itu
menggunakan tongkat untuk menyerangnya. Diam diam
telah datang banyak pemimpin pengemis yang telah
mendengar tentang keributan itu, kini Ciang Le dikepung
oleh kurang lebih lima belas orang pengemis dari tingkat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lima sampai tingkat dua! Kepandaian para pengemis Hek
sin kaipang itu sudah cukup baik dan lihai, ditambah pula
dengan senjata tongkat mereka yang berbahaya, maka tentu
saja Ciang Le tidak berani berlaku lambat. Ia tidak ingin
melukai orang yang berpakaian tambal tambalan ini akan
tetapi dengan tangan kosong menghadapi keroyokan ini
memang membutuhkan kejelian mata dan kegesitan
gerakannya. Ia cepat mainkan ilmu silat tangan kosong
yang dipelajarinya dari Thian Lo mo sambil mengerahkan
tenaganya.
Bukan main ramainya pertempuran itu akan tetapi juga
amat menarik hati untuk ditonton. Dengan gerakannya
yang lincah dan tenaga dalamnya yang besar, Ciang Le
melayani mereka. Tongkat datang menyerangnya bagaikan
hujan, akan tetapi semua itu dengan cepat dapat dielakkan
oleh Ciang Le. Kadang kadang pemuda ini menggunakan
lengan untuk menangkis dan sekali tangkis saja tentu
sebatang tongkat menjadi patah atau terpental jauh!
Kemudian dalam serangan balasan, Ciang Le
mempergunakan tiam hwat (ilmu menotok jalan darah)
sehingga sebentar saja di tempat itu menggeletak tubuh
tubuh para pengemis dalam keadaan lumpuh, lemas
ataupun kaku membatu!
Akan tetapi tiba tiba banyak sekali orang yang
berpakaian dinas datang menyerbu dengan senjata golok.
Melihat orang orang berpakaian seragam ini, terkejutlah
Ciang Le. Mereka adalah penjaga penjaga kota!
Bagaimanakah penjaga penjaga keamanan ini bahkan
datang menyerbu dan membantu para pengemis yang
mengeroyoknya?
“Eh, saudara saudara! Mengapa kalian mengeroyok aku?
Yang menjadi pengacau pengacau adalah para pengemis
ini, bukan aku!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Bangsat kecil, kaulah yang mengacaukan kota.
Menyerah atau mati!” bentak seorang komandan pasukan
penjaga itu. Mendengar ini Ciang Le menjadi penasaran
dan marah sekali. Ketika komandan itu menusukkan
goloknya kepadanya, ia cepat membuat gerakan miring dan
dengan jalan menyerong tangannya cepat bergerak dan tahu
tahu golok itu telah berpindah ke dalam tangannya! Dengan
gemas sekali pemuda ini lalu menekuk golok itu sehingga
patah menjadi tiga! Semua orang terkejut sekali
menyaksikan demonstrasi tenaga yang luar biasa ini, akan
tetapi pengeroyokan tetap saja makin merapat, Ciang Le
menggerakkan kaki tangannya dan kembali robohlah empat
orang pengeroyok sambil mengaduh aduh. Pemuda itu
masih dapat mengendalikan perasaannya, maka yang roboh
itu hanya terluka ringan saja, tidak sampai membahayakan
jiwanya.
Mendadak terdengar bentakan nyaring, “Mundur
semua!” Dan aneh, baik para pengemis maupun penjaga
kota yang sedang mengeroyok Ciang Le, ketika mendengar
bentakan ini, tiba tiba menahan senjata masing masing dan
cepat melompat mundur. Mereka kini berdiri dengan penuh
hormat dan ada pula sebagian yang menolong kawan
kawan mereka dan membawa pergi dari tempat itu. Kini
Ciang Le berdiri di tengah tengah, dikurung oleh banyak
orang dan di tempat pertempuran tadi yang nampak
sekarang hanyalah bekas bekas darah di atas tanah saja.
Pemuda itu sendiri biarpun masih tenang dan napasnya
masih biasa saja, namun wajahnya yang tampan nampak
kemerahan dan beberapa butir peluh membasahi jidatnya.
Sebelum ia mengerti mengapa orang orang yang
mengeroyoknya mundur dan siapa yang mengeluarkan
bentakan tadi, terdengar angin meniup dari balik orang
orang itu melompat masuk tiga orang yang aneh sekali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keadaannya. Tiga orang inipun berpakaian sebagai
pengemis, akan tetapi kantong yang menghiasi baju mereka
hanya sebuah saja, tanda bahwa mereka bertiga adalah
tokoh tokoh Hek kin kaipang kelas satu!
Ciang Le benar benar terkejut melihat tiga orang ini.
Orang pertama adalah seorang kakek yang sukar sekali
diduga berapa usianya. Tubuhnya kecil dan bongkok
sehingga tubuh itu hampir melingkar bulat seperti tubuh
trenggiling. Kalau diperhatikan sungguh menggelikan
karena tinggi kakek ini hanya setengah orang saja dan
bagian tubuh yang paling tinggi bukanlah kepalanya
melainkan punggungnya yang berpunuk seperti onta itu!
Kepalanya tergantung di depan perut, dan kini ia berdongak
memandang kepada Ciang Le dengan sepasang matanya
yang kecil akan tetapi bersinar tajam. Kedua kakinya
telanjang dan nampak jari jari kaki yang mekar seperti cakar
bebek. Ia memegang sebatang tongkat hitam yang
panjangnya hanya tiga kaki. Kakek ini memandang kepada
Ciang Le sambil mengeluarkan suara ketawa seperti burung
kakatua.
Orang kedua adalah seorang nenek, seorang pengemis
wanita yang usianya paling sedikit enam puluh tahun.
Pakaiannya yang tambal tambalan itu berkembang
kembang sehingga nampak lucu sekali. Wajahnya sangat
putih, kepucat pucatan dan seluruh air mukanya
membayangkan kekecewaan dan kedukaan hati. Yang
menarik hati adalah bekas luka di sekeliling lehernya,
seakan akan leher itu pernah dipotong lalu disambung lagi.
Nenek ini tidak memegang tongkat seperti pengemis
pengemis lain, melainkan membawa siang kiam (sepasang
pedang) yang gagangnya nampak tersembul di balik
punggungnya sebelah kiri. Juga nenek ini memandang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepada Ciang Le dengan mata tajam, dan mulutnya makin
mewek seperti mau menangis.
“Dia pantas sekali untuk siocia!” kata nenek ini
mengangguk angguk dan matanya memandang kepada
Ciang Le seperti seorang pembeli sedang menaksir sebuah
barang yang menarik. Pemuda ini merasa jengah juga
menerima pandangan mata seperti itu. Ia melirik ke arah
orang ke tiga yang juga aneh. Orang ke tiga ini seorang
pengemis tua berambut putih dan wajahnya biarpun sudah
tua, masih membayangkan ketampanan. Sayangnya kakek
tua yang kelihatan tampan dan gagah ini hanya mempunyai
kaki kanan saja, adapun kaki kirinya sebatas lutut telah
hilang. Kakek ke tiga ini memegang dua batang tongkat
yang sama panjangnya, kira kira empat kaki.
“Masih kurang pantas. Ia tidak setampan aku ketika
muda!” kakek ke tiga ini berkata sambil menarik bibirnya
mengejek.
Ciang Le maklum bahwa ia berhadapan dengan tokoh
tokoh tertinggi dari Hek kin kai pang, maka cepat ia
memberi hormat dengan mengangkat tangan yang
dirangkap di depan dada sambil membungkuk.
“Sam wi pangcu, aku merasa menyesal sekali bahwa
telah terjadi keributan antara aku dan anak buahmu. Semua
ini bukan karena aku yang muda sengaja hendak mencari
permusuhan, sama sekali tidak. Sebetulnya soalnya kecil
saja yakni ditimbulkan oleh dua orang anak buahmu yang
memukuli seorang siucai. Aku menegur dan akibatnya aku
dikeroyok. Oleh karena itu, harap saja sam wi yang lebih
luas pertimbangannya, suka menghabiskan urusan ini.”
Kakek yang bongkok itu tertawa cekikikan, “Heh heh,
dia menyebut kita pangcu (ketua). Heh heh heh!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Apakah kau yang disebut Hwa I Eng hiong? ” kakek ke
tiga bertanya.
Ciang Le mengangguk. “Aku yang rendah memang
dijuluki orang demikian, sungguh tidak sesuai dengan
kepandaianku yang rendah.”
Kini nenek itu melangkah maju. “Benar benar kau Hwa I
Enghiong? ” tanyanya. Ketika Ciang Le mengangguk,
nenek itu lalu tersenyum dan berkata, “Kalau begitu aku
harus memberi selamat kepadamu!” setelah berkata
demikian, ia lalu menjura dan merangkap kedua tangan di
dada sambil mem ungkukkar tubuhnya.
Ciang Le terkejut sekali karena ia menduga bahwa
gerakan ini adalah semacam pukulan gelap yang dilakukan
dengan tenaga lweekang yang tinggi. Benar saja dugaannya
ketika ia merasa ada angin menyambar dari kedua kepalan
tangan nenek itu ke arah dadanya. Baiknya ia tadi telah
menaruh hati curiga, maka kini ia cepat mengangkat kedua
tangan ke depan dada dan mendorongnya ke depan sambil
mengerahkan lweekangnya pula.
Akibatnya membuat pemuda dan nenek itu keduanya
terkejut. Benturan tenaga lweekang ini membuat Ciang Le
terpaksa mundur dua langkah. Adapun nenek itu menjadi
terhuyung ke belakang sampai tiga tindak! Ini saja sudah
membuat nenek itu kagum sekali, sebaliknya Ciang Le
diam diam terkejut. Ia tahu bahwa tenaga lweekang dari
nenek ini hanya berbeda sedikit saja dari padanya, padahal
ia telah digembleng secara hebat oleh Thian Lo mo, tokoh
besar ahli lweekeh itu. Baru nenek ini saja sudah demikian
lihai, apalagi dua orang kakek yang aneh ini.
Tiba tiba kakek bongkok itu mengulur tangan dan
sebelum Ciang Le dapat mengelak, tangannya telah
terpegang oleh tangan kakek itu yang sambil terkekeh kekeh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkata. “Bukan di sini tempat bicara. Hayo kau ikut
dengan kami!” Setelah berkata demikian, ia melompat cepat
dengan tangan masih memegangi tangan Ciang Le. Pemuda
ini merasakan tarikan yang kuat sekali. Ia tidak mau
mempergunakan kekerasan, maka iapun lalu menggenjot
kakinya dan mengikuti kakek ini melompati kepala orang
orang yang tadi mengelilinginya. Nenek itu dan kakek
buntung juga melompat sehingga dalam sekejap mata saja
empat orang ini lenyap dari tempat itu. Jalan raya yang
tadinya penuh sesak itu kini menjadi biasa kembali,
ditinggalkan oleh para penonton yang berjubel di situ.
Ciang Le berlari cepat di sebelah kakek bongkok. Ia
merasa betapa cengkeraman tangan kakek ini benar benar
kuat. Baiknya ia sendiri memiliki ilmu lari cepat yang sudah
mencapai tingkat tinggi sehingga ia dapat mengimbangi
kecepatan si bongkok. Kalau tidak, tentu ia akan terseret
dan tangannya akan terasa sakit.
Setelah berlari lari beberapa lama akhirnya kakek
bongkok itu berhenti di depan sebuah rumah gedung yang
penuh tanaman kembang di halaman depan. Rumah
gedung itu tidak terlalu besar, akan tetapi benar benar
mungil dan cantik sekali. Nampak demikian bersih
terpelihara.
Ketika kakek bongkok itu hendak memasuki halaman
gedung ini, Ciang Le merasa sangsi dan berkuatir kalau
kalau ia akan terjebak. Sambil mempergunakan Ilmu Sia
kut hoat, ia membetot tangannya dan sekali tarik, saja
tangannya yang digenggam oleh kakek bongkok telah
terlepas! Si bongkok memandangnya dengan kagum dan
perlahan lahan mukanya menjadi merah. Ia telah kena
dipermainkan oleh pemuda ini. Melihat bahwa pemuda ini
pandai Ilmu Sia kut hoat, kalau tadi tadi pemuda ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menghendaki tentu sudah dapat melepaskan tangannya
yang terpegang!
“Hwa I Enghiong, apakah kau takut memasuki rumah
kami? ” tanya nenek yang sudah berada dibelakang mereka
pula bersama, kakek buntung.
Ciang Le tertegun. Tidak saja ia mendapat kenyataan
bahwa nenek dan kakek buntung itupun memiliki ilmu lari
cepat yang hebat juga ia merasa aneh melihat betapa tiga
orang ketua Hek kin kaipang ini dapat tinggal di dalam
sebuah gedung yang demikian indah yang agaknya hanya
patut ditinggali seorang bangsawan tinggi! Akan tetapi,
karena nenek itu menyangkanya takut, ia menjadi panas
hati. Betapapun tiaggi kepandaian tiga orang aneh ini belum
cukup untuk mendatangkan rasa takut dalam hatinya! Ia
menjawab dengan gagah, “Mengapa aku harus takut?
Hanya orang bersalah saja yang dapat takut dan dalam hal
ini, aku tidak merasa bersalah.”
Kemudian dengan langkah tenang dan dada terangkat,
Ciang Le mengikuti mereka memasuki rumah indah itu.
Seorang pelayan dengan pakaian bersih dan sikap sopan
sekali membuka pintu dan membungkuk dengan hormat
sekali seakan akan yang datang bukanlah seorang pemuda
dan tiga orang pengemis, melainkan orang orang
bangsawan agung!
Tiga orang tua itu membawanya menuju ke sebuah
ruangan di bagian kiri gedung, sebuah ruangan yang amat
luas. Melihat betapa keadaan ruangan ini berlantai bersih
dan datar juga bangku bangkunya dan meja terletak di
sudut sehingga di bagian tengah kosong, Ciang Le dapat
menduga bahwa ini tentulah ruang bermain silat.
Pada saat itu, tiba tiba Ciang Le mendengar suara kim
(alat musik bertali) yang dipukul dengan merdunya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kembali ia tertegun karena suara ini memang amat pantas
terdengar dari sebuah gedung indah, tanda bahwa
penghuninya adalah seorang seniman terpelajar. Akan
tetapi mengapa tiga orang pengemis tua ini bersikap seakan
akan mereka yang menjadi tuan rumah? Selagi ia
menikmati suara kim yang merdu itu, tiba tiba terdengar
suara lain, suara yang jauh berlainan dengan suara
tetabuhan itu. Kali ini yang terdengar datang dari arah
belakang, yakni suara orang orang berkeluh kesah,
menangis, mengerang, pendeknya suara banyak orang
sedang menderita sedih dan sakit! Akan tetapi, suara kim
yang terdengar dari sebelah kanan gedung itu masih saja
berbunyi, seakan akan mengiringi tangis dan keluh kesah itu
yang dianggap oleh penabuh kim sebagai nyanyian yang
enak didengar agaknya!
Melihat keheranan Ciang Le, nenek itu tertawa terkekeh
kekeh. “Anak muda, kau menjadi tamu agung kami, dan
agaknya kau tertarik oleh bunyi dan suara itu. Apakah kau
ingin menyaksikan dengan mata sendiri? ”
Biarpun ia tidak suka dianggap sebagai seorang yang
lancang dan ingin mengetahui keadaan rumah orang,
namun tangis dan keluh kesah itu membuat Ciang Le curiga
kalau kalau di dalam rumah ini terjadi kejahatan, maka ia
lalu menganggukkan kepalanya.
Kakek bongkok dan kakek buntung itu agaknya tidak
setuju kemudian menggerakkan tangannya akan tetapi
mereka itu dibantah oleh nenek tadi dengan kata kata,
“Sebagai seorang calon pasangan pangcu, tentu saja berhak
mengetahui segalanya.” Kemudian ia lalu mendahului dan
mengajak Ciang Le masuk ke ruangan belakang. Ciang Le
mengikuti nenek ini dan di belakangnya, dua orang kekek
itupun berjalan sehingga ia seakan akan dikurung di tengah
tengah. Biarpun mereka bertiga tidak memperlihatkan sikap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang mencurigakan, diam diam Ciang Le maklum bahwa
dia dijaga keras oleh tiga orang aneh ini.
Setibanya di belakang, nenek itu lalu melompat ke atas
dinding tembok. Ciang Le ikut melompat pula dan di
belakang tembok itu ia menyaksikan pemandangan yang
aneh dan juga menawan hati. Di belakang dinding itu
ternyata merupakan sebuah taman yang cukup indah dan
luas sekali. Banyak macam bunga bunga mekar semerbak di
situ. Akan tetapi yang amat aneh adalah banyaknya orang
orang yang bekerja di situ. Biasanya untuk sebuah taman
bunga, dua atau tiga orang tukang kebun saja sudah cukup.
Akan tetapi di dalam taman ini nampak orang orang yang
jumlahnya sampai tiga puluh orang lebih! Mereka ini
bekerja mengurus taman bunga dan ketika Ciang Le
memperhatikan, ternyata bahwa keadaan mereka amat
sengsara. Pakaian mereka pecah pecah dan tambal
tambalan, dan biarpun ada yang pakaiannya cukup baik,
namun rata rata mereka itu pucat pucat bahkan ada
beberapa orang yang menderita luka tanpa diobati!
Ketika orang orang itu melihat nenek dan dua orang
kakek tadi berdiri di atas dinding tembok bersama seorang
pemuda, tiba tiba saja semua tangis dan keluh kesah itu
lenyap dan berhenti. Semua orang lalu sibuk bekerja,
nampaknya mereka takut sekali menghadapi tiga orang tua
itu!
“He, orang she Kwe! Kau kembali menangis, ya? Awas,
sekali lagi kumendengar kau meraung raung seperti anjing
hukumanmu akan kutambah sepuluh tahun lagi! Ini,
rasakan untuk peringatan!” nenek itu berseru keras dan
tangan kirinya bergerak kearah seorang yang sedang berdiri
di dekat sebatang pohon bunga sambil membuangi daun
daun kering. Ciang Le melihat sinar hitam melayang dari
tangan nenek itu dan orang tadi terjungkal. Sebatang touw
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kut teng (paku penembus tulang) telah menancap pada
pundak orang itu yang biarpun meringis meringis kesakitan
sambil memegangi pundaknya, namun sama sekali tidak
berani menangis atau mengeluarkan suara!
Ciang Le terkejut dan marah sekali. “Kau kejam sekali!”
teriaknya, akan tetapi nenek itu memandang kepadanya
dengan mata mendelik dan menudingkan jari tangan ke
arah lehernya.
“Kejam? Apakah artinya pundak tertancap paku dengan
luka di leherku ini? Tahukah kau bahwa luka ini
ditimbulkan oleh guratan golok sehingga leherku hampir
putus? ”
Ciang Le tertegun karena ia tidak mengerti apakah
artinya semua ini. Tiga orang tua itu melompat turun ke
tempat tadi dan terpaksa Ciang Le ikut melompat turun
pula. Ia tadi telah melihat bahwa air muka orang orang
yang berada di dalam taman bunga itu menunjukkan watak
orang orang yang kurang baik kelakuannya. Akan tetapi
tetap saja ia merasa penasaran mengapa orang orang itu
disiksa seperti itu dan mengapa pula mereka dikumpulkan
di tempat itu. Lagi pula, di antara orang orang itu ia juga
melihat pengemis pengemis berikat pinggang hitam,
anggauta anggauta Hek kin kaipang.
“Sam wi pangcu (tiga saudara ketua), apakah artinya
pemandangan itu? Siapakah mereka dan mengapa mereka
berada di tempat itu? ” tanya Ciang Le karena pemuda itu
tak dapat menahan hatinya lagi.
“Mereka itu orang orang hukuman!” jawab nenek itu
sambil menyeringai.
“Orang orang hukuman? Apa kesalahan mereka dan
mengapa dihukum di sini? ”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Hwa I Enghiong, dari siapakah kau belajar menyelidik
keadaan dalam rumah tangga lain orang? ” Si bongkok tiba
tiba menegurnya dan merahlah wajah Ciang Le.
Sesungguhnya, taman bunga itu masih menjadi bagian dari
gedung ini dan apa yang terjadi di dalam taman Itu masih
merupakan peristiwa dalam rumah tangga lain orang
“Sekarang marilah kau menyaksikan dengan mata sendiri
suara lain yang datang dari bangunan sebelah kanan itu,”
kata nenek itu pula. Memang suara kim yang ditabuh itu
masih terdengar dengan nyaring dan amat merdunya. Ciang
Le mengikuti tiga orang itu menuju ke arah datangnya
suara.
Mereka tiba di sebuah ruangan yang luas akan tetapi
pintu yang lebar terbuka itu tertutup oleh tirai yang halus
sehingga dari luar orang dapat melihat bayangan di sebelah
dalam. Tercenganglah Ciang Le ketika melihat keadaan
bagian ini. Ruangan itu amat indah dan bersih, dihias
dengan perabot perabot rumah yang serba indah dan mahal.
Juga dari tirai halus itu semerbak bau yang amat harum.
Ketika ia memandang ke dalam, tiba tiba matanya terpaku
pada sebuah pemandangan yang amat menarik hati. Di
sudut ruangan itu, duduk di atas lantai yang ditilami kasur
beralaskan sutera merah muda, nampak seorang gadis yang
cantik jelita. Gadis ini kelihatan seperti seorang bidadari
saja dari luar tirai, berpakaian hijau berkembang yang indah
sekali dan cara duduknya amat luwes dan. menarik hati. Di
depannya terletak sebuah alat tetabuhan kim yang
dimainkannya dengan asyik. Sepuluh jari tangannya yang
runeing bergerak gerak dan mukanya tunduk memandang
alat tetabuhan itu.
Tiba tiba gadis itu mengangkat muka, seakan akan
pandang mata yang penuh kekaguman dari Ciang Le terasa
olehnya. Sepasang mata yang lebar dan jeli menatap ke
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
arah tirai dan Ciang Le segera menundukkan mukanya
yang berobah merah. Benar benar ia merasa malu karena
sungguh tidak sopan memandang seorang gadis di dalam
kamarnya ia lalu membalikkan tubuhnya dan berjalan pergi
dari pintu, diikuti oleh tiga orang pengemis tua itu yang
tersenyum senyum.
“Dia cantik jelita bukan? Pernahkah kau melihat
seorang gadis yang secantik dia? ” tanya nenek itu.
“Siapakah dia? ? ” tanya Ciang Le.
Nenek itu tertawa cekikikan. “Heh heh, kau tergila gila
kepadanya bukan? Heh heh heh, laki laki mana yang
takkan tergila gila melihat dia? Kau boleh menyebut dia
pangcu, Siocia atau Sianli (Ketua, Nona, atau Dewi)!”
“Pangcu? Nona itu ketua dari apakah? ”
Kini si buntung tertawa geli. “Anak bodoh, dialah
pangcu dari perkumpulan kami!”
Bukan main herannya hati Ciang Le mendengar ini.
Nona pemain kim tadi ketua dari Hek kin kaipang?
Sungguh sukar untuk dapat dipercaya!
Sementara itu, mereka telah tiba kembali di ruang
pertama, yakni ruang lian bu thia. Nenek itu lalu berkata.
“Sekarang bersiaplah kau, orang muda. Tidak sembarangan
orang boleh memasuki rumah ini. Dalam pandangan kami,
kau cukup memenuhi syarat, kecuali sebuah lagi, yakni kau
harus dapat menghadapi kami bertiga selama lima puluh
jurus lebih!”
Ciang Le mengerutkan kening. “Apakah artinya ini?
Aku datang atas undangan cuwi, bukan kehendakku sendiri
dan aku sama sekali tidak hendak mencari permusuhan dan
pertempuran.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ha ha ha, kau takut? ” tanya si kakek buntung.
“Siapa bilang aku takut? Aku hanya hendak mencegah
pertempuran tanpa alasan.”
“Tanpa alasan katamu? ” si bongkok membentak, “Kau
telah mengacau kota Taigoan telah merobohkan banyak
anak buah kami dan para penjaga kota, dan kau bilang
tanpa alasan? Anak muda, kami masih belum
membunuhmu boleh dibilang sudah cukup baik dan sabar.
Kalau tidak Bi Mo Ii (Setan Wanita Cantik) ini yang
membuat gara gara hendak menjadi comblang, sudah
semenjak tadi kau mampus! Hayo kau boleh
memperlihatkan kepandaianmu!” Setelah berkata demikian,
si bongkok ini lalu menggerakkan tongkat pendeknya untuk
menyerang dengan sebuah totokan ke arah ulu hati pemuda
itu. Berbareng pada saat itu, sambil tertawa tawa, nenek
itupun telah menyerang dengan siang kiam (sepasang
pedang) dan si kakek buntung telah menggerakkan kedua
tongkatnya!
Ciang Le terkejut bukan main. Ia cepat menggerakkan
tangan ke arah punggungnya dan tiba tiba berkelebat sinar
emas ketika Kim kong kiam berada di tangannya dan cepat
ia menggerakkan pedang itu untuk menangkis senjata
lawan. Terdengar suara nyaring diikuti oleh bunga api
berpijar. Tiga orang pengemis tua itu mengeluarkan seruan
kaget dan mereka menahan senjata masing masing.
“Kau pernah apa dengan Thian Te Siang mo? ? ” teriak
nenek itu dengan wajah pucat.
“Thian Te Siang mo adalah guruku,” jawab Ciang Le
dengan tenang dan diam diam ia merasa girang karena
agaknya, seperti kakek pemelihara ular itu, tiga orang tua
ini sudah pernah bertemu dengan kedua orang suhunya dan
agaknya jerih menghadapi pedangnya yang dahulu menjadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
senjata dari Te Lo mo, gurunya ke dua. Akan tetapi rasa
girang ini berobah menjadi gelisah ketika ia melihat sikap
nenek itu. Tiba tiba saja nenek ini memaki maki.
“Thian Te Siang mo, keparat terkutuk! Sekarang aku
mendapat kesempatan untuk mencincang hancur tubah
muridmu!” Setelah berkata demikian, sepasang pedangnya
bergerak dengan ganas dan cepatnya, dibantu pula oleh dua
orang kakek itu.
Terpaksa Ciang Le melayani mereka dan sebentar saja ia
terkurung rapat rapat. Pemuda ini harus mainkan Kim kong
Kiam sut dengan cepat dan sungguh sungguh, karena,
serangan serangan tiga orang lawannya ini benar benar
hebat dan lihai. Diam diam ia memikir dengan heran
siapakah mereka ini dan mengapa agaknya nenek itu
membenci kedua orang gurunya.
Seperti telah disebutkan di bagian depan, tiga orang tua
ini adalah pemimpin pemimpin Hek sin kaipang tingkat
satu, yakni tingkat tertinggi. Nenek itu berjuluk Bi Mo li
(Setan Wanita Cantik), kakek bongkok itu berjuluk Beng
san kui (Setan Ganung Sakti), dan kakek yang buntung kaki
kirinya itu berjuluk Siang tung him (Biruang Bertongkat
Dua).
Melihat cara tiga orang tua itu menyerangnya, Ciang Le
diam diam menjadi sibuk juga. Tiga orang tua itu kini
bukan lagi hendak mencoba kepandaian, melainkan
menyerang dengan mati matian! Agaknya karena ia murid
Thian Te Siang mo, tiga orang ini menjadi benci kepadanya
dan hendak membunuhnya, terutama sekali nenek yang
lihai itu. Ilmu pedang dari nenek itu benar benar lihai sekali
dan ditambah pula dengan permainan tongkat si bongkok
dan sepasang tongkat si buntung, benar benar Ciang Le
terdesak hebat. Pemuda ini tidak mau mengalah begitu saja,
tadinya memang ia terdesak karena ia memang tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membalas serangan serangan mereka dengan sungguh
sungguh, kuatir kalau kalau melukai mereka. Sekarang
melihat betapa tiga orang tua itu menyerangnya dengan
sungguh sungguh dan mati matian, terpaksa iapun
membalas dengan serangan yang amat lihai dari Ilmu
Pedang Kim kong Kiam sut.
Ilmu Pedang Kim kong Kiam sut yang ia pelajari dari Te
Lo mo ini memang benar benar luar biasa sekali. Pedang di
tangannya lenyap berobah menjadi segulungan cahaya
kekuningan seperti emas dan merupakan benteng kuat
sekali yang melindungi seluruh tubuhnya dari serangan
senjata senjata lawannya. Bahkan kadang kadang gulungan
sinar pedang itu mendesak hebat sekali sehingga setiap kali
senjata lawan terbentur, lawan lawannya mengeluarkan
suara kaget! karena merasa telapak tangannya tergetar
hebat! Kalau sekiranya tidak dikeroyok tiga, sudah dapat
dipastikan bahwa Ciang Le tentu akan dapat dirobohkan
lawannya Biarpun dalam hal lweekang dan ginkang tidak
boleh dikatakan kepandaian dan tingkatnya lebih tinggi,
namun dengan Ilmu Pedang Kim kong Kiam sut, ternyata
ia menjadi lebih unggul dari pada semua lawannya.
Akan tetapi, karena tenaga dan kepandaian tiga orang
pengemis tua yang aneh itu tergabung dan mereka ternyata
dapat bekerja sama dengan baik dan teratur sekali, maka
Ciang Le akhirnya menjadi kewalahan dan terdesak hebat!
Betapapun juga, berkat daya tahan Kim kong Kiam sut
yang rapat dan kuat, ia masih dapat mempertahankan diri
dan agaknya tidak akan mudah bagi tiga orang tua itu
untuk mengalahkannya. Berbeda dengan mereka yang
sudah tua sekali, Cian Le masih muda dan tenaga serta
napasnya kuat.
Seratus jurus telah lewat dan tiga orang tua itu menjadi
penasaran sekali. Kalau saja pemuda ini tidak mengaku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebagai murid Thian Le Siang mo, agaknya nenek itu
menjadi makin kagum dan suka kepada pemuda ini yang
dianggapnya betul betul berharga menjadi jodoh Siocianya.
Tiba tiba bayangan hijau melayang keluar dari pintu
kanan, dan terdengar bentakan halus akan tetapi nyaring
dan amat berpengaruh, “Kalian bertiga mundurlah!”
Sungguh mengherankan Ciang Le, karena tiga orang tua
itu bagaikan tentara tentara mendengar perintah seorang
atasan yang berpangkat tinggi, serentak lalu melompat
mundur dan menahan senjata mereka. Kemudian mereka
bertiga memandang ke arah orang yang baru muncul ini
dengan sikap penuh hormat.
Adapun Ciang Le ketika melihat siapa orangnya yang
datang mukanya menjadi merah dan iapun memandang
dengan kagum. Ternyata bahwa orang itu adalah nona
berbaju hijau berkembang yang tadi menabuh kim di dalam
kamar bertirai itu, nona yang kini nampak lebih cantik dari
pada tadi. Nona ini bertubuh ramping dan berisi, kini
memakai pakaian yang ringkas. Rambutnya yang hitam dan
panjang itu digelung ke atas dan diikat dengan pengikat
rambut terbuat daripada permata yang berkilauan. Di
belakang pundaknya nampak gagang siang to (sepasang
golok) terbuat daripada emas yang terhias permata hijau
pula. Sepatunya yeng tinggi berwarna hitam. Bukan main
gagah dan cantiknya nona ini, dan kulit mukanya yang
putih kemerah merahan itu demikian halus sehingga seakan
akan amat tipis. Diam diam Ciang Le harus akui bahwa
selama hidupnya belum pernah ia melihat seorang gadis
yang lebih cantik dari pada nona ini. Karena ia teringat
akan penuturan nenek tadi bahwa nona manis ini adalah
ketua dari Hek kin kaipang, maka cepat Ciang Le menjura
kepada nona itu dengan hormat setelah menyimpan
pedangnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Pangcu (ketua), harap kau suka maafkan padaku telah
berani datang ke rumahmu yang indah dan membikin ribut.
Percayalah aku hanya terpaksa oleh tiga orang tua yang
berkepala batu ini!”
Nona itu tersenyum dan sepasang matanya berseri
gembira, Ciang Le melihat sederetan gigi yang putih
bagaikan batu kemala di lingkungan bibir yang berbentuk
manis dan berwarna merah.
“Hwa I Enghiong, aku paling benci disebut ketua,
sungguhpun aku memang menjadi pemimpin Hek kin
kaipang. Namaku Kiang Cun Eng, bukankah lebih sedap
didengar kalau kau menyebut namaku saja tanpa segala
sebutan sungkan dan pangcu pangcuan? ” Kembali ia
tersenyum manis sekali dengan lesung pipit di pipi
kanannya, sedangkan sepasang matanya yang lihai itu
mengerling melebihi tajamnya pedang Kim kong kiam!
Melihat gerak bibir, lirikan mata, dan gerak gerik wajah
nona ini, yakinlah Ciang Le bahwa benar benar ia
berhadapan dengan seorang gadis yang luar biasa
cantiknya. Akan tetapi cara gadis itu mainkan bibir dan
mata mendatangkan rasa jengah dan tidak enak dalam hati
Ciang Le dan berbareng menimbulkan rasa tidak suka.
Gadis ini memiliki sifat tidak baik dan genit, pikir Ciang Le,
dan sekaligus berkuranglah kekagumannya.
Akan tetapi ketika ia memandang kepada gagang golok
di belakang pundak gadis itu, teringatlah ia akan sesuatu
dan diam diam ia menjadi gelisah. Baru menghadapi
keroyokan tiga orang pemimpin tingkat satu tadi saja ia
sudah kewalahan. Gadis cantik ini sebagai ketua sudah
tentu saja memiliki kepandaian yang lebih tinggi dari pada
kepandaian tiga orang pengemis tua itu. Kalau saja harus
menghadapi gadis ini saja, ia boleh mengerahkan seluruh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepandaiannya dan mustahil kalau ia akan kalah. Akan
tetapi bagaimana kalau dikeroyok empat?
Kemudian gadis itu yang melihat Ciang Le diam saja,
lalu berkata kepada tiga orang pembantunya, “Bi Mo li,
bersihkan kamar tamu sebelah barat! Beng san kui,
perintahkan kepada restoran yang paling besar untuk
mengirim hidangan hidangan yang paling baik, dan kau,
Siang tung him beritahukan kepala daerah bahwa urusan
dengan Hwa I Enghiong sudah beres dan malam ini
diadakan perjamuan untuk menghormatinya di sini, minta
dia datang!”
Tidak saja Ciang Le yang menjadi tercengang
mendengar ini, bahkan tiga orang pembantunya itupun
menjadi tertegun. Apalagi nenek itu, ia kelihatan tidak
senang sekali.
“Nona, ketahuilah bahwa orang ini adalah murid Thian
Te Siang mo musuh musuh besar kita!” kata nenek itu.
Akan tetapi Beng san kui dan Siang tung him tidak
membantah perintah nona ini.
“Baik, pangcu!” jawab Beng san kui.
Aku pergi, nona.” kata Siang tung him dan dua orang
kakek ini sekali berkelebat saja sudah melompat keluar dari
ruangan itu Kini Kiang Cun Eng, ketua Hek kin kai pang
itu menoleh kepada Bi Mo li dan pandangan matanya yang
tadinya lunak dan mesra itu berobah menjadi ganas.
“Bi Mo li, sudah berapakali kau selalu membantah
perintahku? Apakah kau ingin melihat golokku bergerak
lebih keras lagi? Hwa I Enghiong adalah tamu agung
bagiku yang harus kuhormati. Aku suka padanya tidak
perduli ia putera siapa dan murid siapa! Hayo lekas
jalankan perintahku!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bi Mo li masih mengerutkan keningnya dan memandang
kepada Ciang Le dengan mata berapi, akan tetapi sekali saja
Kiang Cun Eng menggerakkan kedua tangannya
kebelakang, tahu tahu sepasang golok yang putih berkilauan
saking tajamnya telah berada di kedua tangan yang kecil
halus itu!
“Bi Mo li, lekas pergi! Jangan tunggu sampai tanganku
melakukan gerakan ke dua!”
Kini Ciang Le melihat betapa Bi Mo li menjadi pucat
mukanya, dan setelah mengerling sekali lagi ke arahnya
dengan penuh kebencian, nenek itu lalu pergi terhuyung
huyung ke belakang, untuk melakukan perintah ketua yang
cantik itu.
Ciang Le benar benar merasa terkejut dan heran.
Alangkah besar kekuasaan dan pengaruh nona ini Tiga
orang tua yang memiliki kepandaian demikian tinggi seakan
akan tiga ekor anjing peliharaan saja yang merangkak
rangkak ketakutan di depan kakinya.
“Pangcu….”
Muka manis yang tadinya berubah seram dan ganas, kini
melembut dan pandangan matanya mesra lagi ketika
ditujukan kepada wajah Ciang Le yang tampan.
“Hwa I Enghiong, ingat namaku Kiang Cun Eng.”
“Kiang pangcu (ketua Kiang)....”
“Jangan menyebutku ketua!”
Ciang Le menghela napas. Nona ini benar benar aneh,
“Kiang siocia (nona Kiang),” katanya kewalahan, “harap
kau jangan berlaku sungkan. Aku bukanlah tamu agung dan
aku tidak ingin tinggal lama lama di rumahmu dan
mengganggu kalian. Sudahlah, biarkan aku pergi saja. Lain
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kali aku akan menghaturkan terima kasih atas
kemurahanmu terhadapku.”
Kiang Cun Eng menggeleng geleng kepalanya. “Tidak
bisa, tidak bisa! Apakah kau ingin menghinaku? Kau
datang dan kuanggap sebagai tamuku, hidangan sudah
disiapkan, bahkan kepala daerah Taigoan sudah kupanggil.
Jangan kau membikin malu aku, Hwa I Enghiong. Apa
akan kata orang kalau mendengar bahwa undangan yang
ramah tamah dan penuh sikap persahabatan dari ketua Hek
kin kaipang ditolak mentah mentah oleh Hwa I Enghiong?”
Ciang Le beripikir cepat. Memang tidak baik kalau ia
memaksa meningagalkan dan menolak undangan itu. Ketua
ini telah berlaku manis padanya. Melihat betapa ketua ini
dapat memanggil kepala daerah dan betapa tadi ketika ia
bertempur menghadapi anggauta anggauta Hek kin kaipang
para penjaga kota juga membantu perkumpulan pengemis
itu, tahulah dia bahwa perkumpulan ini mendapat
dukungan dari pemerintah setempat! Hal ini benar benar
amat aneh dan ia harus dapat menyelidikinya. Apa lagi
tentang orang orang yang berada di taman bunga di
belakang gedung ini.
“Baiklah, nona. Aku tidak berani mengecewakan
hatimu, sungguhpun aku terlampau dihormati dan merasa
sungkan sekali “
Gadis itu tertawa dengan manis sekali. Ia nampak girang
bukan main dan seperti seorang anak kecil, tangannya
menyambar dan memegang tangan Ciang Le. Gerakan ini
cepat sekali sehingga sebelum pemuda itu dapat mengelak,
tangannya sudah terpegang dan ditarik tarik.
“Hwa I Enghiong, hayo ikut aku. Aku akan mainkan
kim dan bernyanyi untukmu.” Dengan gaya menarik, genit
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan manja sekali nona cantik itu membetot betot tangan
Ciang Le.
Tentu saja wajah Ciang Le menjadi merah seperti
kepiting direbus! Ia merasa betapa jari jari tangan yang
halus menekan tangannya dengan mesra dan wajah gadis
itu menatapnya berseri seri dan sinar matanya penuh arti!
Untuk melenyapkan rasa jengahnya, Hwa I Enghiong
tersenyum dan berkata, “Kiang siocia, aku sudah mendapat
kehormatan mendengarkan kau mainkan kim yang benar
benar merdu sekali tadi ketika aku dibawa datang oleh tiga
orang tua itu.”
“Aku tahu, akan tetapi yang kumainkan tadi adalah lagu
sedih. Lagu dari seorang puteri kaisar yang meratapi
nasibnya karena tak dapat mendekati pemuda ksatria yang
menjadi idaman hatinya! Sekarang aku hendak
menyanyikan kisah pertemuan kedua teruna remaja itu,
lagu yang gembira!” Sambil berkata demikian, ia terus
menarik tangan Ciang Le ke arah ruang di sebelah barat
yang tertutup tirai halus itu.
Ciang Le benar benar merasa amat jengah, sungkan, dan
serba salah. Ia tadi telah mengerahkan lweekangnya agar
tangannya yang dipegang itu dapat terlepas tanpa
menyinggung nona itu, akan tetapi ia merasa betapa jari jari
tangan itupun mengerahkan lweekang yang tinggi sehingga
mereka bahkan seperti saling menekan dengan mesra! Oleh
karena ia melihat mata nona itu memandangnya dengan
penuh arti seakan akan menegur “kenakalannya”, ia tidak
berani lagi menarik tangannya dan membiarkan saja dirinya
dituntun seperti kerbau ke dalam kamar yang menyiarkan
bau harum itu.
Kamar itu selain semerbak harum, ternyata juga indah
sekali. Ciang Le berdiri seperti seorang murid bodoh yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dihukum oleh guru sekolah dan disuruh berdiri di muka
kelas. Ia merasa bingung, malu dan tidak enak. Kalau ia
menggunakan kekerasan, pergi dari tempat itu, Sebentar
saja ia tentu akan dikeroyok dan amat tidak enak
menanamkan bibit permusuhan dengan perkumpulan yang
kuat ini hanya karena ia merasa malu berada di dalam
kamar seorang gadis cantik.
“Silakan duduk, eh, siapa pula namamu? ” tanya Kiang
Cun Eng sambil tertawa dan gadis ini dengan gaya menarik,
lalu menjatuhkan diri duduk di atas lantai yang di tilami
kasur dan bersih.
Ciang Le terpaksa mengambil tempat duduk pula di atas
lantai bertilam itu, sejauh mungkin dari nona rumah dan
duduknya amat tidak leluasa, seakan akan kasur bertilam
sutera yang empuk itu adalah arang membara!
“Aku she Go bernama Ciang Le.” Demikian katanya
singkat sambil melayangkan pandang kepada dinding
kamar yang terhias lukisan lukisan indah dan sajak sajak
terkenal. Hem, selain cantik dan gagah, gadis ini agaknya
ahli pula dalam hal kesusasteraan, pikirnya dan diam diam
ia merasa kagum. Sukarlah mencari seorang gadis seperti
ini, sayang sekali ia demikian genit dan manja.
Ketua Hek kin kaipang itu yang sudah mengambil alat
tetabuhannya lalu mulai membunyikannya dan berkata,
“Go enghiong, sekarang dengarkanlah aku bernyanyi
untukmu.” Suaranya diucapkan dengan lagak dibuat buat
dan matanya mengerling penuh arti. Kemudian, diiringi
suara kim yang indah bernyanyilah gadis itu. Kembali
Ciang Le tertegun dan kagum karena suara gadis ini benar
benar merdu sekali.
Akan tetapi ketika ia mendengar kata kata dalam
nyanyian itu, wajahnya yang sudah merah menjadi makin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merah dan Ciang Le tidak berani memandang gadis itu.
Gadis in bernyanyi tentang pertemuan seorang puteri
dengan kekasihnya, memuji muji kecantikan puteri itu,
memuji muji ketampanan wajah pemuda kekasihnya,
kemudian tentang pertemuan yang mesra dan romantis itu
dengar kata kata yang tidak kenal malu lagi! Kalau saja
bukan Ciang Le yang mendengar nyanyian ini keluar dari
mulut seorang gadis yang demikian menggiurkan dan
cantik, kalau saja pemuda pemuda biasa yang
mendengarnya, tentu hatinya akan jatuh dan akan
berlututlah dia di depan kaki Kiang Cun Eng memohon
belas kasihan dan cinta kasih. Tentu akan berkobarlah api
nafsu birahi dalam dada pemuda yang mendengarnya
bagaikan api disiram minyak. Akan tetapi Ciang Le adalah
keturunan seorang pahlawan sejati, keturunan Go Sik An
seorang bun bu cwan jai yang terpelajar dan gagah perkasa.
Pula dia adalah murid dari sepasang manusia kembar yang
sakti, murid dari Thian Te Siang mo yang sudah
menggemblengnya semenjak ia masih Kecil sehingga
pemuda ini memiliki kekuatan batin yang cukup teguh.
Maka biarpun mukanya menjadi makin merah sampai ke
telinganya karena ia merasa jengah dan malu, namun di
dalam hatinya terasa kemuakan dan kejemuan mendengar
nyanyian yang tidak kenal kesopanan dan melanggar susila
itu.
Kiang Cun Eng mengakhiri nyanyiannya dengan kata
kata.
“Selagi muda tidak mencari kesenangan dunia. Sesudah
tua, menyesalpun tiada guna!”
Ia mengakhiri nyanyian dan sambil tersenyum senyum
dan sepasang matanya setengah dikatupkan, napasnya agak
terengah engah, gadis itu lalu mendorong kimnya ke
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
samping, kemudian ia menggeser duduknya, mendekati
Ciang Le!
Wajah pemuda itu yang tadinya kemerah merahan, tiba
tiba menjadi pucat dan dengan suara kaku dan kening
berkerut ia berkata.
“Aku tidak setuju dengan kata kata dalam nyanyianmu
itu.”
“Eh, Go kongcu yang manis, apakah kau menganggap
suaraku tidak merdu? ” Kiang Cun Eng telah berada dekat
sekali dan kulit mukanya kemerah merahan menambah
manisnya.
“Suaramu merdu sekali, kau memang pandai
bernyanyi,” terus terang Ciang Le menjawab. Gadis itu
meramkan matanya dan mengeluarkan suara seperti seekor
kucing dibelai kepalanya.
“Aai, kau tidak saja tampan dan gagah akan tetapi juga
pandai memuji dan merayu seorang wanita, kongcu yang
baik. Atau......... bolehkah aku menyebutmu koko saja?
Lebih sedap didengar....” Tangan gadis itu diulur dan
hendak merangkul leher Ciang Le.
Ciang Le menganggap hal ini sudah keterlaluan sekali,
maka ia lalu bangkit berdiri. “Kiang pangcu, aku tidak
sependapat denganmu. Selagi muda mencari kesenangan
dunia adalah perbuatan yang sebodoh bodohnya. Aku juga
mempunyai peribahasa yang berbunyi Selagi muda bersuka
suka, sudah tua banyak menderita, atau selagi muda
beriman kuat, sudah tua akan selamat! Oleh karena itu,
sudah cukuplah kiranya hiburan ini dan perkenankanlah
aku sebagai seorang sahabat yang sama sama menjunjung
tinggi perikebajikan dan keadilan, memberi nasihat dan
minta sesuatu darimu.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gadis itupun berdiri dari tempat duduknya dan sepasang
matanya kini bersinar terang, tidak seperti tadi yang
setengah dikatubkan ketika dirinya dikuasai oleh nafsunya
sendiri.
“Nasihat apa yang hendak kauberikan kepadaku dan
permintaan apa yang hendak kauajukan? ”
“Nasihatku kepadamu seperti yang patut kunasihatkan
kepada seorang adik perempuanku. Amat tidak baik
perlakuanmu kepadaku, pangcu. Tidak selagaknya seorang
gadis muda seperti engkau ini membawa seorang pemuda
ke dalam kamarnya dan kemudian kau bersikap menarik
hatinya seperti yang kaulakukan tadi. Adapun
permintaanku kepadamu, berlakulah murah hati terhadap
orang orang yang terkurung di dalam taman bunga di
belakang rumahmu itu. Apapun juga kesalahan mereka,
kau tidak berhak mengurung dan menyiksa mereka di
tempat itu.”
Berkilat kedua mata Cun Eng mendengar kata kata ini.
“Nasihatmu itu tidak ada artinya bagiku, Go enghiong. Aku
bukan anak anak lagi, usiaku sudah dua puluh lebih, dan
seperti kunyatakan dalam nyanyian tadi, selagi muda aku
takkan menyia nyiakan saja kesenangan yang datang
menjelang! Adapun permintaanmu itu, ah, jadi tiga orang
tua bangka tolol itu telah membawamu ke belakang? ”
Ciang Le hanya mengangguk dan keningnya berkerut. Ia
tidak tahu apa yang hendak dilakukan oleh wanita cantik
ini, dan merasa lebih berbahaya menghadapi si cantik ini
dari pada menghadapi musuh musuh lainnya. Kalau
disuruh pilih, ia tentu lebih suka menghadapi keroyokan
tiga orang pemimpin Hek kin kai pang tingkat satu yang
lihai itu daripada harus menghadapi gadis ini di dalam
kamarnya!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Go enghiong, mari kau ikut denganku. Aku hendak
memperlihatkan sesuatu!” Setelah berkata demikian, air
muka gadis itu berubah cepat sekali, kini menjadi sungguh
sungguh dan kekejaman membayang pada wajahnya yang
cantik. Tiba tiba ia menggerakkan kedua tangannya dan
siangto (sepasang golok) tadi telah berada di tangannya.
Kemudian ia melambaikan goloknya mengajak Ciang Le
sambil melompat keluar. Sungguhpun Ciang Le diam diam
menaruh hati curiga, akan tetapi ia tidak mau
memperlihatkan sikap takut. Ia pun lalu menggerakkan
kedua kakinya dan melompat mengikuti gadis itu.
Ternyata Cun Eng membawanya ke belakang dan seperti
tiga orang pemimpin tingkat satu dari Hek kin kaipang tadi,
kini gadis itupun melompat ke atas pagar tembok yang
menutup taman itu.
Kalau tadi ketika berada di situ dengan Bi Mo li dan
kedua orang kawannya. Ciang Le melihat pemandangan
yang aneh karena orang orang di dalam taman itu nampak
ketakutan seperti melihat iblis, sekarang ia melihat
pemandangan yang lebih aneh lagi. Begitu melihat Cun Eng
berdiri di atas tembok dengan sepasang golok di tangan,
orang orang yang tadinya asyik bekerja itu tiba tiba
menjatuhkan diri berlutut semua dan mereka membentur
benturkan jidat di atas tanah seakan akan menghormat
kedatangan seorang puteri raja!
“Toa Sam dan Tangan Seribu, majulah!” terdengar
bentakan nyaring dari Cun Eng.
Dari rombongan orang itu muncul dua orang. Yanp
bernama Toa Sam bertubuh tinggi besar, bermuka brewok
dan matanya sipit, mulutnya mengejek selalu. Orang kedua
yang disebut Tangan Seribu adalah seorang yang kurus kecil
tubuhnya akan tetapi tindakan kakinya cepat dan gesit
sekali. Dua orang itu berdiri lalu berjalan menuju ke depan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rombongan orang yang berlutut. Di situ mereka juga
berlutut. Si Tangan Seribu menundukkan mukanya, akan
tetapi Toa Sam kadang kadang mengerling ke arah Cun Eng
dan Ciang Le.
“Sudah kami pertimbangkan tentang dosa dosamu dan
sekarang hukuman itu akan di jatuhkan. Bersiaplah kalian!”
Baru saja kata kata ini habis diucapkan, Toa Sam tertawa
dan berkata, “Sayang aku tidak tampan seperti pemuda itu.
Kalau aku tampan, sudah tentu Sianli (Dewi) akan
mengampuni kesalahanku!” Akan tetapi ia tidak diberi
kesempatan untuk bicara lebih lanjut, karena pada saat itu,
dari atas telah menyambar Cun Eng. Benar saja seperti yang
diduga Ciang Le, gadis itu memiliki kepandaian yang luar
biasa sekali, terbukti dari gerakannya yang cepat dan ringan
bagaikan seekor burung walet.
Akan tetapi, kepandaian gadis itu tidak amat
mengejutkan hati Ciang Le, yang membuat ia benar benar
terkejut dan memandang dengan mata terbelalak adalah
ketika ia melihat sinar putih dari kedua batang golok di
tangan Cun Eng itu berkelebat dan tahu tahu menyembur
darah hidup yang mengerikan sekali. Ternyata ketika ia
memandang dengan penuh perhatian, kepala Toa Sam telah
terpisah dari tubuhnya dan Tangan Seribu telah putus
tangan kanannya sebatas siku! Darah mengalir membasahi
rumput di taman itu. Tubuh Toa Sam menggeletak tak
bergerak, hanya darah yang menyembur nyembur dari
lehernya saja yang bergerak Tangan Seribu menggigit gigit
bibir dengan muka pucat, boleh dipuji sekali orang ini
karena biarpun tangannya dibuntungi, ia tidak
mengeluarkan sedikit suara keluhan!
Ciang Le menjadi marah sekali dan hendak melompat
turun dan menegur gadis yang ganas dan kejam itu, tahu
tahu Cun Eng telah melayang dan berdiri di atas tembok di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebelahnya lagi. Kejadian itu hanya terjadi sekejap mata
saja, sehingga benar benar sukar dipercaya.
Cun Eng merogoh saku bajunya, mengeluarkan
sebungkus obat lalu melemparkan obat itu kepada Si
Tangan Seribu. “Pakai obat ini dan balut ujung tanganmu
baik baik. Kau sudah menerima hukuman, lekas kau pergi
dari sini!”
Kalau dibicarakan sungguh aneh sekali. Orang yang baru
saja tangannya dibikin buntung dan kini diberi obat lalu
disuruh pergi, kini berlutut menghaturkan terima kasih
kepada gadis yang telah membuatnya bercacad selama
hidupnya itu! Kemudian, dengan sebuah lompatan yang
cukup membuktikan bahwa Si Tangan Seribu itu memiliki
kepandaian lumayan, orang itu telah mengambil bungkusan
obat lalu pergi meninggalkan tempat itu.
Orang orang yang berada di situ masih berlutut dan kini
mereka nampak menggigil seluruh tubuh mereka. Biasanya,
kalau Hek kin kai pangcu (ketua Hek kin kaipang) sudah
datang dengan sepasang goloknya di tangan, dia takkan
pergi sebelum “membagi bagi” hukuman dengan cara yang
amat ganas dan kejam. Siapa lagi yang akan menjadi
korban?
Sementara itu, Ciang Le menyambut kembalinya nona
itu di atas pagar tembok dengan mata bersinar marah. Ingin
sekali ia memukul dan menyerang wanita yang kejam ini,
akan tetapi baiknya pemuda itu masih dapat mengendalikan
diri dan ingat bahwa ia adalah seorang tamu dan juga
bahwa sebelum tahu jelas duduknya perkara tidak baiklah
kalau ia bertindak secara sembrono.
“Kiang pangcu, mengapa kau seganas itu? Membunuh
orang begitu saja dan membuntungi lengan orang pula?
Apakah artinya semua ini? ”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Go enghiong, kau kasihan kepada mereka? ” tanya
Kiang Cun Eng sambil tersenyum dan kalau dia tersenyum,
lenyaplah bayangan kejam dan ganas pada mukanya yang
cantik. “Orang orang ini adalah penjahat penjahat yang
melakukan pelanggaran di wilayah yang kujaga! Tahukah
kau mengapa aku menghukum mati kepada Toa Sam? Dia
adalah seorang jai hwa cat (penjahat cabul) yang merusak
dan mempermainkan banyak sekali anak bini orang di kota
ini! Kepala daerah telah percaya kepada kami sebagai
pencegah terjadinya kejahatan bukankah perbuatannya itu
merupakan tamparan bagi nama kami? Apakah hukuman
mati tadi kauanggap tidak sudah sepatutnya bagi seorang
macam dia? Adapun Tangan Seribu itu, dia adalah seorang
pencuri ulung yang datang dari luar kota dan ia kurang ajar
sekali. Coba pikir, dia berani mencuri di dalam rumah
kepala daerah sendiri! Inipun merupakan tamparan bagi
kami dan sudah sepatutnya aku membikin buntung
tangannya!”
Baru tahulah Ciang Le dan diam diam ia pun mengakui
bahwa hukuman hukuman yang dijatuhkan itu tentu akan
membikin kuncup hati para penjahat. Namun ia masih
penasaran dan menganggap bahwa perbuatan seorang gadis
cantik dengan hukuman hukuman kejam itu amat
keterlaluan.
“Hm, kau bukan algojo, mengapa membunuh orang
seperti membunuh ayam saja? ”
“Habis, kalau menurut pendapatmu, Go enghiong yang
budiman dan berhati mulia, apakah aku harus
memperlakukan orang orang jahat itu dengan lemah lembut
dan melepaskan mereka semua berkeliaran melakukan
kejahatan tanpa diganggu? ” suara gadis ini mengandung
ejekan sehingga muka Ciang Le menjadi merah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Bukan demikian, hanya hukuman itu terlalu kejam dan
ganas seperti perbuatan iblis saja! Bukan hakmu untuk
menjatuhkan hukuman kepada mereka ini. Apakah tidak
ada rasa kasihan dalam hatimu? ”
Gadis itu menahan ketawanya dan tersenyum lebar.
“Aha, jadi kau benar benar merasa kasihan kepada mereka?
Baiklah, Go enghiong, kebaikan hatimu ini akan
kusampaikan kepada mereka. Memandang mukamu
sebagai tamuku, hari ini aku akan menurunkan semua
hukuman mereka.” Cun Eng lalu mengangkat tangan
kanannya yang memegang golok dan berkata dengan
nyaring kepada semua orang yang masih berlutut, “Hai,
kalian dengarlah baik baik! Hari ini aku kedatangan tamu
agung yang berhati mulia, yakni Hwa I Enghiong, pemuda
gagah dan budiman ini! Atas permintaannya dan melihat
mukanya, baiklah aku mengurangi hukuman kalian dan
memotong setengahnya!”
Orang orang yang tadinya berlutut dan menundukkan
mukanya, kini mengangkat muka dengan girang sekali.
Dengan wajah terharu dan berseri seri mereka lalu
mengangkat kedua tangan di atas kepala, menyembah ke
arah Hwa I Enghiong untuk menyatakan terima kasih.
Ciang Le yang berdiri dengan gagah di sebelah kiri Cun
Eng lalu mengangkat tangan kirinya ke atas.
“Kalian dengarlah baik baik! Sesungguhnya tidak
seharusnya aku membela orang orang seperti kalian yang
telah melakukan kejahatan, baik kejahatan kecil maupun
besar. Orang orang seperti kalian ini wajib dihukum.
Sekarang Kiang pangcu telah berlaku baik untuk
mengurangi hukuman kalian, bukan sekali kali karena
jasaku. Kepada pangcu inilah kalian harus berterima kasih.
Kemurahan hati pangcu ini hendaknya kalian jadikan
pedoman untuk kemudian hidup dengan jalan baik dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menebus dosa. Ingatlah bahwa kalau lain kali kalian masih
saja melakukan perbuatan terkutuk, aku sendiri bahkan
akan membantu Kiang pangcu untuk menangkap kembali
dan memberi hukuman yang seberat beratnya!”
Cun Eng tersenyum manis mendengar ini dan ia lalu
mengajak pemuda itu turun kembali meninggalkan tempat
itu setelah berpesan kepada orang hukuman itu untuk
mengubur jenazah Toa Sam di tempat kuburan umum.
Sambil menanti datangnya malam hari di mana akan
diadakan perjamuan untuk menghormat tamu. Ciang Le
dilayani oleh Cun Eng dengan segala keramahan. Pemuda
ini benar benar merasa amat sungkan akan tetapi oleh
karena ia telah menerima sambutan perjamuan itu, terpaksa
ia menyabarkan diri, bahkan ia menggunakan kesempatan
itu untuk bertanya dan bercakap cakap dengan Cun Eng
tentang keadaan perkumpulan Hek kin kaipang yang aneh.
Adapun ketua perkumpulan Pengemis Sabuk Hitam itupun
agaknya sudah “jatuh hati” betul betul terhadap Ciang Le
yang tampan, karena tanpa ragu ragu lagi Cun Eng
menceritakan semua hal dan bahkan menceritakan pula
siapa adanya tiga orang tua yang menjadi pembantu
pembantu itu.
Cun Eng adalah puteri tunggal dari Kiang pangcu, ketua
dan pendiri dari perkumpulan Hek kin kaipang, seorang
tokoh kang ouw yang amat terkenal karena ilmu silatnya
yang tinggi dan biarpun Kiang pangcu pernah menjadi
seorang bajak tunggal, namun setelah berusia tua, ia
mencuci tangan, bahkan lalu membentuk perkumpulan Hek
kin kaipang yang sifatnya mengumpulkan semua pengemis
dan menjaga keamanan kota di mana mereka tinggal!
Nama Kiang pangcu amat tersohor sebagai ketua
perkumpulan Hek kin kaipang. Akan tetapi, lebih terkenal
lagi adalah nama tiga orang pembantunya, yakni pertama
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tama Bi Mo li yang sebenarnya menjadi juga bini mudanya,
setelah ibu dari Cun Eng meninggal dunia, Bi Mo li
menjadi kekasih Kiang pangcu. Orang ke dua Siang tung
him, seorang yang tampan dan gagah, bekas perampok
tunggal yang menjadi sahabat baiknya pula. Akan tetapi,
bukan merupakan rahasia lagi bahwa di antara Bi Mo li dan
Siang tung him, terdapat perhubungan rahasia. Bahkan
Kiang pangcu sendiri juga tahu akan hal ini, akan tetapi ia
diam saja karena kalau ia bertindak, berarti ia akan
melemahkan kedudukannya. Baik Bi Mo li maupun Siang
tung him merupakan pembantu pembantu yang cakap dan
lihai.
Akan tetapi orang yang merasa marah dan sakit hati
melihat kejadian ini adalah Cun Eng! Gadis ini telah
mewarisi kepandaian ayahnya. Beberapa kali ia
mengatakan kepada ayahnya untuk turun tangan memberi
hajaran kepada ibu tirinya dan Siang tung him yang
dianggap mencemarkan nama ayahnya dan bahkan
dianggap menghina ayahnya. Akan tetapi ayahnya bahkan
mencegahnya. Sebaliknya, diam diam Kiang pangcu
menderita tekanan batin hebat dengan menyelewengnya Bi
Mo li yang sudah menjadi bini mudanya itu Ia terlalu
mencinta Bi Mo li dan juga sayang kepada Siang tung him
berhubungan rahasia itu merupakan pukulan batin dan
akhirnya Kiang pangcu yang sudah tua itu jatuh sakit. Di
dalam sakitnya, mengingau dan tanpa disadarinya ia
memaki maki Bi Mo li dan Siang tung him.
Mendengar igauan ayahnya ini larilah Cun Eng keluar,
mencari Siang tung him dan menyerangnya. Pertempuran
hebat terjadi, akan tetapi akhirnya Siang tung him kalah
dan roboh. Dengan ganas sekali Cun Eng lalu
menggunakan siangtonya (golok sepasang) untuk
membuntungi kaki kiri Siang tung him yang tampan itu!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah itu, Cun Eng lalu mencari ibu tirinya, Bi Mo li juga
tidak menyerah begitu saja karena iapun memiliki ilmu silat
yang tinggi. Namun, ilmu kepandaian Cun Eng telah
meningkat tinggi, bahkan mungkin tidak kalah oleh
ayahnya sendiri, maka setelah bertempur dengan hebatnya
akhirnya juga Bi Mo li dapat dirobohkan! Tadinya Cun Eng
hendak menenggal leher wanita itu. Bi Mo li menjerit minta
ampun sehingga golok di tangan gadis itu hanya menggurat
sekitar leher bi Mo li yang menjadi ketakutan dan pingsan
karena mengira bahwa lehernya akan di babat! Ketika ia
siuman kembali, ternyata bahwa kulit lehernya sudah
digurat sekelilingnya agak dalam, sehingga, untuk
selamanya kulit lehernya akan menjadi cacad!
Adapun Beng san kui, kakek bongkok itu tadinya adalah
seorang tokoh kang ouw yang menaruh hati dendam
kepada Kiang pangcu. Ia datang hendak membalas
dendam, akan tetapi ia mendapatkan musuh besarnya
meninggal dunia dan kedatangannya disambut oleh Cun
Eng yang menggantikan ayahnya menjadi ketua dan kakek
bongkok ini juga roboh di tangan Cun Eng, bahkan
kemudian diangkat menjadi pembantu!
Ciang Le yang mendengar semua penuturan ini, diam
diam menarik napas panjang dan merasa sayang bahwa
gadis seperti Cun Eng terlahir di tengah tengah lingkungan
orang orang kasar dan jahat seperti itu. Tidak
mengherankan bahwa gadis ini menjadi seorang yang
ganas, kejam, genit dan tak tahu malu, di samping sifatnya
yang baik, yakni memberantas kejahatan.
“Aku mendengar Bi Mo li menyatakan bahwa guru
guruku, Thian Te Siang mo, adalah musuh musuh besar
kalian. Benarkah ini, dan mengapa demikian? ” tanya
Ciang Le.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Kau benar benar tabah dan berani sekali mengajukan
pertanyaan ini, Go enghiong. Keberanian inilah agaknya
yang membuat aku amat tertarik kepadamu. Kedua orang
gurumu itu pernah mengganggu ayahku, dan ayah telah
dikalahkan oleh mereka. Juga, belakangan ini, Thian Te
Siang mo pernah pula bentrok dengan Bi Mo li dan kedua
orang pembantuku. Soalnya mudah saja diduga, karena Bi
Mo li memang menaruh hati dendam kepada guru gurumu,
karena …. karena sesungguhnya gurumu Te Lo mo itulah
yang membuka rahasia tentang perhubungan rahasia antara
Bi Mo li dan Siang tung him kepada mendiang ayahku!”
Ciang Le mengangguk angguk. Kini tahulah ia mengapa
Bi Mo li demikian benci kepada guru gurunya.
Malam itu tiba dan perjamuan yang dijanjikan itu
diadakan di ruang tengah yang telah diterangi oleh banyak
sekali api lilin. Di situ hadir Cun Eng, Bi Mo li, Siang tung
him Beng san kui, dan kepala daerah Taigoan, seorang
gemuk bermuka ramah, she Lo dengan seorang kepala
pengawalnya, seorang yang berpakaian sebagai guru silat
yang bernama Lai Sui. Lai Sui ini merupakan bayangan
dari Lo taijin, ke mana juga Lo taijin berada, tentu Lai Sui
berada di sampingnya!
Hidangan yang dikeluarkan adalah masakan masakan
yang paling istimewa, sedangkan arak yang mengalir di
tenggorokan mereka juga arak yang termahal dan wangi.
Tidak mengherankan apabila Lo taijin sebentar saja telah
menjadi setengah mabok. Sambil mengelus elus perutnya
yang makin gendut karena daging, ia berdiri dan mengisi
sendiri cawan arak yang telah kosong di depan Cun Eng
lalu berkata, “Sungguh aku orang she Lo amat berbahagia
dapat duduk makan semeja dengan Kiang pangcu atau
Kiang siocia yang perkasa dan cantik jelita, pelindung kota
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Taigoan yang ternama. Harap siocia sudi menerima
penghormatanku secawan arak!”
Dipuji puji oleh kepala daerah ini, Cun Eng hanya
tersenyum dan segera mengangkat cawan araknya dan
diminum kering. Pipinya yang memerah itu menjadi makin
kemerahan dan menarik hati sekali. Dari percakapan yang
terjadi selagi mereka makan minum, tahulah Ciang Le
bahwa perhubungan antara kepala daerah dan pemimpin
pemimpin Hek kin kaipang ini erat sekali dan Hek kin kai
pang benar benar dipandang tinggi dan dihormati oleh
kepala daerah Taigoan.
Semua orang kecuali Bi Mo li yang selalu muram dan
cemberut atau kadang kadang mengerling ke arah Ciang Le
dengan penuh kebencian, dan Ciang Le yang bersikap
tenang tenang saja, nampak bergembira Cun Eng bicara
dengan wajah berseri seri, mata bersinar sinar, dan
senyumnya murah sekali, Sian tung him yang berwajah
tampan itu pun tersenyum senyum, demikian pula si
bongkok dan Lai Sui pengawal Lo taijin. Mereka semua
telah dipengaruhi oleh wajah pangcu yang cantik itu dan
oleh arak wangi yang keras.
Ciang Le membatasi dirinya dalam minum arak, karena
ia tidak mau kalau sampai menjadi mabok dan lupa
daratan. Akan tetapi sambil tersenyum, Cun Eng
menggerakkan ujung sabuknya yang berwarna hitam
terbuat dari sutera lemas dan yang melambai di depan
tubuhnya. Sabuk sutera hitam itu melayang di atas meja
dan bagaikan lengan yang lemas dari seorang puteri juita,
ujung sabuk itu membelit guci arak yang besar dan berat,
kemudian begitu Cun Eng mengerakkan tangan nya yang
memegang sabuk itu, ujung sabuk lalu bergerak mengangkat
guci itu ke atas. Sambil mengerling ke arah Ciang Le
dengan sepasang matanya yang bening dan indah, barengi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
senyumnya yang manis, Cun Eng lalui menggunakan ujung
sabuk itu yang telah membelit guci untuk menuangkan guci
itu dan memenuhi cawan Ciang Le! Pemuda ini terkejut
sekali melihat demonstrasi lweekang yang tinggi ini. Sabuk
sutera itu lemas saja, akan tetapi di dalam tangan nona ini
dapat menjadi hidup. Dengan lweekangnya yang tinggi,
nona itu dapat mempergunakan sabuk itu seperti orang
mempergunakan lengan tangannya sendiri. Dari sini saja
dapat dilihat, bahwa selain sepasang goloknya, nona ini
tentu seorang ahli dalam permainan senjata istimewa, yakni
sabuknya.
“Go koko (engko Go), marilah kita minum untuk
kebahagiaan pertemuan ini,” kata Cun Eng dengan nona ini
menggigit bibir bawah dengan sikap genit sekali.
Bi Mo li memandang kepada ketuanya dengan sinar
mata tajam penuh pertanyaan “Koko….? Apa pula ini? ”
tanyanya. Memang sebagai ibu tiri, Bi Mo li ini kadang
kadang bersikap sebagai seorang tua terhadap puterinya
kepada Cun Eng.
Dalam keadaan biasa mungkin sekali kata kata ini dapat
menimbulkan kemarahan Cun Eng. Akan tetapi pada saat
itu gadis ini sedang bergembira, maka sambil tertawa ia
berkata, “Hwa I Enghiong adalah seorang pemuda yang
gagah perkasa dan budiman. Tidak patutkah ia menjadi
kokoku? ”
Bi Mo li hanya menjebikan bibirnya dan berkata.
“Hm…!” Akan tetapi tidak berkata apa apa lagi hanya
menenggak araknya di dalam cawan dengan hati gemas
sekali. Ciang Le tak dapat menolak suguhan arak yang
dilakukan secara istimewa oleh ketua Hek kin kai pang itu.
Ia tidak mau menunjukkan kelemahannya. Sambil
mengangguk dan mengucapkan terima kasihnya, ia lalu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memegang cawannya yang penuh tanpa mengangkat cawan
itu, lalu tangannya menekan meja sambil mengerahkan
lweekangnya. Meja sedikit bergetar akan tetapi arak di
dalam cawan itu bergelombang lalu memercik ke atas
bagaikan sebuah pancuran air dan semua arak itu masuk ke
dalam mulutnya. Tidak setetes arakpun tumpah di atas
meja!
Melihat demonstrasi yang dilakukan oleh Cun Eng dan
Ciang Le, Lo taijin terbelalak memandang dengan penuh
kekaguman. “Ah, benar benar hebat. Hwa I Enghiong
memang pantas sekali menerima penghormatan dari Kiang
pangcu.” Ia lalu menoleh kepada pengawalnya dan
menepuk bahunya, “Eh, Lai suhu, kaupun harus memberi
hormat kepada Hwa I Enghiong yang gagah ini!”
Pembesar ini biarpun tidak mengerti ilmu silat, namun ia
selalu dikawal oleh Lai Sui yang ilmu silatnya cukup tinggi.
Maka melihat orang orang mendemonstrasikan
kepandaiannya, ia tidak mau kalah muka dan ingin pula
memamerkan kepandaian pengawalnya. Lai Sui mengerti
akan hal ini. Sebetulnya dia sendiri tidak berani
sembarangan memperlihatkan kepandaian karena ia tahu
bahwa kepandaian dari nona ketua itu masih lebih lihai
daripada kepandaiannya sendiri, akan tetapi oleh karena
majikannya mendesak, ia tidak berani menolak atau
membantah. Sambil tersenyum sungkan ia lalu berdiri dari
menjadi kecil itu kedalam mulutnya. Akan tetapi ketika ia
mencabut sepasang sumpit itu dari mulutnya, sumpit itu
telah patah dan potongannya tertinggal di dalam mulut!
Ciang Le makan daging itu dengan enaknya dan Lo
taijin sampai melongo memandangnya karena mengira
bahwa pemuda itu telah makan potongan sumpit gading!
Akan tetapi tiba tiba Ciang Le meniup ke atas dan dua
potongan sumpit gading itu melayang lalu menancap di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tiang melintang yang berada di atas kepala mereka!
Kemudian Ciang Le mengangkat cawannya yang masih ada
sedikit araknya, lalu diminumnya. Juga ketika mengangkat
cawan ini, seakan akan ia tidak tahu bahwa cawan itu telah
amblas sampai setengahnya.
Bukan main kagumnya semua orang yang berada di situ,
termasuk Cun Eng, Gadis ini menjadi makin kagum dan
suka kepada Ciang Le dan kerlingnya makin tajam
menarik.
“Bi Mo li, kau belum memberi hormat!” kata Cun Eng
yang menghendaki agar semua orang memberi hormat
kepada pemuda yang telah menjatuhkan hatinya itu.
Bi Mo li sudah setengah mabok seperti yang lain, dan
kebenciannya terhadap pemuda itu membuat dia makin
marah saja ketika disuruh memberi hormat. Ia memegang
cawan araknya yang terbuat dari pada perak,
menggenggamnya lalu tertawa dan melemparkan cawan
kosong itu ke depan Ciang Le. “Murid Thian Te Siang mo
hanya patut dihormati di dalam peti mati!”
Ketika semua orang melihat, ternyata bahwa cawan
perak yang digenggamnya tadi kini telah menjadi hancur
berkeping keping di atas meja depan Ciang Le!
-oo0dw0oo-
Jilid VI
Hal 1-6 gak ada
“Kiang siocia, harap kauampunkan dia. Memang benar
tidak disengaja ia melukai kau …”
Sinar mata gadis itu berobah heran. “Apa? Kau yang
akan dibunuhnya bahkan mintakan ampun? ”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ia memang benci kepadaku, kepada suhu suhuku.
Sudahlah, ampunkan saja dia.”
Juga Lo taijin yang merasa ketakutan dan tidak enak
sekali melihat peristiwa ini, berdiri dan berkata. “Kiang
pangcu, harap kau suka memberi maaf kepadanya. Untuk
apakah ribut ribut dengan orang sendiri? Dan pula karang
sudah jauh malam, harap kaumaafkan, aku harus pulang
karena besok banyak sekali pekerjaan yang harus
kuselesaikan.”
Setelah berkata demikian, pembesar ini lalu menjura
kepada Cun Eng dan Ciang Le, yang dibalas oleh gadis itu,
Lo taijin merasa ngeri, melihat tangan gadis itu masih saja
mengalirkan darah. Maka ia lalu buru buru mengajak Lai
Sui untuk segera meninggalkan tempat itu.
Bi Mo li masih berdiri sambil menundukkan mukanya di
depan Cun Eng, sementara itu, kakek bongkok dan kakek
buntung masih terus saja minum arak, seakan akan tidak
terjadi sesuatu yang hebat!
“Siang tung him, Beng san kui! Bawa dia ke belakang,
keram dalam kamar gelap!” perintah Cun Eng kepada dua
orang kakek itu Siang tung him dan Beng san kui saling
pandang, akan tetapi merekapun tidak berani membantah
perintah ketua ini, dan tak lama kemudian Bi Mo li
dipegang tangan kiri kanannya oleh dua orang kakek itu
yang membawanya pergi dari situ. Terdengar isak tangis
nenek itu ketika ia dibawa pergi.
“Go koko, harap kau maafkan kekurang ajaran Bi Mo li.
Aku akan memberi hukuman yang setimpal padanya.” kata
Cun Eng sambil mulai membalut tangan kirinya dengan
saputangan.
Ciang Le merasa jemu dan tidak enak hati sekali melihat
seraja peristiwa tadi. Akan tetapi ketika ia melihat tangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kiri gadis itu yang berdarah, timbul rasa haru dan kasihan.
Betapapun juga, boleh dibilang gadis itu telah
menolongnya, bahkan menolong nyawanya karena harus ia
akui bahwa serangan gelap tadi benar benar amat
berbahaya dan ia tidak berdaya untuk menghindarkan diri.
Kini, tangan yang kecil dan halus itu berdarah karena
menolongnya. Melihat betapa tangan kanan Cun Eng amat
canggung membalut tangan kirinya sendiri, pemuda itu lalu
menghampiri dan berkata, “Biarlah aku membalut
tanganmu, nona”. Tanpa menanti jawaban, ia lalu
mengambil saputangan itu dan mulai membalut tangan Cun
Eng yang terluka, setelah menaruhkan obat bubuk warna
putih yang selalu berada di kantongnya untuk membuat
luka itu lekas kering dan mencegah panas. Ketika pemuda
itu sedang membalut tangannya, Cun Eng memandang
dengan mata tertutup dan mesra sekali. Ia mendoyongkan
tubuhnya mendekati pemuda itu lalu berbisik, “Koko, kau
baik sekali. Aku...... aku suka kepadamu.”
Melihat betapa gadis itu makin mendekat sehingga
sebagian rambut yang panjang hitam itu, membelai pipinya,
Ciang Le menjadi berdebar dan cepat cepat menyelesaikan
pekerjaannya membalut. Kemudian ia melangkah mundur
tiga tindak dan menjura lalu berkata, “Kiang pangcu,
sekarang aku bermohon diri. Terima kasih atas segala
kebaikanmu. Biarlah lain kali kalau ada kesempatan akui
akan membalas keramahanmu itu.”
Terbelalak mata Cun Eng mendengar ucapan ini.
“Apa...? Kau hendak pergi? Jangan koko, jangan pergi
dulu…! Kau harus bermalam di sini. Bukankah kau
tamuku, tamu ku yang kami hormati? Kau harus bermalam
disini koko.” ia mengulang dengan suara memohon.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ciang Le ragu ragu, akan tetapi ia lalu menggeleng
kepala. “Tidak usah, nona. Aku sudah cukup banyak
menimbulkan repot padamu. Aku harus pergi dari sini.”
Berkerut kening gadis itu dan untuk beberapa lama ia
diam saja. Ciang Le tidak tahu bahwa gadis ini sedang
memutar otaknya yang cerdik dan penuh tipu muslihat
Kemudian gadis itu menarik napas panjang dan nampak
sedih sekali.
“Hwa I Enghiong, kalau kau berkeras hendak pergi, aku
yang bodoh juga tak dapat berbuat sesuatu. Bagaimana aku
dapat menahanmu? Akan tetapi, dengan terjadinya hal
tadi, hatiku merasa tidak enak dan lenyap kegembiraan kita.
Kau mau pergi? Baiklah, akan tetapi lebih dulu temanilah
aku minum tiga cawan arak.”
Ciang Le merasa serba salah. Ia telah minum arak terlalu
banyak daripada semestinya, ia bukan seorang peminum
dan beberapa cawan tadi saja sudah membuat kepalanya
mulai terasa ringan sekali. Akan tetapi, bagaimana ia dapat
menolak?
“Kiang siocia, maafkanlah aku. Sekarang aku sudah
cukup banyak minum arak. Baiklah aku berjanji bahwa lain
kali, kalau aku kebetulan lewat di kota ini, aku akan
menemani minum arak, tidak hanya tiga cawan, bahkan
sepuluh cawan!” Ia mencoba tersenyum.
Akan tetapi Cun Eng tampak marah dan kecewa. “Hm,
jadi sedemikian sajakah penghargaan Hwa I Enghiong
kepadaku? Aku telah mengundangnya, menjamunya,
permintaannya untuk mengurangi hukuman para penjahat
kuturuti, bahkan baru saja aku telah melepaskan dia dari
bahaya maut sehingga tanganku berdarah. Dan sekarang
hanya menemani minum tiga cawan arak saja dia tidak
mau?
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ah… aku benar benar telah merendahkan diri terlalu
sekali…” dengan amat pandai nya, tiba tiba Cun Eng dapat
mengeluarkan air mata dari kedua matanya dan nona cantik
ini mulai menangis.
Tentu saja Ciang Le menjadi sibuk sekali “Ah, jangan
kau berpikir bahwa aku memandang rendah kepadamu,
nona.” Kemudian melihat nona itu tetap menangis, ia
menghela napas, “Baiklah, baiklah, aku menemaniku
minum tiga cawan lalu aku pergi. Akan tetapi jangan
mentertawakan kalau aku menjadi mabok karenanya!”
Cun Eng mengangkat mukanya dan dengan air mata
masih membasahi pipinya, gadis itu tersenyum. “Koko, kau
baik sekali, terima kasih!”
Mau tak mau Ciang Le tersenyum juga melihat gadis ini.
Baru saja menangis, sudah tersenyum lagi dan diam diam ia
mengakui bahwa gadis ini benar benar cantik dan menarik
hati sekali. Hanya sayang…. ah, ia mencela diri sendiri,
mengapa ia menyayangkan? Perduli apa dengan nona ini?
Ia tidak berhak memikirkannya. Dengan langkah tetap
Ciang Le lalu menghampiri bangkunya yang tadi dan
duduk sambil menanti Cun Eng menuangkan arak ke dalam
cawan.
“Hwa I Enghiong.” kata Cun Eng sambil menukarkan
cawannya sendiri dengan cawan Ciang Le, “Baru sekarang
aku bertemu dengan orang seperti engkau. Sayang sekali
kau mau buru buru pergi saja, sesungguhnya aku me rasa
berbahagia kalau kau… suka tinggal untuk beberapa lama
di sini atau… bahkan selama hidupmu tinggal bersamaku di
sini. Aku suka kepadamu, terus terang saja, aku suka sekali
kepadamu. Biarlah perpisahan ini akan selalu menjadi
kenang kenangan, maka mari kita bertukar cawan. Aku
takkan melupakanmu, sahabatku yang baik.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cun Eng mengangkat cawannya. Ciang Le tak dapat
menjawab. Mukanya sudah menjadi merah karena jengah
dan malu. Kata kata apa yang dapat ia ucapan terhadap
pernyataan seperti itu? Ia lalu mengangkat cawannya pula
dan mereka minum arak itu dengan sekali teguk.
Kembali Cun Eng mengisi cawan cawan yang sudah
kering. “Cawan kedua ini untuk bersyukur bahwa kau telah
terhindar dari pada bahaya maut!” Karena hal itu memang
betul betul terjadi dan tidak ingin menyinggung perasaan
nona itu, Ciang Le menurut saja dan minum pula araknya
yang ke dua ini, kepalannya mulai terasa pening dan denyut
darahnya makin cepat. Celaka, pikirnya, maboklah aku?
Akan tetapi pemuda ini masih dapat mempergunakan
lweekangnya untuk mengatur jalan darahnya dan
memperkuat dirinya.
“Cawan ke tiga untuk pertemuan kita yang mesra ini”
Cun Eng mengangkat cawannya dan memandang kepada
Ciang Le dengan, kerling mata demikian tajam dan senyum
demikian menarik dan manisnya sehingga ketika Ciang Le
mengangkat cawannya sendiri memandang kepada gadis
itu, ia melihat seorang bidadari yang luar biasa eloknya
berdiri di depannya!
Dengan kepala makin bingung dan tidak karuan, Ciang
Le cepat cepat menenggak araknya yang ke tiga. Ia lalu
menaruh cawan kosong itu di atas meja, menghela napas
lega lalu menjura kepada Cun Eng dan berkata, “Sekarang
maafkan aku, nona. Aku harus pergi!” Setelah berkata
demikian, ia buru buru membalikkan tubuhnya agar jangan
melihat lagi senyum yang manis sekali dan kerling yang
seakan akan membetot semangatnya Itu.
Cun Eng tidak menahannya, bahkan tidak mengeluarkan
sepatahpun kata kata. Akan tetapi gadis ini memandang
kepada pemuda itu dengan senyum melebar ketika melihat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
betapa Ciang Le ketika membalikkan tubuh tadi tidak
menuju keluar, bahkan menuju ke dalam rumah!
Kemudian, pemuda itu terhuyung huyung dan hampir
roboh kalau saja Cun Eng tidak cepat melompat dan
memeluknya, “Hati hati, koko, kau nanti jatuh…” tegurnya
dengan senyum dikulum dan suara merdu dan halus.
Ciang Le benar benar bingung Ada bau yang harum
menusuk hidungnya, bukan bau arak tadi. Tiba tiba ia
teringat bahwa ketika minum cawan kedua bau harum ini
lebih keras lagi memasuki tenggorokannya. Ah, celaka,
pikirnya. Tentu wanita ini telah mencampur racun di dalam
arak yang diminumnya!
Ketika ia merasa betapa Cun Eng memeluknya, ia cepat
memberontak dan membentak. “Kau mencampuri apa
dalam arak tadi…”
Akan tetapi Cun Eng hanya tertawa tawa saja dan
terdengar ia berkata, “Ah, kau mabok… kau lucu sekali,
koko yang manis…!” Kembali Cun Eng hendak memeluk
karena tubuh Ciang Le bergoyang goyang hendak jatuh.
“Kurang ajar, kau tentu meracuniku!” kata Ciang Le dan
pemuda ini segera mengangkat tangan kanan untuk
menampar muka nona itu. Akan tetapi ternyata bahwa
tenaganya telah menjadi lemah dan ketika Cun Eng
meaunduk kan kepala, tamparannya mengenai tempat
kosong dan kini bahkan lengannya itu melingkari leher
nona itu seperti orang yang memeluk kekasihnya!
“Kokoku yang manis...” kata pula Cun Eng sambil
merangkul Cian Le dan ditariknya pemuda itu menuju ke
kamarnya di bagian barat gedung. Ciang Le seperti orang
yang setengah pingsan, tidak ingat apa apa dan dengan
tersaruk saruk setengah ditarik oleh Cun Eng, ia menurut
saja dibawa ke dalam kamar bertirai halus itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dua orang itu tidak tahu bahwa semenjak pertemuan
dalam perjamuan tadi, telah ada bayangan orang yang
mengintai mereka. Bayangan ini adalah seorang kakek yang
berpakaian sebagai seorang sasterawan dan yang berwajah
sabar sekali.
Sungguh luar biasa gerakan kakek ini karena biarpun
yang berada di dalam ruangan itu orang orang yang
memiliki kepandaian tinggi, namun tak seorangpun
diantara mereka yang dapat mendengarkan gerakan
kakinya.
Ketika Cun Eng merangkul Ciang Le yang sudah
setengah pingsan dan mabok karena pengaruh obat yang
dicampurkan dalam arak oleh Cun Eng, tiba tiba datang
lain bayangan menyambar dan mengintai. Berbeda dengan
bayangan pertama, yakni sasterawan itu, bayangan ke dua
ini memandang ke dalam dengan mata bernyala nyala. Tak
lama kemudian datang lagi seorang kawannya yang juga
mengintai di sebelahnya. Dua orang ini adalah dua orang
kakek yang berpakaian pendeta dan berwajah sama. Mereka
saling pandang dengan muka merah dan seorang
diantaranya berbisik...
“Kurang ajar sekali, Ciang Le! Benar benarkan dia
hendak mengecewakan kita dan demikian lemah
menghadapi wajah cantik? ” yang bicara ini adalah Te Lo
mo, sedangkan Thian Lo mo hanya mengerutkan
keningnya Memang dua orang yang baru datang ini adalah
Thian Te Siang mo, guru dari Ciang Le yang selama ini
diam diam dan dari jauh mengikuti perjalanan murid
mereka untuk melihat sepak terjangnya. Ketika Ciang Le
berada di rumah ketua Hek kin kaipang, kedua orang iblis
tua ini merasa heran. Mereka dulu pernah datang di tempat
ini, yakni ketika mereka mengalahkan ketua dari Hek kin
Kaipang dan membuka rahasia Bi Mo Ii dan Siang tung
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
him sebagaimana yang telah dituturkan oleh Cun Eng
kepada Ciang Le. Thian Te Lo mo lalu mengadakan
penyelidikan di dalam kota dan mendengar bahwa kini Hek
kin kaipang merupakan perkumpulan yang kuat dan bahkan
membasmi kejahatan, mereka merasa lega.
Akan tetapi ketika dinanti sampai malam murid mereka
belum juga keluar dari rumah itu, mereka merasa curiga
dan segera melakukan penyelidikan. Mereka tidak tahu apa
yang telah terjadi dan tahu tahu mereka menyaksikan
betapa dalam keadaan mabok, Ciang Le dirangkul dan
dituntun oleh ketua Hek kin kaipang yang cantik dan genit
itu memasuki kamarnya!
Thian Te Lo mo menjadi marah sekali. Mereka telah
mendengar akan sifat sifat cabul dan genit dari Kiang
pangcu, ketua Hek kin kaipang, dan kini melihat Ciang Le
seperti melayani kehendak wanita ini, mereka menjadi
kecewa sekali. Yang amat mengherankan, biarpun kedua
iblis tua ini amat lihai, juga tidak melihat adanya bayangan
sasterawan tua yang mengintai di tempat itu, sebaliknya
sasterawan itu dapat melihat mereka!
“Anak itu lebih baik mampus di tangan kita dari pada
mencemarkan nama baik kita!” kata Te Lo mo yang
berwatak lebih keras dari pada kakaknya. Akan tetapi
sebelum mereka bergerak, tiba tiba melayang bayangan
yang gesit sekali bagaikan seekor burung garuda
menyambar ke dalam kamar itu. Thian Te Lo mo terkejut
dan merekapun lalu melarang turun.
Yang lebih kaget adalah Cun Eng. Ia telah merasa girang
sekali karena berhasil membikin Ciang Le tidak berdaya.
Gadis ini benar benar jatuh hati kepada pemuda itu dan ia
hendak berusaha membikin pemuda itu menjadi kekasihnya
atau kalau mungkin, menjadi suaminya. Ia percaya akan
kecantikan dan kecerdikannya. Biarpun pemuda ini keras
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hati, namun ia telah mendapat daya unuk membikin Ciang
Le menurut kehendak hatinya. Sambil membisik bisikkan
rayuan yang mesra, ia telah menarik pemuda yang telah
lemas tak berdaya itu dan membaringkannya di atas
pembaringannya yang indah. Dan pada saat itu, ia melihat
bayangan yang luar biasa gesitnya memasuki kamarnya.
“Kurang ajar, siapa kau berani masuk ke dalam
kamarku? ” bentak Cun Eng. Ia tadinya mengira bahwa ini
mungkin Bi Mo li yang telah dapat melepaskan diri dan
hendak mengganggu Ciang Le. maka ia telah mencabut
sepasang goloknya dan berniat membunuh Bi Mo li yang
dianggapnya terlalu sekali. Akan tetapi ketika melihat
bahwa yang datang dan yang kini telah berdiri di depannya
dengan senyum mengejek itu adalah seorang laki laki tua
berpakaian sasterawan, Cun Eng tertegun. Ia tidak kenal
siapa orang ini.
“Siapakah engkau? dan perlu apa kau berlancang
memasuki kamarku tanpa permisi? ”
Sasteravsan tua itu menuding ke arah Ciang Le dan
berkata, “Lohu datang hendak membawa dia keluar dari
sini. Nona, namamu sebagai ketua Hek kin kaipang telah
ternama dan terkenal sebagai seorang gagah yang tidak
tercela, apakah kau sekarang hendak merusak namamu itu
hanya karena ketampanan wajah seorang pemuda? Salah,
kau salah....” Setelah berkata demikian, sekali bergerak saja,
sasterawan tua itu telah melompat ke dekat pembaringan
Ciang Le dan di lain saat, pemuda itu telah dikempit di
bawah lengan kirinya.
“Setan tua, lepaskan!” seru Cun Eng marah sekali.
“Siapakah kau berani sekali mencampuri urusanku?
Sungguh tak bermalu!”
Hal 20-21 ga ada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Luliang Siucai, seorang diantara pelayan dari Pak Kek
Siansu itu tersenyum sabar. “Bukan mencampuri
urusanmu, Siang mo. Soalnya ialah bahwa aku telah
melihat sendiri betapa pemuda ini telah menolong seorang
pemuda sasterawan. Oleh karena ini maka aku merasa
menjadi kewajibanku untuk membalas budinya itu terhadap
orang segolonganku.”
Pada saat itu Cun Eng telah tiba di situ dan gadis ini
terkejut bukan main ketika melihat Thian Te Siang mo
berada di situ dan mendengar bahwa sasterawan tua yang
merampas kekasihnya itu adalah Luliang Siucai, tokoh luar
biasa yang sudah banyak dikenai namanya. Siapakah orang
di dunia kang ouw yang tidak mengenal nama Luliang
Ciangkun. Luliang Siucai, dan Luliang Nungjin, tiga tokoh
utama berpakaian Perwira, Sasterawan, dan Petani, tiga
orang murid dan pelayan dari Pak Kek Siansu, guru besar
yang ditakuti oleh semua orang itu?
Melihat mereka ini, Cun Eng segera mengeluarkan jerit
rahasia dari perkumpulannya dan sebentar saja terdengar
suara kaki yang banyak sekali mendatangi tempat itu.
Pertama tama yang muncul adalah Siang tung him dan
Beng san kui. Akan tetapi dua orang kakek tokoh Hek kin
kaipang inipun berdiri tertegun dan tidak berani
sembarangan bergerak ketika melihat Thian Te Siang mo.
Adapun Luliang Siucai mengeluarkan suara ketawa
perlahan, kemudian mengenjot kedua kakinya dan bagaikan
sesosok bayangan setan tubuhnya telah melayang keluar
dari tempat itu sambil mengempit tubuh Ciang Le!
“Siucai tua bangka, lepaskan dia!” seru Thian Lo mo dan
diikuti oleh adiknya, ia lalu melompat mengejar.
Cun Eng dan dua orang kakek pembantunya itu tidak
berani mengejar dan mereka hanya saling pandang dengan
muka pucat. Ketika para pemimpin Hek kin kaipang tingkat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dua ke bawah datang berturut turut mendengar pekik tanda
rahasia tadi. Cun Eng dengan mendongkol dan kecewa
sekali lalu membubarkan mereka. Kemudian ketua dari Hek
kin kaipang, nona cantik ini, lalu kembali ke dalam
kamarnya menjatuhkan diri di atas pembaringan dan
menangis terisak isak dengan amat sedih dan kecewanya!
“Siucai, benar benarkah kau tidak mau melepaskan dia?”
Seru Te Lo mo ketika dia dan kakaknya mengejar Luliang
Siucai. “Dia itu murid kami, tahukah kau? Apakah kau
tidak malu melarikan murid orang lain? ”
“Tidak ada guru yang hendak membunuh muridnya
tanpa dosa!” kata Lu liang Siucai sambil mempercepat
larinya.
“Kau perduli apa? Lepaskan dia!” Sambil berkata
demikian. Thian Lo mo mengayun tangannya dan tujuh
batang Kim kong touw kut ciam (Jarum Penembus Tulang
Bersinar Emas) melayang dengan amat cepatnya ke arah
belakang tubuh kakek sasterawan itu mengarah jalan darah
di tujuh tempat!
Luliang Siucai takkan patut disebut pelayan dan murid
Pak Kek Siansu kalau ia roboh oleh setangan gelap ini,
sungguhpun serangan ini agaknya takkan mudah dielakkan
oleh sembarang tokoh persilatan. Tanpa menoleh, kakek
sasterawan itu meneebutkan lengan bajunya yang panjang
dan lebar itu ke belakang tubuhna. Bagaikan sehelai layar
perahu tertiup angin keras, ujung lengan baju itu
mengembang dan mengeluarkan angin, mengebut runtuh
tujuh jarum itu. Akan tetapi, kembali menyambar tujuh
batang jarum, disusul lagi oleh tujuh batang yang lain
berturut turut sebanyak tiga kali. Luliang Siucai terkejut
sekali Cepat ia mempergunakan ginkangnya untuk
melompat jauh menghindarkan diri dari sambaran dua
puluh satu batang jarum yang datang bagaikan hujan itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Baiknya di dekat situ terdapat sebatang pohon yang besar
sekali sehingga ia cepat melompat ke balik pohon dan
dengan sendirinya serangan jarum jarum itu tertahan oleh
pohon berikut dahan dan daun daunnya.
Ketika Thian Te Siang mo mengejar ke balik pohon,
kakek sasterawan itu telah menghilang di dalam gelap.
Sepasang iblis ini menyumpah nyumpah dan memaki maki.
Kalau saja mereka tidak jerih menghadapi Pak Kek Siansu,
tentu mereka akan terus mengejar ke Luliang san.
Menghadapi tiga pelayan atau murid dari Pak Kek Siansu
yakni Luliang Siucai, dan Luliang Nungjin saja mereka
berdua masih sanggup untuk mengimbangi kepandaian
mereka, akan tetapi biarpun kedua orang lihai ini belum
pernah berhadapan sendiri dengan Pak Kek Siansu, namun
mendengar nama guru besar itu mereka telah kuncup
hatinya!
“Dasar kita yang bernasib buruki” Te Lo mo
membanting banting kaki kanannya, “anak itu kita didik
semenjak kecil, tidak tahunya sekarang ternyata hanya
menjadi seorang pemuda pemogoran, pemuda hidung
belang, mata keranjang yang kelak hanya akan
mencemarkan nama kita saja!”
Thian Lo mo yang lebih tenang dan sabar berkata,
“Belum tentu seburuk itu. Yang paling menggemaskan
adalah Luliang Siucai itu. Dia bawa pergi murid kita mau
apakah? ”
“Hm, apalagi? Dia tentu tertarik melihat bakat yang baik
pada diri Ciang Le dan hendak mengambilnya sebagai
murid!”
Karena masih penasaran, kedua orang iblis ini lalu
mendatangi rumah Cun Eng. Tanpa permisi lagi mereka
lalu melompat ke atas genteng dan Cun Eng ketika itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
masih menangis tersedu sedu di dalam kamarnya ketika
tahu tahu ia mendengar suara angin dan ketika gadis ini
mengangkat kepala, ternyata ia telah berhadapan dengan
Thian Te Lo mo! Kalau dalam keadaan biasa, tentu gadis
ini akan menjadi pucat ketakutan, karena ia sudah tahu
sampai di mana kelihaian sepasang iblis ini yang
kepandaiannya jauh lebih tinggi dari pada kepandaiannya
sendiri. Akan tetapi pada saat itu, Cun Eng sedang patah
hati berduka, maka ia menjadi nekat dan tidak merasa takut
sama sekali.
“Kalian datang apakah hendak membunuhku? Kalau
demikian, lekas turun tangan, aku tidak takut mati!”
“Hm, apa sukarnya membunuh orang seperti engkau?
Akan tetapi, apa gunanya pula? Betapapun juga, kami
sudah tahu akan sepak terjang Hek kin kai pang dan tidak
ada alasan bagi kami untuk membunuhmu. Kami datang
untuk minta penjelasan darimu. Mengakulah sejujurnya,
apakah murid kami yang goblok ini betul betul suka
kepadamu, ataukah kau yang menipu dan membujuknya?”
Perih hati Cun Eng mendengar pertanyaan ini. Ia tahu
bahwa biarpun ia mencinta pemuda itu dengan seluruh
hatinya, namun ia masih belum berani menentukan apakah
pemuda yang keras hati itu akan sudi melayani dan
menyambut cinta kasihnya. Ia tersenyum pahit dan berkata,
“Jiwi totiang kalian ini dua orang tua mengapa hendak
mencampuri urusan orang orang muda? Aku suka kepada
Ciang Le dan dia tergila gila kepadaku, kalian orang orang
tua ini apakah tidak lebih baik lekas panggil dia kembali
dan rebut dari tangan sasterawan gila itu agar kebahagian
kami berdua takkan terganggu? ”
“Betul betul bangsat berhidung kerbau!” Te Lo mo
memaki muridnya dan tanpa banyak cakap lagi kedua
orang iblis ini lalu melompat dan pergi dari tempat itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kembali Cun Eng menjatuhkan diri di atas pembaringan
untuk melanjutkan tangisnya yang tadi terganggu oleh
Thian Te Siang mo.
Inilah sebabnya mengapa Thian Te Siang mo menjadi
kecewa sekali terhadap murid mereka dan ketika mereka
mendengar tentang undangan terhadap orang orang kang
ouw yang dilakukan oleh Sam Thai Koksu di kota Cin an
mereka lalu datang mengunjungi, sebagian untuk
menghibur hati mereka yang kecewa, juga untuk melihat
siapa siapa saja diantara orang orang kang ouw yang akan
datang menghadiri undangan itu.
Dan sebagaimana telah dituturkan di bagian depan dari
cerita ini, Thian Te Siang mo bertemu dengan Liang Bi
Lan, murid Hoa san pai yang muda, cantik manis, lincah
dan cerdik itu. Mari sekarang kita kembali menengok
keadaan Bi Lan yang hadir di dalam taman besar di kota
Cin an di mana Sam Thai Kok su mengadakan perjamuan
untuk menghormat orang orang kang ouw yang hendak
diajak berunding.
Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, Bi Lan
diajak duduk di bangku dekat panggung oleh Kim Kiok.
Sebetulnya, Bi Lan merasa tidak suka kepada wanita
setengah tua yang masih genit ini, akan tetapi oleh karena ia
tidak melihat orang yang dikenalnya di tempat itu, dan pula
Kim Kiok berlaku ramah kepadanya terpaksa ia melayani
ajakan kawan baru ini.
Makin banyak tamu yang datang memenuhi tempat itu
Akan tetapi, menurut pandangan Bi Lan, sebagian besar
orang orang yang datang adalah orang orang kang ouw
yang kasar dan tidak seberapa tinggi kepandaiannya. Tentu
saja ada kekecualiannya, misalnya tiga orang yang
semenjak ia masuk telah menarik perhatiannya, yakni kakek
jembel, nenek yang kepalanya dibalut saputangan putih,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan hwesio yang besar pendek itu. Kemudian datang dua
orang yang menarik perhatian karena mereka ini biarpun
telah berusia kurang lebih lima puluh tahun, namun masih
bertubuh kekar dan gagah, serta tindakan kaki mereka gesit
sekali. Orang pertama membawa pedang dan orang ke dua
membawa tongkat bercagak. Sam Thai Koksu menyambut
kedatangan dna orang ini dengan muka berseri, “Selamat
datang, jiwi ciang bunjin (dua orang ketua) dari Hui eng
pai! Sudah lama sekali kita tidak saling bertemu. Silakan
duduk!” kata Kim Liong Hoat ong sambil berdiri dari
bangkunya. Semua orang mendengar disebutnya Hui eng
pai, menjadi tertarik dan memandang kepada dua orang
yang baru datang itu. Juga Bi Lan terkejut dan
memperhatikan. Ia sudah lama mendengar nama Hui eng
pai sebagai perkumpulan yang amat ditakuti dan terkenal
sekali di Pegunungan Tapie san.
Tepat seperti dugaan Bi Lan tentang orang orang yang
paling lihai yang berada di situ, orang orang yang
dipersilakan duduk di meja kehormatan, yakni yang berada
di panggung, adalah kakek jembel tadi, hwesio yang besar
pendek itu, dan nenek tua yang kepalanya dibalut
saputangan putih. Ketika tadi Kini Liong Hoat ong
mempersilakan nenek itu untuk duduk di meja kehormatan,
nenek itu menerima baik akan tetapi menuntut agar supaya
dua orang muda laki laki dan wanita yang datang bersama
dia dan yang disebut sebagai murid muridnya itupun
diperkenankan duduk di tempat itu! Oleh karena jumlah
orang yang menduduki tempat kehormatan kini banyak
sekali, maka terpaksa dinaikkan sebuah meja lagi dan
tempat kehormatan itu dipecah menjadi dua meja yang
dikelilingi korsi korsi atau bangku bangku berukir yang
mewah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Agar jelas, maka baik diterangkan bahwa yang
menduduki tempat kehormatan di atas panggung itu adalah
Kim Liong Hoat ong, Gin Liong Hoat ong, dan Tiat Liong
Hoat ong sebagai tuan rumah, yaitu ketiga Sam Thai
Koksu. Kemudian sebagai tamu tamu nya adalah nenek itu
yang kemudian ternyata adalah seorang tokoh besar dari
barat yang hanya diketahui shenya saja, yaitu she Liu. Oleh
karena itu, ia di sebut Liu Toanio dan berjuluk Siu kun
(Kepalan Sakti). Pemuda dan pemudi itu adalah enci adik
yang menjadi muridnya, yang perempuan bernama Liok
Hui berusia kurang lebih tiga puluh tahun, berwajah cantik
dan pendiam sehingga nampak keren sekali, yang laki laki
bernama Liok San berusia dua puluh lima tahun. Ke
tiganya adalah tokoh tokoh Kwan im pai.
Kakek jembel yang selalu nampak mengantuk dan
melenggut saja itu juga bukan orang sembarangan, karena
dia ini adalah Bu Eng Lokai (Pengemis Tua Tanpa
Bayangan) seorang hiapkek (pendekar) perantau yang sudah
banyak membikin pusing kepala para pembesar Kin karena
melakukan hal hal yang menggemparkan dan menentang
tindakan sewenang wenang dari pemerintah Kin.
Hwesio gemuk pendek itu bukan lain adalah tokoh ke
dua dari Go bi pai bernama Bu It Hosiang, yang menurut
pengakuan Cu Bi adalah guru pemuda ini. Akan tetapi
benar benar aneh karena pada saat itu, pemuda ini sama
sekali tidak pernah memperlihatkan diri. Bagi yang
mengetahui, tentu tidak aneh karena memang Cu Bi telah
diusir oleh Bu It Hosiang dan karenanya orang muda ini
tidak berani memperlihatkan hidungnya kepada bekas
suhunya.
Siapakah dua orang yang baru datang itu tadi, yang
disebut oleh Kim Liong Hoat ong sebagai ketua ketua dari
Hui eng pai? Tentu pembaca masih ingat karena dua orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ini bukan lain adalah Suma Kwan Seng dan Suma Kwan
Eng, ketua pertama dan ke dua dari Hui eng pai yang lihai.
Demikianlah, ada sepuluh orang duduk di atas panggung
itu, dan semua tamu memandang kearah mereka dengan
penuh keseganan karena semua itu adalah orang orang
terkemuka. Bi Lan juga memandang dengan penuh
perhatian, dan karena kebetulan sekali Kim Kiok
mengajaknya duduk di dekat panggung, maka ia berada di
bawah tokoh tokoh besar itu dan dapat mendengarkan
percakapan mereka, “Mengapa jiwi hanya datang berdua?
Di mana adanya Sam paicu? ” Ditanya tentang orang
ketiga, yaitu adik seperguruan mereka. Suma Kwan Eng
menjadi muram mukanya. “Sute kami Ciu Hoan Ta telah
celaka dalam tangan orang orang Hoa san pai.”
Mendengar nama Hoa san pai disebut sebut, Bi Lan
memasang telinga dengan penuh perhatian.
“Apa yang telah terjadi? ” tanya Kim Liong Hoat ong.
“Bagaimana Ciu enghiong sampai bentrok dengan orang
orang Hoa san pai? ”
“Ah, tak perlu diceritakan, karena hanya akan
memanaskan perut, Toa koksu,” kata Suma Kwan Seng
kepada Kim Liong Hoat ong, “Suteku itu telah tewas
karena keroyokan orang orang Hoa san pai tetapi biarlah,
akan datang masanya kami berdua membalas dendam
kepada keparat keparat Hoa san pai itu!”
Bukan main marahnya Bi Lan mendengar partainya
dimaki maki orang, wajahnya menjadi merah sekali dan
sepasang matanya yang bening itu memancarkan cahaya
berapi, Kim Liong Hoat ong mengerling ke arah Bi Lan dan
tuan rumah ini merasa tidak enak juga mendengar ketua
Hui eng pai itu memaki maki Hoa san pai yang pada saat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu diwakili oleh seorang nona yang kebetulan sekali
duduknya begitu dekat!
“Harap Suma ciangbunjin jangan terlalu keras
mengeluarkan celaan, karena pada waktu ini ada pula
seorang wakil dari Hoa san pai yang hadir...” katanya
perlahan. Akan tetapi pada saat itu, sebelum Suma Kwan
Seng dan Suma Kwan Eng yang telah menjadi marah itu
bertanya di mana adanya wakil Hoa san pai, tiba tiba Bu It
Hosiang yang duduknya berhadapan dengan dua orang
ketua Hui eng pai itu, telah menggebrak meja di depannya
sehingga cawan cawan arak berlompatan ke atas.
“Memang sungguh menjemukan sekali orang orang Hoa
san pai! Pantas saja jiwi merasa sakit hati. Pinceng sendiri
kalau hari ini melihat seorang diantara mereka berada di
sini, akan pinceng beri tempelengan tiga kali pada batok
kepalanya!”
Kim Liong Hoat ong dan dua orang adiknya saling
pandang dan mereka merasa makin tidak enak.
Sesungguhnya, tiga orang guru negara ini amat licin dan
cerdik di samping kepandaian silat mereka yang tinggi.
Pada waktu itu, perlawanan rakyat secara sembunyi
sembunyi terhadap pemerintah Kin tiada hentinya
dilakukan oleh patriot patriot Bangsa Han. Biarpun secara
resmi Tiongkok bagian utara diduduki oleh pemerintah Kin
namun rakyat yang tidak merelakan tanah airnya dikuasai
penjajah, selalu mendatangkan rongrongan berupa
pemberontakan pemberontakan, pengacauan pengacauan
dan perlawanan terhadap pemerintah Kin Sam Thai Koksu
maklum bahwa biarpun pemberontakan pemberontakan ini
bersumber pada semangat rakyat jelata yang tidak mau
dijajah, namun tanpa pimpinan orang orang pandai
pemberontakan pemberontakan itu takkan berarti apa apa.
Oleh karena inilah, maka Sam Thai Koksu telah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merendahkan diri untuk mengundang dan menghubungi
orang orang kang ouw. Kalau jalan “mempererat”
hubungan dengan mereka ini tidak berhasil, masih ada jalan
lain, yaitu mengadudombakan mereka!
Oleh karena inilah, biarpun pada wajah mereka kelihatan
perasaan tak senang dan tidak enak mendengar kedua
pimpinan Hui eng pai dan hwesio tokoh Go bi pai itu
memaki maki Hoa san pai, namun di dalam hati tiga orang
tokoh pembesar Kin ini diam diam tertawa dengan puas.
Hoa san pai telah mereka kenal sebagai partai persilatan
yang besar dan berpengaruh. Demikian pula Go bi pai.
Adapun Hui eng pai juga merupakan partai liar yang amat
kuat, maka kalau sampai terjadi bentrokan antara tiga partai
ini, hai itu hanya mendatangkan kepuasan dan sesuai benar
dengan siasat siasat pemerintah Kin!
Kini menghadapi Bu It Hosiang yang kelihatannya
berangasan itu, Kim Liong Hoat ong bermaksud
“menyiram” api itu dengan minyak. Akan tetapi sebagai
seorang yang pandai dan berpengalaman, ia tidak mau
berpihak, tidak mau kalau sampai terlibar di dalam
bentrokan itu. Maka seperti tak disengaja dan karena
memang tertarik ingin mengetahui Kim Liong Hoat ong
bertanya kepada Bu It Hosiang.
“Bu It Losuhu, sebetulnya mengapakah kau marah
marah kepada Hoa san pai? Bukankah sepanjang
pendengaran kami, Hoa san pai adalah partai persilatan
besar dan nama nama seperti Lian Gi Tojin, Liang Bi
Suthai, Liang Tek Sianseng, dan Tan Seng taihiap sudah
amat terkenal sebagai orang orang gagah di dunia kang
ouw? ”
Bi Lan ikut membuka telinga baik baik. Diam diam ia
suka kepada Kim Liong Hoat ong yang memuji muji nama
guru gurunya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Bah, orang orang gagah di dunia kang ouw? Mereka
itu, terutama Liang Bi Suthai, adalah orang orang sombong
yang mengandalkan kepandaian sendiri untuk menghina
orang! Baru beberapa hari yang lalu, kalau tidak suhu
berhati murah, nenek sombong itu tentu sudah pinceng
hajar mampus!”
Hampir saja Bi Lan membuka mulutnya untuk
membalas dampratan hwesio gemuk pendek itu, akan tetapi
ia didahului oleh Kim Liong Hoat ong yang bertanya
kepada Bu It Hosiang, “Sebenarnya apakah yang telah
terjadi antara losuhu dengan Liang Bi Shuthai? ”
Bu It Hosiang tadi sudah mendengar bahwa di situ
terdapat seorang wakil Hoa san pai, karena tadi ia telah
menengok ke sana ke mari dan tidak melihat adanya
seorang diantara empat tokoh Hoa san pai ia menduga
bahwa yang datang tentulah seorang anak murid yang tidak
mempunyai kedudukan berarti. Maka ia tidak ambil perduli
dan bahkan sengaja menuturkan kejadian itu untuk
memberi tahu kepada semua yang mendengarnya betapa
sombong nenek dari Hoa san pai itu.
“Liang Bi Suthai, nenek sombong Hoa san pai itu belum
lama ini dengan beraninya, mengandalkan
kesombongannya, telah naik ke Go bi dan menemui kami,”
ia mulai menutur dengan singkat. “Dengan kata katanya
yang kasar ia menuduh bahwa seorang murid kami berbuat
jahat. Nenek itu telah membunuh seorang anak murid Go
bi pai, kemudian ia datang bukan untuk minta maaf kepada
suhu, melainkan mengeluarkan kata kata kasar, siapa yang
dapat menahan sabar lagi? Suteku, Tiauw It Hosiang
karena masih muda tak dapat menahan sabar lagi lalu
menyerangnya, akan tetapi Tiauw It sute yang masih muda
itu tentu saja tidak dapat menang. Setelah pinceng turun
tangan barulah nenek bawel itu dapat kukalahkan. Tadinya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pinceng hendak membalas kematian anak murid kami,
sayangnya suhu yang berhati penuh welas asih itu
mencegahku dan mengampuni nenek bawel itu,
membiarkan nenek bawel itu pergi tanpa mengganggunya.
Bahkan suhu telah memberi obat kepada nenek yang telah
kulukai itu. Nah, cuwi (tuan tuan sekalian) pikir, bukankah
Liang Bi Suthai si nenek bawel itu benar benar sombong
sehingga bebani dia datang menjual lagak di tempat kami? ”
Bi Lan terkejut sekali dan juga marah, tahu bahwa
setelah Tiauw It Hosiang dahulu itu datang mengacau di
Hoa san pai dan ia kalahkan, gurunya wanita itu memang
hendak pergi ke Go bi pai untuk mendamaikan urusan
perselisihan itu dengan ketua Go bi pai, Kian Wi Taisu.
Menurut penuturan hwesio gendut ini, ternyata gurunya itu
telah mengalami kekalahan di puncak Go bi!
Tentu saja Bi Lan dan juga semua orang tidak tahu
duduknya perkara yang sesungguhnya. Memang di dunia
ini siapakah orangnya yang dapat menginsafi kekeliruan
sendiri dan mengemukakan kebenaran lain orang yang
bermusuhan dengan dia? Tak terkecuali Bu It Hosiang.
Penuturannya tadi memang berat sebelah dan ia
menimpakan semua kesalahan pada Liang Bi Suthai. Agar
jelas, mari kita meninjau sebentar apa yang telah terjadi di
puncak Go bi pai itu beberapa hari yang lalu.
Sebagaimana telah dituturkan di depan Liang Bi Suthai
berangkat seorang diri mengunjungi Go bi pai untuk
bertemu dengan ketua Go bi pai, Kian Wi Taisu, guna
membicarakan perselisihan yang timbul antara Go bi pai
dan Hoa san pai, juga untuk menegur Kian Wi Taisu
berhubung dengan sepak terjang anak murid Go bi pai dan
yang akhir akhir ini tentang pengacauan Tiauw It Hosiang
di Hoa san.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan kepandaiannya yang tinggi, Liang Bi Suthai
sebentar saja sudah berada di puncak Go bi san dan
menghadap Kian Wi Taisu. Ia diterima oleh ketua Go bi
pai itu di mang berlatih silat di kelenteng Go bi pai, di mana
Kian Wi Taisu, dan murid muridnya telah duduk
menantinya. Di ujung ruangan lian bu thia ( tempat berlatih
silai ) itu, nampak Kian Wi Taisu duduk di atas sebuah
bangku. Sikapnya dingin dan angker. Hwesio yang sudah
tua sekali ini menegangi tongkat hwesionya yang berat dan
panjang. Para hwesio pengurus yang menjadi murid murid
dan cucu cucu muridnya berdiri dengan sikap sopan di
kanan kiri dan belakangnya. Tokoh ke dua dan ke tiga dari
Go bi pai, yakni Bu It Hosiang dan Tiauw It Hosiang,
berdiri di sebelah kiri guru besar itu.
Melihat sikap hwesio hwesio itu yang amat dingin
menyambut kedatangannya, hati Liang Bi Suthai merasa
tidak enak, akan tetapi ia tidak merasa jerih dan terus
menghampiri Kian Wi Taisu sambil memberi hormat. Ia
tidak tahu bahwa Kian Wi Taisu telah dibikin panas
hatinya oleh Tiauw It Hosiang muridnya. Karena menaruh
hati dendam atas kekalahannya terhadap murid termuda
dari Hoa san pai di puncak Hoa san, Tiauw It Hosiang lalu
mengadu kepada gurunya. Ia menceritakan betapa seorang
anak murid telah terbunuh oleh Liang Bi Suthai, dan bahwa
ketika ia naik ke Hoa san untuk menegur, ia dikalahkan
pula oleh seorang anak murid Hoa san pai. Kian Wi Taisu
adalah seorang tokoh besar Go bi pai yang memiliki
kepandaian tinggi sekali, namun ia tetap seorang manusia
biasa dari darat dan daging, oleh karena itu iapun belum
dapat melepaskan jiwanya dari pada sifat memilih. Sudah
tentu saja ia lebih berat kepada anak anak muridnya dan
lebih percaya kepada Tiauw It Hosiang, sehingga ketika
mendengar penuturan muridnya itu, diam diam ia merasa
mendongkol juga. Akan tetapi ia telah dapat memiliki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kesabaran besar, maka ia hanya berpesan agar supaya para
muridnya jangan sekali kali mencari permusuhan lagi
dengan orang orang Hoa san pai.
Kini tiba tiba Liang Bi Suthai muncul, tentu saja diam
diam Kian Wi Taisu menjadi makin gemas. Ia menerima
kedatangan nenek Hoa san pai ini dengan muka dingin dan
pandang mata penuh selidik, “Harap Tai suhu suka
memaafkan kelancanganku datang menghadap tanpa
memberi tahu lebih dulu,” kata Liang Bi Suthai dengan
tenang, setelah ia memberi hormat ia tidak memberi hormat
secara berkelebihan, karena biarpun Kian Wi Taisu
memiliki kedudukan tinggi dalam partai Go bi pai, Liang Bi
Suthai merasa bahwa kedudukannya setingkat. Biarpun ia
bukan pemeluk Agama Buddha melainkan seorang pendeta
wanita Agama To kauw namun kedudukannya di Hoa san
paipun terhitung paling tinggi.
“Hm, bagus, Liang Bi Suthai. Baik kau datang, karena
bukankah kedatanganmu ini akan minta maaf atas
kesalahan tangan membunuh seorang murid kami dan
hendak mendamaikan urusan ini? ” tanya Kian Wi Taisu.
Sebetulnya memang hwesio tua ini sudah merasa lega juga
melihat kedatangan nenek ini, di samping perasaan
mendongkol. Kalau saja orang Hoa san pai mau datang
minta maaf, iapun akan menghabiskan urusan itu. Sebagai
seorang pemimpin partai besar, Kian Wi Thaisu dapat tahu
juga bahwa anak murid Go bi pai yang terbunuh oleh nenek
ini bukanlah seorang murid yang baik, bahkan boleh
dibilang seorang murid yang murtad dan menyeleweng.
Akan tetapi, ucapan ketua Go bi pai tadi membangkitkan
kerut merut pada kening Liang Bi Suthai. Nenek ini
memang terkenal berwatak berangasanan keras hati, ia
datang hendak menegur Kian Wi Taisu atas sepak terjang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
murid muridnya, tidak tahunya ia bahkan diharapkan
datang untuk minta maaf!
“Tidak salah dugaanmu bahwa aku datang untuk
mendamaikan urusan, akan tetapi sekali kali bukan dari
fihakku yang harus minta maaf. Aku bukan seorang yang
gila akan pujian akan tetapi kalau hendak dibicarakan
tentang maaf, Pihak Go bi pailah yang seharusnya minta
maaf!”
Sepasang mata Kian Wi Taisu memancarkan sinar kilat.
Ia telah bertahun tahun dapat menahan kesabarannya
karena memang di puncak Go bi san itu tidak pernah ada
urusan sesuatu yang dapat membangkitkan marahnya. Kini
menghadapi Liang Bi Suthai, kemarahannya timbul
bagaikan seekor harimau tidur dibangunkan.
“Liang Bi Suthai, kalau kau tidak mau minta maaf,
apakah kauanggap bahwa pembunuhanmu terhadap anak
murid kami, dan perlakuanmu terhadap muridku Tianw It
ketika ia pergi ke Hoa san, apakah semua itu kauanggap
sudah tepat dan betul? ”
Liang Bi Suthai tidak takut dan menentang sinar mata
hwesio tua itu. “Mengapa tidak betul? Dengarlah, Kian Wi
Taisu. Murid Go bi pai yang terbunuh olehku itu adalah
seorang penjahat cabul yang amat kejam! Aku
membunuhnya bukan mengingat bahwa dia murid Go bi,
melainkan berdasar kejahatannya dan untuk menolong
wanita wanita dari gangguannya. Salahkah itu? Kemudian,
muridmu Tiauw It Hosiang ini yang mengandalkan
kepandaiannya, menyerbu ke Hoa san pai di mana ia
menghina murid murid kami. Akhirnya datang muridku
yang termuda dan Tiauw lt Hosiang dikalahkan oleh
muridku yang termuda itu! Salah pulakah ini? ”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba tiba terdengar seman keras dan Tiauw It Hosiang
meloncat maju sumbil membentak, “Setan perempuan, kau
hendak berlaku sombong di sini? ” Sambil berkata
demikian, Tiauw It Hosiang sudah menyerang dengan jari
telunjuk tangan kanannya yang dituruskan ke atas! Datang
datang Tiauw It Hosiang ini sudah hendak mempergunakan
ilmu pukulan It ci sinkang yang terkenal.
Liang Bi Suthai maklum akan berbahayanya serangan It
ci sinkang ini, maka cepat ia mengelak ke kiri sambil
berkata kepada Kian Wi Taisu, “Kian Wi Tai suhu,
beginikah kelakuan murid muridmu terhadap seorang
tamu? ”
Nenek yang keras hati ini tidak menanti sampai hwesio
tua itu menjawab, kemudian secepat kilat ia lalu membalas
serangan Tiauw It Hosiang dengan ilmu pukulan yang
bertubi tubi dilakukan dengan kedua tangannya. Liang Bi
Suthai adalah ahli silat tangan kosong yang paling lihai
diantara saudara saudaranya, maka serangannya ini hebat
sekali sehingga biarpun Tiauw It Hosiang sudah berusaha
menangkis, namun tetap saja hwesio ini terdesak mundur
dengan hebat dan angin pukulan yang bertenaga kuat itu
membuat Tiauw It Hosiang terhuyung huyung!
Tiba tiba dari samping menyambar angin pukulan yang
sekaligus menolak pukulan Liang Bi Suthai. Nenek ini
terkejut karena tangkisan itu benar benar kuat sekali. Ketika
ia memandang, ternyata yang menangkis itu adalah Bu It
Hosiang yang menolong sutenya.
“Hm, Bu It Hosiang apakah kau juga sedogol sutemu? ”
Kemudian nenek ini berkata kepada ketua Go bi pai. “Tai
suhu, benar benarkan kau hendak menghina seorang tamu
dari Hoa san pai? Apakah benar benar kau tidak ingat dan
tidak mau tahu lagi bahwa kita semua sebenarnya berasal
dari satu sumber? ”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kian Wi Taisu tersenyum dingin. “Memang sukarlah
bagi seseorang untuk menyadari, Liang Bi Suthai. Kau
menyalahkan kami, akan tetapi kau tidak ingat bahwa
betapapun besar kejahatan seorang anak murid kami,
namun kau sama sekali tidak berhak untuk membunuhnya!
Kalau memang benar anak murid Go bi pai jahat, mengapa
kau tidak menegurku sehingga kami dapat turun tangan
sendiri? Mengapa tahu tahu kau telah membunuhnya? Itu
adalah kesalahan besar sekali. Kemudian sekarang kau
mengejek kami karena Tiauw It telah menyerangmu.
Apakah kau tidak ingat lagi betapa Tiauw It ketika menjadi
tamu di gunungmu, juga kau telah menyerangnya dengan
murid muridmu sehingga ia kalah? ”
Liang Bi Suthai tidak mengira bahwa ketua Go bi pai ini
demikian pandai bicara, ia lalu memandang tajam dengan
sikap menantang. “Kalau begitu, kalian hendak mengambil
keputusan bagaimanakah? Aku bersedia melayani,
memang sudah lama aku ingin sekali menyaksjkan sampai
di mana kehebatan ilmu kepandaian dari Kian Wi Taisu
ketua Go bi pai!”
Kian Wi Taisu tertawa dan ia mengetuk ngetukkan
tongkatnya di atas lantai.
“Liang Bi Suthai, biar suhengmu sendiri, Liang Gi
Cinjin, masih belum cukup kuat untuk menguji
kepandaianku. Apalagi kau! Bu It, coba kaulayani tamu kita
ini main main sebentar!”
Hal ini memang sudah sejak tadi dikehendaki oleh Bu It
Hosiang, maka ia segera melangkah maju menghadapi
nenek Hoa san pai itu. Hwesio pendek besar ini lalu
mengeluarkan sebatang toya kuningan dan sambil
tersenyum mengejek ia berkata, “Liang Bi Suthai, cobalah
kaulayani toyaku ini beberapa jurus untuk menambah
kebodohanku!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Liang Bi Suthai sudah marah sekali Dengan muka merah
ia menjawab, “Hwesio kasar, tak perlu banyak cakap lagi,”
lalu tiba tiba ia mengayun tangan kacaunya menampar ke
arah dada hwesio itu Bu It Hosiang cepat mengelak dan di
lain saat, toyanya sudah menggempur ke arah kepala Liang
Bi Suthai. Keistimewaan nyonya tua ini memang terletak
pada kedua tangan dan kedua ujung lengan bajunya yang
panjang dan yang ia pergunakan sebagai sepasang senjata
pendek, maka ia tak pernah mempergunakan senjata dalam
pertempuran. Dengan ginkangnya yang tinggi, biarpun
bertangan kosong, ia tidak gentar menghadapi lawan yang
bersenjata.
Akan tetapi, menghadapi Bu lt Hosiang murid tertua dari
Kian Wi Taisu dan tokoh ke dua dari Go bi pai, ternyata ia
telah menemui tandingan yang setimpal. Keduanya
mengerahkan kepandaian masing masing dan sebentar saja
tubuh kedua orang tua ini lenyap terbungkus gulungan sinar
toya yang diputar cepat sekali oleh Bu It Hosiang.
Menonton pertempuran yang hebat ini, hanya Tiauw It
Hosiang dan Kian Wi Taisu saja yang dapat mengikuti
jalannya pertandingan dengan jelas dan diam diam Kian Wi
Taisu mengagumi ilmu silat tangan kosong dari tokoh Hoa
san pai itu.
Akan tetapi oleh karena senjata toya lebih berat dan
panjang dari pada senjata sederhana berupa ujung lengan
baju, setelah bertempur seratus jurus lebih, tiba tiba
terdengar suara keras dan kedua orang itu melompat
mundur. Bu It Hosiang terkejut sekali melihat senjata
toyanya telah patah menjadi dua, akan tetapi Liang Bi
Suthai terhuyung dengan wajah pucat dan bibirnya menjadi
merah karena dari mulutnya mengeluarkan darah! Ternyata
bahwa tadi ujung toya Bu It Hosiang berhasil menyodok
dada nenek itu, yang cepat mengerahkan lweekangnya dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“menggunting” dengan kedua lengannya. Biarpun ia
berhasil dapat mematahkan toya itu, namun tetap saja
bagian atas dadanya, dekat pundak kanan telah tersodok
toya dan ia menderita luka di dalam tubuh yang lumayan.
“Kepandaian Bu It Hosiang benar benar lihai,” nenek itu
menjura sambil menahan sakit, “Liang Bi Suthai,” kata
Kian Wi Taisu menyesal, “ketika Tiauw lt pergi ke Hoa
san, ia telah menderita luka di dalam tubuhnya. Sekarang
kau datang ke sini, luka pula. Ah, aku menyesal sekali.
Biarlah pinceng memberi obat untuk menyembuhkan
lukamu.” Sambil berkata demikian, Kian Wi Taisu
merogoh kantong jubahnya dan memberi tiga butir pil
merah kepada Liang Bi Suthai. Akan tetapi nenek ini
menjura kepadanya dan berkata, “Tai suhu mulia sekali,
akan tetapi ketika Tiauw It Hosiang terluka di Hoa san,
iapun menolak obat dari Hoa san pai. Apakah sekarang aku
ada muka untuk menerima obat dari Go bi pai? Tidak,
terima kasih dan sampai jumpa pula!” Setelah berkata
demikian,, Liang Bi Suthai lalu pergi meninggalkan tempat
itu.
Demikianlah peristiwa jang terjadi di puncak Go bi san,
di kelenteng dari partai Go bi pai. Tentu saja Bu It Hosiang
yang kini hadir di dalam taman raya di kota Cin an, tidak
menceritakan semua dengan jelas. Namun penuturannya
itu, kecuali kepada Bi Lan yang menjadi marah sekali,
membuat semua tamu menarik kesimpulan bahwa Liang Bi
Suthai benar benar sombong.
“Memang terlalu sekali orang orang Hoa san pai!” kata
Suma Kwan Eng, ketua nomor dua dari Hui eng pai.
“Mereka itu baru tahu rasa kalau sudah diberi hajaran.
Karena itu, setelah selesai menghadiri pertemuan di sini
kami berdua juga hendak menuntut balas atas kematian sute
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kami di Hoa san! Orang she Tan itu harus menebus
kematian sute!”
Wajah Bi Lan sebentar pucat sebentar merah saking
marah dan mendongkolnya. Akan tetapi gadis ini maklum
bahwa ia menghadapi banyak sekali orang pandai yang
sukar untuk dilawan, oleh karena itu, gadis ini memutar
otaknya dan tidak berani berlaku secara sembrono. Ia telah
mengambil keputusan untuk memperkenalkan diri agar
orang orang itu tidak membuka mulut seenaknya saja, akan
tetapi baru saja ia berdiri, terdengar Bu It Hosiang bertanya
kepada Satu Thai Koksu.
“Pinceng tadi mendengar bahwa di sini hadir pula anak
murid Hoa san pai. Yang manakah dia? Menurut pinceng,
agar jangan sampai pertemuan ini dikotori oleh orang
sombong, wakil Hoa san pai itu disuruh meninggalkan
tempat ini saja!”
Pada saat itu, dari bawah panggung berkelebat bayangan
yang gesit sekali dan tahu tahu Bi Lan sudah berdiri
menghadapi tokoh tokoh besar yang mendapat tempat
duduk istimewa itu.
Karena gadis ini langsung menghampiri Bu It Hosiang
sambil memandang dengan senyum mengejek dan mata tak
berkedip, hwesio ini membentak, “Anak kurang ajar, siapa
kau? ”
“Dia inilah wakil dari Hoa san pai,” kata Kim Liong
Hoat ong yang diam diam merasa girang karena ia
mengharapkan mereka semua itu saling bentrok dan
bermusuhan, sungguhpun pada lahirnya ia seakan akan
menjadi orang yang mendamaikan.
Bu It Hosiang tertegun, demikian juga kedua orang
saudara Suma dari Hui eng pai. Melihat bahwa wakil dari
Hoa san pai hanya seorang nona muda sekali yang cantik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jelita dan nampak lemah, mereka tentu saja memandang
rendah.
“Ah, kalau nona ini yang mewakili Hoa san pai, biar
sajalah jangan disuruh pergi. Kasihan dong nona manis
yang masih muda ini. Biarlah memandang mukanya, kami
mengalah dan menberi ampun. Baiknya dia diberi tempat
duduk di atas panggung sehingga semua orang dapat
melihatnya,” kata Suma Kwan Eng. Ucapan ini sebenarnya
selain memperolok olok, juga memandang rendah dan
menghina sekal, di samping sifatnya yang membuktikan
nilai watak orang yang bicara. Akan tetapi, banyak juga
yang tertawa gembira dan menyatakan setuju! Demikianlah
watak orang orang lelaki yang pada dasarnya memang gila
kecantikan apa bila melihat seorang nona cantik. Memang
sedari tadi, Bi Lan telah dijadikan sasaran banyak sekali
mata laki laki yang hadir di tempat itu!
Bi Lan tersenyum manis sehingga dekik pipinya nampak
nyata ketika ia menjura kepada Suma Kwan Eng, “Terima
kasih, kau baik sekali, pantas saja kau masih hidup, tidak
seperti sutemu itu yang pendek usia.”
Kalau tadi wajah Suma Kwan Eng penuh dengan seri
mentertawakan, kini tiba tiba berobah cemberut dan
keningnya berkerut. Sudah biasanya, kalau orang suka
memperolok orang lain di depan umum dia sendiri tidak
suka dipermainkan orang.
Akan tetapi sebelum Suma Kwan Eng menjawab, Bu It
Hosiang sudah berdiri dan menghadapi Bi Lan. Pendeta
gundul ini memandang tajam penuh perhatian. Ia tidak
memandang gadis ini serendah pandangan kedua saudara
Suma itu, karena ia teringat akan penuturan sutenja yang
katanya kalah oleh gadis muda murid Hoa san pai.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Apakah kau yang telah melukai suteku Tiauw It
Hosiang? ” tanyanya.
Bi Lan menghadapi hwesio tua ini dengar senyum
manis, sungguhpun hatinya gemas sekali memikirkan
bahwa hwesio ini telah melukai Liang Bi Suthai.
“Siapa sih Tiauw It Hosiang itu? ” ia balas bertanya
dengan pandangan mata lucu.
Bu It Hosiang meraba tongkatnya yang lihai. “It ci
sinkang Tiauw It Hosiang hanya seorang saja, yaitu suteku
dari Go bi pai. Kau kah yang dulu di puncak Hoa san telah
melukainya? ”
Bi Lan beraksi seakan akan ia berpikir keras kemudian
dengan muka lucu ia berkata, “Aku tidak tahu apakah
namanya It ci sinkang Tiauw It Hosiang atau bukan. Yang
aku tahu hanyalah seekor kepiting gundul yang lucu sekali.
Eh, Bu It Hosiang, kalau waktu itu kau berada di sana, kau
tentu takkan dapat menahan ketawamu karena geli. Aku
benar benar masih ingin tertawa terpingkal pingkal kalau
mengenangkan kepiting gundul itu. Ia menari nari kepiting,
beginilah!” Lalu gadis ini membuat gerakan dengan kedua
jari telunjuk di mainkan, seperti kepiting merayap. Orang
orang yang hadir di situ tertawa bergelak melihat sikap yang
lucu ini. “Nah, apakah kau mau bilang bahwa kepiting
gundul itu sutemu? ”
“Gadis kurang ajar! Kau berani mempermainkan tokoh
tokoh Go bi pai demikian rupa? Apakah kau sudah bosan
hidup? ”
“Bosan hidup? Kalau aku bosan hidup, aku akan
menutup hidung dan mulutku dengan tangan, menahan
napas dan… nah, apakah kaukira aku dapat bernapas lagi?
Tidak, hwesio tua aku masih suka sekali hidup.!” jawaban
Bi Lan terang sekali hendak mempermainkan hwesio itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Setan cilik, mengakulah bahwa kau yang melukai
suteku,”
“Bukan aku yang melukai, adalah kepiting gundul itu
sendiri yang cari penyakit. Kalau di dalam laut, ia boleh
beraksi mengulur kaki kakinya yang panjang. Akan tetapi ia
menari di darat dan kebetulan sekali pada waktu itu aku
dan guru guruku ingin makan telur kepiting. Aku berusaha
menangkap kepiting untuk dimasak, eh, dia hendak
menyapit, tentu saja kuketok kepalanya. Begini!” Gadis itu
membuat gerakan seperti orang memukul sesuatu dengan
tangannya.
Hampir saja Bu It Hosiang tak dapat menahan nafsunya
lagi. Dari hidungnya keluar hawa panas dan kepalanya
sampai pening saking bergolaknya nafsu marah di
dalamnya.
“Mengakulah, benar benar kau yang melukainya? Aku
hampir tidak percaya! Atau, apakah memang murid Hoa
san pai pengecut semua, berani berbuat tidak berani
mengaku? ”
“Bu It Losuhu, sebelum aku menjawab, kau mengakulah
dulu, apakah kau yang melukai guruku Liang Bi Suthai di
puncak Go bi san? ”
Bu It Hosiang tertegun. “Sudah kuceritakan tadi.”
“Kau mengakulah yang jelas, atau, apakah orang orang
Go bi pai pengecut semua, berani berbuat tidak herani
mengaku? ” Pertanyaan ini jelas sekali adalah tiruan dari
pertanyaan hwesio tadi maka makin marahlah Bu It
Hosiang.
Bu It Hosiang yang sudah marah sekali hampir saja tak
dapat menahan hatinya. Ingin ia sekali menggerakkan
toyanya menghancurkan kepala gadis muda Hoa san pai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang sudah pernah menjatuhkan sutenya, juga sekarang di
hadapan orang banyak telah berani mengeluarkan kata kata
mempermainkannya.
Akan tetapi sebelum ia bergerak, tiba tiba dari bawah
menyambar tubuh seorang laki laki yang berkumis tebal.
Sepasang tangannya memegang dua batang tombak pendek
dan sikapnya sombong sekali. Biarpun orang ini masih
belum tua benar, paling banyak empat puluh tahun, namun
kumisnya yang tebal itu sudah putih, demikian pula
rambutnya. Akar tetapi ia menutup ubannya dengan topi
sedangkan bajunya kotak kotak aksi sekali. Dia adalah
seorang tokoh kang ouw yang cukup terkenal, bernama
Ciang Kui San. Telah lama Kui San tertarik dan tergila gila
kepada Coa Kim Kiok wanita genit itu dan karena Kim
Kiok mengaku bahwa dia adalah murid dari Go bi pai,
maka kini melihat seorang tokok besar Go bi pai
dipermainkan dan dihina oleh seorang nona muda, Ciang
Kui San tak sabar lagi dan melompat ke atas panggung.
“Locianpwe, silakan mundur, biar siauwte yang
menghadapi bocah kurang ajar ini. Untuk apa memukul
seekor anjing betina kecil dengan tongkat besar? ”
Bu It Hosiang tidak mengenal orang itu, akan tetapi ia
pikir betul juga. Kalau dia tidak dapat menahan nafsu dan
melayani Bi Lan di tempat itu, maka semua orang yang
kebanyakan adalah orang orang kang ouw itu akan
menyaksikan pertempuran antara dia dan anak murid Hoa
san pai. Ini sungguh merendahkan namanya. Dia adalah
tokoh ke dua dari Go bi pai, seorang yang boleh dibilang
telah menduduki tingkat tinggi. Masa dia harus menghadapi
seorang gadis semuda ini, yang bahkan menjadi murid
termuda dari Hoa san pai? Sungguh tidak patut sekali!
Maka ia mengangguk kepada Kui San lalu mengundurkan
diri, duduk di tempatnya yang tadi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ciang Kui San terkenal sebagai seorang yang mabok
akan paras cantik. Dia seorang laki laki pemogoran yang
mengandalkan kepandaiannya suka membikin ribut. Kini ia
menghadapi Bi Lan sambil tertawa cengar cengir seperti
seekor monyet tua.
“Nona, kau ini masih terlalu hijau sudah berani berlagak
di tempat ini. Lebih baik kau berlutut minta ampun kepada
locianpwe dari Go bi pai itu, kemudian kau turut aku Ciang
Kui San untuk belajar silat barang lima tahun lagi.
Bagaimana? ”
Bi Lan adalah seorang gadis yang lincah dengan kata
kata. Mendengar ucapan yang menghina ini, biarpun ia
merasa marah dan mendongkol, namun ia tetap
memperlihatkan senyumnya yang manis.
“Sungguh lucu mahluk ini!” katanya penuh ejekan. “Kau
bisa bicara dan mempunyai nama seperti manusia, akan
tetapi melihat mukamu kau seperti monyet tua berkumis
lebat, melihat sikapmu kepada Bu It Hosiang, kau tak
ubahnya seekor anjing penjilat! Aku namakan engkau
manusia setengah monyet setengah anjing. Apa kau ingin
dicabut kumismu? ” Sambil berkata demikian, tubuh Bi Lan
bergerak cepat ke depan dan tangan kanannya menyambar
dari kanan untuk mencabut kumis orang.
Merasa betapa sambaran tangan kanan itu
mendatangkan hawa yang amat kuat, Ciang Kui San
terkejut sekali dan cepat mengelak ke kanan, akan tetapi
segera ia berteriak kesakitan karena tangan kiri nona itu
sudah memapaki dari kiri dan sekali jambak saja kumisnya
yang sebelah kanan copot! Darah mengalir dari kulit di
mana kumis lebat tadi tumbuh!
Karuan saja Ciang Kui San berjingkrak jingkrak
kesakitan sehingga kelihatan amat lucu. Di sana sini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terdengar tertawa tertahan, Kui San marah sekali, ia lalu
menyerang dengan sepasang tombaknya. Akan tetapi Kui
San ini hanya besar lagaknya saja dan kepandaiannya
masih kalah jauh oleh Bi Lan yang kini mainkan Ilmu Silat
Ouw wan ciang hwat yang dipelajari dari Coa ong Sin kai.
Ouw wan ciang hwat atau Ilmu Silat Lutung Hitam ini lihai
sekali, sebagai mana tadi telah diperlihatkan ketika ia
mencabut kumis. Gerakan ilmu silat ini dilakukan dengan
kedua tangan dan kedua kaki yang selalu saling membantu.
Seperli tadi, begitu tangan kanan menyerang, disusul
serangan tangan kiri dan sesungguhnya sukar diduga tangan
yang manakah yang tenar benar hendak menyerang dan
tangan mana yang hanya memancing belaka!
Bi Lan memang seorang dara yang jenaka. Baru
segebrakan saja, kalan dia mau, ia dapat merobohkan lawan
yang besar suara tiada isi ini, akan tetapi ia bukan Bi Lan
kalau hanya merobohkan lawan begitu saja tanpa
mempermainkan dulu. Lagi pula, gadis ini hendak menguji
Ilmu Silat Ouw wan ciang hwat nya, maka ia sengaja
mempermainkan lawannya sambil menampar, menendang,
menyiku, dan semua pukulan ini tak lain hanya untuk
mempermainkan lawannya belaka. Mulai terdengar suara
suara pujian dari para tamu ketika mereka menyaksikan
kehebatan ilmu silat tangan kosong gadis itu. Bahkan para
locian pwe seperti Sam Thai Koksu, iuga Bu It Ho siang,
terkejut sekali melihat ilmu silat itu. Belum pernah mereka
menyaksikan ilmu silat seaneh itu, dan dengan malu dan
penasaran sekali mereka harus akui bahwa mereka tidak
mengenal ilmu silat dari gadis itu!
Yang paling heran dan penasaran adalah Ciang Kui San
sendiri. Ia telah melatih diri belasan tahun dan
pengalamannya bertempur juga banyak. Bagaimana
sekarang dengan sepasang tombaknya yang sudah terkenal
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu ia tidak dapat merobohkan seorang dara muda? Benar
benar memalukan sekali! Rasa malu ini membuat ia marah
bukan main dan kini tombaknya digerakkan secara lebih
cepat, nekad dan ganas lagi!
Sambil berseru keras, Bi Lan tertawa tawa dan sambil
mengelak ia telah mendupak paha Kui San sehingga terasa
sakit sekali. Ciang Kui San maju menubruk dan dengan
tangan kanannya ia menusukkan tombaknya ke arah dada
Bi Lan.
“Mampus kau setan!” bentaknya.
“Aya… monyet tua masih galak, eh? ” Bi Lan meloncat
ke atas sambil mengelak sehingga tombak itu lewat
disamping tubuhnya. Tombak kanan Kui San itu meluncur
cepat dan menancap pada tiang panggung. Dan sebelum
Kui San dapat mencabutnya kembali, Bi Lan menggerakkan
tangannya ke arah muka Kui San, maka tercabutlah kumis
di sebelah kiri dari orang itu, Bi Lan tidak berhenti sampai
di situ saja. Kakinya menendang dan tubuh Kui San
terlempar ke bawah panggung.
Sambil tertawa tawa, Bi Lan mencabut tombak pendek
yang masih menancap di tiang itu dan memegangnya
dengan sikap tenang.
“Cuwi sekalian lihat sendiri bahwa monyet tua itu
mencari perkara sendiri. Aku hanya melayaninya saja,
jangan mengira bahwa aku yang mencari permusuhan!”
Diantara para penonton ada yang mengenal Bi Lan,
maka ia berseru.
“Kepandaian Sian li Eng cu benar benar mengagumkan
sekali!”
Pada saat itu, Bu It Hosiang sudah meloncat ke depan
nona ini dan menggerak gerakkan toyanya. “Anak Hoa san
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pai, keluarkanlah senjatamu, biar pinceng di sini
membuktikan sendiri sampai di mana kelihaian mu maka
kau berlagak sombong di depan kami!”
Akan tetapi, setelah keadaan meruncing, Sam Thai
Koksu merasa sudah tiba waktunya turun tangan. Kim
Liong Hoat ong lalu meloncat maju dan berdiri diantara
dua orang itu sambil mengangkat kedua tangannya ke atas.
“Jiwi harap suka memandang muka kami Sam Thai
Koksu untuk menyudahi saja pertempuran ini.”
“Tidak mungkin!” kata Bu It Hosiang tak sabar. “Anak
Setan ini sudah terlampau jauh menghina kami kaum Go bi
pai,”
“Lo enghiong,” kata Bi Lan kepada Kim Liong Hoat
ong, “kalau memang losuhu dari Go bi pai ini hendak
memperlihatkan bagaimana seorang pendeta menurutkan
nafsunya untuk menghina orang muda, biarkanlah dia
berbuat sesukanya!” Ucapan Bi Lan ini menyakitkan hati,
akan tetapi juga membuat Bu It Hosiang merasa tak
berdaya. Ucapan ini dikeluarkan nyaring sehingga
terdengar oleh semua orang, kalau dia sebagai seorang
hwesio berlaku nekad terus, tentu semua orang akan
menganggapnya keterlaluan! Maka sambil mengertak gigi,
hwesio tua ini berkata, “Anak setan, baiklah kita mencari
tempat yang sunyi untuk menentukan siapa yang lebih kuat
antara Hoa san dan Go bi san!”
“Sudahlah, harap bersabar. Sekarang diatur begini saja.
Kami sebagai tuan rumah hendak melanjutkan acara
pertemuan malam ini dan kemudian sebagai acara hiburan,
boleh diadakan pibu secara terbuka. Siapa saja yang
berminat boleh menguji kepandaian sendiri di panggung ini,
bagaimana? ”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Setuju! Setuju!!” terdengar teriakan orang dan semua
orang lalu mengikuti teriakan ini.
Terpaksa dengan uring uringan Bu It Hosiang kembali ke
tempat duduknya. Juga Bi Lan lalu meloncat turun,
kembali ke tempat duduknya, akan tetapi Kim Kiok tidak
berada di tempatnya yang tadi lagi. Bi Lan juga tidak mau
memperdulikan nona itu dan ia duduk dengan senang
hendak melihat apa yang akan terjadi selanjutnya.
Sam Thai Koksu, yang terdiri dari Kim Liong Hoat ong
Cin Liong Hoat ong dan Tiat Liong Hoat ong, berdiri di
atas panggung, berjejer dan Kim Liong Hoat ong sebagai
saudara tertua, bicara terhadap tamu.
“Cuwi sekalian yang mulia. Kami menghaturkan selamat
datang dan terima kasih atas perhatian cuwi sekalian
mengunjungi pertemuan ini atas undangan kami. Dalam
kesempatan ini, kami ingin memperkenalkan diri, dan ingin
memperlihatkan bahwa sesungguhnya pemerintah kami
ingin bekerja sama dengan cuwi sekalian yang gagah
perkasa demi keamanan dan kemakmuran. Kami
mempersilakan kepada cuwi enghiong besok pagi
mendaftarkan diri sebagai anggauta di kantor kepala daerah
Cin an. Hendaknya diketahui bahwa kami membentuk
sebuah perkumpulan orang gagah, yang bernama Eng hiong
hwe dan kantornya berada di sebelah kantor kepala daerah.
Di sana cuwi akan mendapat penjelasan tantang cara dan
rencana kerja diri perkumpulan kita. Nah, sekarang kami
persilakan kepada cuwi sekalian untuk menikmati hidangan
sekedarnya!”
Para pelayan lalu sibuk mengeluarkan arak dan makanan
yang serba mahal dan enak. Orang orang gagah yang
mendengar omongan Kim Liong Hoat ong dan melihat
sikap kakek ini. merasa enak hatinya. Diam diam mereka
menganggap bahwa Sam Thai Koksu ternyata bersikap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sopan dan beraturan, patut dijadikan kawan daripada
menjadi lawan. Akan tetapi semua ini tentu saja tidak
dihiraukan oleh Bi Lan. Ketika gadis ini memperhatikan
kepada tokoh tokoh lain, hanya melihat bahwa Sin kun Liu
Toanio dan juga Bu eng Lo kai kelihatan tak senang. Bu
eng Lo kai si kakek jembel itu mencoret coret tanah dengan
tongkatnya dan tidak mau minum arak sama sekali.
Matanya memandang ke arah Sam Thai Koksu penuh
selidik. Adapun Sin kun Liu Toanio, bicara berbisik bisik
dengan Liok Hui dan Liok San dua orang muridnya. Sikap
mereka juga tidak bersahabat. Diam diam Bi Lan menjadi
gembira karena ia menduga bahwa tentu akan terjadi hal
hal yang hebat. Ia sama sekali tidak pernah merasa gentar
menghadapi Bu It Hosiang dan dua orang ketua Hui eng
pai yang kasar itu, hanya ia masih sangsi akan kepandaian
Sam Thai koksu karena melihat sikap mereka, dapat diduga
bahwa mereka tentu memiliki kepandaian luar biasa. Juga
kakek jembel dan nenek yang kepalanya diikat kain putih
itu agaknya orang orang yang lihai sekali.
Setelah arak dibagikan beberapa putaran, Bu It Hosiang
sudah tak dapat menahan rasa penasaran dan marahnya
lagi terhadap Bi Lan gadis Hoa san pai itu, maka ia lalu
melompat dan berdiri di atas panggung yang luas. Ia
menjura kepada tuan rumah, lalu berkata sambil menoleh
keoada Bi Lan, “Sekarang pinceng hendak menggunakan
kesempatan yang diberikan oleh Sam Thai Koksu, pinceng
menantang pibu kepada orang orang Hoa san pai yang
kebetulan berada di sini, untuk menentukan mana yang
lebih lihai antara ilmu silat Go bi pai dan ilmu silat Hoa san
pai.”
Bi Lan biarpun amat periang, namun ia masih muda dan
berdarah panas. Ia tidak takut kepada hwesio tua dari Go bi
pai itu maka cepat ia berdiri dan sekali kedua kakinya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
digerakkan, tubuhnya sudah melayang naik ke atas
panggung.
“Bu It Hosiang, kau tokoh kedua dari Gobi pai benar
benar bermulut besar sekali. Biarlah pada malam hari ini
tokoh kedua dari Go bi pai berpibu melawan aku, murid
paling kecil dari Hoa san pai.” Bi Lan sengaja menekan
pada kata kata tokoh kedua dan murid paling kecil,
sehingga orang orang yang mendengar kata katanya dapat
menangkap maksud ucapannya itu bahwa sungguh Bu It
Hosiang tidak tahu malu, sebagai tokoh ke dua dari Go bi
pai ia hendak turun tangan terhadap murid paling kecil dari
Hoa san pai!
-oo0dw0oo-
Jilid VII
BU IT HOSIANG tentu saja mengerti akan sindiran ini,
maka juga dengan keras ia berkata, “Pinceng telah
mengalahkan gurumu, Liang Bi Suthai tokoh Hoa san pai
yang terkenal. Sebaliknya kau sebagai muridnya, telah
mengalahkan suteku. Bukankah hal ini aneh sekali? Entah
kau yang memiliki kepandaian melebihi gurumu, entah
suteku yang goblok sekali! Oleh karena itu, tidak ada
salahnya kalau pinceng sendiri mencoba dan mengukur
sampai di mana tingkat kepandaianmu. Apakah kau takut,
nona? Kalau kau takut, pinceng takkan memaksa dan kau
boleh kembali ke Hoa san!"
“Kakek gundul, siapa takut? " Bi Lan gemas juga karena
dengan pandai hwesio itu dapat membalasnya dengan kata
kata. "Lekas gerakkan toyamu pemukul anjing itu."
Bu It Hosiang tersenyum mengejek. "Untuk apakah aku
harus bersenjata menghadapi seorang anak kecil? Lebih
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tepat kalau kau mengeluarkan senjatamu, biar pinceng
melawan dengan tangan kosong!"
“Betulkah? ” kata Bi Lan dan cepat bagaikan kilat ia
telah mengambil tombak pendek milik Ciang Kui San tadi
yang masih berada di panggung itu, sekali ia menggerakkan
tombak itu yang dipegang pada gagangnya, ia telah
melakukan serangan yang hebat sekali!
Bukan main kagetnya Bu It Hosiang. Tombak pendek ini
setelah berada di tangan Bi Lan ternyata dimainkan seperti
sebatang pedang dan nona ini karena dapat menduga akan
kelihaian lawannya, tidak mau main main seperti
menghadapi Ciang Kui San tadi, sebaliknya datang datang
ia telah mainkan Sin coa Kiam hwat, ilmu pedang yang ia
pelajari dari Coa ong Sin kai. Hebat sekali ilmu pedang ini,
dan pula Ilmu Pedang Sin coa Kiam hwat dari Coa ong Sin
kai ini jarang sekali diperlihatkan di dunia kang ouw. Oleh
karena iu ilmu pedang ini masih asing bagi semua orang
yang berada di situ.
Bu It Hosiang benar benar merasa terkejut. Tadipun
ketika ia melihat gadis ini menghadapi Ciang Kui San, ia
sudah merasa heran karena ilmu silat tangan kosong yang
dimainkan oleh Bi Lan bukanlah ilmu silat Hoa san pai.
Kini dengan tombak pendek gadis ini mainkan ilmu pedang
yang aneh dan luar biasa sekali lagi. Maka hwesio ini lalu
berseru dan toyanya menyambar nyambar dengan dahsyat
sekali sehingga Bi Lan harus berlaku awas dan cepat sekali.
Namun gadis ini tidak menjadi takut, bahkan iapun lalu
mainkan ilmu pedangnya yang terpecah menjadi tiga bagain
dan setiap bagian mempunyai sembilan jurus yang lihai.
Bu It Hosiang sudah pernah menyaksikan ilmu pedang
Hoa san pai, bahkan ia beberapa kali pernah menghadapi
ilmu pedang ini, maka melihat jalannya ilmu pedang yang
dimainkan oleh Bi Lan, ia benar benar tidak mengerti.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Beberapa kali mendesak, akan tetapi sia sia saja karena
permainan pedang yang juga bukan mempergunakan
pedang asli, melainkan sebatang tombak pendek dari gadis
ini tidak dapat didesaknya, bahkan beberapa kali tombak
menyerang dengan cara yang amat dahsyat sehingga
membingungkan Bu It Hosiang.
“Tahan dulu!” hwesio itu berseru keras sambil meloncat
mundur dan mengeluarkan toyanya yang dipalangkan di
depan dada.
“Ada apa, Bu It Hosiang? Apakah kau sudah merasa
cukup? ” tanya Bi Lan mengejek.
“Nona, pinceng lihat kau tidak mengguna ilmu pedang
dari Hoa san pai! Betul betulkah kau seorang murid Hoa
san pai? Jangan kau main main. Ilmu pedang apakah yang
kau mainkan tadi? Juga, ilmu pukulanmu ketika kau
merobohkan Ciang enghiong tadipun bukan dari Hoa san
pai!”
Bi Lan biarpun suka bergurau, namun mempunyai watak
jujur. Ia tertawa dan menjawab, “Aku memang anak murid
Hoa san pai, itu tak dapat disangkal lagi. Akan tetapi, guru
guruku tidak melarangku untuk mempelajari ilmu silat lain.
Apakah kau jerih menghadapi ilmu pedangku tadi? ”
“Siapa jerih kepadamu? Kulihat ilmu pedangmu aneh
seperti ilmu kepandaian siluman. Agaknya kau dapat
belajar dari seorang iblis!”
Merah muka Bi Lan mendengar ini. Memang Bu It
Hosiang mempergunakan akalnya. Hwesio yang sudah
banyak pengalaman ini maklum bahwa menghadapi
seorang lincah dan berani seperti nona ini, kalau ia bertanya
siapa guru nona ini mengajar ilmu pedang itu tentu ia
hanya akan dipermainkan saja. Maka ia mendahului dan
sengaja mencaci maki guru nona itu untuk membangkitkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kemarahannya. Memang benar. Bi Lan yang menjadi
marah lupa untuk bergurau dan ia segera mengaku.
“Hwesio tua lancang mulut. Kau hendak bilang bahwa
guruku yang baru Coa ong Sin kai seorang iblis? Hati hati
kau dengan mulutmu, hwesio!”
Terdengar seruan seruan kaget. Bahkan Sam Thai Koksu
sendiri sampai bangun dari tempat duduknya. Sin kun Liu
Toanio, dan juga Bu eng Lo kai juga bangun dari bangku
masing masing, memandang kepada Bi Lan dengan mata
terbelalak. Adapun Bu It Hosiang menjadi pucat dan
otomatis memandang ke sana ke mari untuk melihat
apakah manusia iblis yang ditakuti itu benar benar berada
ditempat ini!
“Kau mencari suhuku? Ha ha! Bu It Hosiang, jangan
kau ketakutan. Suhu tidak berada di sini, kalau tidak
kupanggil dia takkan datang. Jangan kau takut!”
Akan tetapi Bi Lan melihat ke sekeliling nya dan ia
menjadi terkejut sekali karena sebagian besar orang orang
yang berada di situ memandang kepadanya dengan sikap
bermusuhan dan mengancam. Bahkan Sam Thai Koksu
sudah menghampirinya dan Kini Liong Hoat eng, berseru
keras, “Murid si jahat berada di sini, kalau kita tidak
menghajarnya, si jahat Coa ong Sin kai takkan tahu rasa!”
“Betul, si ular jahat itu memang masih hutang beberapa
pukulan dari aku!” berkata Bu eng Lo kai dan tahu tahu
tubuhnya bergerak dan telah berdiri di hadapan Bi Lan.
“Anak ular, kau rebahlah!” ketika tongkat bambunya
melayang ke arah kepala Bi Lan, gadis ini cepat menangkis
dengan tombak pendeknya. Akan tetapi Bi Lan terkejut
sekali karena telapak tangannya terasa sakit sekali dan
hampir saja tombak pendeknya terlepas dari pegangan. Ia
menjadi marah dan tangan kirinya memukul dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gerakan Ouw wan hian to ( Lutung Hitam Persembahkan
Buah ) sebuah serangan dari Ilmu Silat Ouw wan ciang hoa
dari Coa ong Sin kai.
Kini Bu eng Lo kai yang terkejut sekali. Ia adalah
seorang hiap kek perantau yang sudah banyak makan asam
garam dalam dunia, persilatan, maka ia tahu akan
bahayanya serangan kilat ini. Iapun pernah pula
menghadapi Ouw wan ciang hoat dari Coa ong Sin kai,
maka ia tidak berani main main dan cepat ia mengelak
sambil berkata, “Bagus, kau memang murid si jahat!”
Kim Liong Hoat ong melihat betapa kakek pengemis itu
sudah turun tangan, lalu iapun tidak mau kalah, cepat ia
mencengkeram dengan tangan kanannya ke arah pundak
kiri Bi Lan. Nona ini cepat melompat sambil mengelak,
karena cengkeraman yang mendatangkan angin keras itu
benar benar tidak kalah lihainya oleh senjata senjata tajam
lainnya. Bi Lan benar benar sibuk, baru saja ia mengelak,
datang sambaran toya dari Bu It Hosiang dari belakang! Ia
melompat ke atas dan disambar oleh tongkat dari Bu eng
Lo kai. Ia dikeroyok oleh tiga orang tokoh persilatan yang
tingkatnya jauh lebih tinggi daripadanya. Akan tetapi gadis
ini tidak menjadi gentar dan ia memutar tombak pendeknya
sedemikian rupa, mainkan Sin coa kiam hoat sebaik
baiknya sehingga untuk beberapa lama ia dapat
mempertahankan diri dengan baiknya.
Akan tetapi ketika Bu eng Lo kai berseru keras dan
menghantamkan tongkat bambunya kepada tombak di
tangan Bi Lan, gadis ini berseru, tombaknya patah dua dan
terlepas dari pegangannya! Tangan Kim Liong Hoat ong
yang mencengkeram itu telah datang lagi mengarah kepala
sedangkan toya Bu It Hosiang kembali telah menyambar
pula Bi Lan menjadi sibuk sekali dan ia lalu menggulingkan
tubuhnya ke lantai dan menyerang dengan tendangan kaki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bertubi tubi sambil melompat bangun. Inipun sebuah jurus
tipu serangan dari Ouw wan ciang hoat yang lihai sekali
sehingga untuk beberapa jurus gadis ini masih dapat
mempertahankan diri dan mengejutkan tiga orang
pengepungnya. Akan tetapi Bi Lan maklum bahwa kali ini
ia takkan terlepas lagi dan pasti akan celaka. Ia tidak
mengira sama sekali bahwa dengan menyebutkan nama
Coa ong Sin kai sebagai gurunya, ia dimusuhi oleh semua
orang kang ouw!
“Suhu…! Coa ong Sin kai…! Mengapa suhu tidak
menolong teecu?” Bi Lan berteriak teriak keras sekali.
Maksud gadis ini hanya menakut nakuti para
pengeroyoknya untuk mencari kesempatan melarikan diri.
Benar saja, tiga orang pengeroyoknya terkejut
mendengar ini dan untuk sesaat serangan mereka
mengendur. Mereka berhati hati sekali sambil memandang
ke sekeliling, takut kalau betul betul Coa ong Sin kai
muncul. Karena hal itu berbahaya sekali bagi mereka.
Bi Lan mempergunakan kesempatan ini hendak lari,
akan tetapi melihat gerakan ini, tiga orang pengeroyoknya
yang terdiri dari orang orang yang sudah berpengalaman,
dapat menduga akan akal bulusnya ini.
“Ha, ha, ha, ular betina. Kau jangan menipu kami! Kali
ini, biarpun si jahat Coa ong Sin kai sendiri berada di sini,
kau takkan terlepas dari senjata kami!” kata Bu It Hosiang
yang kembali menggerakkan toyanya menghantam kepala
Bi Lan. Gadis ini cepat mengelak dan “brak!” toya yang
kuat sekali itu menghantam lantai sehingga papan lantai itu
pecah dan bolong!
Sementara itu, di bawah panggung, Sin kun Liu Toanio
berkata kepada dua orang muridnya. “Kalau saja nona itu
bukan murid Coa ong Sin kai, tentu aku akan turun tangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memberi hajaran kepada tua bangka tua bangka yang tak
tahu malu itu! Untuk apa kita berada lama lama di tempat
ini? Hayo pergi!” Setelah berkata demikian, nenek ini lalu
melompat pergi diikuti oleh dua orang muridnya,
menghilang di dalam gelap.
Bi Lan sudah terdesak betul betul. Ketika tangan Kim
Liong Hoat ong menyambar lehernya, ia sedang mengelak
dari serangan tongkat dan toya, maka ia hanya miringkan
tubuhnya saja. “Brett!” biarpun lehernya terhindar dari
bahaya, namun cengkeraman ini masih saja mengenai
pundaknya sehingga pakaian gadis ini di bagian pundak
terkena cengkeraman dan robek, kulitnya terbawa sedikit
sehingga berdarah pundak Itu.
“Suhu, benar benar suhu tidak muncul? ” kembali Bi Lan
berseru keras sambil melakukan serangan pembalasan mati
matian kepada Kim Liong Hoat ong, yaitu sambil
menubruk maju ia memukul ke arah ulu hati kakek ini.
Akan tetapi, Kim Liong Hoat ong hanya tertawa mengejek
dan sekali ia menangkis, tubuh Bi Lan terhuyung dan
celaka sekali bagi gadis ini, ia kena injak papan yang
bolong, yang tadi terpukul oleh toya Bu It Hosiang.
“Celaka!” seru gadis ini dengan muka pucat karena
kakinya terjeblos sampai di paha bawah panggung! Pada
saat itu, toya Bu It Hosiang kembali menyambar kepalanya
dengan keras sekali Bi Lan merobohkan dirinya ke belakang
sehingga telentang di atas lantai dan toya itu menyambar
lewat di atas mukanya dan memukul lantai yang kembali
menjadi bolong!
Pada saat yang sudah pasti akan menewaskan nyawa
gadis itu, tiba tiba bertiup angin keras dan tahu tahu tubuh
seorang kakek tinggi kurus yang matanya liar, pakaiannya
tidak karuan memegang sebatang tongkat atau ranting
bambu warna kuning, berbintik bintik hijau telah berdiri di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
situ sambil tertawa terkekeh kekeh dan berkata, “Siauw
niauw, siapa mengganggu kau? ”
Pada saat itu, tongkat bambu dari Bu eng Lo kai telah
menusuk ke arah jalan darah di leher Bi Lan sedangkan
toya dari Bu It Hosiang telah menyambar lagi, kini untuk
memberi pukulan maut ke arah dada gadis itu, juga Kini
Liong Hoat ong telah mengirim tendangan ke arah kepala
Bi Lan!
Hebat sekali akibat dari tiga macam serangan itu setelah
kini kakek aneh itu berada di dekat Bi Lan. Dengan
kecepatan yang tak terduga sama sekali, ranting bambunya
telah melayang dan mendahului gerakan Bu eng Lo kai,
menotok jalan darah di leher pengemis tua ini sehingga ia
roboh kaku tertotok jalan darahnya. Kemudian, ketika toya
Bu It Hosiang mengarah dada Bi Lan, kakek liar matanya
ini menggerakkan kaki menendang dan aneh sekali, Toya
itu ketika beradu dengan ujung kakinya, terpental dan
membalik, bukan memukul dada Bi Lan, bahkan sebaliknya
memukul dada Bu It Hosiang sendiri!
Baiknya Bu It Hosiang telah mengerahkan lweekangnya,
maka ketika toyanya melakukan gerakan senjata makan
tuan ini terdengar suara “buk” dan ia hanya merasa
terdorong oleh tenaga besar sehingga tubuhnya terguling ke
bawah panggung. Adapun Kim Liong Hoat ong adalah
yang paling cerdik. Melihat datangnya kakek ini, ia telah
melompat mundur menjauhi dan kini semua orang melihat
kakek itu menarik tangan Bi Lan disuruh berdiri.
“Coa ong Sin kai …!” berseru orang orang kang ouw
ketika melihat kakek jembel ini.
Coa ong Sin kai tertawa terkekeh kekeh, kemudian ia
menudingkan jari telunjuknya yang hanya tulang
terbungkus kulit itu ke arah Saru Thai Koksu sambil
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkata, “Kalian ini Sam Thai Koksu yang keluar dari
neraka, menjelma di dunia hanya untuk membikin rusuh!
Kalau kalian tidak menyerahkan nyawamu padaku, akan
kubasmi semua orang di sini. Hayo maju berlutut!”
Sam Thai Koksu menggigil, akan tetapi mereka adalah
tokoh tokoh besar dan tentu saja mereka tidak sudi mentaati
perintah ini. Bahkan ketiganya lalu mencabut senjata
masing masing dan Kim Liong Hoat ong merasa jerih lalu
berteriak kepada para tamunya, “Calon calon anggauta Eng
hiong hwee, cu wi enghiong yang mulia. Si jahat ini telah
datang, mari kita basmi bersama!”
Orang orang yang berkumpul di situ, hampir semua
membenci Coa ong Sin kai yang sudah banyak membunuh
orang tanpa sebab, yang sudah banyak merobohkan tokoh
tokoh kang ouw, maka serentak mereka itu mencabut
senjata dan bersiap mengeroyok!
Melihat ini, Coa ong Sin kai menari nari kegirangan dan
berkata, “Sayang, sayang, ular ularku tidak berada di sini.
Kalau ada mereka akan berpesta pora! Baik, baik, malam
ini aku akan mengantar banyak nyawa kesasar kembali ke
asalnya!” Setelah berkata demikian, kaki tangannya
bergerak dan terdengar suara “kraak! kraak!” keras sekali.
Ternyata tiang tiang panggung itu hampir roboh. Ketika ia
melihat tubuh Bu eng Lo kai masih terbaring kaku di lantai
panggung, ia lalu mengangkat kaki menginjak kepala
pengemis itu.
“Praak!” Pecahlah kepala Itu dan otaknya berhamburan.
Kemudian ia menendang mayat Bu eng Lo kai itu ke bawah
panggung!
“Suhu, jangan!” Bi Lan mencegah dan merasa ngeri
sekali. Gadis ini tahu bahwa gurunya ini kalau sudah
marah, amat kejamnya. Gurunya yang berotak miring ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memang pembenci manusia dan akan terjadi perkara
mengerikan sekali kalau suhunya ini melanjutkan
amukannya.
Akan tetapi Coa ong Sin kai sudah kumat gilanya, ia
memondong tubuh muridnya dan membawanya melompat
ke bawah panggung. Sekali saja ia menggerakkan kaki
menendang tiang besar yang menyangga panggung,
terdengar suara keras dan panggung itu roboh, membawa
para tokoh besar yang masih duduk di ujung panggung.
Mereka yang duduk di atas itu adalah Sam Thai Koksu dan
para tokoh tua yang berkepandaian tinggi, maka cepat
mereka bergerak melompat turun sehingga semua selamat,
kecuali tiga orang pelayan yang ikut jatuh bersama
panggung dan tertimpa oleh tiang tiang dan atap sehingga
mereka menjerit jerit seperti babi disembelih!
Suma Kwan Seng yang melihat hal ini, menjadi marah
sekali. Orang tertua dari tokoh Hui eng pai ini memang
bernyali besar sekali, dan juga ia memiliki kepandaian yang
cukup tinggi. Melihat sepak terjang Coa ong Sin kai, ia
menjadi marah sekali dan sambil berseru keras ia mencabut
pedang lalu menerjang orang gila yang mengamuk itu.
“Pengemis gila, kau jahat dan kejam sekali!”
“Jangan......!” Bi Lan masih berseru mencegah perbuatan
Suma Kwan Seng dan juga mencegah gurunya bertindak,
akan tetapi terlambat! Melihat terjangan Suma Kwan Seng
yang memutar pedang dan menyerang dengan hebatnya,
menusuk ke arah dada Coa ong Sin kai, pengemis sakti ini
tertawa bergelak gelak dan ranting bambu di tangannya
memapaki pedang itu. Sungguh aneh, ranting itu bagaikan
seekor ular, dapat melengang lenggok dan membelit pedang
itu, dan ketika Suma Kwan Seng hendak membetot
kembali, tahu tahu ia bahkan terdorong ke depan, terbawa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
oleh tenaga tarikan dari Coa ong Sin kai yang benar benar
kuat sekali itu.
Kwan Seng terkejut sekali dan ia tahu akan bahaya.
Seandainya ia melepaskan pedangnya dan meloncat
mundur, belum tentu keburu karena ia tahu akan kecepatan
serangan kakek gila ini, dan jarak antara mereka sudan dekt
sekali. Maka lalu menggerakkan tangan kirinya memukul
kepala Coa ong Sin kai. Kakek ini kembali tertawa dan
dengan tangan kiri ia mengganti pegangan pada ranting
bambunya dan dengan demikian tangan kanannya
menerima pukulan itu. Gerakannya cepat sekali dan tahu
tahu tangan kiri Suma Kwan Seng yang dipukulkan itu
telah tertangkap pergelangannya. Ia memencet dengan
tenaga lweekang dan Suma Kwan Seng memekik keras dan
terdengar suara “krak” dan tulang pergelangan tangan ketua
Hui eng pai itu remuk! Suma Kwan Seng menjadi nekad
sekali. Ia menahan napas, mengerahkan lwekangnya ke
arah kepalanya, dengan nekad ia hendak mengadu
nyawanya. Ia menyerudukkan kepalanya ke arah dada
kakek itu. Akan tetapi Coa ong Sin kai bahkan meloncat
sedikit ke atas sehingga yang kena serudukan bukan dada
nya melainkan perutnya yang kempis itu! “Cep!” Kepala
Suma Kwan Seng menancap di perut Coa ong Sio kai yang
masih tertawa ha ha hi hi dan kepala itu tidak dapat terbetot
kembali!
Suma Kwan Seng merasa betapa kepalanya sakit sekali,
seperti dijepit oleh jepitan besi, berdenyut denyut dan makin
lama makin panas. Juga ia tidak dapat bernapas lagi,
sehingga kini hanya kedua kakinya yang bergerak gerak
seperti orang sekarat.
“Celaka!” teriak Sam Thai Koksu dengan muka pucat.
“Bedebah lepaskan saudaraku!” Suma Kwan Eng
mencabut senjatanya, yaitu sepasang tongkat bercagak dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ia menerjang. Akan tetapi Coa ong Sin kai sambil tertawa
tawa lalu mengerahkan ambekannya dan tahu tahu tubuh
Suma Kwan Seng terpental ke belakang bagaikan sebuah
pelor besar menerjang ke arah adiknya sendiri! Suma Kwan
Eng lalu melepaskan senjatanya dan menyambut tubuh
kakaknya itu, akan tetapi alangkah kagetnya ketika melihat
bahwa Suma Kwan Seng sudah mati dan pada kening dan
jidatnya ada tanda tanda biru!
Suma Kwan Eng menjerit dan hampir ia pingsan saking
marah dan sakit hatinya. Juga Sam Thai Koksu sudah
bersiap siap untuk mengeroyok.
“Suhu, jangan banyak membunuh orang ........” Bi Lan
kembali berseru, akan tetapi dijawab dengan tertawa
menyeramkan oleh Coa ong Sin kai.
Pada saat itu dari atas melayang turun dua tubuh orang
tua yang gerakannya ringan dan gesit sekali.
“Coa ong Sin kai, orang gila! Biarpun kami senang
melihat kau membunuh mereka semua, akan tetapi kau
terlalu kejam dan terlalu gila!”
Coa ong Sin kai marah sekali dan cepat ia memandang.
Tiba tiba matanya terbelalak lebar dan Bi Lan merasa heran
sekali melihat wajah gurunya ini kelihatan takut! Ia cepat
menengok dan melihat bahwa yang datang itu bukan lain
adalah dua orang kakek kembar yang telah beberapa kali
bertemu dengan dia dan main mata! Dua orang kakek itu
sambil tersenyum senyum berdiri di situ, nampak tenang
tenang saja seperti di situ tidak terjadi perkara hebat.
Keduanya memandang ke arah Coa ong Sin kai dengan
senyum mengejek.
“Thian Te Siang mo...” Bibir Coa ong Sin kai berkata
perlahan, akan tetapi suaranya cukup terdengar oleh semua
orang sehingga muka orang orang itu menjadi makin pucat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Baru mendengar dan melihat Coa ong Sin kai saja sudah
membuat jantung mereka berdebar gelisah, kini nama Thian
Te Siang mo membuat mereka seakan akan kehilangan
semangat yang terbang keluar dari tubuh saking takutnya!
Sebaliknya Bi Lan cepat memandang dan ia terheran
heran. Kedua kakek itu kelihatannya baik hati dan sabar,
mengapa ditakuti semua orang kang onw dan dianggap
amat kejam dan ganas?
Coa ong Sin kai tiba tiba menyambar tubuh Bi Lan,
mengempit pinggang yang ramping dari muridnya itu
sambil berseru. “Siauw niauw (burung kecil), mari kita
terbang pergi dari sini!”
Setelah berkata demikian, sekali saja ia menggerakkan
kedua kakinya, ia telah meloncat tinggi sekali dan lenyap di
malam gelap.
“Suhu ....! Aku tidak mau ikut suhu pergi…!”
Suara gadis ini terdengar jauh sekali, tanda betapa
hebatnya ilmu lari cepat dari Coa ong Sin kai itu.
“Sin kai, kau tidak boleh memaksa orang menjadi
muridmu!” Te Lo mo berseru dan sekali tubuhnya
berkelebat, kakek inipun lenyap dari pandangan mata.
Thian Lo mo hanya tersenyum senyum saja.
Adapun Sam Thai Koksu setelah mengetahui bahwa dua
orang kakek yang sama muka nya itu adalah Thian Te
Siang mo yang amat terkenal di dunia kang ouw, lalu
ketiganya maju menghampiri Thian Lo mo yang masih
berdiri di situ. Dengan hormat sekali mereka menjura, lalu
terdengar Kim Liong Hoat ong berkata, “Oh, tidak tahunya
jiwi adalah Thian te Siang locianpwe yang amat terkenal di
dunia? Siauwte bertiga menghaturkan hormat kepada jiwi
dan silahkan duduk di dalam di mana kita dapat mengobrol
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan enak. Harap jiwi sudi memaafkan bahwa kami tidak
mengetahui lebih dulu sehingga berlaku kurang hormat dan
tidak mengadakan penyambutan yang selayaknya.”
Akan tetapi, melihat sikap yang bermuka muka ini,
Thian Lo mo hanya memperlebar senyumnya, lalu sekali
tangannya bergerak mendorong, ia telah melakukan
serangan hebat sekali ke arah tiga orang Guru Negara Kin
itu! Sam Thai Koksu cepat mengelak, akan tetapi angin
dorongan itu tetap saja telah membuat mereka terhuyung
huyung mundur sampai lima langkah lebih, seakan akan
mereka itu tertiup oleh angin taufan yang kuat sekali!
Ketika Sam Thai Koksu menengok, ternyata Thian Lo
mo sudah tidak kelihatan lagi! Mereka menarik napas
panjang dan hati mereka menjadi kuncup. Baiknya orang
orang seperti Thian Te Siang mo dan Coa ong Sin kai itu
tidak mau mencampuri urusan negara, karena kalau mereka
itu ikut campur dan memusuhi negara Kin, sungguh
beratlah tugas mereka bertiga! Maka mereka lalu cepat
menyuruh orang membereskan semua kerusakan dan
mengurus semua jenazah yang menjadi korban keributan
itu. Pesta dilanjutkan, akan tetapi sekarang sudah tidak
dapat ditimbulkan kegembiraan seperti tadi. Semua orang
telah ketakutan dan seorang demi seorang, mereka
meninggalkan taman itu.
Betapapun cepatnya Coa ong Sin kai berlari, namun
ketika fajar menyingsing dan ia telah tiba di tempat yang
hampir seratus li jauhnya dari Cin an dan berhenti di
pinggir jalan, tahu tahu dari belakangnya terdengar seruan
keras.
“Coa ong Sin kai, kaulepaskan nona Itu!” Pengemis ular
ini terkejut dan marah sekali. Ia menurunkan Bi Lan dari
pondongannya dan berkata kepada muridnya itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Bi Lan, benar benarkah kau tidak mau turut dengan aku
dan hendak ikut mereka itu? ”
Mendengar suara yang mengandung ancaman dan
melihat sinar mata kakek ini, Bi Lan terkejut sekali dan tahu
bahwa kalau ia salah omong, gurunya ini tentu takkan
segan segan untuk membunuhnya! Maka ia berkata, “Suhu,
siapa mau turut mereka? Aku tidak mengenal mereka itu.
Aku hanya ingin hidup sendiri, tidak terikat oleh siapapun
juga. Maka biarkanlah aku pergi sekarang, suhu.”
Sebelum Coa ong Sin kai menjawab, berkelebat dua
bayangan orang dan tahu tahu Thian te Siang mo telah
berada di depan mereka!
“Coa ong Sin kai, kami tahu kau gila dan ganas. Nona
ini mempunyai bahan yang baik, sayang kalau sampai rusak
di tanganmu!”
“Iblis kembar! Kalian mau apakah mengejar ngejarku?
Bi Lan ini adalah muridku, mengapa tidak kubawa pergi
dari tempat celaka itu. Kami tahu bahwa dia pernah
mempelajari ilmu silatmu yang ganas dan buruk, akan
tetapi kamipun mendengar bahwa dia tidak mau ikut
dengan kau lagi. Mengapa kau hendak memaksanya? ”
“Tak tahu malu! Ada sangkut paut apakah kau dengan
urusan kami guru dan murid? ” Coa ong Sin kai membentak
dan mukanya menjadi merah saking marahnya. Kalau
bukan Thian te Siang mo yang dihadapinya, tentu kakek ini
sudah membunuh orang lagi.
“Sangkut paut apa? Kami telah memilihnya untuk
mewarisi ilmu silat baru yang kami ciptakan!”
“Bagus!” Coa ong Sin kai melirik ke arah Bi Lan. “Bocah
lancang, apakah kau berani hendak menipu gurumu? Kau
harus mampus!” Setelah berkata demikian dengan cepat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekali Coa ong Sin kai menubruk dan mengirim serangan
maut ke arah lambung muridnya sendiri!
Kalau lain orang yang diserang secara begini tentu ia
akan roboh tak bernyawa lagi. Akan teiapi Bi Lan pernah
mempelajari ilmu silat dan Raja Ular ini dan karena
serangan yang dilakukan oleh Coa ong Sin kai itu adalah
jurus dairi Ouw wan ciang hoat yang pernah dipelajari oleh
Bi Lan, maka dara ini tahu cara mengelaknya. Ia tahu
bahwa gurunya menyerang dengan tipu Ouw wan tui san
(Lutung Hitam Mendorong Gunung) yang tentu akan
diteruskan dengan tendangan berantai yang dahsyat sekali.
Maka gadis ini lalu menjatuhkan diri bergulingan di atas
tanah dengan gerak tipu Trengiling Turun Gunung.
Memang ia selamat dari serangan pertama itu, akan
tetapi Coa ong Sin kai sambil memaki maki terus melompat
mengejarnya dan mengangkat tangan memukul! Pada saat
itu terdengar bentakan keras, “Jangan bunuh dia!” Dan
tubuh Coa ong Sin kai terpental ke belakang. Ternyata
bahwa Thian Lo mo telah menangkis pukulan ini. Melihat
betapa tubuh Coa on Sin kai terpental, dapat diduga bahwa
tenaga lweekang dari Thian Lo mo lebih menang setingkat.
Coa ong Sin kai
terkejut dan makin
marah ia lalu
menyabet dengan
ranting bambunya.
Sabetan ini tidak
boleh dipandang
ringan dan Thian Lo
mo cukup maklum
akan bahayanya
sabetan ini.
Walaupun senjata
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kakek ular itu hanya sebatang ranting bambu, namun
ranting bambu itu bukanlah bambu biasa, melainkan bambu
ular yang hanya terdapat di puncak bukit sebelah selatan
Go bi san, sebuah bukit yang penuh ular di mana bambu
kuning berbintik bintik hijau ini batangnya penuh dengan
ular ular berbisa sehingga ranting bambu ini pun
mengandung bisa yang jahat sekali! Thian Lo mo meloncat
ke atas lalu berjungkir balik beberapa kali ke belakang untuk
menghindarkan diri dari serangan ranting bambu. Akan
tetapi, Coa ong Sin kai maklum bahwa senjata nya ini
ditakuti lawan, maka mengejar terus dan mendepak Thian
Lo mo sebelum Te Lo mo datang membantu. Pikirnya,
kalau ia dapat membunuh Thian Lo mo, biarpun dia harus
menghadapi pedang dari Te Lo mo, ia takkan begitu merasa
berat, pula biarpun andaikata ia akan mati di tangan Te Lo
mo, ia tidak rugi kalau sudah berhasil membunuh Thian Lo
mo.
Akan tetapi, ia tidak tahu bahwa kepandaian Thian Lo
mo tinggi sekali. Biarpun ia sedang berjungkir balik di
udara, namun Thian Lo mo dapat melihat lawannya
mendesak. Tiba tiba ia berseru keras.
“Coa ong Sin kai, terimalah jarum jarumku!” Dan ketika
tangannya terayun, sekaligus tujuh batang jarum yang
merupakan sinar emas menyambar ke arah tujuh jalan
darah di seluruh tubuh Coa ong Sin kai. Itulah Kim kong
touw kut cum (Jarum Penembus Tulang Bersinar Emas),
salah satu keistimewaan atau kepandaian khusus dari Thian
Lo mo!
Kini Coa ong Sin kai yang repot. Sambil menyumpah
nyumpah pengemis ular ini memutar ranting bambunya
sambil mengelak ke sana ke mari agar jangan sampai
menjadi korban jarum jarum itu. Sebatang saja jarum
mengenai tubuhnya, akan celakalah dia!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Curang!” bentaknya marah setelah tujuh batang jarum
itu dapat dielakkan. Akan tetapi Te Lo mo telah
menghadapinya dengan sebatang pedang kayu! Pedang ini
sepotong cabang pohon yang baru saja dipatahkannya dari
batangnya.
“Ular hina dina, kau menyerang orang bertangan
kosong, sekarang kau bilang orang lain curang? Nah,
majulah, kebetulan sekali kami hendak mencoba ilmu silat
kami yang baru!”
Coa ong Sin kai pernah bentrok dengan Thian Te Siang
mo dan dulu ia sudah kena dikalahkan. Biarpun selama ini
Coa ong Sin kai sudah melatih diri dan mendapat kemajuan
pesat, namun ia tetap saja merasa jerih menghadapi dua
orang kakek kembar yang tingkat kepandaiannya sudah
lebih tinggi dari padanya itu. Akan tetapi, karena penasaran
dan merasa betapa haknya sebagai guru dari Bi Lan hendak
dirampas, ia tidak puas kalau tidak menyerang lebih dulu.
Maka sambil berseru keras ia lalu menerjang dengan ranting
bambunya yang lihai.
Te Lo mo mengeluarkan pekik menyeramkan dan
pedang kayunya digerakkan secara aneh. Inilah Ilmu Silat
Thian te kun yang baru baru ini diciptakan bersama kakak
kembarnya. Ilmu Thian te kun ini dapat dimainkan baik
dengan tangan kosong, berpedang, atau bahkan dengan
senjata lain. Oleh karena itu, biarpun ia hanya memegang
pedang kayu, namun kelihaiannya tidak kalah oleh pedang
pusaka yang manapun juga!
Menghadapi permainan pedang kayu yang aneh ini, Coa
ong Sin kai menjadi bingung dan sibuk sekali menjaga diri.
Biarpun ranting bambunya cukup ganas, namun ia kalah
cepat dan pula kalau gerakan ranting bambunya aneh, maka
gerakan pedang kayu ini lebih aneh lagi!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Thian Lo mo hanya menonton saja, lalu sambil
tersenyum ia berkata kepada Bi Lan, “Kaulihat, mana lebih
hebat, ilmu silat orang gila itu ataukah ilmu silat kami? ”
Bi Lan merasa gembira sekali melihat ilmu pedang yang
benar benar hebat dan aneh dari Thian Lo mo. Gadis ini
berbakat baik dan memiliki pandangan tajam serta
kecerdikan otak luar biasa. Ia telah mempelajari Hoa san
Kiam hoat dan Kim coa kiam hoat, akan tetapi dua ilmu
pedang itu dibandingkan dengan ilmu pedang yang
dimainkan oleh kakek berpedang kayu ini, benar benar
kalah jauh! Tak terasa pula ia mengeluarkan kata kata
memuji.
“Anak baik, kaulah kelak yang akan mewarisi ilmu silat
kami Thian te kun!” kata pula Thian Lo mo melihat
kegembiraan Bi Lan. “Maukah kau mempelajarinya dari
kami? ”
Bi Lan melihat betapa Coa ong Sin kai terdesak hebat.
Kakek gila itu menyumpah nyumpah dan mempertahankan
diri sekuatnya dengan ranting bambunya.
“Kalau kalian membunuh suhu, aku takkan mau
mempelajari ilmu silatmu yang ganas!” katanya dengan
keras.
Te Lo mo mendengar pula ucapan ini, maka sambil
tertawa bergelak ia menggerakkan pedang kayunya secara
luar biasa sekali, Coa ong Sin kai memaki keras karena
pundaknya terluka oleh pedang kayu itu dan biarpun
pedang itu sebetulnya hanya sepotong cabang pohon dan ia
telah memiliki kekebalan hebat, tetap saja kulit pundaknya
pecah dan darah mengalir keluar.
Coa ong Sin kai maklum bahwa lawannya tidak
bermaksud membunuhnya, maka iapun tahu diri, lalu
melompat ke belakang dan sambil mendelikkan matanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepada Bi Lan, ia berkata, “Kalau kau mempelajari ilmu
silat setan ini, lain kali aku akan membunuhmu I” Sehabis
berkata demikian, Coa ong Sin kai tertawa bergelak dan
tubuhnya lalu mencelat jauh, menghilang di balik pohon
pohon.
Sepasang kakek kembar itu lalu menghadapi Bi Lan.
“Nah, sekarang katakan, apakah kau mau menjadi murid
kami? ”
Bi Lan menjatuhkan diri berlutut dan hatinya girang
sekali. “Tentu saja teecu mau mempelajari ilmu silat dari
jiwi suhu.” Dalam kegirangannya nona ini lupa bahwa ia
tadi telah berjanji kepada Coa ong Sin kai bahwa ia takkan
ikut kepada dua orang kakek ini. Hal ini kelak akan
mendatangkan permusuhan hebat dari fihak Coa ong Sin
kai, bekas gurunya itu.
Thian Te Siang mo yang merasa kecewa karena Ciang
Le dianggapnya melanggar kesusilaan dan telah menjadi
murid Lulian Siucai, kini menurunkan Ilmu Silat Thian te
kun kepada Bi Lan yang mempelajarinya dengan penuh
ketekunan. Gadis ini merasa girang bukan main karena
memang kepandaian dua orang gurunya ini benar benar
hebat sekali. Jauh lebih tinggi daripada kepandaian tokoh
tokoh Hoa san pai, bahkan masih lebih tinggi daripada
kepandaian Coa ong Sin kai yang terkenal hebat dan lihai!
Sekarang kita menengok keadaan Ciang Le yang telah
lama kita tinggalkan. Pemuda ini yang mabok keras, tidak
sadar bahwa dirinya diperebutkan oleh guru gurunya dan
Lu liang Siucai, murid dan pelayan dari tokoh besar Pak
Kek Siansu, Guru Dewa Kutub Utara di Luliang san!
Ketika ia sadar kembali dan merasa dirinya dikempit
oleh lengan tangan yang halus tapi kuat sekali dan dibawa
lari, Ciang Le menjadi kaget dan heran sekali. Ia dikempit
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di lengan kanan dan ia tahu bahwa orang ini menggunakan
ilmu lweekang yang tinggi sekali, maka kalau ia
mengerahkan tenaga untuk melepaskan diri, selain belum
tentu ia akan dapat terlepas, juga itu amat membahayakan
dirinya. Maka ia lalu menengok muka orang yang
membawanya lari. Ia makin terheran heran, karena wajah
orang itu nampaknya sebagai seorang sasterawan tua yang
halus raut mukanya dan lembut sinar matanya.
“Lo enghiong, siauwte hendak kaubawa kemanakah? ”
tanyanya.
Ketika melihat bahwa Ciang Le sudah sadar kembali,
Luliang Siucai tersenyum dan menghentikan larinya, lalu
melepaskan tubuh pemuda itu yang segera berdiri di
depannya.
“Anak muda, aku mendengar bahwa kau bernama Go
Ciang Le, apakah benar kau berjuluk Hwa I Enghiong dan
menjadi murid dari Thian Te Siang mo? ”
“Betul, memang siauwte bernama Go Ciang Le. Tidak
tahu siapakah lo enghiong dan mengapa tahu tahu lo
enghiong membawa lari siauwte? ”
Sasterawan tua itu tersenyum dan memandang tajam.
“Orang muda, coba kauingat ingat, lupakah kau akan
peristiwa yang baru saja kaualami di rumah ketua Hek kin
kaipang? ”
Ciang Le mengerutkan keningnya dan mengingat ingat
dan perlahan lahan semua pengalamannya terbayang
kembali sampai pada saat ia minum arak dan mabok, lalu
terbayang pula sikap yang genit dan tak tahu malu dari Cun
Eng yang cantik! Tak terasa lagi merahlah wajah Ciang Le
ketika ia teringat akan semua itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Tahukah kau bahwa karena perbuatanmu di dalam
rumah ketua Hek kin kaipang itu, hampir saja kau mati oleh
kedua orang gurumu sendiri? Mereka amat marah dan
jemu melihat kelakuanmu.”
“Akan tetapi, siauwte sama sekali tidak melakukan
pelanggaran! Siuwte tidak.... tidak...”
Luliang Siucai mengangkat tangannya mencegah Ciang
Le melanjutkan pembelaannya. “Aku tahu, anak muda.
Kalau aku tidak tahu bahwa kau berhati bersih, apa kaukira
aku begitu usilan dan merampasmu dari Thian Te Siang mo
yang hendak membunuhmu? Karena kau telah menolong
seorang sasterawan muda, maka hatiku tergerak dan ketika
aku melihat betapa kau terjerumus dalam sarang ular cantik
itu aku segera membawamu keluar.”
Ciang Le memandang dengan penuh perhatian. Kakek
ini melihat sikap dan pakaiannya, terang adalah seorang
sasterawan tua, akan tetapi mengapa memiliki Kepandaian
silat yang begitu tinggi? Tadi saja ia sendiri sudah
menyaksikan ketika kakek ini mengempitnya dan sekarang
mendengar bahwa kakek ini dapat merampasnya dari
tangan Thian Te Siang mo yang hendak membunuhnya, ia
benar benar merasa terkejut.
“Siapakah lo enhiong yang gagah perkasa? ” tanyanya.
Luliang Siucai tertawa perlahan. “Aku tidak punya
nama. Apakah artinya nama bagi orang tua seperti aku?
Kau masih muda dan bertulang pendekar. Siansu tentu
akan senang melihatmu. Kau ikutlah saja padaku.”
Setelah berkata demikian, ia menyambar tangan Ciang
Le dan berlari cepat seperti terbang. Ciang Le terpaksa
mengerahkan ilmunya berlari cepat karena kalau tidak, ia
tentu akan terseret. Biarpun sasterawan itu nampaknya lari
biasa saja, akan tetapi Ciang Le harus mengerahkan seluruh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepandaiannya untuk dapat mengimbanginya. Hati pemuda
ini berdebar aneh. Orang ini saja kepandaiannya sudah
seimbang atau bahkan lebih tinggi dari pada kepandaian
Thian Te Siang mo, akan tetapi orang ini masih mengaku
rendah tidak berarti dan hendak membawanya kepada
Siansu. Ah, sampai di manakah hebatnya kepandaian orang
yang disebut Siansu itu? Karena ingin tahu sekali, Ciang Le
tidak banyak membantah dan mengikuti sasterawan ini
yang menuju ke sebuah gunung yang menjulang tinggi.
Luliang Siucai ternyata percaya betul kepada Ciang Le.
Biarpun sasterawan itu tidak pernah bicara apa apa lagi, ia
tidak memaksa Ciang Le ikut dengan dia. Mereka makan
dan mengaso atau tidur tanpa banyak cakap, hanya kalau
mereka melanjutkan perjalanan, barulah Luliang Siucai
memegang tangan Ciang Le sehingga perjalanan dilakukan
cepat sekali.
Beberapa hari kemudian, pada suatu pagi tibalah mereka
di lereng Pegunungan Luliang san. Ketika mereka tengah
berjalan cepat dan tiba di daerah terbuka di mana hanya
terdapat rumput alang alang yang luas dan tidak nampak
pepohonan, tiba tiba terdengar suara bersiut keras dan
Ciang Le melihat belasan batang anak parah meluncur
cepat sekali ke atas udara. Belasan batang anak panah ini di
susul oleh belasan batang anak panah lain lagi yang tepat
mengenai anak anak panah pertama sehingga anak anak
panah itu patah menjadi dua. Kembali menyusul
rombongan anak panah ke tiga yang seperti juga tadi,
mematahkan rombongan anak panah ke dua. Baru saja
rombongan ke dua ini di patahkan oleh rombongan ke tiga,
dari bawah meluncur lagi rombongan ke empat dan
demikian sampai tujuh rombongan dari belasan anak
panah, semua diluncurkan dengan cara main main dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
anak anak panah dari rombongan berikutnya mematahkan
anak anak panah yang terdepan!
“Bagus sekali!” Ciang Le memuji karena sesungguhnya
ilmu panah yang didemontrasikan itu benar benar hebat!
Baru saja ia menutup mulutnya, tiba tiba meluncur
belasan anak panah ke arah mereka dan anehnya, semua
anak panah itu sama sekali tidak tertuju kepada kakek
sasterawan, melainkan seluruhnya menyambar ke arah
Ciang Le! Pemuda ini terkejut dan juga marah sekali ia lalu
mengeluarkan Kim kong touw kut ciam sebanyak belasan
batang, lalu disambitkannya ke arah anak panah yang
terbang datang. Sambitannya ini tepat dan jitu, juga
dilakukan dengan tenaga keras. Memang benar ada tujuh
batang anak panah yang menjadi mencong arahnya ketika
terbentur oleh sinar sinar kuning emas dari jarum jarum
yang dilepas oleh Ciang Le, akan tetapi masih ada lima
batang yang cepat mengarah tubuhnya! Ciang Le kaget
sekali. Tidak saja jarum jarumnya kalah kuat sehingga anak
anak panah itu masih terus meluncur biarpun menceng
arahnya, namun lima batang yang kini menyambar itu
benar benar berbahaya sekali.
“Suheng, jangan main main dan menakut nakuti hati
orang muda!” Sasterawan tua itu berseru dan sekali ia
mengebutkan ujung lengan bajunya lima batang anak panah
itu runtuh ke atas tanah.
Berbareng dengan terdengarnya suara ketawa yang keras
dan kasar muncullah tubuh manusia dari balik alang alang
yang tinggi. Orang ini tubuhnya tinggi besar dan kekar,
nampak kuat sekali. Pakaiannya adalah baju perang yang
indah dan gagah. Mukanya keren dan menyeramkan seperti
muka Kwan Kong, panglima perang terkenal di jaman Sam
Kok, matanya lebar dan kulit mukanya kemerah merahan.
Cambang dan jenggotnya memanjang sampai di dada.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ciang Le kagum sekali melihat orang tua yang gagah
perkasa ini, maka sekali pandang saja menimbulkan rasa
suka dan hormat.
“Sute, mengapa kau membawa orang muda ini naik ke
tempat kita? Kulihat dia tadi menggunakan Kim kong touw
kut ciam milik Thian Te Siang mo, siapakah orang muda
ini? Hati hati, kau nanti bisa membuat Siansu marah
besar,” kata orang yang berpakaian seperti panglima perang
itu.
“Suheng, secara kebetulan saja aku bertemu dengan
orang muda ini. Memang dugaanmu benar, dia adalah
murid dari Thian Te Siang mo yang hendak membunuhnya,
maka aku mencegahnya.”
“Eh, sute, mengapa kau begitu tidak tahu aturan?
Urusan antara guru dan murid, mengapa kau ikut
mencampurinya? Itu tidak baik!”
Ciang Le diam diam kagum melihat sikap orang gagah
ini yang demikian jujur dan polos.
“Nanti dulu, suheng, sabarlah. Kalau dia tidak berjasa
terhadap kami orang orang sasterawan apakah aku
mencampuri urusannya?” Sasterawan tua ini lalu
menceritakan betapa Ciang Le telah menolong seorang
terpelajar muda yang disiksa oleh anak buah Hek kin
kaipang, kemudian betapa ia melihat kebersihan hati Ciang
Le yang tidak sudi menurut bujukan Cun Eng yang cantik
genit, dan kemudian ia menuturkan betapa Thian Te Siang
mo tanpa memeriksa lagi, menyangka muridnya berjina
dengan ketua Hek kin kaipang itu dan hendak
membunuhnya.
“Hm, kau ini kutu kutu buku memang saling membela
dan menangkan fihak sendiri,” orang gagah yang
sesungguhnya adalah Lu liang Ciangkun, atau pelayan dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
murid pertama dari Pak Kek Siansu, mencela adik
seperguruannya.
“Bukan begitu, suheng. Kaulihatlah sendiri baik baik,
tidak pantaskah anak itu menghadap Siansu? ”
Luliang Ciangkun menggerakkan kedua kakinya yang
besar dan kuat itu menghampiri Ciang Le. Dipandangnya
pemuda ini seperti seorang pedagang kuda memandang
seekor kuda yang hendak dibelinya, menaksir naksir dan
menyelidik, menepuk nepuk bahu pemuda itu dan
mengetuk ngetuk buku buku tulangnya! Ciang Le merasa
geli dan juga penasaran, akan tetapi oleh karena maklum
bahwa orang jujur itu tidak bermaksud buruk atau
menghina, ia diam saja, hanya mengerahkan lweekangnya
tiap kali ditepuk atau diketuk, karena kalau tidak tentu ia
akan merasa sakit.
Luliang Ciangkun agaknya nampak puas. Ia telah dapat
merasa bawa tenaga yang membuat tangannya terbentur
pada kulit dan daging yang keras tiap kali ia menepuk dan
mengetuk, dan ia tahu bahwa pemuda itu memang
bertulang bersih dan berbakat baik sekali. Akan tetapi,
diantara tiga orang pelayan dan murid Pak Kek Siansu,
memang Luliang Ciangkun atau yang biasa disebut si
Panglima ini, adatnya paling keras dan kukuh. Pak Kek
Siansu sudah memesan agar jangan ada orang luar datang
mengganggunya, dan dalam hal memegang teguh larangan
ini Panglima ini memang paling kukuh. Berbeda dengan si
Sasterawan (Luliang Siucai) atau si Petani (Lulang Nung
jin) yang kadang kadang masih suka menyampaikan
permohonan permohonan tolong dari rakyat jelata kepada
guru mereka.
“Kau adalah murid dari Thian Te Siang mo, siapa bisa
bilang bahwa kau tidak mempunyai watak yang buruk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seperti guru gurumu? ” ia membentak sambil menghadapi
Ciang Le. “Kau tidak boleh menghadap Siansu!”
Ciang Le memang berwatak sabar, akan tetapi ia masih
muda sekali dan kini menghadapi perlakuan kasar seperti
itu, tentu saja ia merasa penasaran dan marah. Hanya,
terhadap seorang tua, ia masih dapat menekan
kemarahannya hingga memperlihatkan muka biasa saja,
akan terapi ia menjawab juga.
“Orang tua gagah, tak perlu kiranya aku menyangkal dan
mengaku aku bahwa aku mempunyai watak yang baik.
Siapa orangnya di dunia ini mau mengaku berwatak buruk?
Hanya orang lain yang berhak menentukan apakkah watak
kita baik atau buruk, dan dalam hal watakku, kalau kau
menganggapnya buruk, terserah. Adapun tentang Siansu
yang kausebutkan itu, bukan kehendakku untuk berjumpa,
sungguhpun aku ingin sekali menyatakan penghormatanku
kepada Pak Kek Siansu, akan tetapi aku dibawa oleh lo
enghiong ini.”
“He, siapa bilang kau akan menghadap Pak Kek
Siansu?” kini sasterawan itu bertanya heran. Memang dia
belum pernah memperkenalkan diri sendiri, apalagi
menyebut nyebut nama Pak Kek Siansu.
Ciang Le tersenyum. “Bukankah lo enghiong ini Luliang
Siucai dan orang tua gagah ini Luliang Ciangkun? Apakah
sukarnya menebak ini kalau melihat sikap, pakaian, dan
tingkat kepandaian jiwi? Sudah lama siauwte mendengar
tentang tiga orang tua yang gagah perkasa dan yang
menjaga Bukit Luliang san, yaitu Luliang Ciangkun,
Luliang Siucai dan Luliang Nungjin, sekarang siauwte
melihat jiwi berdua, dan mendengar jiwi menyebut nyebut
Siansu siapa lagi kalau bukan Pak Kek Siansu yang jiwi
maksudkan? ”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Panglima dan sasterawan itu saling pandang, kemudian
tertawa gelak.
“Kau mempunyai otak juga!” Panglima itu memuji. “Eh,
kau anak siapakah? ”
“Ayah bunda siauwte sudah meninggal dunia oleh bala
tentara Kin,” jawab Ciang Le.
Mendengar ini, tiba tiba Luliang Ciangkun mencabut
pedangnya yang besar dan berat, lalu sekali ayun saja
pedangnya itu menimpa batu karang. Terdengar bunyi keras
dan terlihat bunga api berpijar menyilaukan mata dan batu
karang itu terbelah menjadi dua! Dapat dibayangkan betapa
hebatnya tenaga dari panglima inj, dan menjadi bukti
bahwa pedangnya itupun pedang baik sekali.
“Keparat Bangsa Kin!” teriaknya gemas “Kalau tidak
ada Siansu yang mencegah, sudah sejak dulu aku turun
gunung dan membasmi mereka!”
“Suheng, Siansu mengajar kita mengendalikan nafsu,
apakah suheng sudah lupa lagi? ”
Luliang Ciangkun menarik napas panjang dan alangkah
heran dan kagetnya hati Ciang Le ketika ia melihat betapa
di atas pipi panglima ini terdapat dua titik air mata yang
besar dan bening! Diam diam ia merasa terharu juga. Ia
dapat menyelami jiwa panglima besar ini. Sebagai seorang
panglima besar yang berjiwa patriotis, tentu saja hatinya
sakit melihat Tiongkok dihina dan dihisap oleh Bangsa Kin,
akan tetapi ia lebih taat dan tunduk kepada pesan suhunya,
maka kini ia hanya dapat menekan gelora semangatnya.
“Anak baik, jadi orang tuamu menjadi korban musuh?
Siapakah nama ayahmu? ”
“Ayah bernama Go Sik An,” jawab Ciang Le dengan
jujur.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi, jawaban ini membuat dua orang tua itu
meloncat dan segera Ciang Le dipeluk dari kiri kanan oleh
sasterawan dan panglima itu.
“Apa…? Sungguh kebetulan sekali. Jadi kau ini
keturunan Go taihiap? Aduh, anakku…!” kata sasterawan
dan kini kedua orang tua itu mengucurkan air mata
sungguh sungguh!
Tentu saja Ciang Le merasa terheran heran. la tidak tahu
bahwa kedua orang ini dahulunya adalah kawan kawan
seperjuangan dari Go Sik An dan tentu saja mereka merasa
terharu sekali melihat putera dari Go Sik An yang dihukum
gantung karena membela negara dan tanah air.
Pada saat itu datanglah seorang kakek lain yang
pakaiannya penuh lumpur demikianpun kedua kakinya
yang telanjang. Celananya digulung sampai sebatas lutut,
kepalanya ditutup caping (topi yang atasnya runcing)
bundar lebar sekali seperti payung dan tangan kirinya
memanggul sebatang cangkul. Dilihat sekelebatan saja,
tahulah orang bahwa dia adalah seorang petani yang rajin.
Di tangan kanannya ia memegang sebuah alat dari kayu
dan besi yang besar dan berat sekali. Kayu ini ternyata
sebuah bajak yang besar dan yang biasanya ditarik oleh
kerbau untuk meluku sawah, akan tetapi melihat cara kakek
ini menjinjing, agaknya ringan sekali.
Maka Ciang Le dapat menduga bahwa ini tentulah orang
ke tiga dari para murid atau pelayan Pak Kek Siansu, yakni
yang bernama atau yang disebut Luliang Nung jin (Petani
dari Gunung Luliang).
“Jiwi suheng, lihat betapa aku telah dapat membuat
sebuah luku yang akan meringankan pekerjaan para kerbau.
Kasihan binatang binatang itu harus menarik luku yang
giginya terlalu melengkung dan kurang runcing, dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
luku buatanku ini, pekerjaan akan lebih cepat dan ringan.
Kalian lihat!” Sambil berkata demikian, biarpun ia masih
jauh dari mereka, petani ini telah melemparkan luku tadi
yang melayang cepat sekali menimpa ke arah panglima dan
sasterawan yang sedang memeluk Ciang Le Pemuda ini
melihat betapa benda yang berat itu melayang turun dan
dengan kaget ia mendapat kenyataan bahwa dua orang
kakek yang memeluknya tidak menyambuti sama sekali! Ini
berbahaya karena kalau mereka tertimpa oleh luku yang
demikian berat dan besarnya, biarpun tubuh mereka kebal,
tentu mereka akan terluka juga. Apalagi dia sendiri yang
tentu akan tertimpa pula. Dengan cepat Ciang Le melompat
ke depan dan mengulurkan kedua tangannya menyambuti
luku yang besar ini.
Baiknya Ciang Le amat cerdik dan ia telah menduga
lebih dulu bahwa lemparan kakek itu tentu bertenaga besar
sekali sehingga ia sudah berlaku hati hati. Benar saja, ketika
kedua tangannya menyambut luku yang datang menimpa,
ternyata tenaga lemparan kakek itu luar biasa kuatnya
ditambah pula oleh gaya bobot benda itu sendiri sehingga
kalau ia mempergunakan tenaganya untuk menerima benda
ini, tentu ia akan terluka di sebelah dalam tubuhnya! Maka
Ciang Le lalu mempergunakan gerakan yang disebut Siu po
pan san (Sambut Mustika Memindahkan Gunung). Kedua
kakinya membuat kuda kuda tegak dan dibuka lebar lebar,
tubuhnya agak direndahkan dan ketika luku itu ia terima
dengan tangan yang terangkat ke atas, ia lalu mengayun
luku itu dengan bantuan ayunan tubuh dan kedua
lengannya, terus ia melemparkan luku itu ke atas
kepalanya! Dengan cara ini, maka tenaga luncuran luku itu
menjadi patah dan habis, kemudian ketika benda itu turun
kembali dengan tenaga luncuran lemah, ia menerimanya
dengan mudah dan cepat membungkuk dan memberi
hormat kepada si Petani.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Siauwte Go Ciang Le memberi hormat kepada Luliang
Nung jin yang terhormat dan gagah perkasa.”
Petani itu hendak menegur, akan tetapi ketika ia melihat
dua orang suhengnya berdiri dengan muka basah oleh air
mata, ia menjadi melongo dan memandang dan pemuda itu
kepada dua orang suhengnya penuh pertanyaan.
“Eh, eh, apakah yang terjadi? ” tanyanya.
“Sute, perkenalkanlah. Dia itu adalah Go Ciang Le,
keturunan satu satunya dari sahabat kita Go taihiap,” kata
Sasterawan kepada adik seperguruannya.
“Kaumaksudkan Go Sik An, suheng? ” tanya petani itu
sambil membelalakkan matanya.
Ketika melihat Sasterawan itu mengangguk, Luliang
Nung jin nampak girang sekali. Ia melempar paculnya dan
sambil menari nari ia lalu menghampiri Ciang Le,
menangkap pinggang pemuda itu dan melemparkan Ciang
Le ke atas! Bukan main hebatnya tenaga lemparan ini
sehingga Ciang Le terpaksa hanya mengerahkan
keseimbangan badannya saja sehingga ia dapat meluncur
turun dengan tegak.
Memang orang termuda dari tiga sekawan yang aneh ini
berwatak paling gembira. Setiap hari ia mengerjakan sawah
sambil bernyanyi nyanyi, meniup suling dan bersenda gurau
dengan para petani di bawah gunung.
“Bagus, bagus! Kau keponakanku yang tampan dan
gagah! Siapa namamu? Go Ciang Le? Bagus, bagus! Eh,
suheng, setelah dia berada di sini, apakah kehendak jiwi? ”
“Kami hendak membawanya menghadap Siansu, sute.”
Petani itu nampak terkejut. “Siansu terus menerus
bersamadhi, bahkan laporanku tentang sawah ladang sama
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekali tidak didengarnya. Siansu makin dingin menghadapi
urusan dunia. aku sangsi apakah dia akan menerima orang
muda ini.”
“Kita coba cobalah! Segala sesuatu ada jodohnya, siapa
tahu kalau Ciang Le berjodoh dengan Siansu,” kata
Sasterawan sambil menarik tangan pemuda itu.
Mendengar semua percakapan ini, diam diam Ciang Le
merasa tidak enak sekali, maka ia berkata.
“Sam wi lo enghiong (tiga orang tua gagah), mana berani
siauwte mengganggu Pak Kek Siansu!”
“Keponakanku, kau tidak tahu. Memang Siansu mencari
seorang yang berjodoh untuk mewarisi kepandaiannya.
Kami tiga orang tua bangka mana ada bakat untuk
mewarisinya? Hayolah!, jangan ragu ragu, ada kami bertiga
yang menanggung!” kata Petani yang berwatak gembira itu.
Karena tidak ingin menyinggung hati tiga orang kakek aneh
ini, terpaksa Ciang Le ikut dengan mereka mendaki puncak
bukit itu. Kini iapun seperti tadi digandeng tangannya oleh
Sasterawan sehingga dapat berlari cepat sekali, kalau tidak,
tentu ia akan tertinggal ke belakang karena gerakan tiga
orang kakek itu benar benar cepat sekali. Diam diam Ciang
Le merasa kagum sekali dan berpikir bahwa tiga orang
kakek ini yang menjadi pelayan dan murid Pak Kek Siansu
sudah demikian tinggi kepandaiannya apalagi Guru Dewa
itu sendiri! Ah, kalau, saja ia dapat diterima menjadi murid,
alangkah senangnya.
Jalan menuju ke puncak sukar sekali, makin menanjak
makin sulit dilewati. Tidak saja di situ tidak terdapat jalan
biasa, bahkan terkurung oleh jurang jurang yang dalam dan
jalan hanya dapat dilakukan melalui batu batu karang yang
amat licin karena selalu basah oleh halimun. Akan tetapi,
bagi tiga orang kakek itu mudah saja untuk melalui itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
semua dan akhirnya mereka tiba di puncak Ciang Le
merasa heran sekali karena berbeda dengan tadi kini puncak
itu sama sekali tidak tertutup halimun. Bahkan sinar
matahari memancar sepenuhnya. Di atas puncak bukit ini
terdapat sebuah pondok kayu yang besar dan kokoh kuat.
Di sinilah Pak Kek Siansu bertapa dan mengasingkan diri
dari dunia ramai, dilayani oleh tiga orang kakek aneh itu.
Ketika tiga orang pelayan itu datang menghadap
bersama Ciang Le, Pak Kek Siansu sedang bersamadhi dan
meramkan matanya Orang tua ini sudah berusia tinggi,
sedikitnya delapan puluh tahun, kepalanya sudah botak dan
hanya di bagian bawah dan di belakang telinganya saja
masih ada rambut yang halus berwarna putih kekuningan
tumbuhnya jarang sekali. Alisnyapun sudah putih semua,
demikian pula jenggotnya. Kulit mukanya putih kemerahan
dan halus sekali, seperti muka seorang anak bayi. Tubuhnya
sehat dan agak gemuk, pakaiannya sederhana, dari kain
putih yang dililit lilitkan pada tubuhnya.
“Siansu…!” tiga orang kakek pelayan itu sambil berlutut
menyebut suhu mereka.
“Ada apa lagi kalian datang menggangguku? ” Pak Kek
Siansu berkata, suaranya halus dan sabar akan tetapi ia
tidak bergerak dari samadhinya, bahkan tidak membuka
mata, hanya bertunduk saja, Ciang Le merasa tidak enak
sekali mendengar pertanyaan ini, karena sesungguhnya, dia
tidak akan bertega hati untuk mengganggu orang suci yang
sudah lanjut usianya ini.
“Maaf, Siansu. Teecu bertiga datang menghadap
bersama seorang pemuda yang benar benar teecu lihat
mempunyai bakat dan tulang yang bersih dan baik, patut
menjadi ahli waris daripada Luliang san,” kata Sasterawan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hening sejenak, kemudian terdengar kakek botak itu
menarik napas panjang, akan tetapi tetap tidak membuka
matanya ketika berkata “Hm, apa gunanya lagi? Siapa
orangnya sanggup menerima latihan Pak kek sin ciang
(Ilmu Silat Sakti dari Kutub Utara)? Kalian bertiga yang
sudah berlatih silat puluhan tahunpun tak sanggup
menerimanya.”
“Siansu, anak muda ini berbeda lagi. Ia pasti bisa!”
“Tiada gunanya, aku sudah tua, tidak ada nafsu
mengajar lagi.”
“Siansu, penjajah Kin masih saja menindas rakyat,
apakah tidak perlu dibasmi? Siapakah kuat menghadapi
mereka selain pemilik dari ilmu Pak kek sin ciang? ” tiba
tiba Luliang Ciangkun Si Panglima berkata dengan
suaranya yang besar.
“Aku tidak mau mengurus soal pemerintahan,” jawab
kakek tua itu tanpa membuka mata.
“Siansu, kaum petani masih tertindas mati matian, kerja
banyak makan kurang. Pak kek sin ciang masih amat
dibutuhkan untuk membahagiakan dan menolong keadaan
mereka!” kata petani, Luliang Nungjin.
Pak Kek Siansu tetap diam saja bahkan kini ia tidak mau
membuka mulut lagi. Ciang Le benar benar merasa jengah,
malu, dan tidak enak hati terhadap kakek itu. Ia merasa
seakan akan ikut mengganggu ketenteraman hidup orang
suci itu, maka ia lalu berkata, “Siansu, mohon banyak maaf
apabila teecu mengganggu dengan kehadiran teecu di
tempat terlarang dan suci ini.”
“Tidak apa, tidak apa, kalian pergilah!”
“Siansu, apakah keturunan seorang gagah, perkasa yang
sudah mengorbankan nyawa sendiri dan nyawa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keluarganya harus didiamkan begitu saja? Siansu, pemuda
ini adalah putera dari Go Sik An!”
Aneh, mendengar ini, kakek itu membuka kedua
matanya dan memandang kepada Ciang Le. Ketika pemuda
ini mengangkat muka memandang, terkejutlah ia karena
sepasang mata kakek ini benar benar amat tajam, seakan
akan menembusi dadanya dan menjenguk ke dalam hati!
Cepat cepat ia lalu mengangguk angguk sambil berlutut,
memberi hormat.
Pak Kek Siansu memandang kepada tiga orang murid
atau pelayannya, lalu katanya “Semenjak tadi, aku sudah
tertarik oleh pemuda ini, hanya masih ragu ragu karena
tidak tahu siapa dia. Tidak tahunya dia putera dari
mendiang Go taihiap! Kalian bertiga boleh keluar menjaga,
jangan perbolehkan orang lain masuk. Biar anak ini
mencoba kekuatan semangatnya.”
Setelah tiga orang kakek itu pergi dengar wajah puas dan
girang, Pak Kek Siansu bertanya.
“Orang muda, siapakah namamu? ”
“Teecu bernama Go Ciang Le, Siansu.”
Kakek itu mengangguk angguk. “Kau pernah belajar
ilmu silat dan lweekang, sayang sekali pelajaran yang
kauterirna itu sifatnya, kurang bersih! Gurumu tentu orang
orang yang tidak bisa dibilang baik, siapa mereka? ”
Ciang Lee merasa tak senang juga mendengar gurunya
dicela, maka ia menjawab, “Teecu memang murid dari
Thian Te Siang mo, akan tetapi bagi teecu, kedua orang
suhu itu baik dan mulia hatinya.”
“Hm, tak salah dugaanku. Kau datang menghadap aku
inipun bukan kehendakmu sendiri, akan tetapi atas desakan
ketiga orang muridku. Sekarang katakan, apakah kau suka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mempelajari Pak kek sin ciang? Aku tidak mau memaksa
orang.”
Ciang Le benar benar merasa heran. Kakek ini kelihatan
lemah lembut peramah dan halus tutur sapanya, akan tetapi
isi dari pada kata katanya itu bersifat kasar, jujur, dan tidak
banyak hiasan. Juga ia kagum sekali melihat kecerdikan
kakek tua ini karena ternyata dapat menduga segala sesuatu
dengan tepat sekali biarpun semenjak tadi ia hanya
dieramkan mata dan duduk tak bergerak.
“Sesungguhnya, teecu datang bukan atas kehendak teecu
sendiri, melainkan atas desakan dan setengah paksaan
ketiga lo enghiong tadi. Akan tetapi tentang mempelajari
ilmu silat, apabila Siansu yang mulia suka memberi
petunjuk, tentu teecu akan merasa berterima kasih sekali
dan akan mempelajari nya baik baik.”
Sepasang mata Pak Kek Siansu melebar, “Betulkah?
Kau takkan menyesal? Ingat, Ilmu Silat Pak kek sin ciang
itu bukan sembarangan ilmu silat dan tidak mudah
diyakinkan. Sedangkan tiga orang muridku tadi, yang
kepandaiannya lebih tinggi tingkatnya daripada
kepandaianmu, mereka juga tidak sanggup melatih ilmu
silat ini!”
“Teecu akan mencoba dan teecu berjanji akan
mempelajarinya dengan tekun dan rajin.”
“Akan tetapi, latihannya amat berbahaya, anak muda.
Kalau kau lulus, itulah amat baik, akan tetapi sebaliknya
kalau tidak, kau dapat kehilangan nyawamu!”
Ciang Le terkejut sekali. Mana ada ilmu silat yang
demikian anehnya? Akan tetapi pikirannya sudah bulat.
Kalau ia hendak mempelajari ilmu silat yang paling tinggi,
di sinilah tempatnya, pikirnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Biarpun teecu harus berkorban nyawa, teecu akan
mentaati segala petunjuk dari Siansu.”
Kakek tua itu nampak puas dan tersenyum sambil
mengangguk angguk. “Kau bersemangat besar dan berhati
teguh seperti ayahmu! Akan tetapi ini bukan main main.
Dengarlah dulu beberapa macam latihan ujian untuk
mempelajari Pak kek Sin ciang ini. Kau harus berpuasa dua
puluh satu hari, sama sekali tidak boleh makan dan hanya
hidup dari hawa udara saja, kau harus menghindari sinar
matahari selama dua puluh satu hari dan hidup di dalam
gua yang gelap, menghadapi godaan dari pikiran dan nafsu
nafsumu sendiri. Kau harus tidur di atas salju selama dua
puluh satu hari, kemudian tidur di dalam gua dekat api
unggun yang panas sekali selama dua puluh saiu hari pula.
Beberapa ujian yang kusebutkan tadi baru beberapa
diantaranya, belum ujian pengendalian nafsu dan lain lain.”
“Teecu akan lakukan semua itu dengan patuh” kata
Ciang Le dengan suara tetap.
Setelah mendapat kenyataan akan ketabahan dan
ketetapan hati pemuda itu. Pak Kek Siansu tertawa puas
dan berkata, “Baiklah, Ciang Le, kaulah satu satunya
muridku yang kelak akan menjunjung tinggi nama baik
Luliang san dan akan mempergunakan Pak kek Sin ciang
dalam perbuatan nyata.”
Mulai hari itu, Ciang Le berdiam di puncak Luliang san
dan menerima gemblengan dari Pak Kek Siansu yang sudah
tua sekali itu. Benar saja seperti yang dikatakan oleh Guru
Dewa itu, latihan latihannya amat berat. Bukan saja berat
bagi jasmani, terutama beratlah latihan latihan batinnya.
Dan setelah pada waktu menjalani latihan menghindarkan
cahaya matahari, tahulah Ciang Le mengapa tiga orang
kakek murid Pak Kek Siansu itu tidak sanggup. Di dalam
latihan ini, di mana ia bersamadhi, Pak Kek Siansu yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sudah memiliki ilmu batin tinggi sekali itu, sengaja
menggoda muridnya dengan menyalurkan pikirannya
kepada pikiran muridnya, di mana guru besar ini dengan
kekuatan batinnya membayangkan segala macam
kesenangan dunia yang akan meruntuhkan iman seorang
pertapa! Akan tetapi baiknya Ciang Le masih perjaka dan
tidak begitu mudah jatuh oleh bayangan wanita cantik, pula
ia memang memiliki hati bersih dan bakat yang baik
sehingga ia dapat lulus dari semua ujian itu. Setelah
mengalami ujian bermacam macam yang makin lama
makin berat, barulah perlahan lahan, Pak Kek Siansu
menurunkan ilmu silatnya yang luar biasa, yaitu Pak kek
Sin ciang yang belum pernah dituturkan pada siapapun
juga, bahkan yang belum pernah dipergunakan di dunia ini,
karena tanpa mempergunakan ilmu silat inipun, tak
seorangpun berani mengganggu atau memusuhi Guru
Dewa ini!
Dengan tekun dan rajin sekali Ciang Le melatih diri,
sama sekali tak pernah keluar dari puncak sehingga ia tidak
tahu bahwa tak lama setelah ia diterima menjadi murid olek
Pak Kek Siansu, di atas Bukit Luliang san tim datang
seorang tamu, yaitu tokoh dari Hoa san pai, Liang Tek
Sianseng!
Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, setelah Bi
Lan diculik oleh Coa ong Sin kai, tokoh tokoh Hoa san pai
menjadi gempar dan Liang Tek Sianseng mendapat tugas
untuk minta bantuan Pak Kek Siansu agar Coa ong Sin kai
suka melepaskan murid Hoa san pai itu Kedatangan tokoh
Hoa san pai ini disambut oleh Luliang Siucai yang sudah
kenal baik dengan tokoh Hoa san pai yang juga seorang
sasterawan ini.
Kedua orang tokoh ini bertemu dan segera asik bercakap
cakap.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Sayang sekali, saudaraku yang baik, Siansu pada waktu
ini sedang sibuk sekali dan tidak boleh diganggu. Ada
keperluan apakah gerangan maka, saudara jauh jauh datang
dari Hoa san pai dan agaknya amat perlu bertemu muka
dengan Siansu? ”
Liang Tek Sianseng lalu menceritakan tentang diculiknya
Bi Lan oleh Coa ong Siu kai dan segala peristiwa yang
terjadi di puncak Hoa san.
“Kami merasa tidak sanggup mengalahkan Coa ong Sin
kai, dan oleh karena kita semua sudah maklum akan
kejahatan Pengemis Raja Ular itu, maka kami hendak
mohon pertolongan Siansu untuk menegur Coa ong Sin kai
sehingga murid kami itu dapat dibebaskan kembali.”
“Sayang, Siansu tak mungkin diganggu. Akan tetapi,
baiklah aku akan pergi bersama untuk mencari Raja Ular
itu. Agaknya memandang muka guruku, ia akan tunduk
kepadaku.”
Bukan main girangnya Liang Tek Sianseng mendengar
kesanggupan sasterawan ini. Ia maklum bahwa kepandaian
Luliang Siucai ini saja sudah amat tinggi dan ia percaya
bahwa Luliang Siucai akan dapat mengalahkan Coa ong
Sin kai apabila Raja Ular itu hendak menggunakan
kekerasan.
Dua orang sasterawan yang memiliki kesukaan yang
sama ini lalu bercakap cakap dan main catur sampai tiga
hari di atas puncak Luliang san. Kemudian Luliang Siucai
lalu berpamit kepada suhengnya, yaitu Luliang Ciangkun
dan sutenya, Luliang Nung jin, untuk turun gunung. Ia
berpesan agar suka menyampaikan kepada Siansu apabila
Siansu menanyakan, kecuali ditanya, tiga orang ini tidak
berani mengganggu Pak Kek Siansu!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, dua orang sasterawan tua yang keduanya
merupakan tokoh tokoh persilatan yang berilmu tinggi ini,
bersama sama turun gunung untuk mencari Coa ong Sin kai
dan minta Bi Lan yang telah diculik oleh pengemis aneh itu.
Semenjak Coa ong Sin kai dan Thian Te Siang mo
mengacau pertemuan di malam hari dalam taman di kota
Cin an yang diadakan oleh Sam Thai Koksu, maka hati
ketiga orang guru negara pemerintah Kin ini menjadi
kuncup dan kecil. Ternyata di Tiongkok terdapat banyak
sekali orang orang kang ouw yang benar benar memiliki
kepandaian tinggi sekali.
Suma Kwan Eng, orang kedua dari Hui eng pai, ketika
kakaknya, yaitu Suma Kwan Seng, tewas di tangan Coa
ong Sin kai, menjadi demikian sakit hati, sehingga ia lalu
mengumpulkan anak buahnya dan menggabungkan diri
kepada Sam Thai Koksu untuk rela menjadi kaki tangan
Bangsa Kin! Suma Kwan Eng amat sakit hati kepada Hoa
san pai, karena pembunuh adik seperguruannya, yakni Ciu
Hoan Ta, adalah Tan Seng, tokoh Hoa san pai. Kemudian,
biarpun pembunuh kakaknya adalah Coa ong Sin kai,
namun terbunuhnya adalah gara gara Bi Lan, anak murid
Hoa san pai pula! Untuk menjatuhkan sakit hati kepada
Coa ong Sin kai, itulah terlalu berat baginya, maka segala
kesalahan ia timpakan kepada Hoa san pai semua.
Beberapa hari semenjak peristiwa yang terjadi di taman
kota Cin an itu, datanglah seorang kakek tua dari
perantauannya, yaitu yang bernama Ba Mau Hoatsu,
seorang tokoh dari Tibet yang kenamaan. Ba Mau Hoatsu
adalah sahabat baik yang dihormati sekali dari Sam Thai
Koksu dan hubungannya dengan Pemerintah Kin adalah
karena Ba Mau Hoatsu ini menjadi guru dari Wanyen Kan
seorang pangeran Kin yang selain berwajah tampan, juga
berilmu tinggi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kedatangan Ba Mau Hoatsu bersama dengan pangeran
ini. Semua orang menyambut dua orang agung ini dengan
penuh penghormatan. Ketika Ba Mau Hoatsu mendengar
tentang pengacauan di Cin an oleh Coa ong Sin kai dan
Thian Te Siang mo, ia menjadi marah sekali.
“Kepandaian Coa on Sin kai sih tidak berapa hebat. Aku
sendiri sanggup menghadapinya dan takkan kalah. Akan
tetapi Thian Te Siang mo memang lihai sekali. Kalau dua
orang iblis itu memusuhi kita, baiknya aku memanggil
datang Pak Hong Siansu yang kini tinggal di Tibet. Hanya
sahabat baikku Pak Hong Siansu itu saja yang akan sanggup
menghadapi dan mengalahkan Thian Te Siang mo!”
Sam Thai Kok su merasa girang sekali, akan tetapi
Pangeran Wanyen Kan berkata, “Akan tetapi, suhu.
Bukankah Pak Hong Siansu sudah menjadi wali dari
Buddha hidup di Tibet? Kedudukannya paling tinggi di
Tibet, dan beliau sudah tua, mana mau datang ke sini? ”
Ba Mau Hoatsu tertawa bergelak. “Benar kata katamu
itu, muridku. Akan tetapi akulah yang lebih kenal
wataknya. Memang kedudukannya tinggi, hidupnya sudah
makmur dan tidak membutuhkan sesuatu sehingga mustahil
dia mau datang ke sini yang begitu jauh dari sana. Akan
tetapi kalau kita beri tahu tentang Thian Te Siang mo,
kiraku dia mau juga turun tangan, karena dia adalah
seorang yang tidak mau kalah dan kalau mendengar orang
mengabarkan bahwa hanya kepandaian Thian Te Siang mo
lebih tinggi dari kepandaiannya, kupastikan ia akan menjadi
penasaran dan dengan sendirinya ia yang akan mencari
Thian Te Siang mo untuk diajak pibu!”
“Baiklah kalau suhu mau ke barat untuk mengunjungi
Pak Hong Siansu, akan tetapi teecu hendak melancong ke
Biciu,” kata Pangeran Wanyen Kan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Eh, apakah kau tidak kembali ke kota raja dulu?
Apakah nona Hoa san pai itu sudah demikian hebat
pengaruhnya atas dirimu? ”
Ditanya demikian oleh gurunya, Wanyen Kan menjadi
merah mukanya.
“Teecu ingin mengambil kepastian, suhu,” katanya dan
Ba Mau Hoatsu hanya tertawa.
“Ah, orang orang muda memang berdarah panas.”
Tentu saja semua orang tidak tahu akan maksud kata
kata guru dan murid ini, akan tetapi siapakah orangnya
yang berani bertanya kepada Ba Mau Hoatsu atau kepada
Pangeran Wan yen Kan? Hanya seorang saja yang berada
di situ menjadi amat tertarik, yaitu Suma Kwan Eng.
Seperti diketahui, bekas ketua Hui eng pai ini menaruh hati
dendam hebat kepada Hoa san pai, maka segala sesuatu
yang didengarnya mengenai Hoa san pai tentu saja menarik
hatinya. Diam diam ia lalu mendekati Pangeran Wan yen
Kan dan mengajaknya bercakap cakap.
Pangeran Wan yen Kan masih muda, paling banyak dua
puluh empat tahun usianya. Tubuhnya tidak begitu besar,
akan tetapi tegap dan gagah. Wajahnya halus tampan,
rambutnya yang hitam dan tebal itu diikat di atas kepala.
Dandanannya seperti orang Han dan karenanya, jarang ada
orang mengetahui bahwa pemuda ini sebenarnya adalah
Pangeran Wan yen Kan, seorang pangeran putera Kaisar
Kin! Wan yen Kan suka mengenakan pakaian orang orang
Han karena memang semenjak menjelang dewasa, ia telah
melakukan perantauan dan banyak menjelajah daerah
pedalaman Tiongkok Karena ia semenjak kecil mendapat
pendidikan ilmu silat dari Ba Mau Hoatsu, maka
kepandaiannya tinggi sekali dan dalam perantauannya, ia
selalu berlaku hati hati agar tidak menarik perhatian orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kang ouw, akan tetapi ia selalu dapat menjaga diri dengan
baik baik. Oleh karena ini, nama nya tidak terkenal di dunia
kang ouw, akan tetapi siapa saja yang sudah
menghambakan diri kepada pemerintah Kin, pasti sudah
mengenal nama Wan yen Kan sebagai pangeran yang
paling pandai, paling tampan paling disayang oleh kaisar
dan banyak orang meramalkan bahwa Wan yen Kan inilah
yang kelak akan menggantikan ayahnya sebagai kaisar!
Ketika Wan yen Kan mendengar bahwa orang bertubuh
tinggi besar dan nampak kuat dan gagah itu adalah ketua
dari Hui eng pai yang ternama, ia menaruh perhatian dan
sebentar saja mereka menjadi sahabat baik. Suma Kwan
Eng memang pandai sekali bermuka muka dan bicara
manis. Akhirnya ia berhasil memancing pangeran muda itu
untuk menceritakan, pengalamannya yang bersangkutan
dengan nona Hoa san pai seperti yang dibicarakan dengan
Ba Mau Hoatsu tadi.
Beberapa bulan yang lalu, Wan yen Kan seorang diri
sedang merantau ke selatan dan berada di wilayah Kerajaan
Sung selatan. Pada masa itu, Tiongkok dibagi dua, sebelah
utara Sungai Huai dikuasai dan dijajah oleh pemerintah
Kin, adapun daerah selatan dari Sungai Huai dikuasai oleh
Kerajaan Sung. Akan tetapi dalam kenyataannya, Kerajaan
Sung setengah dijajah oleh Kerajaan Kin, dan di dalam
banyak hal, Kerajaan Sung selalu mengalah. Beberapa kali
terjadi pelanggaran pelanggaran oleh orang orang dari
pemerintah Kin, akan tetapi pemerintah Sung hanya
mengurut dada saja dan tidak berani bertindak. Bahkan,
Kerajaan Sung selalu bermuka muka untuk mengambil hati
Kerajaan Kin yang amat kuat.
Kalau saja Wan yen Kan melakukan perjalanan sebagai
seorang pangeran Kin, tentu ia akan mendapat sambutan di
mana mana, sambutan yang amat besar dan penuh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penghormatan. Sebaliknya, nyawapun akan terancam
bahaya besar karena selain di satu fihak para pembesar
Kerajaan Sung akan menyambutnya, di lain fihak orang
orang kang ouw dan gagah perkasa yang masih menaruh
sakit hati kepada bala tentara Kin yang dulu pernah
menyerang ke selatan, tentu akan berusaha untuk
membunuh pangeran musuh ini.
Akan tetapi, seperti biasa kalau melakukan perjalanan,
Wan yen Kan selalu berpakaian seperti orang Han dan
karena iapun pandai berbahasa Han seperti orang orang
Han asli ia dapat melakukan penyamaran dengan amat
mudahnya.
-oo0dw0oo-
Jilid VIII
NYONYA janda Thio seringkali menegur puterinya
yang mempunyai kesukaan pergi merantau. Sering kali
memberi nasihat mengapa puterinya itu tidak mau tinggal
saja di rumah mengawaninya dan bahwa kurang baik bagi
seorang gadis untuk melakukan perjalanan seorang diri.
“Ibu tidak tahu bahwa sudah menjadi kebiasaan seorang
ahli silat untuk berkelana dan melakukan perbuatan gagah
berani menolong orang orang yang tertindas.” Ling In
menjelaskan sambil memeluk ibunya dengan sikap manja.
“Kalau aku berada di rumah saja dan sibuk di dapur, untuk
apakah aku selama ini mempelajari ilmu silat?”
Ibunya menarik napas panjang. “Ah, mengapa kau
dahulu belajar silat, anakku? Sesungguhnya, aku lebih suka
melihat kau lekas lekas menikah dan mempunyai anak, agar
aku dapat menimang nimang cucuku.”
“Aah… ibu...!” Ling In menjadi merah mukanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Mengapa tidak, Ling In?” Ibunya mengelus elus rambut
anaknya yang menumpangkan kepala nya di atas pangkuan
ibunya. “Kau sudah berusia duapuluh tiga tahun. Sejak kau
berusia tujuhbelas tahun, entah sudah berapa banyak
pemuda pemuda meminangmu, akan tetapi kau berkeras
kepala dan tidak mau menerimanya. Kau membikin ibu mu
kecewa dan berduka, Ling In.”
Sampai di sini, ibunya menyusut air matanva Ling In
terharu dan memeluk ibunya. “Ibu, aku... aku belum suka
menjadi isteri orang, tidak sampai hatiku meninggalkan ibu
seorang diri di rumah ini.”
“Kau selalu berkata begitu, Ling In. Sebenarnya itu
hanya alasan belaka, karena aku tahu bahwa kau tidak suka
kepada semua pemuda yang melamarmu. Akan tetapi
kulihat suhengmu itu, yang seringkali mengantar kau
pulang, pemuda bernama Lie Bu Tek itu, dia amat baik dan
agaknya kau pun suka kepadanya.”
“Sst, ibu… kenapa sih hari ini ibu membicarakan soal
pernikahan?” anaknya menegur dengan muka makin
merah.
Pada saat itu, bibi dari Ling In yakni isteri pamannya,
masuk dan memberitahukan bahwa di luar ada seorang
tamu ingin bertemu dengan Biciu lihiapl
“Ling In, hati hatilah. Dia kelihatannya kasar dan
berwajah menakutkan. Hatiku tidak enak melihat dia,” kata
bibinya.
“Terangkanlah hatimu, bibi.” Gadis itu dengan tabah
lalu bertindak keluar.
“Ling In, jangan kau mencari keributan dengan orang
lain,” ibunya memperingatkan. Akan tetapi Ling in telah
melompat keluar dan ia melihat seorang laki laki tinggi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
besar, berusia kurang lebih limapuluh tahun akan tetapi
masih nampak sehat dan kuat. Bahkan sepasang matanya
ketika memandang, secara kurang ajar dan terang terangan
menyatakan kekagumannya akan kecantikan Ling Inl
Melihat orang ini, Ling In terkejut sekali dan hatinya
berdebar. Ia mengenal orang itu yang bukan lain adalah
Suma Kwan Eng, orang ke dua dari Hui eng pai yang amat
lihai. Dahulu ketika mencari Gua Makam Pahlawan
bersama Tan Seng, Lie Bu Tek dan Gan Hok Seng, ia sudah
bertemu dengan orang ini, yaitu setelah paman gurunya,
Tan Seng menewaskan orang ke tiga dan Hui eng pai.
Sebaliknya, Suma Kwan Eng tidak ingat lagi kepada
gadis ini. Dahulu ketika bersama Suma Kwan Seng ia
mengadang perjalanan Tan Seng yang telah membunuh
adik seperguruan mereka, ia hanya melihat dan bertemu
sebentar saja. Maka kini ia memandang dengan penuh
kekaguman dan juga kebencian kepada murid Hoa san pai
ini.
“Eh, kiranya Suma lo enghiong dari Hui eng pai yang
datang berkunjung ke gubukku yang buruk. Ada keperluan
apakah lo enghiong (orang tua gagah) membuang waktu
berharga datang ke tempat ini?”
Suma Kwa Eng tertegun, lalu mengingat ingat. “Nona,
pernahkah kita saiing berjumpa? Kalau pernah, aku sudah
lupa lagi di mana.”
Ling In tersenyum. “Lo enghiong agaknya lupa lagi.
Dahulu di lereng Tapie san, aku pernah ikut susiok (paman
guru) dan kami berjumpa dengan lo enghiong.”
“Ah, benar! Jadi aku berhadapan dengan Bi ciu lihiap
anak murid Hoa san pai?”
Ling in mengangguk.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Bagus!” kata Suma Kwan Eng. “Susiokmu itu telah
membunuh mati suteku Ciu Hoau Ta. Kemudian suhengku
tewas pula gara gara seorang murid Hoa san yang bernama
Sianli Eng cu (Bayangan Bidadari) Liang Bi Lan. Pantaslah
kalau aku Suma Kwan Eng harus membalas dendam dan
menewaskan kau yang menjadi murid Hoa san pai. Akan
tetapi aku Suma Kwan Eng bukanlah seorang yang tidak
menyayang usia muda dan wajah cantik Nona, kau ikutlah
dengan aku dan aku berjanji takkan mempergunakan
kekerasan terhadap kau!”
Berkerut alis Ling In mendengar kata kata ini.
“Orangtua, apakah maksudmu dengan kata kata itu?”
Suma Kwan Eng tertawa bergelak dan pada saat itu, ibu
Ling In muncul, lalu berkata, “Ling In, ada tamu datang,
mengapa tidak dipersilahkan duduk di dalam?”
“Ibu, kau masuklah dan biarkan aku menghadapi orang
tua ini!” kata Ling In yang dapat menduga bahwa
menghadapi tamu ini, akhirnya ia harus mempergunakan
kekerasanl
Akan tetapi Suma Kwan Eng segera berkata kepada ibu
Ling In, “Jadi nyonya adalah ibu dari nona ini? Bagus
sekali dan amat kebetulan. Kedatanganku ini sebenarnya
hendak meminang puterimu ini untuk menjadi bini muda
dari Siauw ongya!”
“Bangsat tua bermulut lancangl Kau berani
menghinaku?” Ling In berseru keras sambil mencabut
pedangnya. Kemudian ia berpaling kepada ibunya. “Ibu,
harap kau suka masuk saja.” Mendengar ucapan tamu itu
dan permintaan puterinya, nyonya janda Thio lalu masuk
ke dalam, akan tetapi ia mengintai dari balik daun pintu.
Ling In menghadapi Suma Kwan Eng. “Orang she
Suma, aku sudah dapat menduga bahwa kedatanganmu ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tentu tidak mengandung maksud baik. Apa kaukira aku
takut kepadamu sehingga kau berani sekali menghinaku?”
“Eh, eh, nona manis mengapa begitu galak! Sebetulnya
memang sudah sepatutnya kalau aku membunuhmu,
sebagai pembalasan dendam terhadap Hoa san pai atas
tewasnya kedua orang saudaraku. Akan tetapi aku sayang
akan kecantikanmu dan juga Siauw ongya amat cinta
kepadamu. Lebih baik kau turut padaku dan hidup
berbahagia dengan Siauw ongya yang tampan, karena kalau
kau menolak, apamukah yang dapat kau pergunakan untuk
menangkan aku?”
“Keparat jahanam, makanlah pedangku ini!” Sambil
membentak marah, Ling In lalu menyerang dengan
pedangnya. Serangan ini cepat dan ganas sekali dan sebagai
ahli pedang, murid Liang Bi Suthai, tentu saja ilmu pedang
Hoa san pai yang dimilikinya amat tinggi. Namun ia
menghadapi Suma Kwan Eng orang ke dua dari Hui eng
pai yang lihai. Sambil tersenyum mengejek, Suma Kwan
Eng lalu mengelak dan di lain saat, kedua tangannya telah
mengeluarkan senjatanya. Suma Kwan Eng terkenal sekali
dengan senjatanya yang aneh, yaitu sepasang tongkat
bercabang. Kedua ujung tongkat ini mempunyai cabang dan
apabila dimainkan olehnya, dua cabang inilah yang
berbahaya sekali, karena biarpun pukulan atau dorongan
tongkat boleh tidak mengenai sasaran, namun cabangnya
itu masih dapat melakukan serangan lanjutan dari samping
yang datangnya amat tidak terduga sama sekali.
“Hm, nona manis! Kalau aku, menghendaki nyawamu,
apa sukarnya? Akan tetapi aku harus dapat menangkapmu
hidup hidup, Siauw ongya akan marah kalau burung yang
indah bulunya ini sampai terlukal Sambil berkata demikian,
Suma Kwan Eng menggerakkan tongkatnya dan membalas
serangan gadis itu. Kata kata Suma Kwan Eng ini memang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ada benarnya. Kalau dia mau, tentu dengan serangan
serangannya yang hebat ia dapat merobohkan gadis itu.
Akan tetapi ia tidak hendak membunuh Ling In dan mau
menangkapnya hidup hidup, maka agak sukar jugalah
baginya mengalahkan gadis Hoa san pai yang lihai ilmu
pedangnya ini. Betapapun juga, Ling In selalu berada di
fihak yang terdesak. Gadis ini melawan mati matian dan
karena ia kalah tenaga, dalam pertempuran yang kurang
lebih limapuluh jurus lamanya, ia telah lelah sekali,
tubuhnya penuh peluh dan rambutnya awut awutan.
Namun semangatnya tak kunjung padam dan pedangnya
masih berkelebatan menyambar nyambar, tidak kurang
bahayanya!
Pada saat Ling In menusukkan pedangnya ke arah dada
Suma Kwan Eng, orang Hui eng pai yang lihai ini
melompat mundur dan kedua tongkatnya menggunting
pedang itu diantara cabang cabangnya. Ling In mencoba
untuk menarik pedangnya, akan tetapi pedang itu tak dapat
terlepas daripada jepitan sepasang tongkat! Suma Kwan
Eng menggerakkan tongkatnya ke bawah dan cabang
cabang tongkat itu mengancam jari tangan Ling In yang
memegang pedang. Gadis itu terkejut sekali dan ketika
pegangannya mengendur, Suma Kwan Eng menggerakkan
kedua tongkatnya ke atas dan.... melayanglah pedang Ling
In dari tangannya!
Setelah pedangnya dapat terampas, Ling In bukannya
menjadi takut, bahkan menjadi makin gemas dan nekad. Ia
menubruk maju dan kini ia menyerang lawannya dengan
tangan kosong!
“Ha, ha, ha, nona yang baik. Pedangmu sudah tidak ada,
mengapa begitu nekad? Lihat, rambutmu sudah awut
awutan dan napasmu senin kamis, ahl Aku tentu akan
mendapat marah dari Siauw ongya nanti! Kau menyerahlah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saja, nona manis, tentu ong ya akan membereskan
rambutmu yang awut awutan itu.”
Suma Kwan Eng memang sengaja mengeluarkan ucapan
ucapan menghina, karena sebetulnya ia ingin sekali
membunuh gadis Hoa san pai untuk melampiaskan
dendamnya. Hanya karena takut kepada Wanyen Kan saja
maka ia tidak membunuh Ling In dan hanya memuaskan
hati dengan mengejek dan menghina. Kini sepasang
tongkatnya mengurung tubuh Ling In yang sudah tak
berdaya sungguhpun gadis ini melawan terus. Ibu Ling In
sudah menggigil di belakang pintu dan merasa gelisah dan
takut sekali.
Keadaan Ling In sudah terdesak sekali dan agaknya
gadis itu takkan dapat melepaskan diri lagi dari lawannya
yang hendak menangkapnya.
“Nona manis, sudahlah, kau menyerah saja, apa
gunanya melawan terus? Siauw ongya akan
memperlakukan kau baik baik dan kau akan hidup
beruntung, kaya raya, dan dicinta…!”
“Bangsat tua bangka, aku Thio Ling In akan mengadu
nyawa dengan kau!” seru Ling In sambil menyerang terus
dengan nekad.
“Ha ha ha, kau benar benar galak! Heran sekali mengapa
Siauw ongya bisa tergila gila kepada seorang perempuan
galak!” Suma Kwan Eng mentertawakan sambil menyerang
terus.
Pada saat yang amat berbahaya bagi keadaan Ling In,
tiba tiba menyambar tubuh yang gesit sekali dibarengi
bentakan,
“Kurang ajar sekali kau! Enyah dari sini!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bentakan ini disusul oleh tendangan kilat. Suma Kwan
Eng terkejut sekali ketika melihat bahwa yang datang
menyerangnya itu adalah Wan yen Kan! Ilmu kepandaian
Wan yen Kan masih lebih tinggi sedikit dari pada tingkat
kepandaian Suma Kwan Eng. Akan tetapi kalau saja Suma
Kwan Eng berani melawan, tidak akan mudah bagi Wan
yen Kan untuk merobohkannya. Pada saat itu Suma Kwan
Eng sedang terkejut dan tidak mengira bahwa pangeran
muda itu akan menyerangnya, pula ia tidak berani melawan
pangeran ini, maka tendangan Wan yen Kan tepat
mengenai pahanya sehingga Suma Kwan Eng terlempar
sampai dua tombak jauhnya!
Akan tetapi Suma Kwan Eng dapat bangun kembali dan
ketika tubuhnya terlempar tadi, sepasang tongkatnya masih
ia pegang. Ia berdiri memandang Wan yen Kan dengan
mata terbelalak dan mulutnya berkata, “Akan tetapi…
Wan...”
“Diam dan enyah kau dari sini! Apakah kau sudah bosan
hidup? Pergi dan jangan ganggu kami,” bentak Wan yen
Kan dengan garang.
Suma Kwan Eng tak berani membantah dan pergilah dia
dengan hati mendongkol dan muka merah. Sebetulnya,
Wan yen Kan memang marah benar benar. Tadi ia tinggal
di hotel dan menyuruh Suma Kwan Eng datang lebih dulu
ke rumah Ling In untuk mengajukan pinangan secara baik
baik. Akan tetapi siapa tahu bahwa Suma Kwan Eng bukan
melakukan perintahnya secara sopan, sebaliknya telah
menghina Ling In dan hampir saja menangkapnya.
Sesungguhnya, Suma Kwan Eng salah sangka. Dikiranya
bahwa Wan yen Kan menghendaki gadis itu sebagai
kekasih belaka, bukan dipinang sebagai calon isteril Ohh
karena itu, dalam mendapatkan gadis ini, ia tidak mau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengambil jalan terhormat, karena memang maksudnya
hendak menghina murid Hoa san pai yang dibencinya.
Adapun Ling In ketika melihat siapa orangnya yang
menolongnya dari tangan Suma Kwan Eng mukanya
menjadi merah sekali. Tidak saja ia merasa jengah karena
lagi lagi pemuda ini menolong dan membantunya, juga
karena pemuda tampan ini tadi melihat betapa ia tidak
berdaya menghadapi Suma Kwan Eng, juga heran
mendengar betapa kedua orang itu agaknya sudah saling
kenal baik!
“Wan enghiong, kiranya kau yang datang menolongku.
Agaknya Suma Kwan Eng amat takut kepadamu.”
Wan yen Kan tersenyum. “Bangsat tua itu memang
kurang ajar dan ia pernah mendapat hajaran dari aku, maka
kini setelah bertemu, ia ketakutan. Mengapa dia
menyerangmu, lihiap?”
Sebelum Ling In menjawab, nyonya janda Thio sudah
berlari keluar dan nyonya ini serta merta menjatuhkan duri
berlutut di depan Wan yen Kan sambil berkata, “Sungguh
beruntung sekali inkong (tuan penolong) datang, kalau
tidak, apa jadinya dengan puteriku? Terima kasih, inkong,
terima kasih!”
Wan yen Kan buru buru menjura dan dengan kikuk
sekali cepat membangunkan nyonya janda itu sambil
berkata halus, “Harap hujin (nyonya) jangan melakukan
penghormatan seperti ini. Aku menolong lihiap sudah
sewajarnya karena memang diantara kita sudah semestinya
saling tolong menolong.”
Nyonya Thio berkata kepada puterinya, “Ling In,
mengapa kau tidak pernah menceritakan kepadaku tentang
inkong ini?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ibu, kami baru satu kali bertemu,” jawab Ling In dan
mukanya yang cantik menjadi kemerahan.
“Silahkan masuk dan duduk di dalam, inkong.” Nyonya
janda itu mempersilahkan tamunya, dan sambil tersenyum
Ling In juga mempersilahkan Wan yen Kan untuk duduk di
ruang dalam rumah.
Setelah ketiganya duduk menghadapi meja, Wan yen
Kan berkata, “Aku menyusahkan saja.”
“Ah, tidak sama sekali, kongcu,” jawab ibu Ling In. “Eh,
Ling In, siapakah tamu kita yang terhormat ini?”
“Ibu, ini adalah saudara Wan Kan, seorang pendekar
perantau yaag gagah perkasa.” Ling In memperkenalkan
Wan yen Kan kepada ibunya.
Nyonya Thio memandang kagum. “Pantas, pantas!
Memang betul betul seorang pendekar muda yang gagah
perkasa, dan kalau tidak ada dia, entah bagaimana jadinya
dengan nasibmu, Ling In.”
Wan yen Kan menjadi malu malu dan sungkan. “Aku
benar benar menyusahkan saja, sebetulnya perbuatanku tadi
apakah yang patut dikagumi?”
“Wan kongcu merendahkan diri!” kata ibu Ling In. “Ah
ya, sampai aku yang sudah tua lupa. Tunggulah kalian anak
anak muda, biar aku mengeluarkan hidangan seadanya.”
“Eh, harap hujin jangan sungkan sungkan, aku tidak
mau merepotkan,” Wan yen Kan mencegah, akan tetapi
nyonya itu sudah pergi ke belakang.
“Maafkan aku, lihiap. Sebetulnya, seperti pernah
kukatakan ketika kita bertemu dahulu, apabila kebetulan
lewat di Biciu, aku tentu akan mampir. Kebetulan sekali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kedatanganku tadi ada baiknya bagimu, dan aku hanya
ingin..... ingin bertemu denganmu, nona.”
Setelah terjadi kekasaran yang dilakukan oleh Suma
Kwan Eng, tentu saja Wan yen Kan tidak berani bicara
tentang pinangan lagi. Siapa tahu kalau kalau gadis ini akan
menjadi curiga kepadanya.
“Aku heran sekali melihat sikap Suma Kwan Eng tadi,”
kata Ling In sambil memandang tajam kepada Wan yen
Kan, karena memang gadis ini sedikitnya menaruh hati
curiga terhadap pemuda ini.
“Penyerangannya terhadapku tidak aneh karena ia
menaruh hati dendam atas kematian saudara saudaranya
dan ia agaknya memusuhi partai persilatan Hoa san pai.
Akan tetapi, ia menyebut nyebut nama seorang yang
dipanggil siauw ongya. Pangeran manakah gerangan yang
menyuruhnya datang menggangguku? Agaknya pangeran
atau pembesar yang menyuruhnya itu seorang laki laki mata
keranjang yang jahat, atau seorang bandot tua yang
wataknya seperti Liok taijin dahulu itu.”
“Benci benarkah kau kepada pangeran dan bangsawan
tinggi, lihiap?”
“Tentu saja, kalau dia jahat seperti Liok taijin dan orang
yang disebut siauw ongya oleh Suma Kwan Eng tadi.”
“Sifat jahat memang menyerang dan hendak menguasai
hati semua orang, nona. Tidak perduli dia itu pengemis
ataupun pangeran. Tidak jarang terdapat pangeran yang
sifatnya buruk, juga sama banyaknya orang orang biasa
berhati jahat. Akan tetapi, kita harus akui bahwa tidak
semua bangsawan jahat jahat, demikian pula, banyak orang
biasa yang berhati mulia.”
“Kau agak membela kaum bangsawan, saudara Wan.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar ucapan yang tepat ini, Wan yen Kan
berdebar hatinya, akan tetapi ia masih tetap tenang dan
tersenyum. “Yang kubela hanya mereka yang baik hati,
nona. Adapun tentang Suma Kwan Eng tadi, ah, mana kita
bisa mengharapkan kebaikan dari seorang bekas pemimpin
Hui eng pai? Baik kita lupakan saja dia, dan percayalah,
kalau aku ketemu dengan dia, takkan kuberi ampun lagi.”
“Kau baik sekali, saudara Wan. Tak perlu kau bersusah
payah karena aku.”
“Diantara kita tak perlu sungkan sungkan, nona.
Bukankah kita sudah menjadi sahabat baik?”
“Kau memang sahabat baik, telah dua kali kau
membantu dan menolongku. Akan tetapi aku...”
“Kau juga baik sekali, nona Thio. Belum pernah selama
hidupku aku mengagumi seorang dara gagah perkasa seperti
kau.”
Ucapan ini tentu saja membuat muka Ling In menjadi
merah sekali. Baiknya pula pada saat itu, ibunya muncul
diikuti oleh bibinya yang membawa makanan hidangan.
Wan yen Kan menyambutnya dengan ucapan merendahkan
diri akan tetapi akhirnya mereka makan bersama dalam
suasana ramah tamah sekali. Kebetulan sekali, tengah
mereka makan, paman dari Ling In datang. Pamannya ini
bernama The Liok, yang bekerja mengurus sawah kakak
perempuannya, yaitu ibu Ling In. Wan yen Kan
diperkenalkan dan The Liok segera ikut makan semeja.
Keadaan menjadi makin meriah karena ternyata bahwa The
Liok pandai berkelakar.
“Wan kongcu, setelah jauh jauh kau datang di tempat
kami, harap kau suka bermalam di sini saja,” kata The
Liok.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Terima kasih banyak. Siauwte telah menyewa kamar
hotel.”
“Mana ada aturan begitu? Kau telah menjadi sahabat
Ling In. Diantara kita sendiri mengapa sungkan sungkan?
Sebagai tamu kami, kau sebaiknya bermalam saja di sini.
Jangan kuatir, di sini terdapat dua kamar kosong yang
memang disediakan untuk tamu. Bu Tek juga bermalam di
sini.”
“Siapakah Bu Tek itu, The toako?” tanya Wan yen Kan.
Ketika The Liok bertemu pandang dengan Lin In yang
menegurnya dengan matanya, The Liok berkata, “Dia
adalah seorang diantara saudara saudara seperguruan dari
keponakanku Ling In. Orang orang gagah itu apabila
datang berkunjung juga bermalam di sini, maka tiada
halangannya bagimu untuk bermalam di sini, Wan
kongcu.”
Juga nyonya janda Thio membujuk,
“Benar kata kata adikku, Wan siangkong. Kau
bermalamlah saja di sini selama kau berada di kota Biciu.”
“Akan tetapi… aku bermaksud tinggal sedikit nya
sepekan di kota ini. Bagaimana aku berani mengganggu
kalian yang begini baik budi dan ramah tamah?” kata Wan
yen Kan.
“Lebih baik lagil Kalau kau tinggal sepekan di kota ini,
kita akan dapat bercakap cakap dengan senang,” kata The
Liok dengan gembira.
Wan yen Kan menoleh kepada Ling In yang semenjak
tadi berdiam diri saja.
“Nona, benar benarkah aku tidak akan mengganggu?
Sesungguhnya aku tidak mau kalau menjadi pengganggu,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan tetapi untuk menolak tawaran yang demikian manis
budi, akupun merasa tidak enak sekali.”
Ling In memang semenjak tadi merasa suka melihat
sikap pemuda yang benar halus budi pekertinya dan sopan
tutur sapanya ini. Dalam hal sikap, benar benar pemuda ini
mengatasi semua orang muda yang pernah dijumpainya,
bahkan lebih halus dan sopan daripada Lie Bu Tek sendiril
Juga terus terang saja harus ia akui bahwa pemuda ini
bahkan lebih tampan dari pada Bu Tekl Akan tetapi, tentu
saja pengakuan dalam hatinya ini bukan berarti bahwa dia
jatuh hati kepada Wan Kanl
“Kau tidak merupakan gangguan, saudara Wan. Asal
saja kau tidak merasa keberatan bermalam di pondok yang
kecil dan buruk ini.”
Demikianlah, Wan yen Kan diterima oleh keluarga Thio
itu dengan baik dan ramah tamah. Tak seorangpun mengira
bahwa dia adalah seorang pangeran muda l Bahkan kini
Ling In telah melenyapkan kecurigaannya dan diam diam
ia mengaku bahwa pemuda ini betul betul baik dan manis
budi, di samping pengetahuannya yang amat luas, baik
dalam ilmu silat maupun dalam ilmu surat Wan Kan benar
benar seorang bun bu cwan jai (ahli silat dan ahli surat)
yang mengagumkan.
Ling In tidak merasa likat dan malu malu lagi untuk
bercakap cakap dengan Wan Kan yang memperlihatkan
sikap sopan. Bahkan ia pernah membicarakan ilmu silat
dengan pemuda itu dan mereka pernah pibu (mengadu
kepandaian) secara main main. Dalam pibu ini, Ling In
harus mengaku bahwa ia masih kalah setingkat, baik dalam
hal ilmu silat, lweekang maupun ginkang. Kekagumannya
terhadap pemuda ini makin meninggi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiga hari kemudian, The Liok paman Ling tn mengajak
Wan Kan bicara di ruang dalam secara empat mata.
“Wan siangkong,” kata petani ini sambil tersenyum
senyum.
“Bolehkah kiranya aku mengetahui, siapakah adanya
kedua orang tuamu? Di mana mereka tinggal?”
“Aku hidup sebatangkara di dunia ini dan tidak
mempunyai tempat tinggal yang tetap” jawab Wan Kan.
“Aku sudah menduga demikian.” The Liok mengangguk
angeuk. “Berapakah usiamu tahun ini, Wan siangkong?”
Wan Kan yang berotak cerdik itu sudah dapat menduga
ke mana tujuan percakapan ini, akan tetapi ia pura pura
tidak mengerti dan menekan debaran jantungnya. “Ah, The
toako, kau ini aneh benarl Kau seperti sedang menyelidiki
keadaanku, ada apa sih? Usiaku tahun ini duapuluh empat
tahun.”
“Bagusl Cocok betul!” The Liok kembali mengangguk
angguk. “Dan… kau belum menikah?”
Wan Kan menggeleng gelengkan kepalanya. “Orang
bodoh dan sebatangkara seperti aku ini siapakah yang mau
menjadikan suaminya?” karanya sambil tersenyum.
“Wan siangkong, jangan kau berkata begitu. Aku dan
kakak perempuauku telah berunding dan kami merasa
sangat suka kepadamu. Keponakanku Ling In itu wataknya
aneh sekali. Semenjak berusia enambelas atau tujuhbelas
tahun, telah banyak pemuda pemuda datang meminangnya
akan tetapi dia selalu menolak dengan keras. Sekarang
usianya sudah duapuluh tiga tahun. Dan jika kau suka dan
tidak menganggap Ling In terlalu bodoh dan buruk, kami
akan merasa beruntung sekali untuk menjodohkan Ling In
dengan kau, siangkong.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Biarpun sudah menduga sebelumnya, namun tetap saja
Wan Kan menjadi merah mukanya. Mau rasanya ia
bersorak kegirangan. Semenjak tinggal di rumh itu beberapa
hari ini dan selalu dekat dengan Ling In, cintanya makin
mendalam terhadap gadis itu. Akan tetapi ada satu hal yang
mengganggu hatinya. Di utara, sebagai seorang pangeran,
sekali mengulurkan tangannya saja, gadis gadis yang
menjadi puteri bangsawan maupun hartawan atau puteri
rakyat biasa, akan datang berlari lari kepadanya. Tak usah
ia menikah dengan puteri itu, dan orang tua gadis itu pun
tentu takkan keberatan biarpun ia mengambil gadisnya
tanpa mengawininya. Bahkan ia pernah mempunyai bini
muda beberapa kali, akan tetapi tak pernah ada yang
dicintanya secara mendalam. Akan tetapi, terhadap Ling In
perasaannya lain lagi. Ia benar benar mencinta gadis
perkara ini dan ingin hidup selamanya di samping Ling In
sebagai suami isteri yang saling mencinta. Akan tetapi, hal
inipun tidak mungkin, karena banyak sekali halangannya.
Pertama tama dari fihak istana Kerajaan Kin pasti akan
menentangnya. Ke dua, kalau gadis ini dan keluarganya
tahu bahwa dia seorang pangeran Kin, belum tentu mereka
menerimanya sebagai keluarga. Apalagi gadis itu sendiri,
sebagai seorang pendekar, besar sekali kemungkinan takkan
sudi menjadi isteri seorang pangeran Kin!
Akan tetapi, perasaan cinta kasih mengalahkan segala
macam rintangan. Bahkan sewaktu waktu cinta kasih
menimbulkan ketidakjujuran dan kecurangan. Demikian
pula Wan yen Kan. Ia tidak berani berterus terang bahwa
dia adalah seorang pangeran Kin, takut kalau kalau ia akan
terpisah dari Ling In. Kalau ia tetap dalam penyamaran dan
hidup sebagai suami isteri dengan Ling In di Biciu, apa
salahnya? Tak seorangpun akan mengenalnya dan karena ia
sudah biasa merantau, maka sewaktu waktu ia dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkunjung ke utara, ke istana ayah ibundanya. Soal kelak
kalau rahasianya bocor, bagaimana nanti sajalah!
Maka ia cepat berdiri dan menjura kepada The Liok.
“Banyak terima kasih atas penghargaan dan penghormatan
besar yang dilimpahkan padaku. Akan tetapi, aku seorang
yang sebatangkara, tiada rumah tinggal, bagaimana aku ada
harga untuk menjadi suami nona Ling In?”
“Jangan bimbang, Wan siangkong,” kata The Liok
sambil tertawa, “Ibu anak itu sudah setuju dan memang
sudah lama mencari seorang mantu yang baik. Sekarang
aku akan menjumpainya dan menyatakan bahwa kau
menerima usul ini. Bolehkah?”
Wan yen Kan hanya bisa mengangguk dengan hati
berdebarl Tak lama setelah pergi meninggalkan pemuda itu,
The Liok muncul lagi dengan wajah berseri, kini diikuti
oleh nyonya Thio. Wan Kan cepat bangun dari tempat
duduknya.
“Terima kasih, Wan kongcu. Kau menerima anak ku
sebagai jodohmu. Ah, sekarang legalah hatiku,
mendapatkan seorang mantu yang mencocoki hati. Semoga
kau dan Ling In kelak hidup berbahagia,” kata nyonya tua
itu dengan mata berlinang air mata.
Wan Kan segera menjatuhkan diri berlutut di depan
calon ibu mertuanya ini memberi hormat. Nyonya Thio
buru buru mengangkatnya bangun dengan wajah gembira.
Juga kepada The Lok, Wan Kan menghaturkan terima
kasih dan hormatnya sebagai calon mantu keponakan.
“Aku yang miskin tidak mempunyai sesuatu yang pantas
untuk dijadikan tanda ikatan jodoh, karena di dalam
perantauan tak pernah membawa sesuatu,” kata Wan Kan,
kemudian ia melanjutkan cepat cepat. “Namun demikian,
sesungguhnya ketika orang tuaku tiada lagi aku telah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menerima warisan yang cukup besar. Oleh karena itu,
biarlah untuk sementara ini gak bo (ibu mertua) dan paman
menerima tanda mata ini untuk adik Ling in, dan aku akan
pergi mengambil barang barangku untuk disumbangkan
sebagai mas kawin. Harap jiwi jangan kuatir, tentang segala
keperluan pernikahan, biarlah semua tanggung jawabku.”
Sambil berkata demikian, Wan Kan mengeluarkan sehelai
ikat pinggangnya yang dibuat dari pada sutera halus sekali
yang digulung merupakan sehelai tali pinggang. Selain ini,
juga ia mengeluarkan sebuah benda dari sakunya, dan
benda ini ternyata adalah sebuah mainan dari batu pualam
yang berupa seekor burung Hong. Ukirannya indah sekali
dan sekali melihat saja, dua orang tua itu dapat mengetahui
bahwa benda ini tak ternilai harganya.
Kedua benda itu diterima oleh Nyonya Thio.
“Kautunggulah dulu sebelum pergi. Aku hendak mintakan
sesuatu untuk tanda ikatan dari puteri ku.” Dengan muka
girang, nyonya Thio membawa dua macam benda tanda
ikatan jodoh itu ke kamar Ling In.
Gadis ini duduk di dalam kamarnya seperti patung,
sedikiipun tak bergerak. Mukanya pucat sekali dan di kedua
pipinya masih nampak air mata mengalir turun. Semenjak
malam tadi, Ling In berada dalam keadaan sedih dan
bingung. Ibunya memaksa dan memohon, bahkan
mengancam kalau Ling In berkeras kepala, ibunya akan
membunuh diri, agar ia mau menjadi isteri Wan Kan!
Ling In benar benar bingung. Ia memang tertarik kepada
pemuda yang tampan dan sopan ini, akan tetapi, hatinya
berat pula kepada suhengnya, Lie Bu Tek! Diam diam ia
merasa menyesal mengapa suhengnya itu sejak dulu tak
pernah mengajukan pinangan kepadanya?
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ibu tentu maklum betapa perasaan Lie suheng
kepadaku,” kata Ling In malam tadi membantah kehendak
ibunya untuk menjodohkannya kepada Wan Kan.
“Ah, laki laki mana yang tidak kelihatan suka kepada
seorang gadis seperti kau yang cantik manis? Kalau benar
benar Bu Tek ingin mengambil kau sebagai jodohnya,
mengapa dia tidak pernah datang meminang? Jangan
jangan dia hanya mau main main saja. Aku sejak dulu tidak
senang melihat kau gulang gulung dengan suhengmu itu.
Tak pantas!”
“Ibu, kau tahu sendiri bahwa Lie suheng hidup
sebatangkara dan keadaannya miskin sekali. Adanya dia
tidak mau meminang, karena ia merasa belum kuat
mendirikan rumah tangga.” Ling In membela suhengnya
itu.
“Hm, apakah dia mau tunggu sampai kau menjadi
seorang nenek nenek? Anakku, pikirlah. Kau sudah berusia
duapuluh tiga, dan aku tak lama lagi akan menyusul
ayahmul Apa kau tega melihat ibumu mati tidak meram
karena masih penasaran ingin melihat cucunya?
Kaubukalah matamu baik baik. Kurang apakah Wan
kongcu itu? Apakah dia kalah oleh suhengmu? Coba
bandingkan, baik ketampanannya, maupun kepandaiannya,
atau juga kesopanannya! Apalagi dalam hal kepandaian
sastera, benar benar suhengmu itu kalah jauh!”
Hal ini harus diakui kebenarannya oleh Ling In.
Memang, dalam segala hal, bahkan mungkin sekali dalam
ilmu silat juga, Wan Kan masih lebih unggul apabila
dibandingkan dengan Lie Bu Tek. Akan tetapi, ia telah
mengenal suhengnya itu selama bertahun tahun, ia sudah
tahu benar akan watak dan hati suhengnya. Ia yakin bahwa
suhengnya itu akan menjadi seorang suami yang bijaksana.
Akan tetapi Wan Kan? Baru dua kali ia bertemu, biarpun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sikap dan bahasanya halus dan sopan santun, namun
siapakah bisa mengetahui hati orang?
Akan tetapi setelah ibunya mengancam akan membunuh
diri apabila dia menolak lagi perjodohan ini, Ling In kalah
dan dengan kepala tunduk, ia mengambil keputusan,
“Tentang pernikahanku berada di dalam tanganmu, ibu.
Kau juga yang akan ikut merasa perih hati kelak kalau
melihat anakmu tidak bahagia hidupnya.”
Ibunya memeluk dan menciuminya. “Siapa bilang kau
tidak akan bahagia? Ibumu tidak sembarangan memilih
calon suami untukmu. Percayalah, anakku. Diantara semua
pemuda yang pernan menimangmu, bahkan juga akan
meminang mu, Wan kongcu ini pasti yang terbaikl
Sikapnya demikian agung sehingga kadang kadang aku
merasa bahwa dia bukanlah seorang sembarangan dan
masih berdarah bangsawan.”
Demikianlah, setelah Ling In menurut, Nyonya Thio
menyuruh adiknya untuk menyampaikan usul perjodohan
itu kepada Wan Kan. Alangkah girangnya ketika The Liok
memberi tahu kepadanya bahwa pemuda itu sudah setuju,
maka cepat cepat ia menghampiri pemuda itu bersama The
Liok. Sebagaimana telah dituturkan di depan, kini Nyonya
Thio membawa dua buah benda tanda ikatan jodoh dari
Wan Kan ke kamar anaknya.
“Lihat, Ling In! Pernah kau melihat benda sebagus ini
selama hidupmu?” kata nyonya itu sambil memperlihatkan
ikat pinggang dan burung Hong pualam itu kepada
puterinya.
Ling In menyusut air mata dan menengok. Ibunya
terkejut juga karena melihat betapa kedua mata anaktya
membengkak, tanda bahwa semalam gadis itu tidak tidur
sama sekali dan terus terusan menangis. Memang benar,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ling In tidak pernah tidur dan menangis terus. Bukan
karena ia benci atau tidak suka kepada Wan Kan, akan
tetapi ia menangis karena selalu timbul perasaan kasihan
yang besar sekali kalau ia teringat kepada suhengnya. Ia
dapat menduga betapa akan hancur hati Lie Bu Tek
mendengar dia akan menikah dengan lain pemuda. Biarpun
suhengnya itu belum pernah menyatakan cinta kasihnya
namun dari pandangan matanya Ling In sudah dapat
membaca jelas apa yang terkandung dalam hati pemuda
gagah perkasa itu.
Namun ketika gadis itu menengok dan meiihat benda
yang dipegang oleh ibunya, ia menjadi kagum juga.
Terutama sekali burung Hong dari batu pualam itu, benar
benar sebuah benda yang langka sekali terlihat orang. Ling
In menerima dua benda itu dan melihat lihat dengan amat
tertarik. Memang belum pernah ia menyaksikan mainan
batu pualam sehalus dan seindah itu, juga sehelai tali sutera
itu henar benar indah warnanya dan agak mengkilap dan
halus.
“Ibu, dari manakah kau mendapatkan benda yang
demikian besarnya?”
Nyonya Thio tersenyum dan dengan hati bangga dan
kedua matanya mulai basah, ia memeluk puterinya dengan
penuh kasih sayang.
“Anakku, peruntunganmu baik sekali. Tepat dugaanku
bahwa calon suamimu tentu bukan orang sembarangan. Ini
adalah tanda mata dari calon suamimu. Wan kongcu!”
Hampir saja kedua macam benda itu terlepas dari tangan
Ling In yang tiba tiba menggigil kedua tangannya. Ia segera
menaruh benda itu di atas meja di depannya dan
memandangnya dengan mata termenung.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Anakku, sekarang Wan kongcu menanti tanda mata
darimu. Benda apakah yang kiranya patut dijadikan ikatan
jodoh dan diberikan kepadanya?”
Wajah Ling In tiba tiba menjadi merah sekali dan
dengan kepala tetap tunduk ia berkata perlahan, “Terserah
kepadamu, ibu. Terserah kepadamu,” dan air matanya
mengucur kembali.
Ibunya lalu mencabut tusuk konde gadis itu yang
merupakan ukiran bunga bwe dan yang selalu menghias
rambutnya yang hitam dan halus. Rambut itu terlepas dan
terurai di atas pundak Ling In.
“Tusuk kondemu inilah tanda mata yang tepat sekali,
anakku.” Dengan menyayang sekali ibu ini lalu mengonde
rambut Ling In yang terlepas dan memasang mainan
burung Hong pada konde anaknya.
“Aduh, bagus dan cocok sekali. Kau bercerminlah!”
serunya girang karena burung Hong itu benar benar cocok
dan menambah kemanisan wajah Ling In. Akan tetapi
gadis itu tidak bergerak dan hanya menundukkan mukanya.
“Ling In, calon suamimu sekarang hendak pergi untuk
mengatur pernikahan yang akan diadakan dua pekan
kemudian. Apakah kau hendak berjumpa dengan dia
sebelum dia pergi?”
Ling In menggelengkan kepalanya. “Tak usah, ibu.”
Nyonya Thio maklum bahwa setelah sekarang menjadi
calon isteri, tentu saja Ling In merasa malu malu untuk
bertemu muka dengan Wan Kau, maka sambil tersenyum
seuyum ia lalu meninggalkan kamar anaknya untuk pergi
keluar menjumpai calon mantunya dan untuk memberikan
penghias rambut anaknya itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wan Kan menerima dengan hati girang dan bahagia
sekali. Ia memegang tusuk konde bunga bwe dari emas itu
dengan penuh kasih sayang dan menyimpan benda itu di
dalam saku bajunya sebelah dalam. Kemudian ia lalu
berpamit dan memberi hormat, kemudian pergilah dia
meninggalkan kota Bi ciu, setelah mendapat ketetapan
bahwa pernikahan akan dilangsungkan dua pekan lagi.
Adapun Ling In setelah ibunya pergi, masih saja duduk
termenung. Tak terasa pula, tangannya bergerak ke arah
kepala dan menyentuh burung Hong pualam itu, kemudian
bagaikan dalam mimpi, ia menghampiri tempat di mana
terdapat cerminnya dan melihat bayangan sendiri di dalam
cermin. Benar ibunya! Memang burung Hong yang indah
itu cocok sekali menghias rambutnya. Sayang sekali tidak
berbentuk tusuk konde, sehingga ada bahayanya terjatuh
dari kepalanya. Maka diambilnya cemara rambut dan
dengan seikal cemara rambut, dibelitnya burung Hong itu
sehingga kini tidak mungkin jatuh kembali dari rambutnya.
Ling In tidak tahu bahwa seperginya Wan Kan,
terjadilah sesuatu yang mengharukan di ruang depan
rumahnya. Tak lama setelah Wan Kan pergi, datanglah Lie
Bu Tek mengunjungi rumah itul Seperti biasa, pemuda yang
bertubuh tegap tinggi ini, berjalan dengan langkah bagaikan
seekor harimau, dan wajahnya yang gagah itu berseri seri,
menuju ke pintu rumah.
Alangkah heran dan gelisahnya ketika ia di sambut oleh
Nyonya Thio dan The Liok dengan muka dingin dan sama
sekali tidak ramah tamah seperti biasal Namun, Lie Bu Tek
tetap berkata gembira sambil menjura untuk memberi
hormat, “Bibi dan paman The, apakah sekeluarga baik baik
saja?” Memang, sudah menjadi kebiasann Lie Bu Tek untuk
bicara dengan sederhana, bahkan mendekati kasar.
Memang dia seorang ahli silat dan wataknya jujur dan terus
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terang. Tak dapat ia bersikap seperti seorang anak sekolah,
dan dalam hal ini jauh bedanya dengan Gan Hok Seng
sutenya. Inipun tidak aneh. Sebagaimana telah diketahui,
Ling In adalah murid Liang Bi Suthai dan Lie Bu Tek
murid Liang Gi Tojin. Akan tetapi Hok Seng adalah murid
Liang Tek Sianseng, seorang sasterawan. Maka di samping
ilmu silat yang didapatnya dari Liang Tek Sianseng juga
menerima pelajaran bun (sastera). Sikapnya boleh dibilang
paling sopan dan halus diantara suheng dan sucinya.
“Kami sekeluarga baik baik saja, Lie hiante,” jawab The
Liok yang kemudian bertanya secara langsung dan tiba tiba,
“Dan ada keperluan apakah kau datang mengunjungi
kami, Lie hiante?”
Lie Bu Tek adalah seorang pemuda gagah perkasa yang
tabah. Kalau dia disuruh menghadapi serangan pedang
yang dilakukan tiba tiba, mungkin ia masih akan dapat
berlaku tenang. Akan tetapi, kini menghadapi serangan The
Liok dengan pertanyaan yang sama sekali tak terduga dan
yang tidak biasa ini, Bu Tek tertegun dan menjawab gagap,
“Aku… aku… aku berkunjung saja karena sudah lama…
dan mana sumoi?
Kini Nyonya Thio yang maju menjawab, “Anak Bu Tek,
harap kauketahui bahwa mulai sekarang, Ling In tidak bisa
lagi bertemu dengan kau seperti yang sudah sudah.”
Bu Tek menjadi pucat. “Apa.... apa maksudmu?”
“Dia sudah bertunangan dan dua pekan lagi Ling In
akan menikah. Maka, tentu kau tahu sendiri bahwa dia
tidak boleh lagi bergaul dengan pemuda lain, sungguhpun
kau suhengnya.”
Bu Tek merasa seakan akan petir menyambar kepalanya.
Ia memegangi kepalanya dengan muka pucat dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memandang kepada nyonya Thio. “Aku... sebetulnya aku
datang untuk.... meminangnya kali ini...”
Nyonya Thio memandangnya dengan pandang mata iba,
kemudian menggeleng geleng kepala sambil berkata,
“Sayang kau terlambat, nak Bu Tek!”
Hening sejenak dan dalam waktu beberapa detik itu. Bu
Tek telah menjadi puluhan tahun lebih tua agaknya.
“Bibi Thio, sebagai suheng dari Ling In, bolehkah aku
mengetahui dengan siapa dia dijodohkan?”
“Calon suaminya bernama Wan Kan, seorang pemuda
bun bu cwan jai yang kepandaian ilmu silatnya tidak kalah
oleh Ling In sendiri,” jawab Nyonya Thio dengan bangga.
“Dan agaknya, biarpun hanya dugaan, dia tentu bukan
orang sembarangan. Seperti berdarah bangsawan.”
Lie Bu Tek tertegun dan hampir ia tak dapat percaya ada
seorang pemuda tidak terkenal yang kepandaiannya lebih
tinggi dari Ling In.
“Sukar bagiku untuk percaya, bibi Thio. Apakah
pertunangan ini sudah resmi?”
“Anak Bu Tek, apa kaukira aku dapat membohong
dalam hal ini? Tentu saja sudah resmi. Malah sudah
bertukar tanda mata ikatan jodoh. Kalau kaulihat apa yang
Ling In terimal Sebuah burung Hong batu pualam yang
indah bukan main dan sehelai ikat pinggang sutera yang
belum pernah kulihat seumur hidupku, demikian indah dan
halus. Dan, Ling In juga sudah memberi tusuk kondenya
bunga bwe kepada tunangannya!”
Hampir saja Bu Tek tidak dapat percaya, ia sudah kenal
baik tusuk konde itu. Mengenal begitu baik karena sering
kali secara diam diam ia mengagumi rambut sumoinya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang terhias bunga bwe emas itul Dan kini bunga bwe emas
itu tetah diberikan kepada pemuda lain.
“Sudahlah, anak Bu Tek. Dunia bukan selebar telapak
tangan dan wanita bukan hanya Ling In saja. Paling baik
kau menjauhkan diri dari Ling in dan mencari jodoh lain.
Dia bukan jodohmu,” kata Nyonya Thio yang ingin
menghibur, akan tetapi kata kata ini bahkan menikam ulu
hati pemuda itu.
Sambil memegangi kepalanya, Bu Tek mengangguk
angguk perlahan dan suaranya hampir tidak kedengaran
ketika ia berkata, “Aku.... aku tahu....” Ia lalu memutar
tubuhnya dan berjalan tersaruk saruk dengan tubuh lemas.
“Kasihan juga dia...” kata Nyonya Thio.
“Sebetulnya diapun seorang pemuda yang baik.”
“Sayang dia hanya hidup sebagai petualang, tiada
pekerjaan, hanya merantau ke sana ke mari.” The Liok
memberi komentarnya.
Malam hari itu, Ling In duduk di dalam kamarnya,
memandang api lilin yang bernyala di atas mejanya. Ia
masih termenung menung, akan tetapi tidak berduka lagi
seperti siang tadi. Rasa iba terhadap Lie Bu Tek berangsur
angsur hilang, ketika dipikirnya bahwa hubungannya
dengan suhengnya itu belum erat benar, yaitu belum saling
menyatakan cinta kasih. Memang tak dapat disangkal pula
bahwa cahaya pandangan mata suhengnya itu selalu penuh
cinta kasih dan mungkin pandangan matanya sendiri
terhadap suhengnyapun demikian. Akan tetapi karena
mulut mereka tak pernah menyatakan sesuatu, maka boleh
dibilang diantara mereka belum ada janji apa apa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suhengnya seorang perantau, seorang pemuda yang gagah
perkasa, tentu akan bisa mendapatkan jodoh yang setimpal.
Apalagi kalau Ling In mengenangkan tunangannya, ia
tidak bisa merasa kecewa. Wan Kan memenuhi syarat
menjadi calon suami. Ketampanannya tidak kalah oleh Lie
Bu Tek, bahkan bentuk tubuhnya tidak sekasar dan setegap
Lie Bu Tek, wajahnya berkulit putih dan halus. Apalagi
matanya, Ling In berdebar dan wajahnya memerah dengan
mata bercahaya kalau ia ingat akan mata tunangannya yang
indah dan lebar itu. Tentang ilmu silatnya, sudah pasti tidak
kalah oleh suhengnya itu. Apa lagi yang harus disusahkan
atau dibuat kecewa? Wan Kan benar benar memenuhi
syarat untuk menjadi suaminya. Dan diam diam Ling In
membenarkan keputusan ibunya. Kalau ia menanti
datangnya pinangan Bu Tek, bilakah terjadinya? Bagaimana
kalau suhengnya itu tidak akan pernah melamarnya?
Sedangkan usianya sudah duapuluh tiga, sudah terlalu tua
untuk seorang gadis memasuki pintu pernikahan!
Ling In masih memakai hiasan rambut burung Hong. Ia
telah memasang jarum panjang pada kaki burung sehingga
kini dapat dijadikan tusuk konde. Tali sutera masih terletak
di atas meja, kadang kadang dipegangnya, dicobanya pada
pinggangnya. Kadang kadang ia bercermin mengagumi
burung Hong di kepalanya.
Tiba tiba terdengar suara di atas genteng. Ling In cepat
bersiap, akan tetapi pada saat itu, dari atas melayang turun
tubuh seorang pemuda tegap yang berseru perlahan, “Ling
In…!”
“Suheng......??” Ling In terkejut sekali dan mengingat
akan burung Hong yang menghias kepalanya, ia menjadi
demikian malu dan gugup sehingga dengan saputangannya
yang lebar, segera dibungkusnya rambutnya untuk
menutupi hiasan rambut itu!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Tiada gunanya, sumoi. Aku sudah melihat burung
Hong itu dan aku sudah tahu pula betapa kejamnya hatimu!
Tak kusangka bahwa kau diam diam menerima pinangan
pemuda lain. Ah, Ling In bagaimana kau sampai hati
berlaku demikian?”
“Suheng, kau ada hak apakah hendak mencampuri
urusan perjodohanku?” Ling In penasaran juga karena
disebut kejam.
“Hak apa? Hak atas ikatan batin yang ada diantara kita
Sumoi, mengapa kau mengkhianat perasannku
terhadapmu? Mengapa kau mengkhianati suara hatimu
sendiri? Salahkah dugaanku selama ini atau memang hati
dan pandang matamu kepadaku itu palsu belaka? Sudah
butakah mataku atau memang kau seorang wanita kejam
yang suka melihat kehancuran hatiku? Ataukah kau melihat
pemuda yang meminangmu itu seorang bangsawan kaya
raya sehingga kau melupakan aku?”
“Cukup, suheng!” Ling In membentak dengan wajah
pucat. “Kau agaknya sudah lupa bahwa aku adalah seorang
gadis dan bahwa aku masih mempunyai seorang ibu! Kau
lupa pula bahwa urusan perjodohan, tergantung
sepenuhnya atas keputusan ibuku. Mengapa kau berani
sekali datang menghinaku? Kedatanganmu seperti seorang
pencuri ini saja sudah melanggar kesopanan dan tata
susila!”
“Ling In, betulkah bahwa kau tidak tahu bahwa aku
mencintamu sepenuh jiwaku? Dengarlah, sumoi. Aku
datang kali ini untuk meminangmu secara resmi, untuk
meminta agar kau suka menjadi isteriku.”
“Sudah, sudah, aku tak ingin mendengar lagi! Kau bilang
mencinta, akan tetapi sudah bertahun tahun ini kau
menutup mulut saja? Mengapa kau tidak meminangku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepada ibu? Kau terlalu memandang rendah kepadaku,
tidak menghargaiku. Kaukira aku dan ibu mau menunggu
terbukanya mulutmu sampat aku menjadi seorang nenek
beruban? Kini, setelah ibu menerima pinangan orang lain,
kau pura pura datang marah marah dan meminangku!
Sudahlah suheng, nasi sudah menjadi bubur, tak dapat
diperbaiki lagi. Kau pergilah dari sini, karena tidak baik
kalau sampai terdengar orang lain.” , ling In menahan air
matanya yang hendak mengucur pula setelah siang tadi ia
berhasil membendungnya.
Lie Bu Tek tiba tiba melihat ikat pinggang sutera yang
terletak di atas meja.
“Hm, kau agaknya telah lupa kepadaku hanya karena
benda benda ini? Ingin aku melihat orangnya yang memberi
benda ini kepadamu!” Dengan cepat tangannya diulur ke
depan dan ia telah memegang ujung tali pinggang itu.
“Jangan pegang itu!” Ling In membentak dan iapun
berusaha merampas tanda mata tunangannya. Akan tetapi
Bu Tek tidak mau melepaskan sehingga mereka saling tarik.
“Suheng, apakah kau sudah gila? Kau sudah gila kaena
iri hati dan cemburu! Alangkah bodoh dan rendahnya!
Lepaskan benda ini, kau tak berhak memegangnya!”
“Tidak, aku akan membawanya dan kemudian mencari
orangnya. Hendak kupakai menggantung lehernya!” kata
Bu Tek sambil menarik keras.
Ling In juga menggunakan tenaga membetot untuk
merampas tali pinggang sutera itu. Keduanya saling
menarik… “brett!” putuslah ikat pinggang itu pada
tengahnya!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ah… putus!” Ling In berseru marah. “Suheng,
putusnya barang ini berarti putusnya pula perhubungan
kita!”
Akan tetapi Lie Bu Tek sudah melompat ke atas dan
pergi dari situ sambil membawa sepotong ikat pinggang
yang putus menjadi dua tadi.
Pada saat itu, pintu kamar Ling In terbuka dan masuklah
ibunya dengan muka khawatir.
“Ling In, kau bicara kepada siapakah?” tanyanya heran.
Akan tetapi Ling In tidak menjawab, hanya menjatuhkan
diri di atas pembaringan sembil menangis. Akan tetapi
tangisnya kali ini adalah tangis dari hati yang lega. Kalau
saja Bu Tek datang dan memperlihatkan sikap penuh
kedukaan dan patah hati, mungkin Ling In akan merasa
lebih tersiksa hatinya, karena memang ia amat kasihan
kepada suhengnya itu. Akan tetapi, Bu Tek datang dan
memperlihatkan sikap kasar, bahkan telah berani mencoba
merampas dan kemudian merusak tali pinggang sutera itu,
sehingga perasaan marah dan penasaran, ditambah pula
dengan ucapan ucapan menghina dari suhengnya itu,
melenyapkan rasa kasihan dari hatinya. Kini ia dapat
menghadapi perjodohannya dengan Wan Kan dengan hati
lebih ringan.
-ooo0dw0ooo-
Di Tiongkok sebelah utara, di perbatasan Mongol,
terdapat padang pasir yang amat luas. Hanya dengan
bantuan binatang onta dan membawa perbekalan yang
lengkap saja manusia berani menyeberangi padang atau
juga disebut laut pasir ini. Beratus lie jauhnya, orang hanya
melihat pasir di mana mana, tidak sehelaipun rumput atau
tetumbuhan lain nampak, tidak ada setetespun air di tempat
yang luas itu. Panasnya tak dapat diceritakan lagi, karena
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sinar matahari yang terpantul kembali oleh pasir yarg panas
cukup hebat untuk menghanguskan sepatu pelindung kaki.
Jarang ada orang melakukan perjalanan seorang diri
melintasi padang pasir ini. Selalu yang menyeberang adalah
rombongan orang yang dapat saling membantu sewaktu
waktu seorang diantara mereka jatuh sakit atau tertimpa
bencana lain. Kalau orang menjalankan penyeberangan
sendiri saja dan ketika tiba di tengah padang pasir ia jatuh
sakit, itu berarti kematian yang amat mengerikan baginya.
Jarang ada perampok di daerah ini, hanya kadang
kadang saja timbul dan terjadi perampokan. Ini terjadi
secara kebetulan saia, yaitu kalau ada serombongan orang
jahat melintasi padang pasir, kemudian bertemu dengan
serombongan pedagang, maka terjadilah perampokan.
Akan tetapi tidak ada gerombolan perampok yarg tetap
tinggal di daerah ini.
Bahaya yang benar benar ditakuti orang adalah angin
ribut yang datangnya tiba tiba dan menyerang para
penyeberang. Kalau angin ribut timbul, maka banyak terjadi
angin puyuh, yaitu angin putaran yang akan menerbangkan
orang dan barang dengan mudahnya, yang akan
mendatangkan gelombang pasir dan akan menimbuni apa
saja yang berada di depannya!
Akan tetapi, tidak seperti biasanya, pada hari itu di atas
padang pasir nampak seorang kakek berjalan dengan
tongkat di tangan. Kakek ini benar benar luar biasa sekali.
Jangankan naik onta atau membawa perbekalan, bahkan
sebelah kaki nyapun bertelanjang tak bersepatu! Akan
tetapi, biarpun matahari sedang teriknya dan pasir sedang
panasnya, kakek itu kelihatannya ayem saja dan berjalan
sambil berdendang!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kakek ini tubuhnya tinggi kurus, sepasang matanya liar
dan pakaiannya serta rambutnya tidak karuan, sama sekali
tidak terpelihara. Tongkat di tangannya itu bukan
sembarang tongkat, melainkan sebatang ranting bambu
kuning dengan bintik bintik hijau. Bagi orang biasa, tentu
akan mengira bahwa kakek ini adalah seorang pengemis tua
yang kelaparan dan yang menjadi gila karena kesengsaraan
hidupnya. Akan tetapi, kalau ada orang kang ouw
kebetulan bertemu dengan kakek ini, mungkin ia akan
mengambil langkah seribu dan berlari pergi menyelamatkan
diri. karena kakek ini bukan lain adalah Coa ong Sin kai
(Pengemis Sakti Raja Ular) yang amat ditakuti oleh orang
orang gagah di dunia kang ouw.
Siapakah orangnya yang tidak jerih menghadapi kakek
gila yang amat lihai ini? Pembaca tentu masih ingat akan
kekejaman dan kegilaan kakek ini, yang lebih menyayang
jiwa binatang dari pada jiwa manusia. Sebagaimana telah
diuraikan di bagian depan, Coa ong Sin kai setelah
mengamuk di Cin an, dalam amukannya di taman
pertemuan yang diadakan oleh Sam Thai Koksu itu
membunuh Suma Kwan Seng, Bu eng Lo koai, dan banyak
orang lagi, lalu melarikan bekas muridnya, yakni Bi Lan.
Akan tetapi Thian Te Siang mo mengejarnya dan akhirnya
merampas Bi Lan dan Coa ong Sin kai terpaksa berlari pergi
karena tidak kuat menghadapi Sepasang Iblis Kembar yang
sakti itu.
Orang seperti Coa ong Sin kai yang jalan pikirannya
sudah tidak normal, tidak dapat mempunyai hati dendam.
Marahnya kepada Bi Lan sudah terlupa lagi. Akan tetapi ia
merasa kecewa, karena sebegitu jauh ia belum mempunyai
murid. Bi Lan ia anggap bukan muridnya lagi dan kini ia
merantau tanpa tujuan untuk mencari seorang murid baru
yang cocok.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Memang Coa ong Sin kai orang aneh. Dari caranya ia
berjalan melintasi padang pasir itu saja sudah aneh dan
lucu. Ia seperti seorang anak kecil yang baru bisa lari saja.
Kadang kadang ia berjalan lambat lambat, dan kadang
kadang ia berlari cepat sekali. Inilah yang membuat ia tak
lama kemudian tersusul oleh dua bayangan orang yang
mempergunakan ilmu lari cepat dan memang mengejarnya.
Dua orang ini adalah orang orang tua yang berpakaian
seperti sasterawan, akan tetapi yang memiliki ilmu lari
cepat luar biasa sekali.
Karena ginkang dari dua orang ini memang amat tinggi
dan pula mereka berjalan di atas pasir, biarpun Coa ong Sin
kai telah memiliki pendengaran yang amat tajam, namun ia
tidak mendengar kedatangan dua orang kakek ini. Adapun
dua orang kakek itu setelah melihat bayangan Coa ong Sin
kai dari jauh, lalu mempercepat kejaran mereka.
Setelah dekat, seorang diantara kedua kakek sasterawan
in berseru, “Coa ong Sin kai, perlahan dulu. Kami hendak
bicara dengan kau!”
Pengemis Sakti Raja Ular berhenti dan menengok, la
segera mengenal dua orang kakek sasterawan itu dan
tertawalah Coa ong Sin kai sambil menggerak gerakkan
tongkat bambunya.
“Ha, ha, ha, hal Di tempat seperti ini dapat bertemu
dengan Liang Tek Sianseng dan Luliang Siucai, benar benar
seperti dalam mimpi! Bagaimana ini? Aku Coa ong Sin kai
yang sedang mimpi bertemu dengan kalian, ataukah kalian
yang sedang mimpi bertemu dengan aku?” Kemudian ia
menjura kepada Luliang Siucai dan berkata, “Siucai,
apakah orang tua yang gagah di puncak Luliang san baik
baik saja?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ternyata segila gilanya Coa ong Sin kai, ia masih ingat
kepada Pak Kek Siansu dan masih memandang hormat
kepada orang tua sakti itu!
“Terima kasih, Coa ong Sin kai. Siansu baik baik saja,
sehat seperti kita,” jawab Luliang Siucai sambil membalas
penghormatan pengemis sakti itu.
“Kalian ini jauh jauh datang menyusulku, apakah
memang keberulan saja bertemu dengan aku, ataukah
sengaja mencariku? Agaknya sasterawan dari Hoa san pai
ini yang ada urusan dengan aku, betulkah?” tanya Coa ong
Sin kai sambil melirik ke arah Liang Tek Sianseng.
Liang Tek Sianseng melangkah maju dan berkata.
“Coa ong Sin kai, kau benar benar keterlaluan sekali.
Apakah sampai sekarang kau masih mau berpura pura? Kau
telah menawan murid kami dan membawanya pergi dengan
paksa. Di mana dia?”
“Eh, siap yang kaumaksudkan?” Co ong Sin kai tertawa
tawa menggoda.
“Orang liar, apakah kau masih hendak main main? Kau
telah menculik murid perempuan kami, Liang Bi Lan.
Sekarang di mana dia?”
“Aha, kaumaksudkan burung kecil yang liar itu? Ha, ha,
kaulihat sendiri, dia tidak berada bersamaku. Dia telah
terbang pergi!”
“Siapa bisa percaya omongan seorang seperti engkau?
Hayo kaukatakan, di mana dia? Kalau kau sampai
mengganggunya, aku terpaksa akan bertempur mati matian
melawanmu.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Coa ong Sin kai merobah sikapnya yang main main. Ia
membelalakkan matanya dan berdiri sambil bertolak
pinggang.
“Sudah
kukatakan dia
terbang pergi, kau
masih tidak percaya.
Habis kau mau
apa?” ia menantang.
“Kau sendiri
yang menculiknya
dari kami di Hoa
san, maka sekarang
kau pula yang harus
mengembalikan Bi
Lan kepada kami!”
“Bohongl Burung
kecil itu memang
suka ikut dengan aku untuk belajar ilmu silat. Sudahlah,
kutu buku, kau pergi saja jangan bikin aku marah!” kata
Coa ong Sin kai dan menggerak gerakkan tongkat
bambunya dengan senyum mengejek.
“Dasar tua bangka jahat!” seru Liang Tek Sianseng yang
segera maju menyerang dengan senjatanya, yaitu sepasang
poan koan pit yang gerakannya amat lihai.
“Bagus, tempat ini memang tepat sekali untuk main
main, cukup lega dan luas. Marilah!” kata Coa ong Sin kai
sambil tertawa bergelak. Ranting bambunya bergerak cepat
menangkis serangan Liang Tek Sianseng dan sebentar saja
kedua orang tua yang berkepandaian tinggi itu bertempur
hebat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dulu ketika Coa ong Sin kai naik ke Hoa san dan
sebelum ia menculik Bi Lan, ia pernah menghadapi
keroyokan empat orang tokoh Hoa san pai, yaitu Liang Gi
Tojin, Liang Bi Suthai, Liang Tek Sianseng dan Tan Seng.
Setelah dikeroyok empat, barulah Coa ong Sin kai menjadi
sibuk dan kewalahan. Akan tetapi kalau tokoh tokoh Hoa
san pai itu maju seorang demi seorang, Coa ong Sin kai tak
perlu takut karena memang tingkat kepandaiannya masih
lebih tinggi. Kini karena Liang Tek Sianseng menghadapi
dia sendiri, ia dapat mainkan ranting bambunya sambil
tertawa tawa mengejek. Dan benar saja sepasang poan koan
pit di tangan Liang Tek Sianseng biarpun jarang ada yang
dapat menandinginya, namun menghadapi ranting bambu
di tangan Coa ong Sin kai, tak berdaya dan hilang
kelihaiannya. Liang Tek Sianseng mempergunakan
sepasang poan koan pit dengan tenaga berlawanan, yaitu
tenaga kasar dan lemas. Penyerangan selalu dilakukan
bertubi tubi dari kanan kiri atau atas bawah. Namun, Coa
ong Sin kai selalu dapat memecahkannya dengan tangkisan
rantingnya yang bergerak cepat bagaikan seekor ular hidup.
Ranting yang lemas dan kuat ini memang cocok sekali
untuk menghadapi senjata lawan, baik senjata berat
maupun ringan. Dan begitu ranting ini terbentur senjata
lawan dalam menangkis, selalu ranting terpental dan terus
dipergunakan untuk menyerang!
Kalau Liang Tek Sianseng bukan seorang tokoh kang
ouw yang sudah banyak pengalaman dalam pertempuran
besar, tentu dalam duapuluh jurus saja ia sudah akan
dikalahkan. Dengan mati matian tokoh Hoa san pai ini
melakukan perlawanan dan ia masih kuat menghadapi
lawannya sampai empatpuluh jurus lebih, baru ia mulai
terdesak hebat dan gulungan sinar ranting yang kehijau
hijauan itu mulai mengurung tubuhnya. Akhirnya ia hanya
bisa menangkis saja tanpa dapat membatas serangan lawan!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika ranting bambu di tangan Coa ong Sin kai
menyambar ke arah ulu hatinya. Liang Tek Sianseng yang
tidak keburu mengelak lalu cepat menggerakkan poan koan
pit di tangannya. Senjata yang bentuknya seperti alat tulis
(pena bulu) ini, datang dari kanan kiri dan menggunting
ranting bambu itu. Yang atas menekan dan yang bawah
mendorong sehingga ranting bambu itu tidak dapat ditarik
kembalil Coa ong Sin kai mengerahkan tenaga,
demikianpun Liang Tek Sianseng, namun tetap saja
Pengemis Sakti itu tidak dapat menarik kembali rantingnya.
Akan tetapi tangan kirinya masih bebas dan kini Pengemis
Sakti ini menggerakkan tangan kirinya mengirim pukulan
ke arah leher Liang Tek Sianseng dengan kerasnya!
Tokoh Hoa san pai ini maklum bahwa kalau sampai
lehernya terkena pukulan yang berbentuk totokan itu, pasti
jalan darah kematian akan terpukul dan ia takkan dapat
bernapas lagi. Untuk menangkis, kedua tangannya sedang
menggunakan poan koan pit untuk menahan tongkat
lawan, maka terpaksa ia menggeser tubuh dan miringkan
kepalanya. Namun tetap saja jari jari tangan kiri yang lihai
dari Coa ong Sin kai mengenai pundak kirinya dan sambil
mengeluarkan seruan lemah, tubuh Liang Tek Sianseng
terdorong dan terhuyung huyung ke belakang. Dari mulut
dan hidungnya mengalir darah!
Coa ong Sin kai tertawa bergelak gelak dan maju untuk
mengirim tusukan maut dengan rantingnya, akan tetapi tiba
tiba dari samping menyambar angin pukulan yang
mendorongnya kuat sekali sehingga terpaksa ia
membatalkan serangannya kepada Liang Tek Sianseng dan
cepat meloncat mundur.
Ternyata bahwa yang menyerang tadi adalah Luliang
Siucai. Tadi ketika pertempuran berjalan, Luliang Siucai
tidak berani turun tangan membantu, karena hal itu akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyalahi hukum orang orang gagah. Ia hanya
menyesalkan sikap sahabatnya, yakni Liang Tek Sianseng
yang berlaku sembrono sehingga memperlibatkan diri
dalam pertempuran satu lawan satu menghadapi Coa ong
Sin kai, padahal sudah tahu bahwa kepandaiannya kalah
jauh. Namun, di dalam pertempuran satu lawan satu, ia
tidak berdaya turun tangan, maka ia hanya memandang
dengan penuh kegelisahan. Setelah Liang Tek Sianseng
terluka dan hendak dibunuh barulah ia turun tangan
menolongnya.
“Coa ong Sin kai, lawan yang sudah kalah tak boleh
didesak!” tegurnya.
Coa ong Sin kai tertawa bcrgelak. “Luliang Siucai,
mengapa kau mencampuri urusau kami? Kami
memperebutkan kebenaran, ada hubungan apakah dengan
kau penjaga Gunung Luliang san?”
Luliang Siucai tersenyum. “Kau tadi bilang
memperebutkan kebenaran, sebetulnya kebenaran yang
manakah yang diperebutkan olehmu? Kau tadi bertempur
dengan Liang Tek Sianseng itu bukan urusanku, buktinya
sampai Liang Tek Siangseng kaukalahkan, akupun tidak
mau turut campur. Akan tetapi kalau kau hendak
membunuh lawanmu yang sudah kalah, itu adalah urusan
siapa saja yang suka membela yang lemah. Dan di
hadapanku, kau tidak boleh membunuh siapapun juga
tanpa alasan. Selain itu, ketahuilah, Coa ong Sin kai, bahwa
kedatanganku ini adalah atas permintaan Liang Tek
Sianseng. Katanya kau menculik muridnya perempuan,
betulkah ini? Kalau betul, tak perlu dibicarakan panjang
lebar lagi. karena sudah tentu kau yang salah. Maka,
kuharap kau suka melihat mukaku dan mengingat kepada
Siansu, kembalikanlah anak perempuan itu.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Hm, kau memang pandai bicara. Tidak aneh, karena
orang orang seperti kau yang menganggap diri sasterawan,
selalu pandai putar lidah! Akan tetapi, bukankah tadi aku
sudah menyatakan bahwa anak perempuan itu telah lari
pergi? Apakah kau juga tidak percaya kepadaku, Luliang
Siucai?” Coa ong Sin kai memandang sambil menyeringai,
sikapnya penasaran dan matanya makin liar dan ganas.
Luliang Siucai seperti biasa, berlaku tenang, sabar dan
tetap tersenyum.
“Coa ong Sin kai, kepercayaan ada dua macam, yaitu
kepercayaan yang berdasar dan kepercayaan yang
membuta. Aku tidak mau menaruh kepercayaan secara
membuta. Kalau memang betul bahwa murid perempuan
Hoa san pai itu telah lari, kau harus ceritakan ke mana ia
lari dan mengapa sampai bisa lari daripadamu. Aku tidak
percaya begitu saja bahwa dia bisa lari dari kau orang tua
yang lihai.”
Merah muka Coa ong Sin kai mendengar ini. Ia tidak
sudi menceritakan bahwa Bi Lan lari karena dirampas oleh
Thian Te Siang mo, karena pengakuan ini sama halnya
dengan mengaku bahwa ia kalah oleh Sepasang Iblis
Kembar itu! Maka katanya sambil tersenyum mengejek,
“Luliang Siucai, agaknya kau memandang rendah
kepadaku! Kalau aku tidak mau memberi tahu kepadamu,
kau mau apakah?”
“Kalau begitu, sebagai sahabat Hoa san pai, terpaksa aku
harus menggunakan kekerasan.”
“Heh, heh, heh? Begitukah? Kaukira aku takut
kepadamu? Cobalah, Luliang Siucai, hendak kulihat sampai
di mana kehebatan kepandaian tokoh Luliang san. Kalau
kau bisa mengalahkan tongkatku ini, baru aku mau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memberi keterangan tentang murid perempuan Hoa san pai
itu.”
“Coa ong Sin kai, kau sombong! Jangan kira di dunia ini
hanya kau seorang saja yang pandai!” kata Luliang Siucai,
yang segera mengeluarkan dua buah benda dari saku
bajunya yang lebar. Melihat sepasang benda ini, Coa ong
Sin kai tertawa bergelak. Ternyata bahwa di tangan kiri
Luliang Siucai terdapat sebuah kitab kosong, yaitu hanya
sampulnya saja yang tebal dan dapat dibuka tutup dalam
penggunaan sebagai senjata. Adapun tangan kanannya
memegang sebatang pit bulu yang panjangnya ada satu
kaki, gagangnya terbuat daripada bambu biasa sedangkan
bulunya berwarna hitam karena memang pit bulu ini
biasanya ia pergunakan untuk menulis! Adapun sampul
buku itupun bisa dipergunakan sebagai alas menulis.
“Ha, ha, ha, dasar kutu buku! Terimalah tongkatku!”
Sambil tertawa tawa, Coa ong Sin kai lalu menyerang
dengan tongkat bambunya secara hebat sekali.
Luliang Siucai berlaku waspada. Gerakan gerakannya
tenang sekali dan nampaknya lambat, namun setiap kali
ujung tongkat Coa ong Sin kai mendekat, selalu tongkat itu
terpental kembali begitu terbentur dengan sampul buku atau
pit bulu.
Adapun serangan balasan dan Luliang Smcai datangnya
jarang, namun setiap kali datang, Coa ong Sin kai sampai
terlompat lompat saking bingungnya hendak
menghindarkan diri. Serangan totokan pit bulu itu benar
benar amat lihai dan kuat sekali sehingga biarpun ditangkis
oleh tongkat, masih saja pit bulu itu meluncur terus
menjangkau sasarannya! Oleh karena itu, kini Coa ong Sin
kai tak berani tertawa tawa lagi, juga menghadapi setiap
totokan, ia selalu menghindarkan diri dengan jalan
mengelak cepat cepat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu, Liang Tek Sianseng yang telat menderita
luka berat, semenjak tadi sudah duduk bersila di atas pasir
dan mengendalikan napas serta mengerahkan tenaga
lweekangnya untuk memulihkan jalan darah dan
menyembuhkan luka di dalan pundak kirinya yang terpukul
oleh jari jari tanga yang lihai dari Coa ong Sin kai tadi.
Kalau ia tidak sedang dalam keadaan seperti itu, tentu Lian
Tek Sianseng akan melihat datangnya tiga titik hitam dari
utara yang makin besar dan dekat. Tiga titik hitam itu
ternyata adalah bayangan tiga orang yang mendatangi
dengan cepat sekali ke arah dua orang yang sedang
bertempur hebat.
Coa ong Sin kai benar benar terdesak hebat oleh Luliang
Siucai. Namun, murid dan pelayan dari Pak Kek Siansu ini
memang seorang yang berwatak sabar dan pemurah.
Luliang Siucai tidak hendak melukai lawannya kalau
lawannya itu bersedia memenuhi permintaannya. Berkali
kali ia membujuk, “Coa ong Sin kai, masih belum mengaku
kalah kah kau? Lebih baik kau beritahukan di mana adanya
murid Hoa san pai itu!”
Namun Coa ong Sin kai takkan amat terkenal namanya
di dunia kang ouw katau dia tidak keras kepala dan mau
mengalah. Biarpun ia sudah terdesak hebat dan napasnya
mulai memburu, namun ia masih berlaku nekad, bahkan
kini tongkatnya menyerang dengan ganasnya. Setiap
gerakannya tidak lagi merupakan adu kepandaian,
melainkan adu nyawa!
-ooo0dw0ooo-
Jilid 9
KALAU saja Luliang Siucai bukan seorang yang
berbatin tinggi dan amat penyabar, tentu ia sudah menjadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
marah dan merobohkan lawannya ini dengan pukulan
maut. Akan tetapi, murid Pak Kek Siansu ini tidak mau
membunuh orang, dan ia berlaku amat hati hati, dengan
maksud merobohkan Coa ong Sin kai tanpa
membahayakan nyawanya. Akan tetapi hal ini bukanlah
mudah, karena kepandaian Coa ong Sin kai sudah terlalu
tinggi untuk dapat dirobohkan dengan mudah begitu saja.
Ketika Coa ong Sin kai membalas serangan Luliang
Siucai dengan sebuah tusukan yang berbahaya sekali ke
arah lambung tokoh Luliang san ini, tiba tiba Luliang Siucai
berderu keras dan tahu tahu ujung tongkat bambu itu
terjepit oleh sampul kitab di tangan kirinya. Jepitan ini
demikian kuatnya sehingga Coa ong Sin kai tak berdaya
untuk mencabutnya kembali!
“Coa ong Sin kai, kau menyerahlah!” seru Luliang
Siucai.
Akan tetapi Coa ong Sin kai mengerahkan tenaganya
untuk mencabut kembali tongkatnya yang terjepit oleh
sampul kitab sehingga dua orang kakek lihai ini saling betot
dan keadaan menjadi tegang. Tentu saja kalau Luliang
Siucai mau, ia dapat menggerakkan tangan kanannya dan
dapat menyerang lawannya dengan pit bulunya yang lihai.
Akan tetapi, murid Pak Kek Siansu ini tidak mau berlaku
demikian.
Pada saat itu, tiga bayangan orang sudah tiba di situ dan
terdengar bentakan halus.
“Luliang Siucai, jangan menghina orang dengan
kepandaianmu yang tidak seberapa itu!”
Ucapan ini dibarengi dengan menyambarnya sehelai
sinar putih yang ternyata adalah seikat mutiara putih yang
dibuat seperti tasbeh. Ketika tasbeh mutiara ini menyentuh
tongkat dan sampul kitab, baik Coa ong Sin kai maupun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Luliang Siucai merasa tubuh mereka gemetar dan dengan
kaget sekali mereka melompat mundur. Cepat mereka
memandang kepada tiga orang yang baru datang itu.
Orang yang tadi menegur dan menggerakkan tasbeh
secara hebat dan luar biasa sekali adalah seorang kakek tua
sekali dengan tubuh bengkok sehingga kelihatan pendek,
berkepala botak dan kulit mukanya putih sekali. Sepasang
matanya lebar, pakaiannya seperti seorang pertapaan,
tangan kirinya memegang sebatang tongkat panjang
berwarna merah dan tangan kanannya memegang seuntai
tasbeh terbuat dari pada batu mutiara putih yang
mengeluarkan cahaya gemilang.
Orang ke dua adalah seorang pendeta tinggi besar
bermuka hitam dan nampaknya sombong sekali. Adapun
orang ke tiga adalah seorang yang usianya kurang lebih
limapuluh tahun, berpakaian seperti seprang tosu, sepasang
matanya nampak cerdik dan juga kejam.
Siapakah mereka ini? Mereka bukan orang orang
sembarangan, karena orang pertama yang memegang
tasbeh bukan lain adalah Pak Hong Siansu, orang yang
paling lihai dan amat berkuasa di Tibet. Ilmu kepandaian
Pak Hong Siansu sukar diukur sampai di mana tingginya,
dan dari gerakan tasbehnya tadi saja sudah dapat dilihat
bahwa kepandaiannya beberapa kali lipat lebih pandai dari
pada Luliang Siucai atau Coa ong Sin kai!
Orang ke dua itu adalah Ba Mau Hoatsu, juga seorang
tokoh Tibet dan sebagaimana para pembaca sudah
mengenalnya, Ba Mau Hiatsu ini adalah guru dari Pangeran
Wanyen Kan. Adapun orang ke tiga itu adalah Giok Seng
Cu, murid dari Pak Hong Siansu, seorang yang telah
memiliki kepandaian tinggi pula dan sudah banyak
merantau ke dunia barat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika Luliang Siucai melihat orang orang yang datang
ini, ia terkejut sekali dan cepat cepat ia menjatuhkan diri
berlutut di depan Pak Hong Siansu sambil berkata, “Susiok,
mohon maaf sebanyaknya bahwa teecu tidak tahu akan
kedatangan susiok sehingga terlambat memberi hormat.”
Sementara itu, Coa ong Sin kai yang tahu bahwa orang
orang yang datang itu adalah orang orang lihai, ia lalu
tertawa tawa dan pergi meninggalkan tempat itu sambil
berkata, “Banyak benar orang orang lihai di dunia ini...!
Hebat, aku mesti melatih diri baik baik!”
Ba Mau Hoatsu yang tadinya melihat Coa ong Sin kai
dan hendak memberi hajaran kepada orang aneh yang
pernah mengacau dan menghina Sam Thai Koksu ketika
diadakan pertemuan orang orang gagah, terpaksa menunda
niatnya dan tidak mengganggu kepergian Coa ong Sin kai
karena melihat betapa orang berpakaian sasterawan yang
kepandaiannya tinggi dan bertempur dengan Coa ong Sin
kai tadi kini berlutut di depan Pak Hong Siansu. Ia pernah
mendengar tentang suheng (kakak seperguruan) dari Pak
Hong Siansu, yaitu yang bernama Pak Kek Siansu, dan
mendengar pula bahwa Pak Kek Siansu mempunyai tiga
orang murid yang lihai. Ketika mendengar disebutnya nama
Luliang Siucai oleh Pok Hong Siansu tadi, tahulah Ba Mau
Hoatsu bahwa yang mengalahkan Coa ong Sin kai tadi
adalah seorang murid dari Pak Kek Siansu.
Memang benar, Pak Hong Siansu adalah sute (adik
seperguruan) dari Pak Kek Siansu, maka tidak
mengherankan apabila kepandaiannya amat tinggi. Kedua
orang sakti ini telah berpuluh tahun bertapa di kutub utara
dan keduanya memiliki kepandaian yang luar biasa
tingginya. Akan tetapi Pak Hong Siansu memiliki cita cita
sehingga akhirnya ia menjadi seorang yang paling tinggi di
Tibet, didewa dewakan oleh para Lama sehingga hidupnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sama dengan seorang raja! Sebaliknya, Pak Kek Siansu
menyembunyikan diri di puncak Bukit Luliang san, bertapa
dan tidak mencampuri urusan duniawi.
Pak Hong Siansu sendiri sebetulnya juga sudah malas
untuk berurusan dengan orang lain, karena hidupnya sudah
aman, tenteram, dan makmur di Tibet. Akan tetapi, Ba
Mau Hoatsu adalah seorang sahabat baiknya, seorang
tokoh Tibet pula yang berkedudukan tinggi dan yang telah
banyak berjasa membantunya memperoleh kedudukan yang
paling mulia di Tibet, maka ketika Ba Mau Hoatsu datang
minta bantuannya menolong negara Kin menghadapi orang
orang seperti Thian Te Siang mo, ia memenuhi juga.
Apalagi ketika ia mendengar bahwa Thian Te Siang mo
memiliki kepandaian tinggi sekali dan oleh Ba Mau Hoatsu
dikabarkan sebagai Sepasang Iblis Kembar yang sombong
dan menjagoi daratan Tiongkok. Memang, berbeda dengan
Pak Kek Siansu, Pak Hong Siansu ini adatnya keras dan
tidak mau kalah oleh siapapun juga dalam hal kepandaian
ilmu silat. Maka ia lalu menyanggupi Ba Mau Hoatsu untuk
turun dari Tibet, ikut ke negara Kin dan berjanji hendak
mengalahkan Thian Te Siang mo. Tentu saja Ba Mau
Hoatsu merasa girang sekali. Ba Mau Hoatsu tidak takut
kepada siapapun juga dan yang membuat ia jerih hanya
menghadapi Thian Te Siang mo. Maka dengan adanya Pak
Hong Siansu yang membantu, apalagi di situ ada pula
murid dari Pak Hong Siansu, yaitu Giok Seng Cu yang
kepandaiannya juga setingkat dengan Ba Mau Hoatsu.
tentu saja Ba Mau Hoatsu berbesar hati sekali. Dari Tibet,
tiga orang tua yang lihai ini melakukan penjalanan berkuda
ke Cining, sebuah kota di sebelah selatan dari Mongolia
dalam karena Pak Hong Siansu hendak mengunjungi
seorang sahabatnya. Kemudian, dari Cining mereka ke
selatan dengan berjalan kaki melintasi padang pasir karena
Pak Hong Siansu tidak suka naik unta.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, secara kebetulan sekali rombongan dari
tiga orang ini bertemu dengan Luliang Siucai yang tengah
bertanding silat dengan Coa ong Sin kai dan berkat campur
tangan Pak Hong Sian su, maka selamatlah Coa ong Sin kai
yang berhku cerdik dan segera pergi dari situ. Biarpun Pak
Hong Siansu tidak tahu siapa orangnya yang bertempur
melawan Luliang Siucai, namun melihat murid
keponakannya itu mendesak seorang pengemis tua yang
sudah kewalahan, tanpa banyak pikir lagi ia turun tangan
dan menegur, “Luliang Siucai,” kata Pak Hong Siansu
melihat murid keponakannya itu berlutut di depannya,
“agaknya biarpun suheng telah lama tidak muncul, namun
dia masih mengumbar nafsunya melalui murid muridnya.
Ini namanya turun tangan secara tidak langsung!”
Luliang Siucai adalah seorang yang amat tenang dan
sabar, akan tetapi ada pantangannya, yaitu kalau suhunya
dicela orang lain, akan naik darah nya. Kini mendengar Pak
Hong Siansu mengucapkan tuduhan yang sifatnya
menyinggung dan sedikit menghina suhunya, ia menjawab
tak senang, “Susiok, pertempuran teecu menghadapi Coa
ong Sin kai tadi tidak ada hubungannya sama sekali dengan
Siansu yang bertapa di puncak Gunung Luliang san. Suhu
benar benar telah mencuci tangan dan segala tanggung
jawab dalam sepak terjang teecu adalah tanggung jawab
teecu sendiri!”
Mendengar jawaban ini, tahulah Pak Hong Siansu
bahwa murid keponakannya ini marah, maka ia tertawa
sambil berkata lagi, “Aha, Luliang Siucai, kau agaknya
sudah mendapat banyak kemajuan sehingga berani
mengeluarkan kata kita di depanku. Sebagai paman
gurumu, aku hendak bertanya, mengapakah kau tadi
mendesak dan menyerang pengemis tua itu? Apa alasanmu
?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Luliang Siucai menunjuk ke arah Liang Tek Sianseng
yang masih duduk bersila di atas pasir tanpa bergerak,
“Teecu bertempur untuk membela sahabat teecu itu.”
“Siapakah dia?”
“Dia adalah Liang Tek Sianseng dari Hoa san pai.
Karena muridnya diculik oleh Coa ong Sin kai, maka dia
minta tolong kepada teecu untuk membujuk Coa ong Sin
kai, agar suka mengembalikan murid perempuannya, akan
tetapi siapa kira, Coa ong Sin kai bahkan menyerang dan
melukainya. Ketika teecu menegur dan minta supaya
pengemis ular itu mengembalikan murid Hoa san pai, Coa
ong Sin kai bahkan menentang teecu. Oleh karena itulah
maka teecu sampai bertempur dengan dia.”
Tiba tiba terdengar Bu Mau Hoatsu tertawa bergelak,
“Ha, ha, ha, benar orang orang Hoa san pai selalu
menimbulkan keributan belaka di mana saja mereka berada!
Sam Thai Koksu dari negeri Kin ketika mengadakan
perayaan di Cin an, juga terjadi keributan yang ditimbulkan
oleh orang orang Hoa san pai! Sangat meragukan apakah
orang orang Hoa san pai ini benar benar orang orang yang
baik dan patut dibela!”
Mendengar ucapan sahabatnya itu, Pak Hong Siansu
mengerutkan keningnya sehingga matanya yang lebar itu
nampak makin bundar.
“Luliang Siucai, apakah kau sudah tahu betul mengapa
murid perempuan Hoa san pai itu diculik? Apakah kau
sudah yakin betul mana yang benar dan mana yang salah
dalam persoalan antara Coa ong Sin kai dan orang orang
Hoa san pai?” tanya kakek sakti itu.
Luliang Siucai menggeleng kepalanya. “Teecu tidak
mengetahui sedalam dalamnya tentang urusan itu. Yang
teecu ketahui bahwa Liang Tek Sianseng dari Hoa san pai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
adalah seorang sahabat teecu yang baik dan boleh dipercaya
kemuliaan hatinya, sedangkan Coa ong Sin kai, siapakah
yang tidak mengenal kebusukan hatinya?”
“Kau berat sebelah!” Pak Hong Siansu membentak
marah. “Tidak boleh mendasarkan benar tidaknya
seseorang dalam satu urusan atas watak mereka! Bulan
tidak selamanya bundar dan matahari tidak selamanya
terang! Orang pintar sekali kali melakukan kebodohan dan
orang bodoh sekali waktu akan melakukan kebenaran. Kau
terlalu mengandalkan kepandaian sendiri sehingga tidak
memandang kepada orang lain. Sekarang hendak kulihat
sampai di mana sih kepandaanmu sehingga kau berani
bertindak demikian sembrono dan sombong? Giok Seng
Cu, coba kaulayani Luliang Siucai ini beberapa jurus untuk
mengukur kepandaiannya!”
Dengan sikapnya yang tenang dan gerakan kakinya yang
kuat, Giok Seng Cu melangkah maju menghadapi Luliang
Siucai yang juga sudah bangun sendiri.
“Luliang Siucai, beranikah kau melawan pinto (aku)?”
tanya Giok Seng Cu kepada Luliang Siucai yang
memandang dengan penuh perhatian. Tokoh Luliang san
ini belum pernah melihat tosu yang menjadi murid
susioknya itu. Memang Giok Seng Cu bukan murid
semenjak kecil. Dia adalah seorang tosu perantau yang
tadinya memang telah memiliki kepandaian tinggi. Pada
suatu waktu, ia bentrok dengan Pak Hong Siansu dan
setelah kena dikalahkan, dia mengaku guru kepada Pak
Hong Siansu yang suka menerimanya sebagai murid karena
memang Giok Seng Cu berbakat baik sekali. Semenjak
menjadi murid Pak Hong Siansu, kepandaian Giok Seng Cu
meningkat cepat sekali.
“Giok Seng Cu, sebetulnya menurut tingkat perguruan
kita. kau masih terhitung saudara muda atau masih menjadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
suteku. Kalau susiok hendak memberi pengajaran
kepadaku, tentu aku tidak berani melawan. Akan tetapi
kalau kau yang hendak mencoba kepandaianmu kepadaku,
silahkan!”
Giok Seng Cu meraba pinggangnya di mana ia memakai
senjatanya sebagai sabuk, yaitu sehelai rantai perak, lalu
berkata, “Luliang Siucai, apakah kau menghendaki di
pergunakannya senjata dalam permainan ini?”
“Giok Seng Cu, kita masih saudara seperguruan.
Mengapa harus bersikap seperti dua orang musuh? Mari
kita main main dengan tangan kosong saja.”
“Baik, sambutlah seranganku.”
“Hati hatilah, Giok Seng Cu!”
Giok Seng Cu mulai dengan serangannya. Ia mengirim
pukulan dengan tangan kiri dimiringkan dan jari jari
tangannya diluruskan. Pukulan ini mendatangkan sambaran
angin dan mengarah leher Luliang Siucai. Dari gerakan
pertama ini saja Luliang Siucai maklum bahwa ilmu silat
dari lawannya amat lihai serta tenaga dalamnya juga luar
biasa. Ia berlaku tenang akan tetapi cepat. Dengan gerakan
halus Luliang Siucai mengelak ke kiri lalu membalas
serangan Giok Seng Cu dengan totokan ke arah dada. Giok
Seng Cu menarik kembali jangan kirinya dan dari samping,
tangan kanannya menyampok pukulan lawan. Dua tangan
beradu dan keduanya merasa bahwa tenaga lawan
sebanding kuatnya.
Setelah bertempur lima puluh jurus, tahulah Luliang
Siucai bahwa kepandaian tosu ini hanya sedikit saja di
bawah tingkatnya dan agaknya tak mungkin ia akan dapat
menang tanpa menggunakan serangan yang dapat melukai
Giok Seng Cu. Sedangkan ia tidak mau melukai murid
susioknya ini, karena ia tahu akan kekerasan hati
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
susioknya. Kalau ia merobohkan Giok Seng Cu sehingga
luka berat, tentu susioknya akan merasa tersinggung
hatinya.
Setelah berpikir masak masak, ia lalu berobah
gerakannya dan kini ia mainkan ilmu Silat Pak kek Sin
ciang! Ilmu sitat ini hanya sedikit saja ia pelajari dari Pak
Kek Siansu, karena ia terpaksa harus menyerah dan tidak
sanggup melanjutkan pelajaran ilmu silat yang aneh dan
amat berat syarat syaratnya itu. Namun, biarpun ia baru
mempelajari sedikit saja, ketika ia menggerakkan kaki
tangannya menurutkan ilmu silat ini, Giok eng Cu
mengeluarkan suara tertahan saking kaget dan bingungnya
dan pada suatu saat, Luliang Siucai berhasil menangkap
kedua pergelangan tangannya!
Pak Hong Siansu juga terkejut melihat gerakan Luliang
Siucai itu, dan tanpa terasa pula ia mengepal tinjunya dan
berkata perlahan, “Hm, inikah ilmu silat yang baru dari
suheng !”
Luliang Siucai merasa tidak enak, maka katanya, “Sute
Giok Sengcu, sudahlah. Cukup kiranya main main ini!” Ia
mengharapkan dari mulut Giok Seng Cu untuk mengakui
kekalahannya, akan tetapi siapa kira Giok Seng Cu masih
merasa penasaran dan tosu ini mengerahkan tenaga
lweekang dan diam diam melalui pergelangan tangan yang
terpegang ia menyalurkan tenaga untuk melukai Luliang
Siucai yang memegangnya. Tentu saja Luliang Siucai
menjadi terkejut ketiga merasa betapa telapak tangannya
yang memegangi pergelangan tangan lawan itu menjadi
panas. Ia cepat mengerahkan tenaganya dan pegangannya
makin mengeras. Ia menjadi bingung. Kalau diteruskan,
urat nadi Giok Seng Cu akan menjadi putus, dan kalau ia
lepaskan, benar sekali bahayanya ia akan menerima
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
serangan yang tiba tiba dari lawannya yang tidak mau
mengaku kalah itu.
“Giok Seng Cu, apakah kau sudah gila? lepaskan
perlawananmu dan mari kita sudahi pertempuran gila ini!”
Namun Giok Seng Cu sebagai jawaban malah makin
memperhebat tenaganya sehingga terpaksa Luliang Siucai
juga memperhebat tenaga gencetannya. Untuk menjaga
diri. terpaksa Luliang Siucai tidak mau melepaskan tangan
lawannya yang tak tahu diri itu. Muka Giok Seng Cu sudah
mulai berpeluh dan nyata sekali tosu ini menahan
kesakitan.
Pegangan kedua tangan Luliang Siucai bukan sembarang
pegangan, karena yang dipegang adalah tepat jalan darah
bagian urat nadi!
Pada saat itu, terdengar Pak Hong Siansu berkata
perlahan, “Hm, Giok Seng Cu ternyata kau masih belum
mendapat kemajuan!” Setelah berkata demikian, kakek
sakti ini melangkah maju dan berdiri di belakang muridnya,
kemudian dengan tangan kirinya ia menepuk perlahan ke
arah punggung muridnya itu.
Tepukan itu perlahan saja, akan tetapi akibatnya hebat
bagi Luliang Siucai. Ternyata bahwa kakek sakti ini sambil
menepuk telah, menyalurkan tenaganya yang luar biasa
sehingga tenaga ini membantu kekuatan muridnya dan
seketika itu juga, Luliang Siucai merasa betapa kedua
telapak tangannya seperti ditusuk jarum. Sambil menjerit
“celaka!” ia melepaskan pegangannya dan melompat
mundur, akan tetapi ia terhuyung huyung lalu roboh
dengan mulut menyemburkan darah. Ternyata bahwa dia
telah menderita luka hebat di sebelah dalam tubuhnya!
Melihat ini, Pak Hong Siansu merasa tidak enak hati
juga, karena biarpun tidak terlihat secara menyolok mata
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sesungguhnya ia telah berlaku curang, diam diam
membantu muridnya dan merobohkan Luliang Siucai.
Maka ia lalu berkata, “Sudahlah, mari kita pergi dari sini!”
Sebentar saja, Pak Hong Siansu, Giok Seng Cu dan Ba
Mau Hoatsu telah pergi dari tempat itu meninggalkan
Luliang Siucai dan Liang Tek Sianseng yang terluka parah.
Dua orang sasterawan gagah ini tak berdaya dan luka yang
diderita oleh Luliang Siucai bahkan lebih parah daripada
Liang Tek Sianseng. Keduanya duduk di atas pasir, bersila
untuk mengerahkan tenaga menolak daya luka di dalam
tubuh yang dapat merenggut nyawa. Melanjutkan
perjalanan bagi keduanya tak mungkin. Kalau mereka
memaksa diri melakukan perjalanan di terik panas matahari
di atas padang pasir itu, tentu sebentar saja mereka akan
kehabisan tenaga dan akan roboh binasa. Akan tetapi,
sebaliknya sukar pula memulihkan tenaga mereka untuk
mengatasi luka di bagian dalam yang parah itu. Nasib
mereka agaknya sudah dapat ditentukan, yaitu mati di
padang pasir yang luas dan panas!
“Aku merasa menyesal sekali telah membawamu
sehingga kau menderita luka hebat,” kata Liang Tek
Sianseng dengan suara lemah kepada Luliang Siucai.
Tokoh Luliang san itu tersenyum. “Mengapa menyesal?
Mati atau hidup hanya sebutan saja, siapakah yang dapat
menguasai hidup dan mati? Yang penting bagi kita, tiada
ruginya harus mati dalam membela kebenaran! Pula, kalau
kita mati bersama di tempat ini, bukankah kita akan
berangkat bersama pula dan tidak akan merasa kesepian?”
Diam diam Liang Tek Sianseng merasa kagum atas sikap
kawannya ini, yang dalam menghadapi maut masih
bersikap gembira dan tenang. Ucapan tokoh Luliang san ini
membesarkan hatinya dan melenyapkan kekecewaan dan
penyesalannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Memang ucapan Luliang Siucai itu benar belaka.
Manusia yang manakah di dunia ini dapat menguasai mati.
Dilihat begitu saja agaknya sudah tiada harapan lagi bagi
mereka untuk menghindarkan diri dari bahaya maut. Siapa
yang dapat menolong mereka di padang pasir yang sunyi
itu? Akan tetapi, kalau Thian menghendaki, ada saja jalan
bagi mereka untuk dapat hidup terus.
Secara kebetulan sekali, pada saat itu, dari jurusan timur
datang tiga orang yang tepat menuju ke tempat itu.
Bagaikan dituntun oleh tangan Thian Yang Kuasa, tiga
orang itu kebetulan sekali mengambil jalan di tempat itu
sehingga mereka dapat melihat dua orang kakek yang
sedang duduk meramkan mata dan tidak bergerak
sedikitpun juga.
“Susiok„....!” seorang diantara ketiga orang ini berseru
kaget ketika ia melihat Tiang Tek Sianseng. Tokoh Hoa san
pai ini mengenal suara orang yang menegurnya, maka cepat
ia membuka matanya dan alangkah girang dan herannya
melihat orang yang baru datang ini.
“Bi Lan! Kau…? Di sini…??” Setelah berkata demikian,
saking menahan gelora hatinya yang memang sudah lemah
karena dikerahkan untuk menahan lukanya. Liang Tek
Sianseng roboh pingsan di atas pasir!
Memang, orang ke tiga ini adalah Liang Bi Lan anak
murid Hoa san pai yang tadinya diculik oleh Coa ong Sin
kai dan kemudian menjadi murid Thian Te Siang mo.
Adapun dua orang yang datang bersama dia itupun bukan
lain adalah Thian Te Siang mo gurunya. Sepasang Iblis
Kembar ini setelah mendapatkan murid baru yang cerdik
dan rajin ini, segera membawa Bi Lan merantau sambil
tiada hentinya menggembleng nona itu dengan ilmu silat
mereka yang baru diciptakan, yaitu Thian Te Kun hwat
(Ilmu Silat Langit dan Bumi) Dan di dalam perantauan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka ini, Bi Lan banyak sekali mendapat kemajuan dan
pengalaman. Ia dapat mempelajari Thian Te Kun hwat
dengan amat baiknya dan beberapa kali ia oleh guru
gurunya dicoba menghadapi tokoh tokoh persilatan dan
selalu mendapat kemenangan. Oleh karena ini, Bi Lan
banyak bertemu dengan tokoh tokoh kang ouw dan
namanya sebagai murid Thian Te Siang mo dan juga
sebagai Sian li Eng cu (Bayangan Bidadari) cukup terkenal.
Bi Lan demikian maju kepandaiannya sehingga ia
bahkan telah mempelajari pula Ilmu Ciang siang ci hoat
(Ilmu Mengobati Luka Pukulan Tangan) dari kedua
gurunya. Oleh Karena itu, ketika melihat bahwa yang
berada di padang pasir dan sedang terluka hebat adalah
susioknya sendiri dari Hoa san, Bi Lan cepat cepat maju
mendekati dan diam diam ia lalu mengumpulkan seluruh
perhatian dan mengerahkan tenaga lweekangnya. Kedua
telunjuknya kanan kiri telah siap sedia untuk melakukan
Ciang siang ci hoat setelah ia melihat bahwa susioknya ini
terluka di dalam tubuh oleh pukulan tangan lawan yang
ampuh.
Akan tetapi sebelum gadis perkasa ini menggerakkan
tangannya, tiba tiba Thian Lo mo membentaknya,
“Bi Lan, jangan gunakan Ciang siang ci hoat!”
Karena maklum bahwa gurunya amat aneh dan keras
wataknya, Bi Lan menunda niatnya dan berpaling kepada
suhunya.
“Suhu, ini adalah susiokku sendiri, Liang Tek Sianseng
dari Hoa san pai. Dia terluka hebat, bagaimana teecu tidak
akan menolongnya?”
Kini Te Lo mo yang mencelanya, “Anak bodoh! Kami
bersusah payah melatihmu dan kau sendiri telah melatih
Ciang siang ci hoat selama beberapa bulan dengan tekun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Apakah kau hendak melenyapkannya begitu saja dan
bahkan membahayakan dirimu sendiri?”
“Suhu, untuk menolong orang, apalagi susiok sendiri,
teecu rela kehilangan tenaga.”
“Bodoh!” Sepasang Iblis Kembar itu mencela marah.
Memang, penggunaan Ciang siang ci hoat atau ilmu
pengobatan luka bekas pukulan tangan yang diajarkan oleh
Thian Te Siang mo, berdasarkan kepandaian ilmu dalam
yang amat tinggi tingkatnya. Ilmu ini sebetulnya
merupakan latihan untuk memperkuat keadaan di dalam
tubuh sendiri, akan tetapi kalau dipergunakan untuk
mengobati orang lain yang menderita luka parah karena
pukulan yang lihai dari lawan, maka akibatnya akan
berbahaya sekali bagi si penolong. Ciang siang ci hoat
dipergunakan dengan pengerahan tenaga lweekang dan
pengerahan seluruh perhatian sambil menahan napas. Yang
dipergunakan hanya dua jari telunjuk untuk menotok,
menutup dan membuka jalan jalan darah tertentu di seluruh
tubuh. Dengan jalan ini maka aliran aliran darah yang
teratur membangkitkan daya tahan dan kekuatan di dalam
tubuh orang yang terluka sehingga luka itu akan terobati
sendiri oleh daya tahun di dalam tubuhnya sendiri.
“Hayo kita pergi! Jangan berlaku bodoh, dan jangan
mencampuri urusan orang lain!” kata Thian Lo mo kepada
muridnya sambil memegang tangan Bi Lan untuk
mencegah gadis itu mempergunakan Ciang siang ci hoat
untuk menolong Liang Tek Sianseng yang masih rebah
pingsan.
“Tidak, suhu! Teecu tidak bisa pergi sebelum susiok
ditolong!” kata Bi Lan dan sikapnya yang keras kepala itu
membuat dua orang gurunya saling pandang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Jangan begitu, Bi Lan. Kita tak perlu bercampur tangan
dengan urusan lain. Jangan jangan kita hanya akan terbawa
dalam urusan permusuhan yang memusingkan belaka.
Hayo kita pergi saja,” mendesak Te Lo mo.
Akan tetapi Bi Lan tetap berkeras kepala. “Kalau suhu
berdua tidak mau menolong susiok. terpaksa teecu
mengobatinya sendiri!”
Guru guru dan murid ini bersitegang dan tiba tiba
terdengar suara ketawa halus. Yang tertawa ini adalah
Luliang Siucai yang sudah membuka matanya.
“Lain guru lain murid! Sungguh aneh dunia ini.”
“Luliang Siucai, kau sudah menculik murid kami!
Sekarang kami tidak turun tangan membunuhmu masih
boleh dianggap beruntung sekali bagimu!” kata Te Lo mo
marah.
“Siapa hendak mencampuri urusan kalian dengan murid
kalian ini? Aku hanya hendak mencegah percekcokan
antara guru dan murid. Kedua luka Liang Tek Sianseng
memang berat, akan tetapi kalau kalian mau membawanya
keluar dari pedang pasir ini, tentu ia akan dapat beristirahat
dan dapat pulih kesehatannya. Dengan berbuat demikian,
kalian akan mendatangkan tiga macam kebaikan. Pertama,
Liang Tek Sianseng akan selamat. Kedua, muridmu akan
puas, dan ke tiga, kalian sendiri berarti tidak menolong
sepenuhnya, hanya setengah setengah saja. Bukankah itu
baik sekali.”
Dari bicaranya ini, dapat dimengerti bahwa Luliang
Siucai benar benar seorang yang berhati mulia dan ia sama
sekali tidak memperdulikan keadaannya sendiri. Baginya,
kalau Liang Tek Sianseng sudah tertolong, cukuplah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Thian Te Siang mo ketika mendengar ini, lalu tertawa
dan Thian Lo mo berkata. “Ucapan itu ada isinya juga,
kutu buku! Akan tetapi, jangan kaukira kami begitu gila
untuk bersusah payah membawa kawanmu ini keluar dari
padang pasir.”
“Suhu, teecu tetap tidak mau pergi kalau suhu tidak mau
mengobati atau menolong susiok.” Bi Lan berkata dengan
suara tetap.
“Baiklah, baiklah! Akan tetapi jangan kira aku mau
diganggu oleh orang yang kausebut susiok ini sehingga
terpaksa kita harus merobah haluan perjalanan. Biar
susiokmu ini kuberi obat sehingga ia kuat untuk
melanjutkan perjalanan seorang diri, kemudian ia dapat
berobat di kota yang berdekatan,” kata Thian Lo mo yang
segera mengeluarkan sebungkus besar obat obat yang selalu
dibawa di dalam saku bajunya. Ia memilih sebungkus kecil
yang setelah dibuka berisi beberapa butir pel merah.
Dengan amat hati hati seakan akan obat itu didapatkannya
dari sorga, Thian Lo mo mengambil tiga butir dan
memberikannya kepada Bi Lan. Muridnya menerima
dengan wajah girang.
“Masukkan dua butir ke dalam perutnya dan yang
sebutir lagi untuk bekal di jalan sebelum ia dapat tiba di
kota,” kata Thian Lo mo sambil membungkus kembali,
obat obatnya dan memasukkan ke dalam kantongnya.
Bi Lan melakukan perintah gurunya. Ia menghampiri
Liang Tek Sianseng yang masih pingsan dengan muka
pucat dan napas terengah engah. Karena mulut orang tua
ini terbuka saking kepanasan dan menahan sakit, dengan
mudah Bi Lan dapat memasukkan dua butir pel merah ke
dalam mulut susioknya dan dengan sedikit tenaga, gadis ini
dapat melontarkan pel itu melalui kerongkongan dan turun
ke dalam perut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tak lama kemudian, siumanlah Liang Tek Sianseng. Ia
bangkit dan memandang kepada Bi Lan dengan muka
girang sekali.
“Bi Lan, sampai aku bertempur dan mengejar ngejar Coa
ong Sin kai karena mengira kau masih dibawanya.”
“Jadi susiok terluka oleh Coa ong Sin kai?” tanya Bi
Lan.
Liang Tek Sianseng mengangguk, kemudian ia bertanya.
“Apakah Thian Te Siang lo enghiong ini yang
menolongku?”
“Benar, susiok. Mereka ini sekarang telah menjadi guru
guruku.”
Bukan main girangnya hati Liang Tek Sianseng. Ia
menghampiri dua orang iblis kembar itu dan memberi
hormatnya.
“Banyak terima kasih atas pertolongan jiwi, terutama
sekali atas kesediaan jiwi memberi pimpinan kepada Bi
Lan,” kata Liang Tek Sianseng.
“Kalau tidak karena anak keras kepala ini, siapa sudi
bersusah payah?” jawab Thian Lo mo acuh tak acuh.
Bi Lan memberikan pel merah yang sebutir lagi kepada
susioknya.
“Susiok, ini obat dari suhu masih ada sebutir lagi, harap
kautelan di dalam perjalanan.”
“Kedua suhumu baik sekali, Bi Lan, Kau belajarlah baik
baik dan rajin agar tidak mengecewakan pengharapan
mereka. Aku akan kembali ke Hoa san dan mengabarkan
tentang keadannmu yang selamat.” Kemudian Liang Tek
Sianseng berjalan menghampiri Luliang Siucai yang masih
duduk bersila.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Sahabat baik, kita mendapat pertolongan dari dua orang
lo enghiong, kautelanlah obat ini,” katanya sambil
menyerahkan pel merah.
Akan tetapi Luliang Siucai menggelengkan kepalanya
sambil tersenyum.
“Tiada guna, Liang Tek Sianseng. Pel itu untuk bekalmu
di jalan. Aku tak perlu kau pikir, pergilah sendiri.”
“Apa? Tak mungkin. Kau sudah membelaku mencari Bi
Lan dan menghadapi Coa ong Sin kai, bagaimana aku bisa
meninggalkanmu begitu saja? Kalau kau tidak mau makan
obat ini, akupun tidak akan pergi dari sampingmu,” kata
Liang Tek Sianseng dengan suara keras.
“Kau benar benar sahabat sejati,” kata Luliang Siucai
yang terpaksa menerima dan menelan pel merah itu.
Sebentar saja mukanya yang pucat telah berobah merah.
“Ah, obat yang bagus. Patut sekali berada di tangan
Thian Te Siang mo,” katanya memuji sambil mengangguk
anggukkan kepalanya. “Akan tetapi, lukaku terlampau berat
dan aku masih belum kuat berlari. Aku hanya akan
menghambat perjalananmu, Liang Tek Sianseng, dan
mungkin sekali sebelum keluar dari padang pasir ini, aku
akan roboh dan kau juga.”
“Akan tetapi aku sudah kuat, aku akan
menggendongmu!” Tanpa menanti jawaban lagi, Liang Tek
Sianseng sudah menyambar tubuh Luliang Siucai dan terus
digendong. Kemudian ia menjura kepada Thian Te Siang
mo dan berkata, “Sekali lagi terima kasih banyak. Bi Lan,
kau belajarlah baik baik dan yang pandai menjaga diri!”
Setelah berkata demikian, Liang Tek Sianseng yang
menggendong tubuh Luliang Suicai lalu berjalan cepat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Susiokmu benar benar orang aneh,” kata Te Lo mo
kepada Bi Lan sambil menggeleng gelengkan kepalanya.
“Tidak saja memberikan sebutir pel merahnya, bahkan kini
menggendongnya. Mana dia kuat keluar dari padang pasir
kalau begitu?”
“Tidak ada gunanya sama sekali,” menyambung Thian
Lo mo, “sebelum keluar, keduanya akan mati. Percuma
saja kita kehilangan tiga butir Ang kim tan ( Pel Emas
Merah ).”
“Belum tentu, suhu,” bantah Bi Lan dan tiba tiba gadis
ini berlari cepat mengejar Liang Tek Sianseng.
“Eh, anak gila, kau mau ke mana?” Te Lo mo berteriak.
“Teecu akan mewakili susiok menggendong Luliang
Siucai!” kata Bi Lan sambil berlari terus.
Thian Te Siang mo mendongkol sekali dan cepat
mengejar, akan tetapi sementara itu, Bi Lan telah dapat
menyusul Liang Tek Sianseng yang tidak berani berlari
terlalu cepat.
“Susiok, kau takkan kuat menggendongnya keluar dari
padang pasir. Biarkan teecu yang menggendongnya!” kata
gadis ini kepada Liang Tek Sianseng.
Tokoh Hoa san pai ini berhenti dan sementara itu, Thian
Te Siang mo telah berada di situ pula.
“Bi Lan, anak berkepala batu! Kau tidak boleh
menggendongnya, mari kita pergi melanjutkan perjalanan
kita!” kata Thian Lo mo.
Bi Lan menggelengkan kepalanya. “Tidak, suhu.
Sebelum susiok dan sahabatnya tertolong, teecu takkan mau
pergi.”
“Anak setan!” memaki Te Lo mo.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi, biarpun memaki, Thian Lo mo
mengeluarkan bungkusan obatnya dan mengambil tiga butir
Ang kim tan lagi.
“Celaka, gara gara bocah ini, terpaksa bari ini aku harus
kehilangan enam butir kim tan!” katanya sambil
menyerahkan tiga butir pel itu kepada Bi Lan yang cepat
memberikannya pula kepada Luliang Siucai.
Luliang Siucai menelan sebutir pel lagi dan kini dia
mempunyai sisa dua untuk bekal di jalan sehingga ia dan
Liang Tek Sianseng akan dapat keluar dari padang pasir itu.
Luliang Siucai tertawa geli, “Thian Te Siang mo, kalian
adalah sebaliknya dari pada pel pel merah ini. Pel ini
luarnya kelihatan merah dan bagus, akan tetapi dalamnya
pahit sekali. Adapun kalian ini pada luarnya kelihatan
ganas dan jahat, akan tetapi di dalam hatimu adalah orang
orang yang budiman. Mengapa berpura pura jahat? Ha, ha,
ha!”
“Luliang Siucai, mengapa kau tidak mampus saja
sehingga tidak membikin susah kepada kami?” bentak
Thian Lo mo, akan tetapi Luliang Siucai tertawa dan
setelah menjura mengucapkan terima kasihnya, ia lalu
mengajak Liang Tek Sianseng pergi dari situ. Kini ia tidak
perlu digendong lagi karena setelah menelan sebutir kim tan
lagi, tubuhnya menjadi kuat kembali.
Sambil mengomel panjang pendek. Thian Te Siang mo
lalu mengajak Bi Lan melanjutkan perjalanan. Gidis ini
tersenyum senyum dan berlaku gembira. Akan tetapi ia tiba
tiba terkejut sekali ketika melihat kedua orang suhunya
berlari cepat mengejar Liang Tek Sianseng dan Luliang
Siucai. Bi Lan cepat mengejar pula. Ia maklum akan watak
yang aneh dari kedua suhunya dan khawatir kalau kalau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
suhu suhunya ini berobah pikiran dan mengandung maksud
buruk terhadap dua orang tua.
Juga Liang Tek Sianseng dan Luliang Siucai heran
melihat dua iblis kembar itu mengejar, maka mereka itu
berdiri menanti.
“Thian Te Siang mo, kalian mengejar apakah hendak
menyatakan menyesal karena telah menyelamatkan nyawa
kami?” tegur Luliang Siucai.
“Siapa perduli akan nyawamu?” bentak Thian Lo mo.
“Kami hanya merasa tertipu olehmu.”
“Siapa yang menipu? Apa maksudmu?” tanya Luliang
Siucai.
“Kau tadi bilang bahwa Liang Tek Sianseng terluka oleh
Coa ong Sin kai, ini mungkin benar! Akan tetapi, apakah
kau juga terluka olehnya? Kami tidak percaya!”
Luliang Siucai hanya tertawa sehingga Sepasang Iblis
Kembar ini menjadi makin penasaran.
“Jiwi lo enghiong, harap tenang. Sahabatku ini mana
bisa terluka oleh Coa ong Sin kai? Ia terluka oleh sutenya
sendiri, yakni Giok Seng Cu murid dari Pak Hong Siansu
atau sebenarnya ia terluka oleh susioknya itulah yang
membantu Giok Seng Cu.”
Thian Te Siang mo mengerutkan kening. “Apa? Orang
tua bangkotan itu bisa berada di sini? Apakah Tibet sudah
terlalu panas untuknya?”
“Dia memang telah turun bersama muridnya itu.
Agaknya ikut dengan Ba Mau Hoatsu yang berada diantara
mereka pula,” jawab Luliang Siucai.
“Hm, Sam Thai Koksu agaknya tidak mau bekerja
kepalang tanggung,” kata Te Lo mo seperti bicara kepada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diri sendiri. “Dengan bantuan Pak Hong Siansu,
keadaannya akan kuat sekali,”
“Apa?” Luliang Siucai bertanya, “Apakah mereka itu
membantu Sam Thai Koksu? Apakah Ba Mau Hoatsu
pembantu pemerintah Kin?”
Thian Lomo mengeluarkan suara mengejek. “Kau belum
tahu? Hm, sungguh bodoh !” Sebelah berkata demikian.
Thian Te Siang mo lalu mengajak pergi Bi Lan dari situ.
Juga Luliang Siucai dan Liang Tek Sianseng cepat pergi,
karena setelah mendengar bahwa Sam Thai Koksu
mengundang Pak Hong Siansu dan Ba Mau Hoatsu,
mereka menjadi gelisah sekali. Liang Tek Sianseng hendak
buru buru pulang ke Hoa san pai dan juga Luliang Siucai
hendak cepat cepat menyampaikan warta ini kepada
saudara dan kepada gurunya.
-ooo0dw0ooo-
Mari kita mengikuti perjalanan Lie Bu Tek, pemuda
murid Hoa san pai pertama, pemuda yang harus dikasihani
karena menderita luka di hatinya, karena patah hatinya.
Sumoinya, Ling In, gadis yang telah bertahun tahun
menjadi bayangan yang selalu mengisi dan memenuhi
lubuk hatinya, telah direbut orang!
Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, Lie Bu
Tek mengunjungi Ling In dan merampas sepotong dari
sabuk sutera, yakni barang tanda mata dari Wan Kan yang
diberikan kepada Ling In yang menjadi calon isterinya.
Dengan hati remuk rendam, tubuh lemah lunglai, Bu Tek
meninggalkan rumah sumoinya yang amat dikasihinya itu
sambil membawa sepotong sabuk yang amat dibencinya. Ia
ingin sekali bertemu muka dengan orang yang bernama
Wan Kan itu. Ingin ia mengadu kepandaian, bertanding
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pedang dan ia baru mengalah dan memberikan Ling In
kepada orang lain melalui darahnya!
Lie Bu Tek mulai dengan penyelidikannya, hendak tahu
siapa adanya Wan Kan yang telah merebut kekasihnya itu.
Akhirnya ia mendengar tentang perbuatan Ling In di kota
An keng, yaitu bagaimana sumoinya itu menolong seorang
petani muda yang terjatuh ke dalam cengkeraman Liok
taijin kepala daerah kota An keng. Maka ia segera menuju
ke kota An keng dan dengan mendatangi Liok taijin pada
malam harinya dan mengancam dengan pedangnya,
akhirnya tahulah dia siapa adanya Wan Kan itu. Dan
bukan main kagetnya ketika ia mendengar bahwa Wan Kan
sesungguh nya adalah Wan yen Kan, Pangeran Kerajaan
Kin!
Kemarahan yang mengamuk di dalam dada Lie Bu Tek
hampir saja membuatnya pingsan. Bagaimana sumoinya
bisa terpikat hatinya oleh seorang pangeran Kin? Inilah
pengkhianatan terhadap bangsa, pengkhianatan terhadap
cita cita dan jiwa kepatriotan sendiri! Ia harus menegur
sumoinya, kalau perlu, ia harus melupakan cinta kasihnya
dan memberi hajaran kepada sumoinya dan juga berusaha
membunuh Pangeran Wan yen Kan itu!
Dengan rasa marah yang meluap luap, Bu Tek segera
menuju ke Biciu, hendak menegur dan mencela sumoinya.
Akan tetapi, penyelidikan yang ia lakukan itu makan waktu
dua bulan lamanya dan sementara itu, Thio Ling In telah
menjadi isteri dari Wan yen Kan!
Memang, sepekan kemudian setelah Wan yen Kan
meninggalkan Biciu, ia datang kembali membawa banyak
perbekalan dan keperluan upacara pernikahan. Tentu saja
Nyonya Thio sekeluarga girang bukan main ketika
mendapat kenyataan bahwa calon mantunya itu ternyata
adalah seorang yang kaya raya. Upacara pernikahan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dilakukan dengan meriah dan setiap orang memuji mantu
Nyonya Thio tapi yang selain tampan sekali, juga cukup
kaya untuk membiayai semua peralatan pernikahan.
Dan bagaimana dengan Ling In sendiri? Ia cukup puas
dan bahagia. Suaminya benar benar amat mencintanya,
berlaku penuh cinta kasih, lemah lembut, dan amat
menghormatinya. Jatuhlah hatinya terhadap suami ini dan
iapun membalas cinta kasih suami dengan sepenuh hati.
Kalau tadinya masih ada perasaan membekas di dalam
lubuk hatinya terhadap Bu Tek, kini perasaan itu lenyap
sama sekali dan terganti oleh cinta kasih sepenuhnya
kepada suaminya yang masih dikenalnya sebagai Wan Kan,
seorang pemuda gagah yang hidup sebagai perantau.
Hanya sedikit yang mengecewakan hati Ling In atau
setidaknya yang mengganggu kebahagiaannya, yakni
bahwa pernikahannya tidak dihadiri oleh seorangpun
keluarga Hoa san pai. Hal ini karena pernikahannya
dilakukan dengan amat cepat dan terburu buru. Hanya ada
waktu sepekan dan mana bisa ia memberi kabar kepada
tokok tokoh Hoa san pai? Dan pula, kalau ia mengingat
kepada Bu Tek yang memperlihatkan sikap bermusuh, ia
menjadi sedih juga.
Akan tetapi, sikap suaminya yang manis budi
melenyapkan kekecewaan dan kesedihannya. Mereka hidup
sebagai suami isteri yang saling mencinta dan pekan pekan
mendatang merupakan hari hari bermadu yang manis.
Suaminya belum bercerita tentang keadaan dirinya, maka
sebegitu jauh Ling In tetap mengira bahwa suaminya adalah
seorang terpelajar yang berkepandaian tinggi seorang yatim
piatu yang hidup sebatangkara akan tetapi yang menerima
warisan banyak dari mendiang orang tuanya.
-oo0dw0ooTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Jilid X
SEBULAN lebih setelah pernikahan dilangsungkan,
Wan Kan minta diri dari isterinya untuk membereskan sisa
sisa hartanya yang katanya hendak dibawa semua ke Biciu.
Padahal sebetulnya, pangeran ini ingin pulang dulu karena
sudah terlalu lama meninggalkan istana ayahnya, Ling In
tentu saja menyatakan keinginan hatinya hendak turut,
akan tetapi Wan Kan berkeras mencegahnya, menyatakan
bahwa perjalanan itu amat sukar dan jauh dan bahwa ia
tidak tega melihat isterinya menderita dalam perjalanan.
“Suamiku, kaukira aku seorang wanita yang amat
lemah? Perjalanan jauh dan sukar sudah seringkali
kulakukan. Mengapa kau tidak mau mengajakku?” Ling In
membantah.
“In moi, isteriku yang manis,” Wan Kan menghibur
dengan sikap mesra penuh cinta kasih.
“Aku pergi takkan lama, dan dalam waktu yang tidak
aman ini, lebih baik kau menanti saja di Biciu. Paling lama
dua pekan aku pasti akan kembali.”
Kata kata suaminya ini mengherankan Ling In. Pada
waktu itu, di daerah selatan amat aman dan tidak pernah
terjadi kekacauan. Memang tentu saja Ling In tidak tahu
akan maksud suaminya. Wan yen Kan maksudkan keadaan
di utara yang pada waktu itu memang amat tidak aman.
Pemberontakan pemberontakan terhadap Kerajaan Kin
meletus di mana mana.
Akhirnya, karena dibujuk bujuk pun tetap tidak mau
menyerah kalah, Ling In menarik napas panjang dan dua
butir air mata mengalir turun di pipinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Asal saja tidak terlalu lama kau meninggalkan aku,”
katanya perlahan.
Wan Kan memeluknya dan menghiburnya. “Bodoh,
siapa mau berpisah terlalu lama dengan isterinya yang
demikian cantik dan mencinta?”
Demikianlah, Wan Kan berangkat ke utara,
meninggalkan Ling In yang merasa kecewa sekali karena
tidak diajak. Ling In merasa amat kesunyian ditinggalkan
suaminya. Suaminya yang tampan, peramah, dan amat
mencintanya itu benar benar telah mengisi hidupnya dan
membuat dunianya nampak ramai gembira. Sekarang,
seperginya suaminya, ia selalu duduk termenung di
halaman rumahnya, menanti nanti kembalinya orang yang
dicintanya itu.
Dua hari kemudian, datang seorang muda memasuki
halaman rumah itu, akan tetapi bukan Wan Kan yang
datang, melainkan Lie Bu Tek! Pemuda Hoa san pai ini
dengan hati panas dan penuh amarah, datang kepada Ling
In dengan maksud menegur sumoinya itu yang telah begitu
merendahkan diri untuk menikah dengan seorang pangeran
Bangsa Kin yang menindas rakyat bangsanya!
Untuk sesaat Ling In berseri wajahnya karena mengira
bahwa yang datang adalah suaminya. Akan tetapi ternyata
dugaannya keliru. Sebetulnya perawakan Bu Tek lebih
besar dari pada Wan Kan, akan tetapi pada waktu itu Bu
Tek amat kurus sehingga mendekati perawakan Wan Kan.
Ketika Ling In melihat bahwa yang datang adalah Bu
Tek, wajahnya berobah merah dengan tiba tiba dan ia
merasa terkejut, malu dan jengah. Akan tetapi, segera
semua perasaan ini terganti oleh rasa kasihan ketika ia
melihat betapa kurusnya suhengnya ini.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Suheng... kau… ?” perhatian Ling In tertarik oleh
kekurusan pemuda itu dan entah mengapa, melihat pemuda
itu menderita karena dia, selain perasaan kasihan, juga ada
perasaan puas! Sebagai seorang wanita, dia tetap saja
memiliki perasaan suka kalau melihat laki laki menderita
karena mencinta dia! Melihat betapa besar dan hebat
pengaruh dirinya terhadap laki laki yang mencintanya!
Kalau saja Ling In tidak tenggelam dalam laut
kebanggaannya, tentu ia akan dapat melihat betapa muka
Bu Tek memperlihatkan sikap mengancam dan galak sekali.
Sebaliknya, laki laki yang disohorkan amat kuat dan jauh
lebih kuat daripada hati wanita, di dalam persoalan cinta
ternyata sebaliknya! Wanitalah yang jauh lebih kuat
menguasai hatinya, dan sebaliknya, hati laki laki yang
bagaimana kuatpun, menghadapi kekasihnya, akan
merobah menjadi sepotong gumpalan darah yang tak
berdaya. Menjadi lemah sekali dan demikian pula Bu Tek.
Ketika dia melihat wajah Ling in, bentuk tubuhnya, dan
pakaiannya yang kini jauh berbeda daripada dahulu, wajah
yang kini nampak segar kemerahan dan bagaikan setangkai
bunga sedang mekarnya, bentuk tubuhnya yang kini tidak
bercorak “jantan” seperti dahulu akan tetapi dengan jelas
membayangkan kewanitaannya yang menimbulkan
kemesraan di hati, ditambah pula dengan pakaian dan
bentuk sanggul serta hiasan rambutnya yang indah menarik,
seketika itu juga cairlah kekerasan hati Bu Tek.
Inilah Ling In seperti yang seringkali ia impikan. Bukan
Ling In pendekar wanita yang kasar dan keras. Inilah Ling
In seratus prosen wanita, penuh kehalusan, penuh
kelembutan dan kemesraan.
“Sumoi...” katanya dan suaranya tersendat di dalam
kerongkongannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ling In lebih dulu dapat menguasai hati nya dan dengan
muka girang ia lalu tersenyum dan berkata, “Ah, Lie
suheng, terima kasih kau mau mengunjungiku. Silakan
duduk di dalam, suheng!”
Makin lemah dan lenyap kemarahan hati Bu Tek
mendengar suara ini, dan timbul pula kehangatan dalam
hatinya. Betapapun juga Ling In adalah sumoinya yang
telah bertahun tahun belajar ilmu silat di Hoa san dengan
dia! Bagaimana ia dapat melukai hati sumoinya ini?
Bagaimana ia dapat mencela dan menegurnya berhubung
dengan pernikahannya dengan pangeran Kerajaan Kin itu?
Tentu ada sesuatu yang membuat sumoinya ini mau
menjadi isteri pangeran itu. Ia tidak percaya bahwa
sumoinya ini membuta mau menjadi isteri Wan yen Kan.
“Tak usah, sumoi. Biarlah, cukup di sini saja.”
Baru sekarang Ling In melihat sikap Bu Tek yang dingin
dan mukanya yang tidak memperlihatkan kemarahan. Ia
mengerutkan kening, lau bertanya dengan hati timbul
kecurigaan, “Suheng, kedatanganmu ini, hanya ingin
mengunjungi aku ataukah... ataukah ada keperluan lain?”
“Aku hendak melihat keadannmu, sumoi. Syukur kau
nampak bahagia...”
“Aku memang berbahagia, suheng,” kata Ling In sambil
menundukkan mukanya yang menjadi merah.
“Ling In, mana suamimu?”
Kembali Ling In merasa gembira ketika diingatkan
kepada suaminya. Sepasang matanya berseri dan mukanya
menjadi merah.
“Ah, kau tentu akan senang kalau berkenalan dengan
dia, suheng. Kami telah merencanakan untuk mengunjungi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hoa san pai, dan memperkenalkan suamiku kepada para
suhu di sana. Ia seorang baik hati dan mulia suheng.”
Lie Bu Tek hanya memperdengarkan suara “hm....
hmm...” saja, kemudian ia memandang tajam sambil
bertanya, “Sumoi, sebetulnya siapakah suamimu itu? Dia
orang apa dan dari mana? Aku ingin sekali bertemu dengan
dia. Di mana dia sekarang?”
Kembali berobah sikap Ling In. Kini air mukanya
memperlihatkan sikap menentang.
“Kau mau apa, suheng? Apakah setelah dia menjadi
suamiku kau masih saja hendak melampiaskan nafsu
jahatmu? Apakah kau hendak menyerangnya? Terus terang
saja, suheng. Kau takkan menang menghadapi dia! Wan
Kan adalah seorang yang berkepandaian tinggi, jauh lebih
tinggi daripada kepandaianmu atau kepandaianku. Dia
murid seorang pandai, Suheng. Maka lebih baik
hilangkanlah saja rasa iri hati dan cemburu di dalam
dadamu yang tak berdasar itu. Aku menjadi isterinya
karena aku memang mencintanya.”
“Hm… jadi namanya Wan Kan? Putera siapakah dia,
sumoi?”
“Ayah bundanya sudah tidak ada lagi. Dia yatim piatu
dan perantau seperti engkau, suheng. Dia seorang baik baik,
sungguh! Harap kau suka sadar dan janganlah mencari
perkara dengan kami. Karena, kalau kau memusuhi dia,
berarti pula bahwa kau memusuhi aku, suheng!”
Tahulah sekarang Bu Tek bahwa sumoinya ini sungguh
tidak tahu bahwa suaminya adalah seorang pangeran Kin!
Akan tetapi ia merasa tidak tega untuk membuka rahasia ini
di depan sumoinya.
“Di mana dia sekarang, sumoi?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Dia sedang pergi, sejak dua hari yang lalu.
Kenapakah?”
“Ah, tidak apa apa, sumoi” kata Bu Tek sambil
mengeluarkan potongan sabuk dari kantongnya. “Aku
takkan mengganggu, sumoi, selama hidupku tak mungkin
aku mau mengganggumu. Nah, ini terimalah kembali sabuk
ini. Tak perlu lagi bagiku.” Bu Tek tak usah bertanya ke
mana Wan Kan atau Wan yen Kan, karena ia dapat
menduga bahwa pangeran itu tentu kembali ke utara dan ia
bermaksud hendak menyusulnya tanpa memberi tahu
kepada sumoinya.
Ling In menerima potongan sabuk itu dan hatinya
terharu.
“Suheng, kaumaafkanlah aku, suheng. Pernikahan ini….
pembatalan hubungan kita…. semua adalah kesalahanku….
suamiku tidak ada hubungannya dengan ini, dia tidak boleh
dipersalahkan.”
“Aku tidak menyalahkan siapapun juga dalam hal
pernikahanmu, sumoi. Kalau ada orang yang
kupersalahkan, orang itu adalah.... aku sendiri. Aku
seorang bodoh tak tahu diri, tak tahu malu! Nah, selamat
tinggal sumoi.”
“Suheng, kau masih bersikap marah kepadaku…!”
“Tidak, sumoi. Semoga Thian melindungimu. Selamat
tinggal!” Maka pergilah Bu Tek dengan cepat,
meninggalkan Ling In yang memandangnya dengan air
mata berlinang. Ling In merasa kasihan sekali kepada
suhengnya yang ia ketahui amat menderita hatinnya itu.
-ooo0dw0ooo-
Karena melakukan perjalanan siang malam dengan cepat
sekali, Lie Bu Tek hampir dapat menyusul Wan yen Kan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pagi harinya Wan yen Kan tiba di kota Cin an, sedangkan
pada hari itu juga, menjelang senja, Lie Bu Tek juga tiba di
kota itu!
Pemuda ini hatinya penuh dendam yang membuatnya
menjadi nekad dan berani mati. Ia bukan tidak tahu bahwa
kota Cin an merupakan sarang naga gua harimau bagi
orang orang gagah seperti dia, dan ia telah mendengar pula
bahwa selain di situ terdapat Sam Thai Koksu yang kosen,
juga masih terdapat orang orang gagah yang sengaja
didatangkan oleh Sam Thai Koksu untuk membantu
pemerintah Kin. Akan tetapi, nafsunya untuk membunuh
Pangeran Wan yen Kan demikian besar dan alangkah
girangnya ketika ia menyelidiki, ia dapat mendengar bahwa
pangeran itu memang betul berada di dalam gedung Sam
Thai Koksu pada hari itu!
Malam hari itu, sambil membawa pedangnya, Lie Bu
Tek meloncat ke atas genteng dan bagaikan seekor kucing
gesitnya, ia berlari lari di atas genteng rumah orang tanpa
mengeluarkan suara sedikitpun juga karena ginkangnya
memang sudah cukup tinggi. Tak lama kemudian, tibalah ia
di atas genteng sekelompok rumah gedung yang dijadikan
markas oleh Sam Thai Koksu, di mana orang orang gagah
yang membantu pemerintah Kin berkumpul. Dengan amat
hati hati Lie Bu Tek meloncat loncat di atas genteng dan
menyelidiki untuk mencuri tahu di mana adanya pangeran
yang dibencinya itu!
Betapapun tinggi kepandaian Lie Bu Tek, namun ia
masih tidak tahu bahwa semenjak tadi sesosok bayangan
yang bagaikan setan saja gerakannya telah mengikutinya
dan kini bayangan itu bersembunyi di balik wuwungan dan
mengintai sambil memperhatikan gerak geriknya.
“Pemuda goblok,” bayangan itu berkata seorang diri di
dalam hatinya, “orang dengan kepandaian seperti dia,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bagaimana berani mati sekali mendatangkan sarang
harimau?”
Benar saja dugaan bayangan yang aneh ini karena baru
saja Lie Bu Tek menurunkan kakinya di atas genteng yang
berada di tengah tengah kelompok rumah gedung itu, dari
bawah melayang naik tubuh seorang tosu yang membentak
keras.
“Bangsat dari mana berani datang mengantar kematian?”
Lie Bu Tek sudah siap sedia dan secepat kilat ia
mencabut pedangnya menghadapi tosu itu. Ia tidak
mengenal siapa adanya tosu ini, maka ia berkata,
“Aku datang bukan untuk berurusan dengan totiang,
akan tetapi hendak mencari Wan yen Kan pangeran mata
keranjang itu. Suruh dia keluar untuk menghadapi Lie Bu
Tek dan mengadu nyawa di sini!”
Tosu itu tertawa bergelak. “Ha, ha, ha! Kau ini orang
macam apakah berani buka mulut besar hendak menantang
siauw ongnya? Di hadapan Giok Seng Cu jangan kau
menjual kesombongan! Hayo lekas berlutut minta ampun
agar kuhadapan kepada siauw ongya!”
Lie Bu Tek marah sekali. Ia tidak mengenal siapa adanya
Giok Seng Cu, yang seperti pembaca masih ingat adalah
murid dari Pak Hong Siansu yang lihai. Dengan seruan
keras Lie Bu Tek lalu menggerakkan pedangnya menyerang
dengan hebat. Giok Seng Cu tertawa mengejek dan ketika
tubuhnya bergerak, Bu Tek terkejut sekali karena gerakan
kakek itu benar benar cepat sekali seperti berkelebatnya
burung terbang. Namun hati Lie Bu Tek sudah nekad dan ia
melanjutkan serangannya secara bertubi tubi, memutar
pedangnya sehingga berobah menjadi segulung sinar putih
menyilaukan mata.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun yang ia hadapi adalah murid dari Pak Hong
Siansu yang kepandaiannya jauh lebih tinggi dari padanya.
Jangankan baru Lie Bu Tek, biarpun guru gurunya
sendiripun takkan mungkin dapat menangkan Giok Seng
Cu! Tosu ini mempergunakan telapak tangannya, untuk
menangkis atau menyampok pedang Lie Bu Tek. Seorang
yang tidak memiliki kepandaian tinggi, mana berani
menyampok pedang tajam hanya dengan telapak tangan?
Bu Tek maklum akan hal ini dan iapun sudah putus
harapan untuk memperoleh kemenangan menghadapi tosu
itu, akan tetapi ia berlaku nekad dan menyerang membabi
buta.
Dengan amat hati hati dan garang, Bu Tek lalu
menggunakan ilmu pedang yang paling lihai dari Hoa san
pai. Ia menyerang dengar gerak tipu To goat jio seng
(Menyangga Bulan Merampas Bintang). Gerakannya cepat
dan kuat sekali, kaki kirinya diangkat, tangan kirinya
membuat gerakan seperti menahan atau menyangga sesuatu
di atas kepalanya untuk mengimbangi gerakan pedangnya
yang ditusukkan ke ulu hati lawannya! Gerak tipu To goat
jio seng ini sesungguhnya amat berbahaya bagi lawan yang
kurang pandai karena akan disusul oleh serangan serangan
lain dan juga dengan tendangan berantai. Akan tetapi,
dengan enak saja Giok Seng Cu lalu miringkan tubuh ke
kanan tanpa merobah kedudukan kakinya dan ketika
pedang Bu Tek meluncur di samping tubuhnya sebelah kiri,
tosu ini secepat kilat menggerakkan tangan kanan
mencengkeram pergelangan tangan Bu Tek, yang
memegang pedang! Pemuda ini merasa tangan kanannya
lumpuh dan tak terasa pula pedangnya terlepas dari
pegangan! Sebelum ia sempat bergerak, Giok Seng Cu
sudah menggerakkan tangan kirinya, menotok jalan darah
di bawah lengan kanannya sehingga tak dapat dicegah lagi
tubuh Lie Bu Tek roboh lemas tak berdaya sedikitpun juga.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia roboh dalam keadaan lumpuh seluruh tubuhnya,
mendekam di atas genteng!
“Ha, ha, ha! Orang dengan kepandaian macam ini berani
mengganggu Enghiong Hwee koan (Rumah Perkumpulan
Orang orang Gagah)?” kata Giok Seng Cu sambil tertawa
bergelak. Memang rumah itu adalah kelompok rumah
rumah yang dijadikan markas oleh Sam Thai Koksu yang
membentuk Enghiong Hwe atau Perkumpulan Orang orang
Gagah seperti yang pernah dikemukakan di hadapan para
orang gagah dalam pertemuan di taman kota Cin an
dahulu.
Pada saat Giok Seng Cu masih tertawa bergelak, tiba tiba
menyambar sesosok bayangan cepat dan ringan sekali
gerakannya. Tahu tahu bayangan itu telah menyambar
tubuh Lie Bu Tek dan sebelah tangannya menyambar
pedang Lie Bu Tek yang berada di atas genteng pula. Giok
Seng Cu terkejut sekali dan cepat ia mengulur tangan
menyerang pundak bayangan hitam itu. Bayangan itu
dengan tangan kirinya mengempit tubuh Lie Bu Tek dan
tangan kanannya memegang pedang, kini melihat orang
menyerang pundaknya, ia melontarkan pedang yang
dipegangnya ke atas untuk memberi kesempatan kepada
tangan kanannya menangkis pukulan Giok Seng Cu,
kemudian ketika pedang itu meluncur turun, ia menyambut
pedang lalu melompat jauh sekali lenyap dari pandangan
mata Giok Seng Cu!
Tosu ini terkejut bukan main karena tadi ketika lengan
tangannya bertemu dengan tangkisan tangan bayangan itu,
ia merasa seakan akan ada api memasuki tangannya yang
menyerang dan cepat ia menarik kembali tangannya. Ia
masih dapat menyaksikan betapa bayangan itu sengaja
tidak mau mempergunakan pedang mencelakainya, dan
melihat betapa lompatan bayangan yang menolong pemuda
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang menyerangnya tadi demikian ringan dan gesit, ia tak
terasa lagi berseru,
“Tangkap penjahat!”
Sebentar saja, beberapa bayangan orang melompat naik,
di antaranya terdapat Pek Hong Siansu. Ba Mau Hoatsu,
Sam Thai Koksu dan masih banyak orang orang gagah lagi.
“Ada apakah ribut ribut?” tanya Pak Hong Siansu
dengan kening dikerutkan. Tentu saja orang tua ini merasa
kurang senang melihat betapa muridnya sampai minta
tolong menangkap penjahat, karena hal itu menandakan
bahwa muridnya ini tidak sanggup menghadapi penjahat itu
seorang diri!
Merahlah wajah Giok Seng Cu, ia lalu bercerita bahwa
tadi datang seorang pemuda yang menurut ilmu pedangnya
tentu seorang anak murid Hoa san pai. Ia berhasil
merobohkan pemuda itu, akan tetapi tiba tiba sesosok
bayangan menolongnya dan ia tidak keburu menangkap
bayangan itu. Janganlah menangkap, mengenal siapa
orangnyapun tidak!
“Hm, siapa lagi kalau bukan murid Pak Kek Siansu itu!”
kata Ba Mau Hoatsu dengan suara gemas.
Teringatlah Giok Seng Cu. “Bisa jadi….” ia mengangguk
anggukkan kepalanya. “Sekarang aku ingat, biarpun
gerakannya cepat sehingga aku tidak sempat mengenal
mukanya namun bajunya berkembang.....!”
“Tentu pemuda she Go itu yang datang menolong murid
Hoa san pai!” kata pula seorang pendeta atau hwesio
gundul yang ikut pula naik ke atas genteng. “Orang orang
Hoa san pai sudah patut dibasmi, selalu mendatangkan
kekacauan!” Orang yang bicara ini adalah seorang hwesio
gundul dari Go bi dan ia ternyata adalah Bu It Hosiang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang dulu pernah ribut ribut dengan Bi Lan di taman kota
Cin an! Kini Bu It Hosiang juga menjadi sahabat dari Sam
Thai Koksu karena ia menaruh dendam kepada Hoa san pai
dan mengharapkan bantuan orang orang gagah dari negeri
Kin!
Dengan sikap mendongkol, orang orang itu lalu turun
lagi dari atas genteng dan marilah kita ikuti keadaan Bu
Tek. Pemuda ini ketika tertotok oleh Giok Seng Cu tadi,
telah lumpuh tubuhnya, namun panca inderanya masih
berjalan baik. Ia tahu bahwa seorang yang berkepandaian
tinggi sekali telah menolongnya dan ia melihat seorang
pemuda tampan yang menolongnya, akan tetapi ia tidak
kenal siapa adanya pemuda ini. Karena gerakan pemuda ini
cepat sekali, ia tidak dapat melihat wajah pemuda itu
dengan jelas, dan ia kagum sekali ketika pemuda itu
membawanya berlari luar biasa cepatnya melalui genteng
genteng rumah penduduk kota Cin an. Selama hidupnya,
belum pernah Bu Tek menyaksikan ilmu lari cepat seperti
dilakukan oleh pemuda penolongnya ini, yang berlari
seakan akan terbang saja cepatnya.
Setelah tiba di luar kota Cin an, di tempat yang gelap
pemuda itu menepuk pundaknya dan seketika itu juga
pulihlah kesehatan Bu Tek dan totokan dari Giok Seng Cu
yang mempengaruhi lenyap sama sekali.
“Kau jangan bertindak secara bodoh dan sembarangan,
sahabat,” pemuda itu berkata di dalam gelap. “Andaikata
ada sepuluh orang seperti kau, masih belum cukup kuat
untuk menyerbu Sam Thai Koksu dan kawan kawannya.
Bukan perbuatan gagah berani untuk berlaku nekad dan
menyerbu musuh tanpa memperhitungkan kekuatan
sendiri. Paling baik, kalau kau memang seorang hohan
(orang gagah), atau menggabungkan diri dengan para
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
patriot lain untuk membebaskan rakyat dari cengkeraman
orang orang Kin!”
Sebelum Bu Tek sempat menjawab atau bertanya, sekali
berkelebat saja orang itu lenyap dari hadapannya. Untuk
beberapa lama Bu Tek berdiri ternganga, kemudian ia
menghela napas dan tahu betapa rendahnya tingkat
kepandaiannya kalau dibandingkan dengan penolongnya
tadi. Juga ia merasa malu sendiri. Dengan kepandaiannya
yang tidak berarti itu, bagaimana ia berani mencari Wan
yen Kan di sarang harimau? Sungguh bodoh dan lucu.
Sudah sepatutnya ia ditertawai oleh orang gagah di dunia.
Lie Bu Tek segera pergi, dan ia mengambil keputusan
untuk menggabungkan diri dengan patriot patriot yang
sedang memberontak hendak menumbangkan kekuasaan
pemerintah Kin di Tiongkok utara.
-ooo0dw0ooo-
Siapakah pemuda yang luar biasa lihainya, yang
menolong Li Bu Tek? Tepat seperti dugaan para tokoh yang
membantu Sam Thai Koksu, pemuda ini bukan lain adalah
Hwa I Enghiong (Pendekar Baju Kembang), Go Ciang Le!
Telah dituturkan di bagian depan bahwa Ciang Le
menerima gemblengan ilmu silat dari Pak Kek Siansu di
puncak Bukit Luliang san. Dengan amat tekun dan rajinnya
ia menerima latihan ilmu silat Pak Kek Sin ciang hoat yang
amat sukar dipelajari itu. Berkat ketekunannya dan
kekerasan hati serta bakatnya yang luar biasa, akhirnya
dapat juga ia menguasai ilmu silat ini. Alangkah girangnya
bahwa ia berhasil mempelajari ilmu silat yang aneh ini,
kepandaiannya meningkat secara luar biasa sekali. Baik
ginkang maupun khikang dan lweekangnya telah mencapai
tingkat yang melebihi ketiga murid Pak Kek Siansu, yaitu
Luliang Ciangkun. Luliang Siucai, dan Luliang Nungjin!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada suatu hari, datanglah Luliang Siucai menghadap
kepada gurunya dan menceritakan tentang keadaan di
utara. Ketika Pak Kek Siansu yang tadinya mendengarkan
dengan acuh tak acuh itu mendengar bahwa Pak Hong
Siansu didatangkan oleh Sam Thai Koksu untuk membantu
pemerintah Kin, ia menaruh perhatian dan sepasang alisnya
yang putih itu dikerutkan.
“Siancai, siancai!” ia menyebut perlahan. “Bagaimana
sute (adik seperguruan) demikian bodoh dapat diperalat
oleh pemerintah Kin?” Untuk sehari lamanya kakek sakti
ini tidak mau bicara lagi dan duduk termenung seakan akan
menyesalkan sesuatu yang amat mengganggu hatinya.
Kemudian ia memanggil Ciang Le menghadap.
“Ciang Le, sekarang tiba saatnya kau harus berjuang
demi kebenaran. Kau telah dapat menamatkan Pak kek Sin
ciang dan akan sia sialah semua jerih payahmu mempelajari
ilmu itu apabila kau tidak dapat mempergunakan pada saat
penting seperti sekarang ini. Pak Hong Siansu itu adalah
susiokmu sendiri, namun ia ternyata telah tersesat jalan.
Sudah menjadi kewajibanmu untuk menginsyafkannya dan
untuk menolong para patriot bangsa yang memperjuangkan
nasib mereka. Kau pergilah ke utara dan temui susiokmu
itu, membawa suratku kepadanya. Kalau dia menurut
nasihatku, itu lebih baik lagi. Kalau tidak, terpaksa kau
harus mempergunakan kepandaian untuk mencegah
pemerintah Kin menghancurkan para patriot yang berjuang
demi kebenaran dan kesucian.
Pak Kek Siansu lalu membuat sehelai surat untuk Pak
Hong Siansu, kemudian berangkatlah Ciang Le membawa
surat itu. Dengan amat cepat Ciang Le lalu menuju ke Cin
an, karena dari Luliang Siucai ia mendapat petunjuk bahwa
orang orang gagah yang membantu pemerintah Kin
bermarkas di kota ini.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, dengan perjalanan yang cepat sekali,
Ciang Le tiba di Cin an. Tanpa ragu ragu lagi ia segera
menuju ke Enghiong Hwe koan. Rumah perkumpulan ini
sebetulnya masih menjadi kelompok dengan rumah kepala
daerah di Cin an dan karenanya, di situ terjaga oleh
sepasukan pengawal yang berpakaian seperti tentara
menghadapi peperangan! Di halaman depan dari Enghiong
Hwekoan terjaga oleh pasukan yang dikepalai oleh seorang
panglima yang menjadi pembantu Sam Thai Koksu.
Panglima ini sudah setengah tua, dan ia dibantu oleh dua
orang perwira yang amat gagah, dua orang yang terkenal
memiliki kepandaian tinggi karena menerima latihan ilmu
silat dari Sam Thai Koksu sendiri! Seorang diantara dua
perwira ini bertubuh tinggi besar, seorang ahli gwakang
(tenaga kasar) bernama Ban Kui yang selain ilmu silatnya
yang tinggi, juga terkenal ahli dalam ilmu gulat. Orang ke
dua adalah seorang perwira bertubuh kecil pendak bermata
tajam. Dia ini seorang ahli lweekang yang memiliki tenaga
lweekang yang amat terkenal. Selain tenaga lweekangnya
sudah mahir, juga ia pandai mempergunakan senjata
rahasia berupa jarum jarum perak yang diberi nama Hui gin
ciang (Jarum Perak Terbang). Perwira ke dua ini bernama
Lee Gai. Dua orang perwira ini boleh dibilang menjadi jago
jago yang diandalkan dalam penjagaan kelompok rumah
pembesar di Cin an dan yang bertanggung jawab atas
penjagaan Enghiong Hwekoan.
Ketika Ciang Le tiba di Enghiong Hwekoan, ia dibawa
oleh penjaga menghadap ke kantor penjagaan yang berada
di ruang depan dari Enghiong Hwekoan itu. Ban Kui dan
Lee Gai tengah berunding dengan komandannya yaitu
panglima ahli perang yang sudah setengah tua bernama
Kim Ti.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat seorang pemuda berbaju kembang, berwajah
tampan dan tersenyum senyum datang menghadap tanpa
memheri hormat, Kim ciangkun menjadi marah! Ia
menggebrak meja. “Orang liar dari manakah datang
menghadap di sini? ? Apakah kau tidak tahu cara
bagaimana memberi hormat kepada pembesar?”
Ciang Le memperlebar senyumnya dan ia lalu menjura
sambil berkata.
“Aku datang bukan hendak menghadap melainkan
hendak bertemu dengan Pak Hong Siansu.”
Terkejut juga Kim Ti dan dua orang perwira
pembantunya mendengar bahwa pemuda ini hendak
bertemu dengan Pak Hong Siansu. Akan tetapi pemuda ini
terang adalah seorang Han, tentu saja mereka menjadi
bercuriga dan Kim ciangkun membentak lagi, “Kau ini
masih pernah apakah dengan Pak Hong Siansu?”
Ciang Le menggelengkan kepalanya karena ia tidak perlu
memperkenalkan diri terhadap pembesar Kim yang
sombong ini, “Disebut pernah apa, bertemupun belum
pernah. Disebut tidak ada hubungan, sekarang aku datang
khusus untuk bertemu dengan dia. Lebih baik lekas minta
Pak Ho Siansu keluar menemuiku, atau… apakah dia tidak
berada di sini?”
Pembesar she Kim itu marah sekali. “Kau orang Han
benar benar kurang ajar sekali. Menghadap di sini kau
harus berlutut!” Sambil berkata demikian, Kim Ti memberi
tanda dengan tangannya kepada dua orang penjaga yang
tadi mengantar Ciang Le masuk agar dua orang itu
memaksa Cian Le berlutut.
Dua orang itu segera melangkah maju dan sebentar saja
kedua pundak Ciang Le dipegang dan ditekan kanan kiri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Berlutut kau!” seru penjaga penjaga itu Akan tetapi,
ketika mereka menekan pundak pemuda itu, sama sekali
pemuda itu tidak bergeming seakan akan mereka menekan
sebuah batu karang saja. Bahkan sambil tersenyum, Ciang
Le lalu membalikkan tubuh dan kini dia yang memegang
belakang leher dua orang penjaga itu sambil berseru, “Kau
dua ekor anjing keluarlah!” Entah bagaimana, agaknya
Ciang Le tidak mempergunakan tenaganya, namun ternyata
dua tubuh penjaga itu terlempar keluar pintu, jatuh
bergulingan bagaikan dua ekor anjing ditendang!
Melihat peristiwa ini, Kim ciangkun menjadi makin
marah. Akan tetapi ia adalah seorang yang cerdik dan suka
berlaku hati hati. Kalau dia bodoh dan ceroboh, tidak nanti
ia diangkat untuk menjadi komandan penjaga dari
Enghiong Hwekoan. Ia tahu bahwa Pak Hong Siansu
adalah seorang sakti yang aneh dan tentu saja mempunyai
kawan kawan yang aneh pula di dunia kang ouw. Ia belum
tahu apakah pemuda yang berpakaian lucu ini kawan atau
lawan, maka tidak pada tempatnya kalau ia berlaku
ceroboh. Pula, pemuda ini terang memiliki kepandaian
tinggi dan kalau seandainya ia berlaku kasar kemudian
ternyata pemuda ini kawan baik Pak Hong Siansu, ia tentu
akan mendapat teguran dari Sam Thai Koksu. Oleh karena
itu, ia lalu berkata, “Aha, tidak tahunya kau adalah seorang
enghiong muda yang gagah! Ah, kau tentu seorang tamu
yang terhormat. Lee ciangkun, ada tamu terhormat datang,
mengapa tidak menyuguh sepotong daging dan secawan
arak?”
Memang di atas meja di depan pembesar ini masih
penuh dengan mangkok mangkok terisi masakan dan
cawan cawan arak, tanda bahwa tiga orang perwira tadi
tengah makan minum ketika Ciang Le dihadapkan.
Mendengar ucapan atasannya ini, Lee Gai mengerti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
maksudnya, maka ia lalu berdiri dari tempat duduknya
dengan muka tersenyum senyum ia menghadapi Ciang Le
lalu menjura dan berkata,
“Enghiong yang gagah perkasa memang perlu mendapat
penghormatan. Baiklah siauwte memberi hormat dengan
sepotong daging empuk !” Ia lalu mengambil sepasang
sumpit dari atas meja dan sekali ia menggerakkan
sumpitnya, ia telah menyumpit sepotong daging besar, lalu
dengan gaya dibuat buat ia meluncurkan daging di ujung
sumpit itu ke arah mulut Ciang Le!
Diam diam Ciang Le merasa mendongkol sekali. Kalau
ia mengelak atau menolak, tentu dianggap takut, maka
terpaksa ia lalu memperlihatkan kepandaiannya. Ia melihat
datangnya sumpit itu cepat dan kuat sekali dan maklum
bahwa perwira kecil pendek ini bermaksud buruk
terhadapnya, bukan sekedar mencoba kepandaian atau
menghormat, akan tetapi sumpit dan daging itu merupakan
serangan ke arah mulut yang berbahaya sekali! Namun,
dengan tenang Ciang Le membuka mulutnya dan ketika
daging berikut sumpit memasuki mulutnya, ia menyambar
daging itu dengan giginya lalu miringkan kepalanya
sehingga sumpit yang menusuk mulut itu lewat didekat
pipinya. Akan tetapi daging itu telah memasuki mulutnya
sedangkan sumpit itu sedikitpun tidak melukainya!
Ciang Le tentu saja tidak sudi makan daging itu, maka ia
lalu meniupkan mulutnya dan daging itu menyambar ke
tembok dan terus amblas masuk ke dalam tembok!
Lee Gai menjadi merah mukanya, akan tetapi kini ia
mempunyai alasan untuk menjadi marah. “Kau tidak mau
menerima daging suguhanku, sungguh tidak menghormat!”
Sepasang sumpit di tangannya kini meluncur lagi dan
menusuk ke arah Ciang Le!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pemuda ini cepat mengelak dan berlaku mengalah. Akan
tetapi ternyata orang itu tidak tahu diri dan terus menyerang
secara bertubi tubi dan sepasang sumpit itu kini mengancam
jalan darah di leher, dada, dan pundak!
Ciang Le mengebutkan lengan bajunya untuk
menangkis. Akan tetapi tentu saja ia kewalahan kalau terus
menerus diserang tanpa membalas, maka tiba tiba ia
mengulur tangan kanannya menyambar sepasang sumpit
dari atas meja. Ia menanti sampai sumpit ditangan
lawannya menyerang lagi, lalu tiba tiba, bagaikan sepasang
ular hidup, sumpitnya menyambut tangan Lee Gai dan tahu
tahu sepasang sumpit ditansan Ciang Le menjepit
pergelangan tangan Lee Gai!
Kalau dilihat benar benar amat aneh dan sukar
dipercaya. Berapakah kuatnya jepitan sepasang sumpit yang
dipegang tangan? Apalagi pergelangan tangan Lee Gai yang
berbaju perang itu terlindung oleh kulit tebal, akan tetapi
begitu pergelangan tangan ini terkena jepitan sumpit Ciang
Le, perwira pendek kecil ini tiba tiba menjadi pucat dan ia
menjerit kesakitan! Ia merasa betapa jepitan itu
mendatangkan rasa sakit yang demikian hebat sampai
menusuk ke sumsum dan jantung. Ia mencoba
mempertahankankan diri, namun ia tidak kuat dan tanpa
terasa lagi ia jatuh berlutut dengan tangan masih terjepit!
“Ciangkun, kau lepaskanlah sumpitmu, baru akupun
hendak melepaskan sumpitku!” kata Ciang Le sambil
tersenyum. Pemuda ini berdiri dan nampaknya tidak
menggunakan tenaga sama sekali sehingga melihat hal ini,
Ban Kui yang berdri disebelah kiri Kim Ti berdiri bengong
dan memandang dengan mulut ternganga. Adapun Kim Ti
menjadi terkejut dan wajahnya pucat.
Mendengar ucapan Ciang Le, maklumlah Lee Gai
bahwa pemuda ini menganggapnya keterlaluan telah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mempergunakan sumpit sebagai senjata, maka kini dialah
yang harus melepaskan “senjata” lebih dulu. Akan tetapi
alangkah herannya ketika ia merasa jari jari tangan
kanannya kaku dan ia tidak dapat melepaskan sumpit yang
dipegangnya itu! Ia terkejut bukan main karena sebagai
seorang ahli lweekeh (tenaga dalam), ia maklum bahwa
pemuda aneh ini sedang mempergunakan lweekang untuk
menguasai jalan darahnya! Ia mengerahkan lweekangnya
untuk melawan tenaga lawan ini, namun begitu ia
mengerahkan lweekangnya, kembali ia menjerit kesakitan
karena tubuhnya terasa panas dan sakit sakit. Terpaksa ia
merintih rintih.
“Taihiap (pendekar besar), harap kau sudi memaafkan
aku yang bodoh dan lancang!”
Ciang Le juga tidak ingin mempermainkan orang lebih
lama lagi. Ia melepaskan sumpit itu dan melemparkan
sumpit secara sembarangan di atas meja, namun sumpit itu
menancap sampai setengah lebih di depan Kim Ti.
Sepasang sumpit bambu itu menembus papan, meja yang
demikian tebalnya! Ternyata pemuda ini telah
memperlihatkan kepandaiannya untuk menundukkan orang
orang sombong itu. Akan tetapi ia keliru kalau menganggap
bahwa dengan demonstrasi itu ia akan menundukkan
mereka, ia tidak tahu bahwa orang orang Kin amat
sombong dan mengandalkan kekuatan fihak sendiri. Baru
saja Lee Gai diberi kesempatan berdiri, tiba tiba perwira
yang curang ini menggerakkan tandannya dan tahu tahu
belasan Hui gio ciam (Jarum Perak Terbang) menyambar ke
arah tubuh Ciang Le dari belakang! Jarak diantara mereka
hanya dua tombak lebih maka tentu saja serangan ini amat
berbahaya bagi Ciang Le!
Akan tetapi, dengan tenang seperti gunung akan tetapi
cepat laksana angin lalu, Ciang Le membalikkan tubuh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sambil mengebutkan lengan bajunya yang lebar dan semua
jarum itu tersampok runtuh! Kemudian, tahu tahu
tubuhnya berkelebat dan sebelum tiga orang itu tahu
bagaimana pemuda ini bergerak, tiba tiba Lee Gai menjadi
kaku dan berdiri dengan tangan kanan masih terulur bekas
menyambit dan tangan kiri masih menggenggam jarum
jarum yang lain! Dia telah terkena totokan yang luar biasa
lihainya dari Ciang Le!
Melihat ini Ban Kui segera menubruk maju dan
menyerang Ciang Le dengan pukulannya yang dilakukan
keras sekali. Kepalan tangan Ban Kui besarnya sama
dengan kepala Ciang Le dan kerasnya seperu pelor besi.
Tenaganya pun seperti tenaga kerbau, maka kalau sekiranya
pukulan yang diarahkan kepada kepala Ciang Le itu
mengenai sasaran, agaknya kepala itu akan pecah!
Akan tetapi, apakah yang dilakukan oleh Ciang Le?
Pemuda ini tidak mengelak, hanya secepat kilat tangannya
menotok dari bawah dan memapaki pukulan tangan lawan
ini. Sebelum pukulan itu mengenai kepalanya, pergelangan
tangan lawannya telah kena ditotok oleh jari telunjuknya,
benar benar menggelikan kalau melihat betapa Ban Kui
yang tinggi besar itu tiba tiba merendahkan diri berjongkok
sambil mengaduh aduh dan memegangi tangannya.
Sebentar saja tangannya membengkak dan sambil mengurut
urut tangan kanannya dengan tangan kiri, ia mengaduh
aduh terus seperti babi disembelih!
Ciang Le kehilangan kesabarannya. Ia membungkuk
memegang kaki meja di depan Kiat Ti dan sekali
menggerakkan tangan, ia mengangkat meja besar itu di atas
kepalanya dan mengancam hendak menimpakan meja itu
kepada Kim Ti sambil membentak. “Manusia sombong!
Lekas kaukatakan, di mana adanya Pak Hong Siansu? Kau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebagai kepala penjaga ternyata tidak menghormat tentu
yang datang hendak bertemu dengan tuan rumah!”
Kim Ti menjadi pucat dan dengan ketakutan ia berseru.
“Tolong...! Tolong ada penjahat!” Akan tetapi suaranya
lenyap ketika meja itu benar benar menimpanya, akan
tetapi tidak begitu keras karena Ciang Le masih memegang
kaki meja, namun cukup keras untuk membuat Kim Ti
terpelanting dalam keadaan pingsan.
Beberapa orang berlari dari dalam gedung dan ternyata
mereka ini adalah Ba Mau Hoatsu, Giok Seng Cu, Suma
Kwan Eng dan beberapa orang pembesar dan tokoh
pemerintah Kin yang membantu Sam Thai Koksu. Pada
waktu itu Pak Hong Siansu sedang keluar kota bersama
Sam Thai Koksu.
“Siapakah kau ini berani mengacau di sini?” bentak Ba
Mau Hoatsu ketika melihat keadaan di situ dan melihat
pula Ciang Le yang berdiri dengan muka merah akan tetapi
sikapnya tenang sekali.
Ciang Le memandang semua orang itu, lalu menjura dan
bertanya. “Di mana adanya Pak Hong Siansu? Aku datang
dengan maksud bertemu dengan dia, akan tetapi siapa tahu
anjing anjing penjaga ini bahkan menghinaku!”
Giok Seng Cu yang mendengar bahwa pemuda ini
hendak bertemu dengan suhunya, lalu melangkah maju dan
bertanya, “Siapakah kau dan ada keperluan apakah hendak
bertemu dengan suhu?”
Mendengar ini, Ciang Le memandang kepada tosu ini
dengan penuh perhatian. Ia tahu bahwa kalau tosu ini
murid susioknya, betapapun juga tingkatnya dalam
perguruan lebih tinggi, maka ia tidak memberi hormat dan
hanya berkata tenang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Aku datang hendak bertemu dengan orang tua itu untuk
memberikan sepucuk surat yang dialamatkan kepadanya.”
“Surat? Dari siapa? Dan siapa kau?” Giok Seng Cu
mendesak dan memandang penuh kecurigaan.
“Siapa adanya aku, tak perlu kalian ketahui karena tidak
ada sangkut pautnya. Juga dari siapa surat itu tak perlu
kusebutkan. Lebih baik biarkan aku bertemu dengan orang
tua itu agar segala sesuatu berjalan beres tanpa ada salah
pengertian,” jawab Ciang Le. Jawaban yang singkat ini
menang terdengar agak sombong, maka tentu saja Giok
Seng Cu menjadi marah sekali.
“Orang muda di hadapan Giok Seng Cu murid Pak
Hong Siansu kau
tidak boleh
berlaku sombong.
Suhu tidak berada
di sini dan kau
berikanlah saja
surat itu
kapadaku. Akan
tetapi kalau kau
tidak mau
mengaku siapa
adanya dirimu
dan dari siapa
surat itu, tentu
saja kau tidak
boleh pergi dari
sini sebelum suhu
datang.”
“Ah, jadi Pak Hong Siansu tidak berada di sini? Sayang
sekali. Kalau begitu kedatanganku percuma saja. Baik lain
kali saja aku kembali.” Tanpa mempedulikan omongan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Giok Seng Cu tadi, Ciang Le lalu memutar tubuhnya dan
hendak pergi meninggalkan Enghiong Hwekoan.
Bukan main marahnya Giok Seng Cu melihat sikap
orang muda ini yang sama sekali tidak memandang mata
kepadanya.
“Kau tidak boleh pergi dari sini!” bentaknya dan
serentak ia melompat maju dengan tangan kiri diulur ke
arah pundak Ciang Le. Sekaligus murid Pak Hong Siansu
ini menyerang Ciang Le dengan sebuah totokan kearah
jalan darah kian goan hiat di pundak kiri!
Serangan ini berbahaya sekali karena dilakukan oleh
seorang tokoh yang memiliki kepandaian tinggi. Baru angin
serangan saja sudah dapat menginsyafkan Ciang Le bahwa
orang ini memiliki kepandaian yang tidak boleh dipandang
ringan begitu saja.
“Maaf, kau yang mulai lebih dulu!” serunya dan cepat ia
mengelak dengan merendahkan pundak itu, kemudian
sambil membalikkan tubuh ia membalas serangan lawan
dengan gerak tipu Tan hong lian sim (Burung Hong
Membelah Hati). Tangan kanannya dengan jari jari terbuka
ditusukkan ke arah dada kiri Giok Seng Cu.
Melihat gerakan ini, terkejutlah Giok Seng Cu. Hanya
orang yang telah mempelajari ilmu silat tinggi saja dapat
membalas serangannya dengan cara demikian cepat dan
juga berbahaya datangnya. Ia cepat manangkis sambil
mengerahkan tenaganya dengan maksud membuat lengan
tangan lawannya yang masih muda itu patah atau
setidaknya sakit. Akan tetapi ia kecele, karena begitu kedua
tangan beradu, pemuda itu nampaknya tidak apa apa,
sebaliknya dia mencelat mundur dengan tubuh terhuyung!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Giok Seng Cu berlaku hati hati. Kepandaian pemuda ini
sudah demikian tinggi tingkatnya, maka ia merasa kuatir
kalau kalau salah tangan terhadap orang pandai.
“Siapakah kau? Mengakulah, barangkali kita dapat
mendamaikan urusan ini,” katanya.
“Giok Seng Cu, percuma saja kau memakai jubah
pendeta dan menjadi murid Pak Hong Siansu kalau kau
tidak bisa mengendalikan nafsumu yang terdorong
kesombongan itu!” Ciang Le mengejek dan kembali ia
membalikkan tubuh hendak pergi dari situ. Ba Mau Hoatsu
marah dan merasa tersinggung. Cepat ia meloncat
menghadapi Ciang Le.
“Nanti dulu, anak muda! Ketahuilah bahwa aku adalah
Ba Mau Hoatsu dari Tibet. Kalau kau belum pernah
mendengar namaku, itu tidak mengapa. Akan tetapi aku
mewakili Sam Thai Koksu dan boleh dibilang pada saat ini
aku menjadi tuan rumah. Kau telah datang sebagai tamu,
maka sebelum menyambut mu, aku merasa tidak patut
sebagai tuan rumah.”
Ciang Le mengangguk angguk dan tersenyum. “Ah,
tidak nyana begitu banyak tokoh besar berkumpul di sini.
Ba Mau Hoatsu, seperti telah kunyatakan tadi,
kedatanganku ini hanya ada urusan dengan Pak Hong
Siansu. Karena aku mendengar bahwa Pak Hong Siansu
berada di sini, maka aku berada di tempat ini. Sekarang Pak
Hong Siansu tidak berada di sini, untuk apa berdiam lebih
lama lagi? Aku akan kembali kalau orang tua itu sudah
berada di sini.”
Ba Mau Hoatsu tertawa bergelak. “Anak muda, siapapun
juga kau, dan siapapun juga adanya gurumu yang besar,
kiranya tidak patut kalau kau bersikap demikian sombong.
Sebagai tamu dari rumah di mana aku menjadi wakil tuan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rumah, tentu saja kau haru memberitahukan namamu.
Kalau tidak bagaimana kelak aku memberi laporan kepada
Pak Hong Siansu?”
“Tak perlu memperkenalkan nama kalau Pak Hong
Siansu tidak ada di sini.” Ciang Le berkukuh.
“Kalau begitu, terpaksa aku menghalangi kau pergi dari
sini!” kata Ba Mau Hoatsu sambil mengeluarkan sepasang
senjatanya yang aneh, yaitu sepasang roda (siang lun)
terbuat dari pada emas dan perak. Tangan kanannya
memegang kim lun (roda emas) dan tangan kiri memegang
gin lun (roda perak).
Melihat senjata ini saja, tahulah Ciang Le bahwa dia
berhadapan dengan lawan berat yang berilmu tinggi. Akan
tetapi, murid Pak Kek Siansu ini tidak gentar sedikitpun
juga.
Dengan sikapnya yang tenang, pandang mata tajam dan
bibir tersenyum, Ciang Le menghadapi Ba Mau Hoatsu
yang melarangnya pergi meninggalkan Enghiong Hwekoan.
Pendeta Tibet yang bertubuh tinggi besar itu berdiri
memagang kuda kuda dengan kedua tangan memegang
senjatanya siang lun (sepasang roda) yang hebat.
“Hm, BaMau Hoatsu, agaknya dengan cara seperti ini
pula kau dapat merampas kedudukan yang tinggi di mana
mana.”
“Pemuda sombong jangan banyak cakap, tandingilah
senjataku ini kalau kau memang lihai!” kata Ba Mau
Hoatsu sambil menggerakkan kedua roda di tangannya.
Sepasang roda perak dan emas itu terputar cepat sekali dan
menerbitkan angin serta mengeluarkan suara mendesing.
Senjata ini memang luar biasa sekali dan lebih lebih lagi di
tangan Ba Mau Hoatsu yang telah melatih diri berpuluh
tahun, sepasang senjata ini benar benar amat lihai. Dalam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penyerangannya. Ba Mo Hoatsu dapat mempergunakan
senjata roda ini untuk dilontarkan kepada lawan dan sambil
terputar putar, roda ini dapat mengejar lawan dan dapat
kembali pula ke tangannya seperti roda roda terbang. Atau
dapat juga dipegang untuk dipergunakan sebagai senjata
amat kuat.
Ciang Le maklum bahwa menghadapi kim lun dan gin
lun ini, tak mungkin bertangan kosong saja. Maka iapun
menggerakkan tangan meraba ke balik jubahnya yang
berkembang itu dan di lain saat tangan kanannya telah
memegang sebatang pedang yang mengeluarkan sinar
kuning emas.
“Kim kong kiam!” seru Suma Kwan Eng ketua Hui eng
pai yang mengenal baik pedang ini. “Dia ada hubungan
dengan Thian Te Siang mo!”
“Benarkah kau ada hubungan dengan Sepasang Iblis
Kembar itu? Apakah kau muridnya, anak muda?”
Ciang Le tersenyum. “Memang pernah aku menjadi
murid Thian Te Siang mo dan pedang ini memang
pemberian mereka. Apakah salahnya itu?”
“Bagus! Memang kami sedang mencari iblis kembar itu
dan sekarang lebih dulu aku akan menangkap muridnya!”
kata Ba Mau Hoatsu dan secepat kilat roda peraknya
menyambar ke arah kepala Ciang Le.
Pemuda ini cepat mengelak dan ketika roda emas
menyusul menyambar dengan kuat dan cepat ke arah
dadanya, ia menangkis dengan Kim kong kiam.
“Traaang...!” Roda emas itu berputar kembali ke arah
pemiliknya sedangkan Ciang Le cepat menggetarkan
pedangnya agar tenaga benturan tadi tidak mempengaruhi
tangannya. Pemuda ini telah memiliki kepandaian tinggi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan berkat latihan dari Pak Kek Siansu, ia telah dapat
mengatur tenaga di dalam tubuhnya dan tidak
mengherankan apabila kini ia kuat menghadapi benturan
kim lun, bahkan dapat membuat roda emas itu terputar
kembali ke arah Ba Mau Hoatsu! Sebaliknya, pendeta Tibet
itu kaget bukan main menyaksikan kehebatan tenaga lawan
yang masih muda ini. Ia memang maklum akan kelihaian
Thian Te Siang mo dan untuk menghadapi Sepasang Iblis
Kembar itu ia memang merasa jerih. Akan tetapi apakah
untuk menghadapi murid dari iblis kembar itu saja ia harus
kalah? Tentu saja ia merasa penasaran sekali dan cepat ia
menyerbu lagi sambil menggerakkan kedua rodanya dengan
cepat.
“Ha Mau Hoatsu, kau telah menjadi buta karena nafsu
marah!” Ciang Le menegur sambil menggerakkan
pedangnya dan mainkan Ilmu Pedang Kim kong Kiam sut
yang pernah ia pelajari dari Thian Te Siang mo. Memang
ilmu pedang ini hebat sekali, ditambah pula oleh tenaganya
yang besar dan gerakannya yang cepat, maka kini pedang
itu berobah menjadi segulung sinar kuning emas yang amat
panjang dan yang bergulung gulung seperti seekor sinar
kuning! Adapun sepasang roda di tangan Ba Mau Hoatsu
juga tidak kurang hebatnya. Sepasang senjata itu diputar
sedemikian rupa sehingga yang nampak hanyalah bundaran
sinar kuning dan putih yang menyilaukan mata. Bagi orang
orang yang menonton pertempuran ini, benar benar mereka
melihat pemandangan yang luar biasa dan indah. Kalau
sinar pedang di tangan Ciang Le merupakan seekor naga
kuning yang gagah, adalah dua roda itu seakan akan
menjadi sepasang mustika yang berkejaran dengan naga itu!
Pertempuran berjalan puluhan jurus, namun tetap saja
sepasang roda itu tidak dapat mendesak Ciang Le. Pemuda
ini tetap berlaku sabar dan tenang, tidak mau ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mempergunakan Pak kek Sin ciang untuk merobohkan
lawan, karena memang ia tidak berniat membunuh atau
melukai Ba Mau Hoatsu tanpa alasan.
Sebaliknya, Ba Mau Hoatsu menggigit bibirnya dengan
hati penasaran dan mendongkol sekali. Tak pernah
disangkanya bahwa menghadapi murid dari Thian Te Siang
mo saja ia tidak becus mengalahkannya! Kemarahannya
memuncak dan ia makin ganas. Sepasang rodanya diputar
sedemikian rupa sehingga kini setiap serangannya
mengarah nyawa lawan.
Ciang Le merasa betapa lawannya ini benar benar
keterlaluan dan tidak mau mengerti bahwa sebetulnya ia
telah banyak mengalah. Oleh karena itu ia berseru keras
dan tiba tiba pedangnya berubah gerakannya dan ia mulai
mempergunakan gerakan dari Pak kek Sinciang! Bukan
main kagetnya hati Ba Mau Hoatsu ketika tiba tiba ia
merasa sambaran angin yang aneh dan kuat sekali keluar
dari sambaran pedang lawan dan tiba tiba roda perak di
tangan kirinya telah dapat dimasuki pedang lawan dan
sekali gertak, rodanya itu telah terlepas dari pegangannya!
Ciang Le menggerakkan pedangnya dan roda itu kini
terputar putar oleh pedang.
“Ba Mau Hoatsu, terimalah kembali roda perakmu!”
Pada saat itu, Ba Mau Hoatsu yang menjadi marah
sedang melontarkan roda emasnya ke arah kepala Ciang Le
dan ketika pemuda ini menggerakkan pedang sehingga roda
perak itu meluncur ke arah pemiliknya, maka sepasang roda
itu saling bertemu di udara dan mengeluarkan suara nyaring
sekali seperti gembreng dipukul. Sepasang roda itu runtuh
dan jatuh di atas lantai!
“Bangsat muda, kau benar benar berani mati!” seru Ba
Mau Hoatsu yang cepat menggerakkan tubuh menyambar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kembali sepasang rodanya dan tanpa mengenal malu
pendeta Tibet ini menyerang lagi.
Akan tetapi, pada saat itu, dari pintu depan berkelebat
bayangan putih dan tahu tahu tubuh Ba Mau Hoatsu
tertarik ke belakang oleh sebuah lengan tangan yang halus
dan nampak lemah.
“Ba Mau Hoatsu, tahan dulu!” terdengar suara halus
menegur dan ternyata bahwa yang datang itu adalah
seorang kakek tua renta berpakaian seperti pendeta,
bertubuh bongkok dan berkepala botak. Kakek ini bukan
lain adalah Pak Hong Siansu yang baru saja kembali dari
perjalanannya. Ba Mau Hoatsu cepat meloncat mundur dan
kini Pak Hong Siansu berdiri menghadapi Ciang Le dengan
mata penuh selidik.
Adapun Ciang Le ketika melihat kakek bongkok dan
botak ini, tahu bahwa tentu inilah Pak Hong Siansu. Ia lalu
menyimpan kembali pedangnya kemudian menjatuhkan
diri berlutut di depan Pak Hong Siansu sambil berkata,
“Teecu Go Ciang Le datang menghadap susiok atas
perintah suhu.”
Mendengar ini semua orang terkejut. Pemuda ini
menyebut susiok kepada Pak Hong Siansu dan ini hanya
mempunyai satu arti, yaitu bahwa pemuda ini adalah murid
dari Pak Kek Siansu!
Juga Pak Hong Siansu tercengang mendengar ini.
“Hm, suheng masih mempunyai seorang murid baru
yang begini muda dan gagah? Ada keperluan apa kau
disuruh menghadapku di sini?”
Ciang Le mengeluarkan surat dari suhunya lalu
memberikan surat itu kepada Pak Hong Siansu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Suhu menyuruh teecu menghaturkan surat ini kepada
susiok,” katanya penuh hormat.
Pak Hong Siansu suka juga melihat sikap Ciang Le yang
amat sopan ini, maka sambil tersenyum ia menerima surat
dari suhengnya. Telah belasan tahun ia tidak bertemu
dengan suhengnya, juga tidak pernah mendengar berita dari
Pak Kek Siansu. Sekarang tiba tiba suhengnya itu menulis
surat, ada keperluan apakah?
Begitu membuka surat itu, Pak Hong Siansu tersenyum.
Ia mengenal baik tulisan tangan suhengnya, tulisan yang
bertenaga akan tetapi yang kelihatan indah dan halus,
tulisan seorang ahli surat yang pandai, yang bagaikan
lukisan indah sekali. Akan tetapi, setelah ia mulai membaca
isi surat, berobahlah wajahnya. Mukanya yang putih bersih
dan yang tadinya berseri dengan senyumnya, tiba tiba
menjadi merah dan keningnya berkerut kerut. Nyata bahwa
ia kelihatan marah sekali.
Tiba tiba kakek sakti ini tertawa. Suara ketawanya halus,
akan tetapi di dalamnya mengandung getaran yang
mempengaruhi semua orang yang berada di situ karena
suara ketawa ini mengandung tenaga yang menggetarkan
hati orang.
“Aha, suheng benar benar masih sombong dan lancang!
Menganggap diri sendiri selalu betul!” Ia lalu melemparkan
surat itu ke atas dan biarpun surat itu terbuat dari pada
kertas yang ringan, namun ketika dilemparkan ke atas,
kertas itu meluncur dan Pak Hong Siansu menyusul dengan
gerakan tongkatnya yang merah dan panjang.
“Bret!” ujung tongkat itu menusuk kertas sehingga
terobeklah surat itu dan kini berada di ujung tongkat.
Kembali kakek itu menggerakkan tongkatnya dan kertas
yang sudah bolong dan berada di ujung tongkat kini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melayang cepat sekali ke arah Ciang Le. Pemuda ini
mengangkat tangan menyambut surat itu dan terkejutlah ia
ketika merasa betapa telapak tangannya terasa sakit ketika
menerima kertas yang meluncur tadi. Alangkah hebatnya
tenaga susioknya yang dapat membuat kertas seringan itu
seperti sebuah senjata rahasia yang berat!
“Kembalilah kepada gurumu. Katakan bahwa ia sudah
pikun dan selalu bersembunyi di puncak gunung, ia tidak
melihat kenyataan di atas dunia ini! Kerajaan Kin adalah
kerajaan yang kuat dan jaya, yang akan dapat menjadi
pemerintah yang adil di Tiongkok. Mengapa aku tidak
membantunya?”
Tanpa banyak cakap lagi, sambil menahan gelora
hatinya yang merasa mendongkol sekali, Ciang Le lalu
bangkit berdiri dan meninggalkan tempat itu.
Ba Mau Hoatsu merasa penasaran melihat betapa Pak
Hong Siansu hendak membebaskan begitu saja pemuda
yang telah berani menghina Enghiong Hwee.
“Jangan harap bisa pergi dari sini!” serunya dan ia
mengejar. Akan tetapi terdengar Pak Hong Siansu
mencegah.
“Tahan, Ba Mau Hoatsu! Dia seorang utusan, tak boleh
diganggu!”
Ciang Le menoleh dan memandang kepada Ba Mau
Hoatsu dengan sikap mengejek, lalu ia menjura ke arah
mereka semua dan sekali berkelebat, ia lenyap dari situ!
“Kau tadi terburu nafsu,” kata Pak Hong Siansu kepada
Ba Mau Hoatsu, “kulihat kepandaian anak itu tidak berada
di sebelah kepandaianmu sendiri. Kalau dilanjutkan
pertempuran tadi, kau akan kalah.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ba Mau Hoatsu memperlihatkan muka tidak puas.
“Belum tentu, Siansu. Betapapun juga, biar ia murid dari
Pak Kek Siansu, rasanya tak mungkin aku akan kalah oleh
seorang bocah.”
Pak Hong Siansu tertawa. “Kau masih belum melihat
kekalahanmu? Ha, coba lihatlah jubahmu di dekat dada.”
Ba Mau Hostsu melirik ke arah jubahnya dan pucatlah
mukanya. Ternyata bahwa jubah nya tepat yang melindungi
jantung, telah bolong bekas tertusuk pedang! Ternyata
bahwa pemuda lawannya tadi telah melobangi jubahnya,
yang berarti bahwa pemuda itu masih mengampuninya,
karena kalau pedang itu diteruskan tusukannya, tentu
nyawanya tak tertolong lagi. Karena itu, ia tidak dapat
mengeluarkan suara lagi dan diam diam semua orang
memuji kepandaian pemuda tadi yang benar benar lihai
sekali.
-oodwoo-
Demikianlah pengalaman Ciang Le yang kemudian
berhasil menolong Lie Bu Tek yang tertawan oleh Giok
Seng Cu, karena Ciang Le memang masih berada di Cin an.
Sesuai dengan perintah gurunya ketika ia turun dari
Luliang.san, melihat sikap Pak Hong Siansu, Ciang Le
berdiam dikota ini secara diam diam dan melakukan
penyelidikan untuk membantu sepak terjang para orang
gagah yang berjuang untuk membebaskan rakyat daripada
tindasan pemerintah Kin. Selama ia berdiam dikota ini, ia
mengalami banyak hal hebat yang akan di tuturkan
kemudian. Sekarang lebih baik kita menengok lebih dulu
keadaan Bi Lan yang lama kita tinggalkan.
Bi Lan yang ikut merantau dengan guru gurunya yang
baru yaitu Thian Te Siang mo, mempelajari ilmu silat
dengan amat tekunnya. Thian Te Siang mo merasa amat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gembira melihat kemajuan Bi Lan dan ternyata oleh mereka
bahwa Bi Lan murid yang cerdik dan berbakat sekali. Oleh
karena itu, kedua orang tua ini lalu menurunkan seluruh
kepandaian mereka kepada Bi Lan, bahkan menurunkan
pula Ilmu Silat Thian te kun hoat yang paling lihai.
Betapapun juga, Thian Te Siang mo masih merasa
penasaran dan kecewa kalau mereka terkenang kepada
Ciang Le. Pada suatu hari, Bi Lan bertanya keprda mereka,
“Suhu, apakah sebelum menerima teecu sebagai murid, jiwi
suhu belum pernah mempunyai seorang murid lain?
Apakah teecu tidak mempunyai saudara seperguruan yang
menjadi murid jiwi suhu?”
Thian Lo mo menarik napas panjang. “Ada seorang
suhengmu (kakak seperguruan). Anak itu semenjak kecil
kami didik dan setelah besar dan pandai, ternyata ia
menyakitkan hati kami dan menjadi murid orang lain!”
Bi Lan merasa tertarik. “Siapakah dia, suhu? Dan di
mana sekarang dia berada?”
“Kalau kelak bertemu dengan dia, kau harus memberi
hajaran kepadanya sebagai wakil kami. Kalau perlu, kau
boleh bunuh dia!” kata Te Lo mo yang lebih keras
wataknya.
“Siapakah namanya, suhu?”
“Namanya Go Ciang Le, dia lebih tua beberapa tahun
dari padamu,” jawab Thian Lo mo.
Diam diam Bi Lan terkejut sekali dan kalau saja ia belum
mempelajari ilmu batin yang membuat hatinya kuat
menahan getaran, tentu ia sudah menjadi pucat dan
berobah air mukanya. Ia menahan gelora hatinya dan
dengan suara biasa ia bertanya, “Apakah dia bukan putera
dari mendiang Go Sik An, pahlawan yang kenamaan itu?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Eh, bagaimana kau bisa tahu?” tanya Te Lo mo.
Bi Lan tersenyum. “Dia adalah cucu dari Tan Seng,
tokoh Hoa san pai sedangkan teecu adalah seorang murid
Hoa san pai pula, mengapa teecu tidak tahu?”
“Memang benar, dia adalah Go Ciang Le putera dari
mendiang Go Sik An.” Kemudian Thian Lo mo lalu
menceritakan tentang pertolongan mereka kepada anak itu
dan betapa mereka mendidik Ciang Le semenjak kecil.
Dengan hati berdebar Bi Lan mendengarkan pembukaan
rahasia ini dan diam diam ia merasa girang luar biasa
karena cucu dari Tan Seng yang dianggap sebagai kakeknya
sendiri itu ternyata masih hidup dan tanpa disangka sangka
ternyata adalah suhengnya sendiri!
“Kepandaiannya tentu hebat, bukan, suhu?” tanyanya
kepada Te Lo mo.
Akan tetapi dengan muka sungguh sungguh, Thian Te
Siang mo menggelengkan kepala.
“Kau akan menang menghadapi dia. Kami sengaja
menciptakan Ilmu Silat Thin te kun hoat dan ilmu ini belum
kami ajarkan kepadanya. Oleh karena anak itu
mengecewakan hati kami, maka sekarang kau harus berjanji
untuk memberi hajaran kepadanya kalau kau kelak bertemu
dengan dia!”
“Bagaimana kalau teecu kalah!” tanya Bi Lan.
“Tak mungkin, kau takkan kalah? Berjanjilah.”
“Teecu berjanji untuk bertanding dengan dia,” kata Bi
Lan sungguh sungguh, bukan terdorong oleh benci dan
hendak membalaskan sakit hati kedua gurunya ini,
melainkan terdorong oleh keinginan tahunya sampai di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mana kepandaian pemuda yang menjadi suhengnya dan
juga menjadi cucu dari Tan Seng itu.
Setelah yakin betul kepandaian gadis itu sudah sempurna
dan semua ilmu telah mereka turunkan kepada murid ini,
Thian Te Siang mo lalu memberi kesempatan kepida Bi Lan
untuk memisahkan diri dan melakukan perjalanan seorang
diri. Gadis ini menjatuhkan diri berlutut, di depan kedua
orang gurunya, menghaturkan terima kasih atas semua
pimpinan dan pelajaran yang diterimanya selama itu.
Kemudian Bi Lan lalu melakukan perjalanan cepat. Tempat
pertama tama yang ditujunya adalah Hoa san, karena ia
ingin sekali cepat cepat bertemu dengan Tan Seng kakeknya
untuk menceritakan tentang Ciang Le! Juga anak ini tidak
mempunyai keluarga lain kecuali Tan Seng yang dianggap
sebagai kakeknya sendiri, maka orang pertama yang
dirindukan adalah Tan Seng dan saudara saudara
seperguruannya seperti Lie Bu Tek, Gan Hok Seng, Thio
Ling In dan tokoh tokoh Hoa san pai seperti Liang Gi
Cinjin, Liang Tek Sianseng dan Liang Bi Suthai.
Dengan hati ringan dan gembira Bi Lan berlari lari
mendaki Bukti Hoa san, tempat di mana ia tinggal
semenjak kecil. Betapa hatinya takkan girang?
Kepandaiannya telah maju dengan pesat sekali, terbukti
dari cara ia mendaki gunung dan meloncati jurang jurang
yang menghadang perjalanannya. Ginkangnya telah
menjadi berlipat ganda lebih maju daripada dahulu. Dan
selain ini, ia akan bertemu dengan orang orang yang
dicintanya, membawa berita menggembirakan tentang
Ciang Le kepada Tan Seng.
Akan tetapi setelah ia tiba di puncak Bukit Hoa san tiba
tiba mukanya menjadi pucat dan dadanya berdebar. Ia
berdiri bagaikan patung memandang ke arah tempat di
mana dahulu berdiri bangunan yang kini telah menjadi abu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan melihat kayu kayu yang masih hangus itu agaknya baru
beberapa hari saja tempat itu dimakan api! Tak seorangpun
kelihatan berada di tempat itu. Suasana amat sunyi dan
menyeramkan dan Bi Lan merasa seakan akan ada sesuatu
yang hebat telah terjadi di tempat itu. Suasananya demikian
sunyi dan menyedihkan.
“Apakah yang telah terjadi?” katanya perlahan dan ia
lalu berlari lari mengelilingi tempat itu, mencari cari, akan
tetapi tidak mendapatkan sesuatu yang dapat menjelaskan
kepadanya tentang arti semua ini.
Bi Lan benar benar menjadi bingung sekali. Kepada
siapa harus bertanya? Di sekitar tempat ini tidak ada dusun,
hanya di lereng gunung sebelah bawah terdapat dusun
dusun kecil. Tidak ada lain jalan baginya, setelah sekali lagi
memeriksa tumpukan puing tanpa mendapatkan sesuatu
tanda, ia lalu turun dari puncak, menuju ke kelompok
dusun yang berada di lereng bukit.
Tiba tiba ia melihat bayangan orang berlari di sebelah
depan. Bi Lan mempercepat larinya dan sebentar saja ia
dapat menyusul orang itu.
“Gan suheng...!” serunya girang
Orang itu terkejut dn berhenti berlari lalu menoleh.
Benar saja, dia adalah Gan Hok Seng. Ketika melihat Bi
Lan, tiba tiba Gan Hok Seng lalu menutupi mukanya
dengan kedua tangan dan menangis sedih!
“Suheng, apa… apakah yang telah terjadi…?” tanya Bi
Lan dengan hati makin tidak enak.
Akhirnya Gan Hok Seng dapat juga menegangkan
hatinya, lalu ia memandang sumoinya dengan mata merah
dan muka suram.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ah, sumo… banyak macam malapetaka terjadi
semenjak kau pergi dibawa oleh Coa ong Sin kai,” kata Hui
houw Gan Hok Seng, Si Macan Terbang itu kepada
sumoinya sambil menarik napas panjang.
“Malapetaka apakah, suheng? Lekas kauceritakan
padaku!” Bi Lan mendesak tak sabar lagi.
“Baru saja tiga hari yang lalu, Hoa san pai diserbu oleh
Sam Thai Koksu dan guru guru kita telah ditawan dan
tempat kita dibakar habis.”
Bukan main terkejutnya hati Bi Lan mendengar warta ini
juga ia merasa marah sekali.
“Mengapa …? Apa sebabnya Sam Thai Koksu dari
negeri Kin memusuhi guru guru kita?”
“Entahlah, sumoi. Aku kebetulan sekali sedang menuju
ke Hoa san ketika aku bertemu dengan mereka di tengah
jalan. Tentu saja aku terkejut sekali melihat rombongan
Sam Thai Koksu yang membawa empat orang guru kita di
tengah tengah mereka sebagai orang orang tahanan. Akan
tetapi apakah dayaku menghadapi mereka? Aku cepat lari
ke sini untuk melihat keadaan dan ternyata tempat tinggal
suhu sekalian telah dibakar habis.”
“Siapa saja yang berada dengan Sam Thai Koksu?” tanya
Bi Lan dengan wajah beringas. Dan kemanakah mereka
membawa suhu sekalian?”
“Aku melihat Sam Thai Koksu dan seorang tua
berkepala botak yang nampakaya lemah akan tetapi yang
selalu mereka hormati, kemudian aku melihat pula Bu It
Hosiang dari Go bi pai dan mereka ini masih diikuti pula
oleh beberapa orang perwira Kerajaan Kin dan diantar oleh
pembesar Sung setempat.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Hm, kalau begitu tentu orang orang Go bi pai yang
menghasut dan sengaja minta bantuan Sam Thai Koksu
untuk membalas dendam kepada fihak kita! Dan aku dapat
menduga kemana suhu suhu kita dibawa, tentu ke kota Cin
an, sarang dari Enghiong Hwee bentukan Sam Thai Koksu!
Suheng, dalam perjalananku ke sini, aku telah mendengar
bahwa pemerintah Kin telah mengumpulkan orang orang
berkepandaian tinggi dengan maksud menggempur semua
patriot yang sedang berjuang hendak membebaskan
Tiongkok Utara dari cengkeraman pemerintah Kin
Sekarang pemerintah Kin telah memperlihatkan kekejaman
terhadap Hoa san pai maka kita tidak boleh tinggal diam
saja. Aku sendiri akan mengejar ke Cin an, berusaha
menolong guru guru kita. Sedangkan kau lebih baik
mencari Lie Bu Tek suheng dan Thio Ling In suci untuk
diajak bersama sama dengan para hohan, menggempur
pemerintah Kin demi nusa dan bangsa kita!”
Akan tetapi, mendengar disebutnya Lie Bu Tek dan Thio
Ling In, Hok Seng kelihatan makin sedih.
“Kau tidak tahu, sumoi. Diantara Lie suheng dan Thio
suci, juga telah terjadi hal yang hebat dan amat
menggelisahkan hati.”
“Apa pula terjadi pada mereka?”
“Thio suci sudah menikah….”
“Itu baik sekali!” kata Bi Lan girang. “Mengapa hal yang
baik itu suheng sebut menggelisahkan hati?”
“Nanti dulu, sumoi, dengar dulu penuturanku. Thio suci
bukan menikah kepada Lie suheng sebagaimana yang kita
semua duga dan harapkan, melainkan keprda Pangeran
Wanyen Kan dari Kerajaan Kin!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Apa......??” Bi Lan benar benar tercengang dan tetkejut
mendengar berita yang tak pernah disangka sangkanya itu.
“Kau tentu suduh dapat membayangkan betapa hancur
hati Lie suheng.” Hok Seng melanjutkan. “Aku sudah
bertemu dengan dia dan keadaannya amat menyedihkan.
Tidak saja ia parah hati karena cinta kasihnya kepada Thio
suci dihancurkan orang, juga ia merasa sengsara hati karena
Thio suci justeru memilih suami seorang pangeran Bangsa
Kin! Lie suheng di hadapanku bersumpah untuk mencari
dan membunuh Pangeran Wanyen Kan itu, bukan hanya
disebabkan karena telah merebut Thio Suci, akan tetapi juga
ia menganggap pangeran itu sebagai musuh rakyat dan
patut dibinasakan. Ah, sumoi, benar benar banyak hal yang
menyedihkan telah terjadi dan sekarang dengan
tertawannya guru guru kita, apakah yang dapat kita
lakukan? Bagaimana kita dapat menghadapi kekuasaan dan
pengaruh pemerintah Kin yang dibantu oleh orang orang
pandai?”
“Suheng, dalam keadaan seperti sekarang ini, tiada
gunanya berkeluh kesah. Paling baik kita berdaya upaya
dengan segala tenaga yang ada pada kita. Kau jangan
khawatir, tentang guru guru kita, biarlah aku yang akan
membebaskan mereka dari tangan Sam Thai Koksu.
Adapun kau sendiri, lebih baik kau mengumpulkan kawan
kawan dan kalau mungkin juga Lie suheng, untuk
menggabungkan diri dengan pasukan pasukau gerilya dan
rakyat yang sudah lama bergerak di bawah tanah
menghadapi tentara tentara Kin penindas rakyat jelata.”
Mendengar kata kata Bi Lan, terbangun pula semangat
Hok Seng dan ia mengangkat dadanya. “Kata katamu
benar, sumoi! Kita sebagai murid murid Hoa san pai, harus
memperlihatkan kegagahan kita. Bagaimana dengan
keadaanmu sendiri, sumoi? Aku masih belum mendengar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tentang pengalamanmu dibawa oleh Coa ong Sin kai
dahulu itu. Tentu kau telah mengalami hal yang hebat,
sumoi.”
“Gan suheng, sekarang bukan waktunya bagi kita untuk
bercakap cakap panjang lebar, oleh karena itu cukup
kiranya kauketahui bahwa aku telah menjadi murid Coa
ong Sin kai untuk beberapa lama, kemudian akupun
menjadi murid dari jiwi suhu Thian Te Siang mo. Nah,
biarlah aku segera menyusul Sam Thai Koksu, takut kalau
kalau guru guru kita akan menghadapi bahaya!” Setelah
berkata demikian sekali berkelebat saja Bi Lan telah lenyap
dari hadapan suhengnya!
Gan Hok Seng berdiri bengong saking heran dan
kagumnya. “Aduh, sumoi yang dulu juga telah memiliki
kepandaian paling lihai diantara anak murid Hoa san pai,
sekarang telah memiliki kepandaian yang agaknya tidak di
bawah kepandaian guru guru Hoa san pai!” pikirnya
dengan hati girang dan kagum. Pengertian bahwa sumoinya
memiliki kepandaian yang amat tinggi ini menambah
semangatnya dan ia lalu turun dari Hoa san pai mengambil
keputusan untuk sementara waktu, membubarkan
perusahaan piauw kioknya (ekspedisi) dan membawa
kawan kawannya menggabungkan diri dengan para
gerilyawan rakyat.
Sebelum kita mengikuti perjalanan Bi Lan dara perkasa
itu, baiklah kita menjenguk dulu peristiwa pada tiga hari
yang lalu, yang terjadi di puncak Hoa san pai.
Setelah mengalami kekalahan dan bersama Lu siang
Siucai dirobohkan oleh Coa ong Sin kai di padang pasir,
Liang Lek Sianseng yang menjadi girang sekali melihat Bi
Lan telah menjadi murid Thian Te Siang mo, lalu cepat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cepat pulang ke Hoa san. Ia disambut oleh saudara
saudaranya dan bukan main girang hati mereka, terutama
sekali Tan Seng, ketika mendengar bahwa Bi Lan masih
selamat, bahkan menjadi murid guru guru yang pandai.
Akan tetapi, di samping kegirangan ini, mereka juga
merasa gelisah dan marah mendengar bahwa pemerintah
Kin dibantu oleh orang orang yang sakti dan bahkan Ba
Mau Hoatsu dan Pak Hong Siansu dari Tibet juga diundang
oleh pemerintah Kin untuk membantu.
“Kita tidak boleh tinggal diam saja,” kata Tan Seng,
“Sudah terang pemerintah Kin memeras rakyat menghisap
habis kekayaan bumi kita dan sekarang mereka bahkan
hendak membasmi para patriot kita. Bagaimana kita bisa
tinggal diam saja! Kita harus kumpulkan kawan kawan
sehaluan dan membantu pergerakan para gerilyawan,
mengusir penjajah itu dari tanah air kita!”
Saudara saudaranya, baik yang berwatak sabar dan
tenang seperti Lang Gi Cinjin maupun yang berwatak keras
seperti Liang Bi Suthai, ketika mendengar kata kata ini
serentak terbangun semangatnya dan mereka seakan akan
kembali menjadi muda lagi dan perasaan cinta tanah air
timbul di dalam dada masing masing.
Akan tetapi, sebelum empat orang tokoh Hoa san pai ini
meninggalkan gunung untuk ikut berjuang melawan
penjajah Kin yang menindas rakyat dan bangsa mereka,
dari bawah gunung naik serombongan orang yang sama
sekali tak pernah mereka sangka akan datang di tempat itu.
Rombongan ini bukan lain adalah Pak Hong Siansu yang
datang bersama Sam Thai Koksu, Bu It Hosiang dan lain
lain perwira Kin sebagaimana telah diceritakan oleh Gan
Hok Seng kepada Bi Lan karena pemuda murid Hoa san pai
ini melihat mereka di tengah jalan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Semenjak Coa ong Sin kai dan Thian Te Siang mo
mengacau pertemuan di taman kota Cin an, Bu It Hosiang
menjadi makin sakit hati terhadap Hoa san pai. Ia diam
diam mengadakan persekutuan dengan Sam Thai Koksu
dan menjanjikan tenaganya dan tenaga semua kawan
kawannya di Go bi san untuk membantu pemerintah Kin
apabila Sam Thai Koksu suka pula membantunya untuk
membalaskan sakit hatinya terhadap Hoa san pai! Oleh
karena itulah, maka pada hari itu Bu It Hosiang dengan
bantuan Sam Thai Koksu, bahkan dengan bantuan Pak
Hong Siansu naik ke Hoa san pai dengan maksud hendak
membalas dendamnya!
Dapat dibayangkan betapa heran dan juga kagetnya
empat orang tokoh Hoa san pai itu ketika melihat siapa
adanya rombongan orang yang naik ke Hoa san! Akan
tetapi dengan tenang dan sama sekali tidak merasa jerih,
mereka keluar menyambut.
Liang Gi Cinjin mengenal baik siapa adanya Sam Thai
Koksu, akan tetapi ia tidak mengenal kakek botak yang
kelihatannya lemah itu. Ia lalu memimpin adik adiknya
menyambut mereka dan menjura kepada Sam Thai Koksu
tanpa memperdulikan Bu It Hosiang.
“Sungguh merupakan kehormatan besar sekali bahwa
Hoa san yang buruk mendapat kunjungan Sam Thai Koksu
dari Negeri Kin,” kata Liang Gi Cinjin. “Tidak tahu ada
kepentingan yang manakah sehingga Sam wi sampai
memerlukan datang ke sini?”
Sebelum Sam Thai Koksu menjawab, Bu It Hosiang
dengan sikap galak karena merasa mendapat bantuan orang
orang pandai, melangkah maju dan menudingkan
telunjuknya sambil berkata, “Kalian ini orang orang Hoa
san pai benar benar jahat! Beberapa kali anak muridmu
mengacau, bahkan mengandalkan bantuan orang orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jahat seperti Coa ong Sin kai dan Thian Te Siang mo untuk
mencelakakan orang lain. Sungguh tidak memandang mata
kepada orang orang gagah sedunia. Kami orang orang dari
Go bi pai sudah seringkali menerima hinaanmu maka
sekarang kami datang, kamu masih bertanya lagi ada
kepentingan apa? Sungguh tidak kenal malu, hendak
menutupi kesahihan dengan omongan manis!”
Tentu saja tokoh tokoh Hoa san pai menjadi marah
mendengar omongan ini, kalau Liang Gi Cinjin masih
dapat bersikap sabar, adalah Liang Bi Suthai yang terkenal
berwatak keras, menudingkan jarinya ke muka hwesio dari
Go bi pai itu sambil membentak.
“Bangsat gundul! Kau yang berwatak sombong dan
mencari perkara, sekarang kau datang hendak mengoceh
tidak karuan! Hm, agaknya kau datang untuk membalas
kekalahanmu, akan tetapi kini kau mengandalkan bantuan
bantuan orang gagah dan dengan lidahmu yang beracun itu
kau agaknya berhasil pula menggerakkan hati orang orang
seperti Sam Thai Koksu ini untuk menyerbu kami!”
Mendengar ini, Sam Thai Koksu menjadi merah
mukanya. Kim Liong Hoat ong lalu berkata dengan suara
keren, “Liang Bi Suthai, harap kau jangan bicara
sembarangan saja! Kami bukan sekali kali datang hanya
karena hendak membantu Bu It Losuhu. Ketahuilah bahwa
seorang anak muridmu yang bernama Bi Lan pernah
mengacau di kota Cin an dan mengandalkan bantuan Coa
ong Sin kai, dia telah mendatangkan banyak kerusakan dan
kematian. Oleh karena ini, kami anggap semua itu adalah
tanggung jawab kalian dan sekarang, harap kalian berempat
menurut saja kami bawa ke Cin an sebagai tawanan. Kami
tahu bahwa kalian berempat bermaksud memberontak
kepada pemerintah kami terbukti dari perbuatan anak
murid mu itu!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
-ooo0dw0ooo-
Jilid XI
TAN SENG tertawa bergelak mendengar ini.
“Jadi kalian ini, Sam Thai Koksu dari Kerajaan Kin,
hendak menangkap kami atas tuduhan memberontak? Ha,
ha, benar benar lucu sekali! Kami adalah orang orang Han
aseli, penduduk Tiongkok sejak ribuan tahun yang lalu,
keturunan nenek moyang kami yang selamanya menjadi
penduduk pribumi, sekarang kalian cap sebagai
pemberontak? Eh, Sam Thai Koksu, dengarlah baik baik.
Tahukah kalian mengapa rakyat Tiongkok memberontak
terhadap pemerintahaamu? Karena orang orang bangsamu
yang memegang pemerintahan, adalah orang orang picik
seperti kalian pula, yang dengan bodoh sekali dapat dihasut
oleh orang orang macam Bu lt Hosiang, mempergunakan
kedudukan dan kepandaian untuk memeras rakyat jelata,
demi kesenangan dan kebesaran serta kemuliaan diri
sendiri”
“Tutup mulutmu!” bentak Tiat Liong Hoat ong, orang
termuda dari Sam Thai Koksu.
“Mengapa kami harus menutup mulut?” Liang Bi Suthai
balas membentak. “Kami berada di tempat sendiri. Kami
adalah tuan rumah dan kalian adalah tamu, tamu tamu
yang tidak mengenal aturan. Kalian hendak menawan
kami? Silakan kalau kalian sanggup!” Ini merupakan
tantangan hebat dan dengan marah sekali Tiat Liong Hoat
ong lalu menerjang maju setelah mencabut goloknya yang
lebar dan tajam.
Liang Bi Suthai berlaku waspada dan cepat mengelak
dan mencabut keluar pedangnya yang tipis pendek. Nenek
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tua yang lihai dari Hoa san pai ini maklum akan kelihaian
lawan, namun ia tidak takut sama sekali dan dengan gemas
membalas serangan lawan. Sebentar saja sinar pedang dan
golok berkelebatan dan tubuh mereka terbungkus oleh
gulungan sinar senjata.
Bu It Hosiang mengeluarkan suara geraman seperti
harimau dan hwesio ini lalu menggerakkan tongkatnya
menyerang Tan Seng yang segera menghadapinya sambil
menggerak gerakkan kedua ujung lengan bajunya yang
panjang. Memang untuk menghadapi serangan tongkat
lawan, senjata yang berupa ujung legan baju kanan kiri
merupakan senjata yang amat baik, karena selain ujung
lengan baju ini dapat dipergunakan untuk menyampok
ujung tongkat, juga dapat dipergunakan untuk melihat dan
merampas tongkat lawan. Akan tetapi tentu saja
dibutuhkan pengalaman, kepandaian, dan tenaga untuk
dapat mainkan kedua ujung lengan baju dengan baik.
Adapun Bu It Hosiang adalah seorang tokoh Go bi pai yang
sudah tinggi ilmu silatnya, maka pertempuran itu berjalan
seru sekali, tidak kalah ramainya dengan pertempuran yang
berjalan antara Liang Bi Suthai melawan Tiat Liong Hoat
ong.
Kim Liong Hoat ong dan Gin Liong Hoat ong tidak mau
tinggal diam dan keduanya lalu melompat maju disambut
oleh Liang Gi Cinjin din Liang Tek Sianseng. Seperti juga
Tan Seng, Liang Gi Cinjin hanya mempergunakan kedua
ujung lengan bajunya, adapun Liang Tek Sian seng telah
mengeluarkan sepasang pit bulunya yang digerakkan secara
lihai, menghadapi serbuan Gin Liong Hoat ong yang
memegang sepasang ruyung warna hijau. Hebat sekali
adalah gerakan Kim Liong Hoat ong yang bersenjatakan
sebatang rantai baja yang besar dan berat. Liang Gi Cinjin
yang kepandaiannya paling lihai diantara saudara
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saudaranya, harus mengerahkan ginkangnya untuk
menghadapi rantai baja ini.
Sebetulnya, tingkat kepandaian Sam Thai koksu masih
lebih tinggi dari pada tingkat kepandaian tokoh tokoh Hoa
san pai, namun karena pada saat itu para tokoh Hoa san pai
maklum akan kelihaian lawan, mereka melawan mati
matian dan bersemangat sehingga pertandingan berjalan
seru sekali.
Biarpun fihaknya takkan mengalami kekalahan, namun
melihat jalannya pertandingan demikian lama, Pak Hong
Siansu tidak sabar lagi. Tiba tiba tubuhnya berkelebat luar
biasa cepatnya memasuki gelanggang pertempuran dan
berturut turut Tan Seng, Liang Tek Sianseng, dan Liang Gi
Ciijin roboh terkena totokannya. Bukan main lihainya
tokoh besar Tibet ini, yang dengan sekali serang saja sudah
berhasil merobohkan tiga tokoh Hoa san pai! Akan tetapi,
karena Liang Bi Suthai seorang wanita, ia merasa malu
untuk menyentuh tubuh nenek ini dan ia hanya
mengerahkan pikulannya dari jarak jauh Namun demikian,
ketika sambaran hawa pukulan itu menyerang Liang Bi
Suthai, nenek ini terhuyung kebelakang dan saat itu
dipergunakan oleh Tiat Liong Hoat ong untuk menyerang
dengan goloknya secara hebat sekali!
Tubuh Liang Bi Suthai sudah terhuyung dan
kedudukannya amat lemah, maka menghadapi serangan
golok ini, ia terkejut sekali dan cepat , menjatuhkan
tubuhnya ke belakang agar jangan sampai “termakan” oleh
golok lawan. Akan tetapi, Tiat Liong Hoat ong tidak mau
memberi hati lagi dan ketika kaki kanannya menendang.
Liang Bi Suthai terlampir dan menderita patah tulang
iganya!
Namun, dasar seorang yang berkepangan tinggi, ia masih
dapat meloncat berdiri dengan muka pucat dan ketika Tiat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Liong Hoat ong menotoknya, ia tidak berdaya lagi dan
tertawan seperti juga tiga orang saudaranya.
Demikianlah, empat orang tokoh Hoa san pai ini
tertawan dan digiring menuju ke Cin an oleh Pak Hong
Siansu dan kawan kawannya. Mereka tidak berdaya untuk
melawan lagi karena mereka berada dalam keadaan tertotok
dan tidak dapat menggerakkan kedua tangannya. Lebih
lebih Liang Bi Suthai, yang telah menderita luka dan tidak
terawat, keadaannya amat sengsara sehingga tiga orang
saudaranya yang melihat keadaan nenek ini menjadi
kasihan dan terharu sekali.
Dengan nafsu marah meluap luap, Bi Lan melakukan
perjalanan cepat sekali dan pada suatu hari sampailah ia di
kota Taigoan. Karena hari sudah malam, ia lalu bermalam
di sebuah hotel besar dan menyewa sebuah kamar cukup
bersih, ia bermaksud untuk melanjutkan perjalanan pada
keesokan harinya pagi pagi, akan tetapi keinginannya ini
gagal karena tak tersangka sangka ia menghadapi perkara
besar. Ketika ia memasuki hotel, ia melihat tujuh orang laki
laki yang bertubuh tinggi besar dan nampaknya galak
tengah duduk menghadapi meja di ruang tengah. Mereka
ini terang sekali adalah orang orang kang ouw yang kasar,
karena begitu mereka melihat Bi Lan, tujuh orang itu
menghentikan percakapan dan memandang kepada Bi Lan
dengan mata kurang ajar sekali.
Namun Bi Lan biarpun merasa amat mendongkol tidak
mau memperdulikan mereka dan memasuki kamarnya.
Akan tetapi sebelum ia menutup pintu ia mendengar
percakapan mereka tanpa disengaja dan alangkah kagetnya
ketika ia mendengar seorang diantara mereka menyebut
nyebut nama Lie Bu Tek!
“Lebih dulu kita singkirkan Lie Bu Tek itu, baru kita
menggunakan kekerasan terhadap Hek kin kaipang!” kata
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang berbaju kotak kotak dengan lagak sombong. Agaknya
dia yang menjadi kepalanya, karena Bi Lan mendengar
orang orang yang lain membenarkan kata kata ini.
Malam itu Bi Lan tak dapat tidur. Ia berlaku waspada
dan memasang telinga baik baik, siap untuk mengikuti
tujuh orang yang mengancam hendak menyingkirkan
suhengnya itu. Akan tetapi tujuh orang yang menyewa
kamar kamar besar di bagian belakang, malam itu tidak
keluar dan terpaksa Bi Lan menanti saja di dalam kamarnya
dan akhirnya tertidur.
Ia mengambil keputusan untuk menyelesaikan perkara
ini lebih dulu sebelum melanjutkan perjalanannya, ia tidak
tahu entah di mana adanya Lie Bu Tek yang diancam oleh
tujuh orang kasar itu, akan tetapi ia hendak mengikuti
mereka. Demikianlah pada keesokan harinya ketika pagi
pagi rombongan dari tujuh orang itu keluar dari hotel, diam
diam Bi Lan mengikuti mereka.
Tujuh orang itu kembali memandang kepadanya dengan
sikap menjemukan sekali, akan tetapi oleh karena Bi Lan
ingin mengikuti mereka, gadis mi menahan sabarnya. Ia
pikir belum waktunya turun tangan karena ia ingin tahu
lebih dulu kemana tujuh orang itu hendak pergi mencari Lie
Bu Tek. Ternyata bahwa orang orang itu pergi menuju ke
persimpangan jalan lalu membelok ke kiri. Mereka berhenti
di depan sebuah rumah dan berdiri di depan pintu rumah
itu dengan sikap ugal ugalan.
“Hek kin kai pangcu (ketua Perkumpulan Sabuk Hitam)!
Suruh bangsat Lie Bu Tek keluar untuk mengadu
kepandaian dengan kami kalau memang kauanggap dia
lebih jantan!” seru orang yang berpakaian baju kotak kotak
sambil menggerak gerakkan sepasang ruyung nya dengan
lagak jagoan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bi Lan menjadi heran sekali. Apakah mungkin Lie Bu
Tek suhengnya itu berada di dalam rumah ini? Mengapa
suhengnya berada di dalam rumah perkumpulan pengemis?
Untuk memuaskan keinginan tahunya kenapa sampai lama
dari rumah itu tidak terdengar jawaban, diam diam Bi Lan,
lalu mempergunakan kepandainnya, meloncat dari
belakang tembok rumah dan terus naik ke atas genteng.
Gerakannya demikian ringan dan lincah laksana seekor
burung walet saja sehingga tidak di ketahui oleh lain orang,
baik oleh tujuh orang yang sedang petentang petenteng di
depan pintu maupun oleh penghuni rumah itu.
Ketika ia membuka genteng mengintai, tiba tiba
mukanya menjadi merah sekali. Ia melihat Lie Bu Tek yang
berwajah kurus sekali sedang rebah di atas pembaringan
dan di pinggir pembaringan itu duduk seorang wanita
cantik dan berpakaian mewah dan bersikap genit. Beberapa
kali wanita itu menggunakan tangannya yang halus untuk
membelai muka Lie Bu Tek, bahkan mengelus elus rambut
pemuda itu dan terdengar ia berkata perlahan “Kau
tenanglah dan tidurlah. Selama aku berada disampingmu
orang orang kasar itu takkan dapat mengganggumu! tak
seorangpun di dunia ini boleh merampas kau dari
tanganku.”
Bi Lan menjadi tertegun, terheran, mendongkol dan juga
jengah sendiri. Siapakah perempuan ini dan mengapa
suhengnya rebah di situ dan dikawani oleh seorang
perempuan cantik yang bersikap seakan akan menjadi
kekasihnya? Akan tetapi untuk meloncat turun, ia merasa
malu sekali, maka kini Bi Lan hendak menumpahkan
kemendongkolan hatinya kepada orang orang kasar yang
mengancam Lie Bu Tek. Ia maklum bahwa keadaan Lie Bu
Tek demikian lemah seperti orang sakit maka tak mungkin
dapat melawan orang orang itu. Ia hendak membereskan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang orang, itu lebih dulu, baru kemudian ia hendak
menyelidiki ke dalam untuk mengetahui keadaan yang
sebenarnya dari suhengnya yang amat mencurigakan
hatinya itu.
Dengan beberapa lompatan saja Bi Lan sudah berada di
atas genteng halaman depan dan tubuhnya lalu melayang
turun ke bawah menghadapi tujuh orang itu. Tentu saja
tujuh erang itu menjadi terkejut sekali ketika mengenal Bi
Lan. Tadinya mereka mengira bahwa Hek kin kai pangcu
sendiri yang akan keluar menyambut mereka, tidak tahunya
yang datang adalah gadis yang sehotel dengan mereka dan
yang kecantikannya membuat mereka tertarik sekali.
“Eh, nona manis! Siapakah kau? Apakah kau kawan dari
Hek kin kai pangcu yang sengaja menyuruhmu memata
matai kami ?” tanya orang yang berbaju kotak kotak sambil
menyeringai dan memandang dengan mata kurang ajar,
“Eh, Gak twako, bunga ini berikan kepadaku. Bukankah
twako sudah punya bunga dari Hek kin kaipang?” tiba tiba
seorang yang memegang golok berkata. Orang ini berbaju
hitam dan tubuhnya tinggi besar dengan muka seperti
seekor lutung. Ia cengar cengir dan mendekati Bi Lan, lalu
berkata.
“Nona manis, kalau kami sudah membikin mampus
bangsat Lie Bu Tek itu dan Gak twako menikah dengan
nona Kiang Cun Eng kau pun menikah dengan aku! Aku
masih bujang dan di seluruh Taigoan tidak ada yang tidak
mengenal Kwa Swan si golok sakti! Ha ha ha!”
Akan tetapi, ketawanya terhenti sampai di situ ketika tiba
tiba Bi Lan menggerakkan tubuhnya. Dengan kecepatan
yang luar biasa sekali sehingga tidak terlihat oleh lawannya,
Bi Lan menggunakan kedua tangannya dengan berbareng.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tangan kanan merampas golok dan tangan kiri menggaplok
muka orang.
Kwa Swan menjerit jerit seperti babi di sembelih.
Hidungnya berdarah dan pecah terkena gamparan tangan
kiri Bi Lan sedangkan goloknya kena dirampas oleh gadis
itu! Selagi ia mengaduh aduh, kaki kiri Bi Lan bergerak
menendang dan bagaikan sebutir pelor, tubuh orang she
Kwa ini mencelat sampai tiga tombak jauhnya dan ia roboh
tanpa dapat mengeluarkan suara lagi karena ia telah
menjadi pingsan!
Sebelum menuturkan keadaan Bi Lan lebih jauh, baiklah
kita mundur dulu dan melihat bagaimana Lie Bu Tek bisa
berada di tempat itu dan siapa adanya rombongan tujuh
orang yang mengancamnya ini.
Seperti pernah dituturkan di bagian depan dengan hati
patah dan amat berduka, Lie But Tek meninggalkan Ling In
dengan maksud hendak mencari Wan yen Kan. Kemudian,
bukannya berhasil membunuh Wan yen Kan, bahkan ia
terkalahkan oleh Giok Seng Cu dan hampir saja ia tertawan
kalau tidak tertolong oleh bayangan aneh yang kita ketahui
adalah Ciang Lee. Makin kecewalah hatinya dan ia
merantau dengan hati patah dan keadaan amat sengsara.
Akhirnya ia tiba di kota Taigoan dalam keadaan payah
karena hatinnya yang tertindih serta makannya yang amat
tidak terjaga itu membuat ia jatuh sakit.
Namun kegagahannya masih tetap tidak lenyap. Di kota
ini, ketika ia sedang berjalan dengan muka pucat, kurus,
dan mata sayu, ia melihat seorang pengemis tua diseret
seret oleh dua orang pengemis muda. Jiwa kesatria di dalam
tubuhnya menuntut melihat perlakuan tidak adil dari dua
orang pengemis muda ini, maka biarpun tubuhnya amat
lemah dan kepalanya pening, Lie Bu Tek melompat maju
dan sekali ia menerkam, ia telah berhasil mencengkeram
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
leher dua orang pengemis muda itu yang segera dilontarkan
sehingga dua orang itu jatuh tunggang langgang!
“Congsu (orang gagah), jangan ikut campur urusan
kami!” pengemis tua itu berseru kepadanya sehingga Bu
Tek berdiri tertegun. Bagaimana ada orang ditolong bahkan
menegurnya?
Sementara itu, tiba tiba ia telah dikerumuni oleh banyak
orang pengemis dan baru sekarang Bu Tek mendapat
kenyataan bahwa semua orang pengemis itu memakai ikat
pinggang hitam yang sama ! Diantara para pengemis ini,
muncul seorang kakek bongkok yang memegang sebatang
tongkat hitam. Dengan muka menyeringai, kakek ini
menudingkan tongkatnya kepada Bu Tek lalu memaki.
“Orang muda yang lancang dari manakah berani
mencampuri urusan dalam perserikatan kami Hek kin
kaipang? Ketahuilah bahwa setelah aku Beng san kui berada
di sini, kau takkan kuberi ampun sebelum kau berlutut dan
minta ampun sambil membayar denda seratus tail perak !”
Lie Bu Tek adalah seorang pemuda perantau yang sudah
banyak pengalamannya, maklum akan keanehan orang
orang kang ouw dan kini mendengar sebutan Hek kin
kaipang diam diam ia terkejut sekali karena nama ini adalah
nama perkumpulan pengemis yang amat berpengaruh.
Ia cepat menjura tanda hormat, lalu berkata. “Maaf, lo
enghiong Siauwte Lie Bu tek dai Hoa san pai tidak tahu
bahwa siauwte berhadapan dengan para orang gagah dari
Hek kin kaipang. Tadi siauwte melihat seorang pengemis
tua diseret seret oleh dua orang muda, maka karena
kasihan, tanpa menyelidiki lebih dulu telah turun tangan,
harap dimaafkan.”
Beng san kui tertawa bergelak dengan suara besar, jauh
berbeda dengan potongan tubuhnya yang kecil bongkok.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ha, ha ha! Bocah Hoa san pai berani main gila. Kau
tidak tahu bahwa pengemisitu adalah anggota kami yang
melanggar dan melakukan pencurian makanan, karenanya
harus dihukuum. Sekarang kau telah berlaku lancang, hayo
lekas berlutut dan keluarkan uang denda itu!”
Mendengar ini, panaslah hati Lie Bu Tek. Ia memang
sedang berduka dan hatinya, penuh dendam penasaran,
sekarang ada orang menghinanya, tentu saja ia menjadi
marah.
“Beng san kui, kau sombong sekali! Apakah kau tidak
mau memandang muka orang lain dan mengingat
hubungan orang orang tang ouw? Aku sudah minta maaf,
akan tetapi siapa sudi berlutut dan membayar denda?”
“Kalau begitu, kau harus merasakan kerasnya
tongkatku!” kata Beng san kui yang segera menyerang
dengan tongkat
hitamnya.
Bu Tek terkejut
sekali dan cepat ia
menggerakkan
tubuhnya mengelak
lalu membalas
serangan lawan. Akan
tetapi, ternyata kakek
pengemis yang
bertubuh kecil itu gesit
sekali dan sebentar saja
Bu Tek yang sudah
amat lelah dan pening
itu terdesak hebat.
Akhirnya, tak dapat
tertangkis lagi pundaknya terpukul tongkat dan terasa amat
sakit. Kini Bu Tek menjadi mata gelap dan dicabutnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pedangnya, lalu ia mengamuk, namun tongkat di tangan
Beng san kui benar benar lihai dan dalam jurus ke tiga
puluh, sebuah dorongan tongkat mengenai dada kanan
pemuda itu yang segera terguling roboh dan pingsan! Kalau
sekiranya tubuh Bu Tek tidak demikian lemah, belum tentu
Beng san kui akan dapat merobohkannya dengan mudah,
biarpun sebetulnya tingkat ilmu silat si kate ini memang
masih lebih tinggi daripada kepandaian Bu Tek.
Beramai ramai tubuh Lie Bu Tek diangkat oleh para
pengemis dan dibawa ke rumah perkumpulan mereka untuk
melaporkan hal pemuda itu kepada ketua mereka, yaitu
nona Kiang Cun Eng yang sudah lama kita kenal. Nona ini
adalah ketua Hek kin kaipang yang dulu tergila gila kepada
Ciang Le.
“Bunuh saja pemuda ini !” kata Bi Mo li, nenek
pengemis seperti setan yang amat galak itu.
“Suruh dia membayar denda seribu tail perak!” kata
Siang tung him, kakek tampan yang buntung kaki kirinya.
Seperti telah kita ketahui, Kiang Cun Eng mempunyai
tiga orang pembantu yang lihai, yaitu kakek pendek
bongkok Beng san kui (Setan Gunung Sakti), nenek jembel
bermuka setan Bi Mo li (Setan Perempuan Cantik), dan
kakek berkaki sebelah Siang tung him (Biruang Tongkat
Dua).
Akan tetapi, begitu melihat Lie Bu Tek, hati Kiang Cun
Eng amat tertarik, apalagi ketika mendengar bahwa pemuda
ini adalah murid dari Hoa san pai. Semenjak gagal menarik
perhatian Ciang Le, nona ini merasa amat kecewa dan
berduka. Memang tidak sukar baginya untuk mencari jodoh
karena banyak laki laki yang tergila gila kepada nona yang
cantik, kaya dan berkepandaian tinggi ini. Akan tetapi tak
seorangpun diantara mereka berkenan di hati Kiang Cun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Eng. Mana ia mau pandang mata kepada segala pemuda
biasa yang biasanya hanya berpakaian mewah dan menjual
lagak! Ia merindukan seorang suami yang gagah perkasa.
Dan Bu Tek cocok dengan bayangan pemuda yang
dirindukannya.
“Dia murid Hoa san pai, tidak boleh diganggu.
Baringkan di kamarku dan sediakan obat!” kata ketua ini
dan tak seorangpun berani membantahnya.
Dengan amat telaten dan penuh perhatian, Kiang Cun
Eng sendiri merawat Lie Bu Tek. Hek kin kaipangcu ini
tidak mengulangi kekecewaannya seperti dulu ketika ia
bertemu dengan Ciang Le. Disamping memberi minum
obat kepada Bu Tek yang selain terluka juga menderita sakit
panas itu, ia memberi pula tiap hari semacam arak yang
telah dicampur dengan obat pemabok. Oleh pengaruh obat
inilah maka Lie Bu Tek menjadi tak berdaya, seakan akan
berada dalam mimpi dan terjatuh ke dalam kekuasaan dan
pengaruh kecantikan Kiang Cun Eng. Pemuda ini seakan
akan tidak tahu lagi apa yang dilakukannya. Patah hati dan
kedukaan telah membuat ia kurang perduli akan
kehidupannya, dan sekarang di bawah pengaruh obat
pemabok, wajah Cun Eng yang cantik, sikapnya yang genit,
dan kesenangan yang diberikan oleh ketua Hek kin kaipang
itu kepadanya, membuat Bu Tek lupa akan segalanya.
Namun di dalam lubuk hatinya. Bu Tek tetap merana,
tetap menderita. Hal ini terbukti dari keadaan tubuhnya
yang kurus pucat, ia seakan akan tak bersemangat lagi,
bagaikan boneka hidup.
Di dalam kota Taigoan, selain adanya perkumpulan
pengemis Hek kin kaipang yang berpengaruh sekali dan
boleh dibilang menjadi pembantu penjaga keamanan kota,
baru baru ini terbentuk pula sebuah perusahaan pengantar
barang yang dikepalai oleh tujuh orang saudara
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seperguruan. Perusahaan ekspedisi ini diberi nama Jit liong
piauwkiok (Piauwkiok Tujuh Naga) dan setiap kali mereka
mengantar dan mengawal barang, tempat barang ditancapi
tujuh buah bendera kecil yang kesemuanya bergambarkan
liong dalam tujuh macam warna!
Kalau diceritakan memang aneh, akan tetapi
sesungguhnya betul bahwa diantara tujuh orang piauwsu
ini, yang paling tinggi kepandainnya dan bahkan yang
menjadi kepalanya orang termuda! Dia ini bernama Gak
Un Kiong, dan biarpun ia termuda usianya, namun saudara
saudaranya menyebutnya “twako” untuk tanda
menghormat! Memang mereka ini orang orang kasar yang
tidak begitu mengindahkan kesopanan atau peraturan dan
hal ini pun tidak begitu aneh kalau orang mengetahui asal
usul mereka. Gak Un Kiong dan kawannya ini memang
bekas perampok perampok kejam yang telah keluar dari
hutan dan kini mencoba peruntungan dengan menjadi
piauwsu!
Kepandaian Gak Un Kiong dan kawan kawannya
memang cukup lihai, apalagi orang she Gak ini sendiri,
kepandaiannya tinggi dan tenaganya besar. Di samping itu,
enam orang saudaranya juga memiliki kepandaian tinggi,
belum diingat akan hubungan hubungannya dengan dunia
hitam (penjahat penjahat), maka tentu saja ia amat
berpengaruh.
Kiang Cun Eng maklum akan hal ini, namun ia
melarang anak buahnya mengganggu. Gak Un Kiong
karena ia anggap bahwa biarpun mereka itu bekas
perampok, akan tetapi kalau sekarang sudah bertobat dan
mau menjadi penduduk baik baik, bahkan menjadi
piauwsu, mengapa harus diganggu? Ia tahu bahwa kalau ia
mengganggu piauwsu piauwsu bekas perampok itu, ia akan
mengundang permusuhan hebat dengan orang orang jahat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan hal ini amat berbahaya bagi perkumpulannya sendiri.
Pendeknya, Kian Cun Eng hanya akan turun tangan kalau
benar benar terbukti orang melakukan kejahatan.
Ketika Gak Un Kiong melihat Cun Eng pada suatu hari,
jatuhlah hatinya terhadap nona ketua ini dan serta merta ia
majukan lamaran. Akan tetapi mana gadis ini mau
menerimanya? Dengan sikap halus, ia menolak pinangan
itu dengan alasan bahwa ia masih mempunyai tugas berat
sebagai pemimpin Hek kin kaipang dan belum ada ingatan
menikah.
Gak Un Kiong mengerti bahwa penolakan ini
berdasarkan rasa tidak suka maka diam diam ia merasa
sakit hati sekali. Namun terhadap ketua dari Hek kin
kaipang, ia tidak berani mempergunakan kekerasan, ia
bukan seorang bodoh dan tahu pula akan kelihaian Kiang
Cun Eng yang dibantu oleh tiga orang tua yang
berkepandaian tinggi pula, maka ia menahan hatinya dan
diam diam ia berjanji pada diri sendiri bahwa ia akan
merintangi dengan kekerasan, hanya apabila ketua Hek kin
kaipang itu akan menikah dengan orang lain. Pendeknya,
kedua fihak, baik dari Pihak Jit liong piauwkiok maupun
dari fihak Hek kin kaipang saling menaruh perasaan jerih
dan tidak mau membuat gara gara.
Dan akhirnya datanglah Lie Bu Tek yang kini sudah
terkenal sebagai kekasih atau orang yang terpilih oleh Kiang
Cun Eng. Hal ini tentu saja membuat Gak Un Kiong marah
sekali. Kepala Jit liong piauwkiok ini merasa serba salah.
Untuk mempergunakan kekerasan sesungguhnya ia merasa
agak jerih terhadap nama Hek kin kaipang. Akan tetapi
mendiamkannya saja, hatinya tidak rela mendengar nona
yang dicintanya itu akan menjadi milik orang lain. Maka ia
telah berhari hari tidak kembali ke rumah dan selalu mabok
mabokan dan bermalam di dalam hotel di kota Taigoan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akhirnya enam orang saudaranya menyusul dan di
dalam hotel itu mereka berunding, lalu mengambil
keputusan untuk membunuh Lie Bu Tek kemudian
merampas Kiang Cun Eng dengan paksa. Sebagaimana
telah dituturkan di bagian depan, kebetulan sekali ketika
mereka mengadakan pertemuan di dalam hotel, datang Bi
Lan yang mendengar percakapan mereka dan gadis ini
bersiap sedia menolong suhengnya yang terancam bahaya.
Demikianlah keadaan di kota Taigoan dan pengalaman
pengalaman Lie Bu Tek, pemuda yang patah hati dan
sengsara itu, yang kini berada dalam cengkeraman Kiang
Cun Eng dan terancam oleh Gak Lu Kiong dan kawan
kawannya yang merasa sakit hati kepadanya.
Kita kembali pula kepada Bi Lan yang bagaikan seekor
burung walet menyambar turun dari atas genteng dan
dalam segebrakan saja telah berhasil merampas golok dari
tangan Kwa Swan, seorang saudara dari Un Kiong yang
menjadi marah sekali. Kwa Swan adalah seorang
saudaranya yang memiliki ilmu golok cukup lihai, namun
dalam segebrakan saja telah roboh dalam keadaan pingsan
oleh Bi Lan, maka tentu saja Gak Un Kiong selain menjadi
marah juga amat kaget menyaksikan kehebatan sepak
terjang nona muda yang cantik manis ini.
“Kawan kawan serbu !” seru Gak Un Kiong sambil
menggerakkan sepasang ruyungnya. Dengan gerak tipu Ji
liong jut tong (Sepasang Naga Keluar Dari Goa), ia
menyerang Bi Lan dengan ruyungnya. Namun Bi Lan
sambil tersenyum mengejek, menggerakkan golok
rampasannya dan sekaligus ia menindih ruyung kanan di
tangan Gak Un Kiong dengan gerakan Yan cu liok sui
(Burung Walet Menyambar Air). Bukan main kaget hati
Gak Un Kiong ketika ia merasa seakan akan ruyung
kanannya tertimpa oleh benda yang berat sekali sehingga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saja ruyungnya itu terlepas dari pegangannya. Akan tetapi
ia lihai sekali dan ruyung kirinya yang berada di atas itu
secepat kilat menimpa dari atas mengarah kepala Bi Lan!
Dara perkasa ini tidak menjadi bingung menghadapi
serangan hebat ini. Ia miringkan tubuh ke kanan dan begitu
ruyung kiri lawannya lewat di samping kepalanya,
goloknya, membabat diantara kedua ruyung dan langsung
menyambar ke arah leher Gak Un Kiong. Sabetan iri
demikian cepat dan kuatnya sehingga menimbulkan suara
angin dan membuat Gak Un Kiong menjerit kaget. Piauwsu
ini cepat melempar tubuh ke belakang dan bergulingan di
atas tanah menjauhkan diri. Keringat dingin berkumpul di
dahinya karena serangan gadis itu tadi benar benar amat
berbahaya dan hampir saja lehernya terbabat putus!
Ia meloncat lagi dan kini lima orang saudaranya dan
beberapa orang anak buah Jit liong piauw kiok yang sudah
memburu ke tempat itu, segera maju mengeroyok Bi Lan!
Gadis ini sama sekali tidak menjadi jerih dan begitu
goloknya berkelebat, robohlah beberapa orang anak buah
piauw kiok itu. Betapapun juga, Bi Lan tidak mau
sembarangan membunuh orang dan goloknya hanya
menerbangkan senjata senjata lawan dan melukai tangan
dan pundak mereka saja. Gerakan Bi Lan demikian
cepatnya sehingga mereka yang terluka itu sendiri tidak
tahu bagaimana mereka sampai dapat dirobohkan.
Pada saat itu, dari dalam rumah perkumpulan Hek kin
kaipang, meloncat keluar empat orang. Mereka ini adalah
Kiang Cun Eng dan tiga orang pembantunya yang
menyeramkan, yaitu Bi Mo li, Siang tung him dan Beng san
kui!
Ketika itu Gak Un Kiong sudah terluka pundaknya oleh
ujung golok Bi Lan, maka ketika melihat empat orang
pemimpin Hek kin kaipang ini keluar, mereka menjadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ketakutan dan tidak ada harapan untuk dapat melawan lagi.
Un Kiong bersuit keras dan kawan kawannya segera angkat
kaki sambil menyeret kawan kawan yang terluka!
“Gak Un Kiong. mulai saat ini kau tidak boleh terlihat di
kota ini! Kalau kami melihat kau dan kawan kawanmu,
jangan anggap kami keterlaluan kalau kami takkan
memberi ampun lagi!” teriak Kiang Cun Eng dengan
suaranya yang nyaring dan berpengaruh. Tentu saja untuk
ini Gak Un Kiong tidak perlu mendapat peringatan dua
kali, karena ia sendiripun sudah tahu bahwa setelah
menderita kekalahan dan pengacauan yang dilakukannya
terhadap Hek kin kaipang ini, ia dan kawan kawannya
takkan mungkin tinggal di Taigoan lagi. Maka pergilah ia
bersama kawan kawannya, kembali ke dalam hutan!
Kini Kiang Cun Eng menghadapi Bi Lan dan sepasang
matanya yang bagus dan genit itu memandang tajam,
penuh kekaguman.
“Adik yang gagah perkasa, kau siapakah dan mengapa
kau mencampuri urusan kami?” tanya Cun Eng dengan
suara halus dan ramah, namun mengandung nada tinggi,
tanda bahwa ketua Hek kin kaipang ini tidak merasa puas
karena Gak Un Kiong dan kawan kawannya dihajar oleh
orang lain.
Sebaliknya, Bi Lan memang sudah merasa jemu dan
muak melihat lagak genit dari Kiang Cun Eng, apabgi kalau
ia teringat akan pemandangan yang dilihatnya di dalam
kamar tadi.
“Sebelum kita bicara lebih jauh, ingin aku bertanya
kepadamu, pangcu (ketua), siapakah pemuda di dalam
kamarmu itu dan pernah apakah kau dengan
dia?”Pertanyaan ini diajukan dengan nada gemas, karena
memang Bi Lan merasa mendongkol terhadap perempuan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ini, terutama sekali mendongkol melihat keadaan
suhengnya yang sungguh mengecewakan hatinya.
Merahlah muka Cun Eng mendengar pertanyaan ini.
Sepasang matanya dibuka lebar dan ia membentak marah,
“Bocah lancang mulut! Perduli apa kau dengan urusan
pribadiku dan mengapa kau mengurus perkara di dalam
kamar orang lain! Sungguh tak tahu malu! Apakah kau iri
hati? Kalau kau iri hati carilah pemuda lain jangan
mencampuri urusanku. Dia adalah calon suamiku, kau mau
apakah tanya tanya tentang dia?”
Bukan main malunya Bi Lan ketika mendengar bentakan
ini, akan tetapi kemarahannya lebih besar dari pada rasa
malunya.
“Aku merasa heran mengapa dia sudi berdekatan dengan
perempuan macam engkau! Lekas kau panggil dia keluar.
Lie Bu Tek adalah suhengku dan biarpun aku tidak perduli
apa yang ia lakukan dengan kau, namun aku hendak bicara
tentang urusan penting sekali dengan dia.”
Cun Eng mengerutkan keningnya, akan tetapi hatinya
lega. Kalau gadis ini hanya sumoi (adik seperguruan) dari
Bu Tek saja, kepandaiannya tak perlu ditakuti. Namun
mengingat bahwa gadis ini adalah sumoi dari kekasihnya, ia
merobah nada suaranya dan kini ia berkata dengan suara
agak ramah.
“Ah, tidak tahunya sumoi yang datang! Mengapa tidak
dari tadi memperkenalkan diri sehingga tak perlu kita ribut
ribut? Suheng mu sayang sekali tidak dapat keluar karena ia
sedang menderita sakit panas. Marilah kau mengaso di
rumah kami, akan kami sediakan kamar untukmu dan
setelah suhengmu agak mereda sakitnya, boleh kau bertemu
dengan dia.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Tidak, aku mau bertemu sekarang juga. Harap kau suka
menyuruh dia keluar.” Bi Lan berkata tetap.
“Tidak bisa, adikku yang baik. Aku lebih sayang
kepadanya dari pada kau menghormat suhengmu, pada
waktu ini ia tidak boleh keluar dari kamarnya.”
“Kalau begitu, terpaksa aku akan masuk ke dalam
mencarinya!” kata Bi Lan mengancam.
Tiba tiba Cun Eng mengeluarkan seruan marah dan
tubuhnya melompat ke depan pintu, menghadang jalan
masuk.
“Bocah kurang ajar! Kau mengandalkan apakah maka
demikian lancang dan berani mati? Kau sungguh sungguh
tidak tahu diri, berani main gila dan bersikap sombong di
depan kami! Kalau aku tidak mengingat bahwa kau adalah
sumoi dari Lie Bu Tek, sudah semenjak tadi aku usir
engkau!”
“Nona, pukul saja mulutnya yang lancang, habis
perkara!” Bi Mo li yang melangkah maju dengan sikap
mengancam, siap untuk menyerang Bi Lan.
“Nona muda, lebih baik kau menurut kata kata panecu
dan bermalam di sini menanti saatnya kau boleh bertemu
dengan suhengmu,” kata Siang tung him si kakek buntung
dengan suara membujuk.
“Benar, nona. Akupun tidak suka bermusuhan dengan
seorang nona muda seperti engkau, apalagi engkau adalah
sumoi dari calon pangcu kami,” kata Beng san kui sambil
menyeringai.
“Kalian bandot tua mata keranjang!” Bi Mo li memaki
marah kepada dua orang kawannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Hek kin kaipang sudah mempunyai nama besar. Aku
benar benar mengharap kalian tidak berlaku memalukan
dan memberi kesempatan kepadaku untuk bicara dengan
suheng ku. Kalau kalian tidak merintangi, akupun tidak
akan memperdulikan segala urusanmu, akan tetapi kalau
kalian memaksa merintangi aku bertemu dengan suhengku,
terus terang saja kukatakan, bahwa itu berarti rusaknya
Hek kin kaipang di tanganku!”
“Bocah sombongl Biarpun sumoi Lie Bu Tek, tidak boleh
bersombong seperti itu di hadapanku. Hendak kulihat
sampai di mana sih kepandaianmu maka begitu sombong
kau!”
Setelah berkata demikian, Kiang Cun Eng mencabut
keluar siang to ( sepasang golok ) yang berkilauan saking
tajamnya. Ketua Hek kin kaipang ini memang ahli main
golok pasangan dan kini sepasang goloknya itu menyambar
dari kanan kiri, yang kanan menyambar leher Bi Lan
sedangkan yang kiri, menyambar ke arah pinggang, inilah
gerak tipu Ji seng hui thian (Dua Bintang Terbang di
Langit) yang amat hebat dan berbahaya!
Akan tetapi, Bi Lan tersenyum mengejek dan sekali
goloknya berkelebat mengitari tubuhnya, sepasang golok di
tangan Cun Eng sudah dapat tertangkis dan alangkah
kagetnya hati Cun Eng ketika merasa betapa telapak
tangannya tergetar dan sakit sekali.
“Kau benar benar hendak melihat perkumpulanmu
hancur hari ini?” bentak Bi Lan yang cepat membalas
dengan serangan bertubi tubi. Menghadapi serangan ini,
Cun Eng cepat memutar dua batang goloknya, menangkis
sambil mundur sehingga terdengar suara nyaring “trang!”
berkali kali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat betapa dalam segebrakan saja ketua mereka
sudah terdesak hebat, Bi Mo li menjerit dan menyerbu
dengan siang kiamnya (sepasang pedangnya). Juga Siang
tung him Si Beruang Tongkat Dua menyerbu dan
membantu ketuanya dengan mainkan sepasang tongkat
yang lihai. Beng san kui tidak mau tinggal diam. Betapapun
ia merasa sayang kepada nona muda yang lihai ini, namun
melihat kedudukan perkumpulannya terancam, ia lalu
menerjang dengan tongkat hitamnya dan sebentar saja Bi
Lan dikeroyok empat oleh tokoh tokoh Hek kin kaipang.
Namun, Bi Lan sekarang bukanlah Bi Lan dahulu lagi.
Dara perkasa ini telah mendapat gemblengan hebat, tidak
saja oleh Coa ong Sin kai, akan tetapi bahkan telah
digembleng secara hebat oleh Thian Te Siang mo, maka
jangankan baru empat orang ini, biar ditambah empat lagi
agaknya takkan mungkin dapat menangkan gadis jelita
yang lihai ini. Golok rampasan di tangannya bergerak
laksana seekor naga mengamuk, gulungan sinar goloknya
demikian lebar, panjang, dan kuat sehingga menindih dan
mengurung empat orang pengeroyoknya yang menjadi
bingung dan kabur pandangan matanya.
Kini tempat ini penuh dengan pengemis pengemis
anggauta Hek kin kaipang dan mereka ini sambil berteriak
teriak ikut pula menyerbu dan mengeroyok Bi Lan dengan
tongkat mereka. Gadis ini menjadi gemas sekali, berkali kali
ia berseru, “Roboh kau!” dan sebentar saja terdengar pekik
disana sini karena di mana saja tubuh dara ini berkelebat,
tentu seorang dua orang pengemis roboh terkena
tendangan, pukulan tangan kiri atau juga kena dicium oleh
ujung golok sehingga menderita luka dan tidak dapat
bangun kembali.
Tiba tiba terlihat serombongan orang datang berlari lari.
Melihat cara mereka berjalan, rombongan ini merupakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pasukan terlatih dan benar saja, mereka adalah penjaga
penjaga kota dan tanpa banyak cakap lagi mereka ini
menyerbu Bi Lan dan membantu para pengemis itu! Bi Lan
terkejut buka main. Bagaimana ada penjaga penjaga kota
bahkan membantu para pengemis yang mengeroyoknya?
“Eh, eh, apakah kalian sudah gila? Bukan menangkap
pengemis pengemis yang mengacau ini, bahkan
mengeroyokku!”
“Perempuan pemberontak, lebih baik kau menyerah!”
komandan pasukan itu membentak sambil menyerang
dengan goloknya.
Bi Lan menjadi makin marah. Ketika kaki kirinya
menyambar dan mengenai pergelangan tangan komandan
itu, orang ini menjerit dan goloknya terlempar. Ternyata
pergelangan tangannya telah patah tulangnya. Bi Lan lalu
mengamuk, ia pikir bahwa keroyokan para pengemis dan
penjaga itu tak perlu ditakuti, dan yang paling penting
merobohkan pentolannya. Goloknya dikerjakan menurut
ajaran Te Lo mo, dicampuradukkan dengan Ilmu Pedang
Sin coa kiam hoat yang ia pelajari dari Coa ong Sin kai.
Baru beberapa jurus saja, ia telah berhasil melukai pundak
Bi Mo li dan menendang roboh Siang tung him!
Jerihlah semua pengeroyok melihat kehebatan gadis ini.
“Mundur semua! Kalau tidak, demi golok ini..... akan
kurobohkan kalian ini semua kacoa kacoa yang tiada
guna!” Bi Lan berseru keras sambil mainkan goloknya
sehingga tubuhnya lenyap terbungkus oleh gulungan sinar
golok! Para pengeroyok terkejut dan melangkah mundur,
akan tetapi Kiang Cun Eng dan Beng san kui masih nekad
mengeroyok. Dalam gemasnya, menggerakkan goloknya
keras sekali. Terdengar suara nyaring dan sepasang golok di
tangan Cun Eng terlempar jauh, kemudian terdengar ketua
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hek kin kaipang ini menjerit karena pahanya telah terluka
oleh tusukan golok, sedangkan Beng san kui sendiripun
roboh karena dadanya didorong oleh tangan kiri Bi Lan.
“Kau yang menjadi biang keladinya! Kau perlu dihajar!”
seru Bi Lan sambil memburu ke arah Cun Eng yang sudah
rebah di atas tanah. Akan tetapi pada saat itu dari pintu
muncul seorang laki laki yang cepat mencegah dengan
tegurannya, “Sumoi jangan...!”
Bi Lan tertegun dan menengok sambil bertolak pinggang.
Sikapnya gagah sekali, matanya tajam bersinar sinar dan
semua pengeroyok yang masih belum roboh menjauhkan
diri dengan gentar.
“Suheng, mengapa kau berada di neraka ini?” Bi Lan
segera menegur Bu Tek. Pemuda itu menghela napas dan
mukanya menjadi merah.
“Sumoi, sudahlah, jangan kaulanjutkan amukanmu.
Betapapun juga, Hek kin kaipang telah berlaku baik
kepadaku bahkan… bahkan mereka telah menolongku.”
Pemuda ini dengan tindakan kaki terhuyung huyung
menghampiri Kiang Cun Eng dan berkata, “Cun Eng,
terima kasih atas segala kebaikanmu dan… maafkan aku
orang yang tidak kenal budi dan tiada guna ini. Aku
pergi...”
“Bu Tek, jangan tinggalkan aku …!”
Cun Eng menangis, akan tetapi Bu Tek tidak
memperdulikannya lagi dan pergi dari situ diikuti oleh Bi
Lan.
“Serbu! Tangkap mereka. Bunuh kedua nya!” Cun Eng
meloncat dan bagaikan seekor harimau betina ia menerjang
Bi Lan dan Bu Tek. Akan tetapi dengan sekali tendang saja
Bi Lan sudah merobohkannya kembali dan tidak ada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorangpun anak buahnya berani menyerbu Bi Lan lagi
setelah menyaksikan kelihaian gadis ini. Bi Lan tersenyum
sindir dan melemparkan golok rampasannya ke atas tanah,
di mana golok itu menancap setengahnya lebih. Kemudian
Bi Lan lalu menarik tangan Bu Tek berlari cepat pergi dari
tempat itu.
Setelah berada jauh dari Taigoan, Bi Lan berhenti dan
bertanya kepada Bu Tek.
“Suheng, bagaimana kau meniadi begini kurus dan
lenah? Aku sudah mendengar dari suheng Gan Hok Seng
tentang kau dan… dan suci Ling In.”
“Jangan sebut sebut namanya lagi, sumoi….”
Terharu hati Bi Lan dan biarpun ia masih amat muda, ia
dapat menyelami keadaan hati suhengnya ini. Agaknya
karena kehilangan kekasihnya, Bu Tek menjadi manusia
yang tidak bersemangat lagi sehingga sampai termasuk
dalam perangkap ketua Hek kin kaipang.
“Suheng mengapa begitu lemah? Mana kegagahanmu?
Mana semangat dan kepahlawanan murid Hoa san pai?
Kau hanya menghancurkan nama Hoa san pai kalau kau
bersikap selemah ini.” Bi Lan sengaja mengeluarkan kata
kata keras untuk membakar semangat pemuda ini.
Bu Tek menundukkan kepalanya. “Apa dayaku, sumoi?”
“Suheng, tidak tahukah kau betapa rakyat sedang
berjuang untuk melepaskan diri dari cengkeraman Bangsa
Kin? Dari pada kau bersikap seperti ini, tidakkah lebih baik
kalau kau menggabungkan diri dengan para pejuang?
Suheng Gan Hok Seng juga menggabungkan diri, maka
sayangnya kalau kau menyia nyiakan usia muda dan
kepandaianmu. Pula ketahuilah, guru guru kita telah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tertawan oleh Sam Thai Koksu dari pemerintah Kin dan
sekarang...”
“Apa katamu?” berita ini membangunkan semangat Bu
Tek dan ia nampak marah sekali.
Bi Lan menjadi girang dan ia menceritakan peristiwa
yang terjadi di Hoa san. Bu Tek mengepal ngepal tinjunya
dan memaki maki.
“Jahanam benar orang orang Kin! Tidak saja
menghancurkan hidupku, bahkan berani mengganggu Hoa
san pai. Aku bersumpah untuk membalas dendam ini.
Sumoi, mari kita serbu ketempat mereka di Cin an.”
“Sabar, suheng. Aku memang hendak menuju ke sana
untuk berusaha menolong guru guru kita. Akan tetapi,
keadaanmu masih lemah, kau masih belum sehat benar.
Paling baik kaucarilah Gan suheng dan setelah merawat
kesehatanmu, kau dan Gan suheng dapat berjuang di
samping para patriot lainnya. Adapun tentang, keselamatan
guru guru kita, kau doakanlah saja mudah mudahan aku
berhasil menolong mereka.”
Bu Tek telah menyaksikan kepandaian sumoinya tadi,
maka ia merasa akan kebenaran kata kata ini. Ia sendiri
selain masih lemah tubuhnya, juga apakah artinya
kepandaiannya? Bagaimana ia bisa menyerbu ke Cin an?
Sedangkan menghadapi Giok Seng Cu saja ia tak berdaya!
Maka ia lalu menyetujui pendapat Bi Lan dan berpisahlah
kedua saudara seperguruan ini. Bi Lan melanjutkan
perjalanan ke Cin an, adapun Lie Bu Tek lalu berangkat
mencari sutenya, Gan Hok Seng. Sekarang pemuda ini
seakan akan telah mendapat semangat baru dan hidupnya
mempunyai cita cita yaitu membantu perjuangan rakyat
menghalau pemerintah Kin!
-oo0dw0ooTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Bi Lan melakukan perjalanan cepat sekali menuju ke Cin
an. Ketika tiba di kota ini, ia tidak berani mengambil
tempat bermalam di dalam hotel, karena tahu bahwa mata
mata pemerintah Kin tersebar di mana mana. Ia lalu
memilih sebuah kelenteng yang berada di luar kota dan
bermalam di situ. Setelah beristirahat sehari lamanya, pada
keesokan sorenya, masuklah ia ke kota Cin an dan malam
hari itu ia mulai dengan penyelidikannya. Siang tadi ia telah
bertanya tanya akan tetapi tak seorangpun dapat memberi
tahu kepadanya tentang keadaan tokoh tokoh Hoa san pai
yang tertawan. Agaknya hal ini dirahasiakan oleh Sam Thai
Koksu.
Perlu diketahui bahwa ketika Sam Thai Koksu pulang ke
Cin an membawa para tawanan di tengah jalan Liang Bi
Suthai menghemhuskan napas terakhir karena tidak kuat
menahan penderitaan luka lukanya. Ketiga saudara
seperguruannya hanya dapat menangis dan jenazah nenek
lihai ini dimakamkan di dalam sebuah hutan di tengah
jalan. Kemudian, karena tidak sabar melihat perjalanan
terlalu lambat baginya, Pak Hong Siansu mendahului
rombongan itu dan berlari cepat lebih dulu pulang ke Cin
an di mana seperti telah dituturkan di bagian depan,
kebetulan sekali ia dapat bertemu dengan Ciang Le yang
membaca surat dari suhengnya, yakni Pak Kek Siansu.
Malam itu sunyi sekali. Pemberontakan yang timbul di
mana mana membuat keadaan Tiongkok utara menjadi
kacau dan tidak aman. Jarang ada orang berani keluar pintu
di malam hari karena boleh dibilang setiap malam tentu
terjadi penyerbuan oleh fihak pemberontak yang tiba tiba
menyerang tempat yang kurang kuat penjagaannya. Yang
dijadikan sasaran oleh para penyerbu tentulah rumah
rumah gedung pembesar Kin atau tangsi tangsi penjaga dan
lain lain. Pokoknya, para pemberontak itu mengarahkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penyerbuan mereka terhadap kaki tangan pemerintah Kin
yang mereka benci.
Bi Lan mengambil jalan di atas genteng, langsung
menuju ke Enghiong Hweekoan untuk menyelidiki dan
kalau mungkin menolong guru gurunya yang tertawan oleh
Sam Thai Kok su. Tingkat kepandaian Bi Lan sekarang
sudah tinggi sehingga ketika ia berlari di atas genteng tidak
menimbulkan suara berisik.
Pada waktu itu, biarpun nampaknya sunyi, namun
sebetulnya penjagaan di Enghiong Hweekoan amat kuat.
Sam Thai Koksu maklum bahwa sekarang para orang gagah
dari selatan sudah bangkit dan membantu perjuangan para
pemberontak, maka selain mengatur barisan barisan untuk
memadamkan api pemberontakan, merekapun tidak lalai
untuk menjaga gedung itu secara diam diam.
Maka ketika Bi Lan berada di atas genteng Enghiong
Hweekoan, diam diam segala gerak geriknya telah dilihat
oleh para penjaga yang sudah siap dengan anak panah di
tangan dan mengurung tempat itu! Sam Thai Koksu sendiri
yang memimpin penjagaan ini, terkejut melihat gerakan
bayangan nona muda di atas genteng, karena gerakan itu
benar benar cepat dan ringan sekali, tanda bahwa yang
datang adalah seorang pandai.
Ketika Bi Lan sedang berdiri di atas genteng dan
menduga duga di mana kiranya tokoh tokoh Hoa san pai
dikurung, tiba tiba terdengar suara mendesing dan dari
segenap penjuru menyambar anak panah ke arah dirinya!
Gadis ini tidak menjadi gugup. Dengan cepat ia
menanggalkan baju mantelnya dan memutar jubah itu
sedemikian rupa melindungi dirinya, sehingga semua anak
panah yang menyambar ke arahnya runtuh semua ke atas
genteng.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Sam Thai Koksu, manusia manusia curang!” bentaknya
sambil mencabut pedang dan secepat terbangnya burung
walet, tubuh Bi Lan sudah meloncat ke kanan di mana
terdapat barisan panah yang tadi menyerangnya. Keadaan
menjadi gempar ketika Bi Lan menyerbu ke arah ini.
Beberapa orang penjaga menyambutnya dengan golok,
akan tetapi terdengar suara nyaring dan beberapa batang
golok terbabat putus berikut tangan yang memegangnya.
Teriakan teriakan ngeri terdengar dan tubuh beberapa orang
penjaga berguling dari atas genteng! Bi Lan mengamuk
terus dan dalam waktu pendek saja ia sudah merobohkan
tujuh orang penjaga.
Sam Thai Koksu marah sekali dan mereka ini muncul
sendiri, menghadapi Bi Lan dengan senjata di tangan.
“Gadis liar dari manakah berani datang mengacau di
sini?” bentak Kim Liong Hoat ong sambil melintangkan
rantai bajanya di depan dada. “Sam Thai Koksu berada di
sini, apakah kau tidak lekas lekas berlutut?”
Bi Lan melihat tiga orang gagah berdiri di hadapannya,
maka dengan marah ia menudingkan pedangnya.
“Sam Thai Koksu, bagus benar perbuatanmu!
Ketahuilah bahwa aku datang untuk minta kembali guru
guruku yang kalian tawan dari Hoa san!”
Kini Sam Thai Koksu mengenal gadis yang lihai ini,
yang bukan lain adalah nona yang dulu telah mengacaukan
pertemuan orang orang gagah di taman bunga di kota Cin
an.
Tertawalah Kim Liong Hoat ong. “Ha, ha, ha, tidak
tahunya kau yang datang! Bagus, kebetulan sekali. Memang
sudah lama kami hendak menangkapmu atas kedosannmu
dahulu di taman bunga. Sekarang kami takkan memberi
ampun lagi padamu!” Biarpun mulutnya berkata demikian,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
namun diam diam Kim Liong Hoat ong menjadi terkejut
dan juga gelisah. Dahulupun gadis ini yang mendatangkan
malapetaka. Terhadap gadis ini sendiri, ia tidak merasa
takut, akan tetapi siapa tahu kalau kalau gadis ini datang
bersama Coa eng Sin kai dan Thian Te Siang mo! Diam
diam Kim Liong Hoat ong lalu memberi tanda rahasia
kepada seorang penjaga untuk menyusul Ba Mau Hoatsu
dan Pan Hong Siansu yang bermalam di rumah kepala
daerah, untuk memanggil mereka membantu, karena kalau
Coa ong Sin kai dan Thian Te Siang mo benar benar datang
bersama gadis ini, hanya Ba Mau Hoatsu dan Pak Hong
Siansu saja yang kiranya dapat menghadapi mereka.
“Kim Liong Hoat ong, percuma saja kau dan dua orang
saudaramu menyebut diri sebagai Sam Thai Koksu, karena
ternyata kalian adalah pengecut dan berwatak curang.
Mengapa kalian menawan guru guruku di Hoa san? Kalau
memang kalian berkepandaian, bebaskan guru guruku dan
marilah kita bertempur secara jujur! Biar aku yang mewakili
Hoa san pai menghadapi kalian bertiga.”
Kim Liong Hoat ong tertawa. “Bocah sombong, kau dan
semua orang Hoa san pai adalah pemberontak pemberontak
yang mengacau keamanan, maka sekarang juga kami akan
menangkapmu!” Sambil berkata demikian, rantai baja di
tangan Kim Liong Hoat ong bergerak menyambar ke arah
kepala Bi Lan.
Gadis ini menjadi marah sekali dan pedangnya
berkelebat cepat. Dengan gerakan yang indah dan manis ia
mengelak dari sambaran rantai baja dan dalam gerakan
mengelak ini ia membarengi dengan tusukan maut ke arah
dada lawannya. Kim Liong Hoat ong terkejut sekali.
Gerakan nona ini benar benar cepat dan tidak terduga
sekali, maka ia lalu melompat ke belakang sampai setombak
jauhnya untuk menghindarkan diri dari serangan ganas itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun Bi Lan tidak mau memberi hati dan secepat kilat
ia mengejar dengan tusukan lain dari pedangnya yang
berkelebat kelebat ganas. Melihat betapa nona itu mendesak
suheng mereka, Gin Liong Hoat ong menyerbu dengan
sepasang ruyungnya yang berwarna hijau, sedangkan Tiat
Liong Hoat ong juga tidak mau tinggal diam, langsung
menyerang dengan goloknya yang lebar.
“Bagus, hari ini aku akan menamatkan riwayat Sam
Thai Koksu!” Bi Lan berseru dan pedangnya diputar cepat
sekali dalam permainan pedang Sin coa Kiam hoat (Ilmu
Pedang Ular Sakti) yang dulu ia pelajari dari Coa ong Sin
kai. Ilmu pedang ini memang sifatnya ganas sekali dan
paling tepat dan cepat untuk dipergunakan menyerang
lawan. Kalau saja tiga orang tokoh Kerajaan Kin ini maju
seorang demi seorang, dalam beberapa jurus saja mereka
tentu roboh oleh ilmu pedang ini. Namun, mereka adalah
orang orang yang berkepandaian tinggi dan kini dengan
jalan mengeroyok mereka masih dapat mempertahankan
diri dan bahkan membalas dengan serangan yang tak
kurang hebatnya.
Melihat ketangguhan tiga orang lawannya, Bi Lan
kehilangan kesabarannya dan tiba tiba pedangnya berobah
gerakannya. Kini ia mainkan Ilmu Pedang Thian te Kiam
hoat yang ia pelajari dari Thian Te Siang mo. Kebebatan
ilmu pedang ini luar biasa sekali dan dalam beberapa jurus
saja. terdengar teriakan kesakitan ketika pedangnya berhasil
melukai pundak Tiat Liong Hoat ong sehingga golok besar
di tangan orang ini terlempar di atas genteng.
Kim Liong Hoat ong dan Gin Liong Hoat ong menjadi
terkejut dan marah sekali. Mereka menyerbu makin ganas,
akan tetapi kembali ujung pedang Bi Lan telah melukai
lengan kiri Gin Liong Hoat ong sehingga kini terpaksa
orang ke dua dari Sam Thai Koksu itu hanya mainkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ruyung kanan saja sambil meringis kesakitan karena lengan
kirinya telah terluka dan ruyung kirinya juga terlepas dari
pegangan.
Bi Lan mendesak terus dan agaknya tak lama lagi ia akan
dapat merobohkan lawannya yang tinggal dua orang itu
kalau saja pada saat itu tidak terdengar bentakan hebat,
“Bocah liar kau mencari mampus!” Bentakan ini disusul
dengan melayangnya dua senjata roda yang lihai sekali. Ba
Mau Hotsu telah datang atas panggilan para penjaga tadi!
Melihat kedatangan kawan yang tangguh ini, Kim Liong
Hoat ong dan Gin Liong Hoat ong menjadi lega dan
meloncat mundur. Gin Liong Hoat ong segera merawat
lengan kirinya, adapun Kim Liong Hoat ong lalu merawat
Tiat Liong Hoat ong yang menderita luka parah di
pundaknya.
Bi Lan terkejut melihat datangnya serangan sepasang
roda itu, ia belum kenal siapa adanya pendeta yang
bertubuh tinggi besar ini. Dengan cepat ia menangkis
dengan pedangnya dan karena ia kurang mengenal
kelihaian sepasang roda ini, hampir saja pedangnya
terampas dari tangannya dan hampir ia mendapat celaka.
Roda yang kiri berputar dan pedangnya seakan akan
terbetot oleh tenaga yang luar biasa kuatnya, sedangkan
roda kanan terbang menyambar kepalanya. Bi Lan cepat
mengerahkan tenaganya mencabut pedangnya dan serangan
roda kanan itu dapat dihindarkan dengan jalan
merendahkan tubuhnya. Kemudian ia meloncat mundur
dan memandang dengar penuh perhatian, la mulai merasa
kuatir dan bersikap hati hati sekali. Ternyata olehnya
bahwa yang menyerangnya adalah pendeta tinggi besar itu,
yang datang bersama dua orang tua lain. Seorang
diantaranya adalah seorang kakek yang sudah tua sekali,
dan orang ke dua adalah seorang tosu. Ia tidak tahu bahwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang menyerangnya, yaitu Ba Mau Hoatsu, datang bersama
Pak Hong Siansu dan Giok Seng Cu yang amat lihai.
Ba Mau Hoatsu memang mempunyai watak yang agak
sombong dan menganggap diri sendiri terpandai. Tadi
ketika melihat Sam Thai Koksu tidak dapat mengalahkan
lawannya yang ternyata hanya seorang gadis muda ia lalu
berpesan kepada Pak liong Siansu dan Giok Seng Cu agar
jangan turun tangan, karena ia sendiri hendak menghadapi
gadis itu.
Melihat betapa gadis itu dapat menangkis serangannya,
Ba Mau Hoatsu menjadi terkejut dan juga penasaran, ia lalu
menyerang lagi dan kini sepasang rodanya mengancam
gadis itu dan mengurung rapat. Diam diam Bi Lan
nengeluh karena ternyata kepandaian lawannya ini benar
benar hebat. Tahulah ia mengapa kakek dan gurunya dari
Hoa san pai sampai kalah dan tertawan, karena Sam Thai
Koksu mempunyai pembantu yang begini pandai, ia
mengerahkan seluruh kepandaiannya dan melawan mati
matian. Pedangnya bergerak cepat sekali dan kini ia
mainkan Ilmu Pedang Thian te Kian hoat yang amat aneh
gerakannya. Namun, tetap saja sepasang roda itu masih
mengancam dan menindih pedangnya, bahkan beberapa
kali hampir saja pedangnya dapat terampas, Bi Lan maklum
bahwa menghadapi pendeta ini saja ia sukar mencapai
kemenangan, apalagi kalau Kim Liong Hoat ong
membantu, tentu akan kalah.
Tak seorangpun tahu bahwa diam diam sepasang mata
yang tajam menyaksikan pertempuran ini dari balik
wuwungan rumah. Mata ini memandang penuh
kekhawatiran. Karena ia maklum bahwa tak lama lagi Bi
Lan pasti akan kalah apalagi kalau Giok Seng Cu atau Pak
Hong Siansu turun tangan! Yang mengintai adalah mata
Ciang Le pemuda gagah perkasa yang memang selalu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memasang mata menyelidiki keadaan Enghiong Hwee
koan, bersiap untuk menolong orang orang gagah yang
menyerbu tempat itu. Kini ia menjadi bingung. Untuk
keluar membantu ia merasa sungkan dan takut kepada
susioknya. Kalau dia diam saja tidak membantu, ia benar
benar kasihan kepada gadis itu. Juga diam diam ia merasa
kagum sekali melihat gadis yang perkasa itu.
Keadaan Bi Lan kini benar benar amat terdesak dan
berbahaya sekali. Makin lama gerakan sepasang roda dari
Ba Mau Hoatsn makin kuat saja dan Bi Lan yang tadi
sudah mengeluarkan banyak tenaga ketika dikeroyok oleh
Sam Thai Koksu dan kawan kawannya Uni mulai merasa
lelah menghadapi Ba Mau Hoatsu yang demikian
tangguhnya.
Keadaan malam hari itu gelap dan penerangan di atas
genteng itu hanya dari tiga buah lampu yang digantung
tinggi tinggi di sekeliling rumah. Tiba tiba terdengar suara
keras dan tiga buah lampu ini meledak pecah dan padam.
Bahkan sebuah diantaranya, terbakar dan mulai membakar
tiang di bawah gunungan sang melintang!
Pada saat itu, sepasang roda dari Ba Mau Hoatsu sedang
mengurung dan mengancam Bi Lan. Tiba tiba nampak
beberapa benda berkeredepan menyambar dan dengan cepat
sekali menghantam kedua pundak Ba Mau Hoatsu. Kakek
ini terkejut sekali, la melihat pula datangnya benda benda
ini dan mendengar suara anginnya, maka cepat ia
merendahkan tubuhnya untuk mengelak dari sambaran dua
buah benda yang mengarah pundaknya, akan tetapi
beberapa buah benda lain menghantam roda roda di
tangannya sehingga ia merasa kedua rodanya terpukul dan
hampir terlepas dari tangannya! Cepat ia melompat mundur
dan pada saat itu terdengar seruan,
“Laril!!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bi Lan juga tahu bahwa ada orang pandai membantunya
secara diam diam, maka kini mendengar seruan “lari!” itu,
ia cepat melompat jauh, melarikan diri dari tempat
berbahaya itu.
“Bangsat kecil, kau berani main gila?” Seru Pak Hong
Siansu yang tahu tahu menggerakkan tubuhnya ke arah dari
mana benda benda itu menyambar. Adapun Ba Mau
Hoatsu dan Giok Seng Cu juga tidak tinggal diam.
“Gadis liar, kau hendak lari ke mana?” bentak Ba Mau
Hoatsu yang bersama Giok Seng Cu mengejar Bi Lan.
Lain lain orang dikepalai oleh Kim Liong Hoat ong,
segera memadamkan kebakaran kecil yang diakibatkan oleh
pecahnya lampu, dan memasang lampu baru untuk
menerangi tempat itu.
Ciang Le yang menolong Bi Lan, ketika melihat
susioknya melayang ke arahnya, tidak berani menyambut
dan segera melompat jauh. Pak Hong Siansu dapat
mengenal sambitan senjata rahasia yang berkeredepan tadi,
karena itu adalah am gi (senjata gelap) yang disebut Siauw
seng ciam (Jarum Bintang Kecil), semacam jarum yang
ujungnya runcing dan gagangnya mempunyai kepala
terbuat dari batu yang berkeredep. Inilah senjata rahasia
yang biasa dipergunakan oleh Pak Kek Siansu di waktu
muda, maka Pak Hong Siansu dapat menduga bahwa
pelemparnya tentulah murid suhengnya itu. Karena Ciang
Le berlaku hati hati dan tidak mau melayaninya ketika Pak
Hong Siansu tiba di tempat itu, pemuda tadi telah pergi
jauh.
Adapun Bi Lan yang melarikan diri, dikejar oleh Giok
Seng Cu dan Ba Mau Hoatsu. Gadis ini berlari cepat sekali,
melompat turun dari atas rumah. Akan tetapi Ba Mau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hoatsu yang merasa penasaran, terus mengejarnya dan
telah mengambil keputusan hendak menangkap gadis ini.
Setelah mereka keluar dari kota Cin an dan tiba di luar
tembok kota, tiba tiba di atas tembok melayang turun
sesosok bayangan yang menghadang larinya Ba Mau
Hoatsu dan Giok Seng Cu. Ketika mereka ini memandang,
bukan main marahnya Ba Mau Hoatsu mengenal bahwa
penghadangnya bukan lain adalah Go Ciang Le, pemuda
yang pernah mengalahkan sepasang rodanya ketika pemuda
ini datang membawa surat suhunya untuk Pak Hong
Siansu!
“Keparat! Lagi lagi kau yang mengganggu rami!” seru Ba
Mau Hoatsu dan cepat ia menyerang dengan sepasang
rodanya. Giok Seng Cu tanpa mengeluarkan kata kata
langsung maju mengeroyok sambil mainkan senjata
rantainya yang lihai.
Akan tetapi kali ini Ciang Le tidak main main lagi dan
begitu ia mainkan pedangnya sambil mengerahkan
tenaganya, Ba Mau Hoatsu dan Giok Seng Cu terpaksa
mundur dengan kaget sekali. Serbuan pemuda ini benar
benar hebat dan tenaga yang keluar dari sambaran pedang
Kim kong kiam sekaligus dapat membuat sepasang roda
dan rantai itu terpental memukul pemegangnya sendiri!
Beberapa jurus lamanya Ciang Le tidak mau memberi
kesempatan kepada dua orang lawannya untuk membalas
serangannya, ia mendesak dan mengeluarkan Ilmu Silat
Pak kek Sin ciang hoat yang lihai. Oleh karena ilmu silat ini
memang ilmu silat rahasia yang belum pernah terlihat di
dunia dan yang kehebatannya menduduki tingkat tertinggi,
tentu saja Ba Mau Hoatsu dan Giok Seng Cu menjadi
bingung dan tidak dapat membalas serangan pemuda itu,
melainkan sibuk menjaga diri karena pedang kuning emas
itu seakan akan berobah menjadi puluhan banyaknya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ciang Le memang hanya bermaksud menolong Bi Lan
saja dan memberi kesempatan kepada gadis itu untuk
melarikan diri, maka setelah ia mendesak beberapa jurus
dan mengerti bahwa kini Bi Lan telah lari jauh, tiba tiba ia
meloncat keluar dari kalangan pertepruran dan berlari
meninggalkan Ba Mau Hoatsu dan Giok Seng Cu!
Bukan main marahnya kedua orang ini. Sambil memaki
maki mereka lalu melepaskan senjata senjata gelap ke arah
bayangan Ciang Le yang meloncat jauh. Akan tetapi Ciang
Le adalah bekas murid Thian Lo mo, seorang ahli am gi
(senjata gelap) yang lihai sekali. Sebelum senjata senjata
rahasia yang dilepas oleh kedua orang pendeta itu mengenai
tubuh Ciang Le, terlebih dulu pemuda ini sudah
menggerakkan tangan kirinya dan beberapa benda
berkerdepan telah menyambar dan memukul runtuh semua
senjata rahasia lawan. Sebelum menjadi murid Pak Kek
Siansu, Ciang Le memang sudah ahli dalam penggunaan
senjata rahasia yaitu kepandaian yang dipelajarinya dari
Thian Lo mo. Setelah ia menjadi murid Pak Kek Siansu di
puncak Lu liang san, ia menambah kepandaiannya ini
dengan penggunaan Siauw seng ciam ( Jarum Bintang
Kecil), yaitu senjata rahasia yang dahulu seringkali
dipergunakan oleh Pak Kek Siansu di waktu muda.
Setelah dapat melarikan diri dari Ba Mau Hoatsu dan
Giok Seng Cu, Ciang Le berlari terus. Akan tetapi, tiba tiba
dari balik sebatang pohon meloncat keluar sesosok
bayangan dan ketika ia memandang, ternyata Bi Lan telah
berdiri di hadapannya! Keadaan suram suram mendekati
gelap dan ia tidak dapat melihat wajah gadiss itu dengan
jelas, akan tetapi melihat bentuk tubuhnya, tahulah Ciang
Le bahwa ia berhadapan dengan gadis yang ditolongnya
tadi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Anjing pemerintah Kin, kau masih mengejarku? Asal
jangan main keroyokan, aku Liang Bi Lan takkan mundur
setapakpun!’ seru BiLan sambil maju menerjang dengan
pedangnya. Di dalam gelap, gadis inipun tidak dapat
mengenal siapa adanya orang yang ia hadapi, akan tetapi
karena orang ini berlari cepat mengejarnya tentu saja ia
menduga bahwa orang ini juga seorang kaki tangan Sam
Thai Koksu yang mengejarnya.
Ciang Le menjadi geli dan diam diam ia memuji
ketabahan hati gadis muda ini. Dimaki dan diserang, ia
diam saja, hanya segera mengeluarkan pedangnya dan
melayani Bi Lan bermain pedang! Ketika mereka bertempur
dam bergebrak beberapa jurus lamanya, keduanya terkejut
dan heran. Bi Lan merasa terkejut sekali karena ternyata
bahwa kepandaian atau ilmu pedang dari lawannya ini
benar benar lihai sekali, adapun Ciang Le merasa terheran
heran karena ia mengenal ilmu pedang yang dimainkan
oleh Bi Lan sebagai ilmu pedangnya sendiri sebelum
menjadi murid Pak Kek Siansu, yakni ilmu pedang dari
Thian Te Siang mo dan biarpun gerakan gadis ini lebih lihai
dan juga ilmu pedang itu banyak sekali kemajuannya
seakan akan kedua bekas gurunya itu telah
menyempurnakannya, namun pada dasarnya sama saja
dengan ilmu pedang yang ia pernah pelajari dari Iblis
Kembar itu. Maka iapun lalu merobah gerakan pedangnya
dan kini iapun mainkan ilmu Pedang Thian Te Kiam sut
yang tentu saja dikenal baik oleh Bi Lan.
“Eh, siapa kau ?” gadis ini membentak dengan suara
heran. “Dari mana kau mencuri ilmu pedang Thian Te
Kiam hoat?”
“Tidak ada yang mencuri ilmu pedang. Sebaliknya kau
tadi mengaku anak murid Hoa san pai, mengapa sekarang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mainkan ilmu pedang dari Thian Te Siang mo?? Sejak
kapankah kau menjadi murid dari kedua orang guruku?”
“Hm… kau mengaku guru kepada kedua suhuku? Tak
salah lagi kau tentulah Go Ciang Le murid yang murtad
dan yang mengkhianati kedua suhuku itu !” Seru Bi Lan
yang sengaja bersikap keras, padahal hatinya berdebar
debar karena ia kini berhadapan dengan cucu dari kakek
angkatnya, yaitu Tan Seng.
“Eh, eh, nanti dulu!” kata Ciang Le. “Betapapun juga,
kalau kau sudah menjadi murid mereka kau masih terhitung
sumoiku sendiri. Bagaimana kau tadi dapat katakan bahwa
aku seorang murid murtad dan mengkhianati guru guruku!”
“Karena kau meninggalkan mereka dan belajar silat
kepada orang lain!”
Tiba tiba pemuda itu tertawa bergelak, seakan akan ia
mendengar sesuatu yang amat menggelikan hatinya. Bi Lan
menjadi gemas, sayang ia tidak dapat melihat dengan nyata
wajah pemuda itu, karena keadaan gelap. Akan tetapi ia
dapat melihat bahwa tubuh pemuda itu tinggi tegap,
biarpun tidak setegap tubuh Lie Bu Tek suhengnya, dan
dapat mendengar bahwa suara pemuda ini lantang akan
tetapi bernada halus.
“Kenapa kau tertawa? Apanya yang lucu?”
Ciang Le menahan suara ketawanya. “Karena kau tadi
memaki aku sebagai murid murtad dan berkhianat,
sedangkun kau sendirpun murtad dan berkhianat.”
Bi Lan terkejut. “Kurang ajar, kau lancang sekali.”
“Bukankah betul kata kataku tadi. Kau, seorang anak
murid Hoa san pai, namun kau juga meninggalkan Hoa san
pai dan menjadi murid Thian Te Siang mo. Orang selagi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
muda mencari kemajuan, mengapa disebut murtad dan
berkhianat?”
Bi Lan tertegun. Memang, biarpun kedua orang suhunya
telah berpesan agar kalau bertemu dengan Ciang Le ia suka
menghajar murid murtad itu, namun di dalam hatinya tentu
saja ia merasa berat untuk melakukan tugas ini. Pertama
tama ia sendiripun berganti guru, sama halnya dengan
Ciang Le, ke dua karena Ciang Le adalah cucu dari kakek
angkatnya!
“Kau pandai memutar lidah! Cukup tentang itu,
sekarang hendak kubertanya apakah maksudmu
mengejarku? Apakah kau sudah menjadi kaki tangan
pemerintah Kin?”
“Nona, jangan menuduh secara sembarangan saja. Kita
bersatu haluan. Bahkan aku tahu pula akan maksud
kedatanganmu, tentu hendak mencari tokoh tokoh Hoa san
pai itu dan hendak menolong mereka bukan? Tak usah kau
bersusah payah, kalau hendak bertemu dengan mereka,
pergilah ke bio (kuil) rusak di sebelah barat kota, di dalam
hutan bambu itu.” Setelah berkata demikian, Ciang Le
meloncat ke dalam gelap dan lenyap dari situ.
“Sayang ..aku belum dapat melihat mukanya … dan
belum berkesempatan untuk menanya tentang riwayatnya.
Apakah ia tidak tahu bahwa kong kong adalah kakeknya
yang aseli?” pikir Bi Lan dan teringatlah ia akan kata kata
pemuda itu. Benar benarkah ia akan dapat menemui kong
kongnya dan suhu suhu nya di dalam hutan sebelah barat
kota? Hatinya berdebar penuh harapan ketika Bi Lan berlari
lari dalam menuju ke barat.
Ketika ia tiba di dalam sebuah hutan bambu, benar saja
ia melihat kuil kuno yang biar pun di bagian bawahnya
sudah buruk dan rusak, namun gentengnya masih kuat dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
baik. Ia meloncat ke atas karena sebagai seorang gadis kang
ouw yang berpengalaman, ia selain berlaku hati hati dan
menyelidiki lebih dulu sebelum mengambil tindakan.
Begitu kakinya menginjak genteng, lampu penerangan
yang tadinya terpasang di dalam kuil itu padam dan tiba
tiba dari bawah menyambar tiga buah benda ke arah
tubuhnya, Bi Lan terkejut dan cepat mengelak sambil
mengulur tangannya. Ia berhasil menyambar sebutir senjata
rahasia itu dan ketika dilihatnya ternyata itu adalah sebutir
besi thi lian ci, senjata rahasia yang biasa dipergunakan oleh
Tan Seng, kakeknya!
“Kong kong! Suhu, teecu Bi Lan berada di sini!” teriak
Bi Lan dengan girang sekali!
Terdengar seruan girang dan juga terheran dari bawah
dan tak lama kemudian, dari bawah melayang naik, tiga
bayangan yang bukan lain adalah Tan Seng, Liang Gi
Cinjin dan Liang Tek Sian seng!
Bi Lan cepat cepat memberi hormat dengan hati girang
sekali.
“Bi Lan, sungguh tidak kami nyana bahwa kau yang
datang! Semenjak tadi memang ada bayangan seorang yang
mengintai kami, kami sedang menanti saat baik untuk
menangkapnya. Agaknya ia mata mata dari pemerintah
Kin!” kata Tan Seng.
“Kalau begitu, mari kita mencari dan membekuknya,
kong kong!” kata Bi Lan dengan gemas.
“Tadi dia datang dari jurusan sana!” kata Liang Gi
Cinjin sambil menunjuk ke arah kanan kuil. Beramai ramai
mereka lalu mengejar ke jurusan itu, namun tidak nampak
bayangan siapapun juga.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Padahal, memang ada seorang laki laki bertubuh pendek
berkumis melintang panjang yang bersembunyi di balik
wuwungan sebelah depan. Orang yang pendek kecil ini
mempunyai gerakan yang amat lincah dan cepat. Juga
ginkangnya sudah tinggi sekali sehingga ia tidak
menerbitkan suara sedikitpun juga. Dengan sepasang
matanya yang lebar ia mengintai ke arah mereka berempat
yang mencoba mencarinya dan sikapnya seperti seorang
maling yang amat mencurigakan.
Ketika sudah melihat dengan jelas dan mendapat
kenyataan bahwa tiga orang tua itu adalah tokoh tokoh Hoa
san pai, sedangkan nona itu adalah pendekar wanita yang
paru saja mengacau Enghiong Hweekoan, orang ini lalu
bergerak hendak meninggalkan kuil. Akan tetapi, baru saja
ia meloncat, tiba tiba bayangan lain menyambar dan
sebelum ia berdaya, ia telah kena ditotok oleh orang itu
yang mempergunakan tiam hwat (ilmu menotok jalan
darah) yang istimewa sekali. Orang pendek kecil ini seketika
menjadi lumpuh seluruh tubuhnya dan ia tidak dapat
melawan lagi ketika orang yang menotoknya itu memegang
leher bajunya dan membawanya turun ke bawah dengan
gerakan yang luar biasa ringannya. Orang yang
menangkapnya ini bukan lain adalah Ciang Le yang diam
diam tadi mengikuti perjalanan Bi Lan.
Setelah Ciang Le membuat pengintai itu tidak berdaya,
ia lalu melemparkan tubuh itu ke dalam kuil, kemudian ia
pergi meninggalkan kuil itu.
Bi Lan dan tiga orang tokoh Hoa san pai kembali ke kuil
dengan tangan hampa. Mereka telah mencari cari, namun
tidak menemukan orang di dalam hutan yang sunyi itu.
Maka, alangkah heran dan tercengang mereka ketika di
dalam kuil mereka melihat seorang laki laki rebah dalam
keadaan tertotok dan tidak berdaya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Inilah dia orang yang mengintai kami tadi!” kata Liang
Gi Cinjin kepada Bi Lan, kemudian kakek ini lalu menotok
orang itu untuk membebaskannya dari pengaruh totokan
Ciang Le. Orang pendek kecil berkumis itu berlutut dengan
tubuh gemetar, ia maklum bahwa kini ia telah berada di
tangan musuh dan dalam keadaan berbahaya.
“Kau siapa dan mengapa mengintai kami?” tanya Liang
Gi Cinjin dengan suara keren.
“Aku… aku tidak mengintai… aku seorang pelancong
yang kemalaman di… di hutan ini ...” jawab orang itu
gugup.
“Bohong!” Bi Lan membentak dan sekali pedangnya
berkelebat, lenyaplah sebelah kumis orang itu! “Sekali lagi
membohong, telingamu kupotong! Hayo mengaku kau
siapa dan apa kerjamu di sini!”
Dengan muka pucat dan suara megap megap, orang ini
mengaku. Dia adalah seorang pencopet atau pencuri yang
kenamaan di kota Cin an dan telah lama bekerja sebagai
mata mata yang amat dipercaya oleh Sam Thai Koksu.
Karena ia memiliki kepandaian berlari cepat dan ginkang
yang sudah tinggi maka gerakannya gesit dan cocok sekali
kalau ia menjadi seorang mata mata. Ia bernama Lo Tek
dan dijuluki Sin touw (Malaikat Copet)! Atas perintah Sam
Thai Koksu ia disuruh menyelidiki keadaan orang orang
gagah yang mengganggu kota Cin an dan kebetulan sekali
ia dapat menemukan tempat bersembunyi tokoh tokoh Hoa
san pai yang telah lari dari tempat kurungan mereka di Cin
an.
“Dan bagaimana kau tahu tahu meringkuk .....
...hal 62-63 ga ada......
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siang mo sehingga tokoh tokoh Hoa san pai itu menjadi
girang sekali karena mereka dapat menduga bahwa
kepandaian Bi Lan kini tentu amat tinggi.
Sebaliknya Bi Lan lalu mendengar penuturan kakek
angkatnya. Ternyata bahwa tiga orang tokoh Hoa san pai
ini ditawan dan dibawa ke Cin an, di mana mereka selain
menerima siksaan juga mendapat bujukan dari Sam Thai
Koksu agar supaya suka menyerah saja dan membantu
pemerintah Kin. Tentu saja tiga orang kakek gagah ini tidak
sudi menerima bujukan ini dan menyatakan lebih baik
binasa dari pada membantu pemerintah Kin yang menindas
rakyat Tiongkok.
-ooo0dw0oo-
Jilid XII
MEREKA diputuskan mendapat hukuman mati, akan
tetapi pada malam hari terakhir, sesosok bayangan yang
aneh dan luar biasa cepat gerakannya, merobohkan para
penjaga tanpa banyak ribut. Kemudian bayangan ini di
dalam gelap memutuskan belenggu mereka dan mengajak
mereka pergi dari tempat tahanan.
“Siapa dia itu kong kong?” tanya Bi Lan dengan hati
berdebar, karena iapun teringat akan orang yang
membantunya dalam pertempuran ketika ia terdesak oleh
Ba Mau Hoatsu. Ia ada persengkaan bahwa orang itu tentu
Ciang Le, akan tetapi ia rasa tidak mungkin pemuda itu
memiliki kepandaian begitu tinggi.
Kakeknya menggelengkan kepanya. “Ia tidak mau
mengaku hanya membawa kami ke tempat ini dan minta
kepada kami supaya beristirahat dan jangan pergi sebelum
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sehat benar. Dia tentu seorang pemuda yang berkepandaian
tinggi sekali, akan tetapi entah siapa kami tidak tahu.”
“Juga yang menangkap mata mata tadi tentu dia pula”
kata Liang Tek Sianseng sambil mengangguk anggukkan
kepalanya.
“Kong kong, tahukah kau bahwa Go Ciang Le cucumu
itu masih hidup?”
Tan Seng terkejut dan girang. “Betulkah? Di mana dia?”
“Untuk apa aku membohong, kong kong? Aku bahkan
sudah bertemu dengan dia di dalam gelap, sudah pula
bertempur melawan dia! Dia juga murid dari Thian Te
Siang mo, jadi suhengku sendiri.” Bi Lan lalu menuturkan
pertempurannya antara dia dan Ciang Le, akan tetapi tentu
saja dia tidak menuturkan bahwa kedua suhunya berpesan
agar supaya dia memberi “hajaran” kepada pemuda itu!
“Sayang mengapa kau tidak memberi tahu bahwa aku
menunggu dan mencarinya.” kata orang tua ini.
“Aku tidak diberi kesempatan, kong kong. Dia terus
pergi lagi.”
Setelah berunding, empat orang Hoa san pai ini lalu
mengambil keputusan untuk pergi ke Go bi pai, memberi
teguran kepada ketua Go bi pai yaitu Kian Wi Taisu, atas
sepak terjang Bu It Hosiang yang khianat, mempergunakan
tenaga pemerintah Kin untuk memusuhi Hoa san pai.
-ooo0dw0ooo-
Pemberontakan di Tiongkok utara, wilayah yang
diduduki oleh pemerintah Kin makin meluas. Para
gerilyawan melakukan perjuangan mati matian, dibantu
oleh orang orang gagah dari utara dan selatan, orang orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Han aseli yang tidak rela melihat bangsanya ditindas oleh
orang Kin.
Pemerintah Kin di utara makin menggila dan menindas
rakyat. Banyak orang orang Han dipaksa menjadi budak
belian, diperdagangkan dan diperlakukan seperti kerbau
peliharaan. Banyak sekali kaum tani dipaksa menjadi
pelayan ketentaraan dan diperas tenaganya habis habisan.
Setiap orang Kin menjadi bangsawan dan tiap orang
bangsawan tentu mempunyai budak belian orang Han.
Bahkan ada sekeluanga bangsawan besar mempunyai
hamba hamba orang Han sampai seratus orang lebih!
Namun pemberontakan rakyat tak kenal lelah dan tak
kenal mundur. Dibunuh seorang maju dua orang,
dibinasakan sepasukan maju dua pasukan. Muncullah
orang orang gagah yang memimpin barisan petani dan
barisan rakyat yang berjuang dengan gigih, di mana mana
merupakan barisan berani mati, menyerbu dan mengganggu
keamanan para petugas Kerajaan Kin. Barisan Kin
dikerahkan dan Sam Thai Koksu menjadi sibuk sekali.
Namun berkat bantuan Pak Hong Siansu yang lihai, setiap
muncul barisan yang dipimpin oleh seorang gagah dari
fihak pemberontak, pasti dapat dihancurkan.
Banyak tokoh tokoh kang ouw gugur dalam membela
rakyatnya. Yang amat mengagumkan, biarpun tokoh tokoh
kang ouw yang tadinya berwatak kasar dan ganas, boleh
dibilang jahat dalam pandangan umum, ketika melihat
betapa banyak sekali bangsanya menjadi korban barisan
Kin, serentak bangkit dan membantu perjuangan
bangsanya!
Orang seperti Coa ong Sin kai yang terkenal ganas, yang
disohorkan berotak miring dan yang berani membunuh
sesama manusia tanpa berkejap mata, sampai bisa tergerak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hatinya dan kakek aneh ini bahkan berani seorang diri
mendatangi Enghiong Hweekoan dan mengamuk!
Hal ini terjadi pada suatu pagi. Ketika itu bala tentara
Kin yang dipimpin oleh Kim Liong Hoat ong sendiri
melakukan pembasmian terhadap sebuah dusun yang
dianggap menjadi sarang pemberontak. Seluruh dusun
dibakar musnah, orang orang lelaki dibunuh dan
perempuan perempuan diculik oleh barisan ini. Dalam
waktu kurang dari setengah hari saja dusun itu telah
menjadi tumpukan puing dan mayat rakyat berserakan di
mana mana ada diantaranya yang terpanggang api sampai
hangus!
Kebetulan Coa ong Sin kai berada di tempat yang tidak
jauh dari dusun itu dan ketika kakek gila ini tiba di dusun
yang sudah menjadi abu, timbul jiwa kepatriotannya dan ia
menangis menggerung gerung ditengah dusun kosong itu.
Kemudian, bagaikan orang gila, ia mencak mencak dan
langsung berlari cepat menuju ke Cin an sambil memaki
maki di sepanjang jalan, menyumpah nyumpah pemerintah
Kin.
Tentu saja setibanya di kota Cin an, ia disambut oleh
sepasukan penjaga yang hendak menangkap atau
membunuhnya. Akan tetapi dengan ranting bambunya yang
lihai ia membuka jalan darah dan sebentar saja sepuluh
orang lebih penjaga roboh tak bernyawa lagi! Coa ong Sin
kai terus berlari ke Enghiong Hweekoan dan menyerbu ke
dalam sambil memaki keras, “Sam Thai Koksu, keluarlah
untuk terima binasa!”
Beberapa orang penjaga Enghiong Hweekoan keluar
menyambut dengan golok di tangan, akan tetapi seperti
penjaga kota tadi, sebentar saja terdengar jerit mengerikan
dan beberapa orang itu roboh malang melintang dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepala pecah atau tubuh bolong bolong tertusuk ranting
bambu!
Pada saat itu, yang berada di dalam Enghiong Hweekoan
adalah Sam Thai Koksu dan Ba Mau Hoatsu. Mereka ini
sedang merayakan “kemenangan” dari Kim Liong Hoat
ong yang siang tadi katanya melakukan pembersihan di
dusun itu. Ketika mendengar ribut ribut di luar, kemudian
disusul oleh bentakan dan tantangan Coa ong Sin kai,
mereka menjadi marah sekali dan memburu keluar dengan
senjata siap di tangan.
Sam Thai Koksu menjadi terkejut dan jerih juga melihat
Coa ong Sin kai. Akan tetapi Ba Mu Hoatsu membentak
kepada para penjaga yang mengeroyok Coa ong Sin kai
supaya mundur, kemudian dia sendiri lalu menghadapi
kakek Raja Ular itu dengan sepasang senjata rodanya.
“Orang gila, bagus benar kau datang mengantar
kematian. Memang telah lama aku mencarimu!” kata Ba
Mau Hoatsu sambil mempersiapkan sepasang rodanya.
Coa ong Sin kai menunda amukannya dan dengan mata
merah ia memandang kepada Ba Mau Hoatsu. Tentu saja ia
mengenal orang ini, akan tetapi ia tidak memperdulikan
pendeta dari Tibet ini dan pandang matanya ditujukan ke
arah Sam Thai Koksu.
“Tiga anjing Kin, aku datang untuk menghirup darah
kalian!” serunya dan tiba tiba tubuhnya berkelebat cepat
menyerang kepada Kim Liong Hoat ong!
Sam Thai Koksu terkejut sekali dan berbareng mereka
menangkis serangan ini. Namun gerakan Coa ong Sin kai
bukan main hebatnya, karena ia berada dalam keadaan
marah. Ranting bambunya bagaikan telah menjadi seekor
ular hidup yang bergerak berlenggak lenggok sukar sekali
dijaga serangannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kim Liong Hoat ong yang diserang menangkis dengan
rantainya, dibantu oleh Tiat Liong Hoat ong yang juga
membantu suheng nya menangkis dengan goloknya.
Adapun Gin Liong Hoat ong yang memegang sepasang
ruyung, menghantamkan ruyungnya ke pundak dan
lambung Coa ong Sin kai! Akan tetapi, kakek yang
dianggap gila ini sudah nekad benar rupanya. Ia tidak
mengelak dari serangan ruyung dan ranting bambunya
begitu tertangkis oleh rantai dan golok, bukannya ditarik
mundur, melainkan diteruskan dan kini meluncur cepat
menotok ulu hati Kim Liong Hoat ong. Serangan iri
demikian tiba tiba dan tak terduga sehingga orang pertama
dari Sam Thai Koksu ini tidak melihat lain jalan untuk
menghindarkan diri. Namun ia masih percaya bahwa
serangan ruyung Gin Liong Hoat ong akan mengenai
sasaran dan secepat kilat ia menjatuhkan tubuhnya ke
belakang.
Pada saat itu, terjadilah akibat yang hebat dari serangan
serangan ini. Terdengar pekik kesakitan dari Kim Liong
Hoat ong dan seruan kaget dari Gin Liong Hoat ong.
Ruyung sebelah kanan di tangan Gin Liong Hoat ong
dengan tepat mengenai pundak Coa ong Sin kai dan
terdengar tulang pundak kaket gila ini patah, akan tetapi
ujung ranting bambu di tangan Coa ong Sin kai masih
sempat menusuk pundak Kim Liong Hat ong yang segera
terguling dan merintih rintih di atas tanah dengan muka
menjadi pucat sekali. Adapun ruyung di tangan kiri Gin
Liong Hoat ong yang menyerang lambung Coa ong Sin kai,
kena disabet oleh tangan kiri kakek pengemis ini dan
terdengar suara “krak” dan patahlah ruyung yang kuat itu!
Biarpun tulang pundaknya telah patah, namun Coa ong
Sin kai seakan akan tidak merasa sakit sama sekali.
Terdengar ia tertawa bergelak dan menyeramkan kemudian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ia menubruk mau menyerang Tiat Liong Hoat ong dengan
ranting bambunya.
Pada saat itu, sepasang roda di tangan Ba Mau Hoatsu
menyambar cepat. Melihat datangnya senjata yang luar
biasa lihainya ini, Coa ong Sin kai tidak berani
menerimanya dan cepat mengelak. Sementara itu, ranting
bumbunya telah berpindah ke tangan kiri, karena lengan
kanannya tak dapat digerakkan lagi. Ia membatalkan
niatnya menyerang Tiat Liong Hoat ong dan kini dengan
sepenuh tenaga dan pengerahan kepandaiannya, ia
menghadapi Ba Mau Hoatsu sambil masih tertawa bergelak
gelak.
Gin Liong Hoat ong dan Tiat Liong Hoat ong ketika
melihat keadaan Kim Liong Hoat ong yang terluka parah,
menjadi marah sekali dan berbareng mereka mengeroyok
Coa ong Sin kai. Akan tetapi, perbuatan mereka ini
merugikan Ba Mau Hoatsu dan bahkan menggirangkan hati
Coa ong Sin kai yang menjadi makin ganas. Dengan
tendangan kaki berantai, ia berhasil membuat golok di
tangan Tiat Liong Hoat ong terlempar jauh dan sebelum
Tiat Liong Hoat ong sempat menangkis, sebuah tendangan
kakek pengemis ini mengenai pahanya sehingga tubuhnya
terlempar jauh dan tak dapat bangun lagi karena tulang
pahanya patah!
“Ha ha ha! Anjing anjing Kin, kalau belum membasmi
kalian, aku belum puas! Ha ha ha! Kata Coa ong Sin kai
dan kini ia menubruk Gin Liong Hoat ong yang sudah
menjadi pucat dan gentar. Akan tetapi, Ba Mau Hoatsu
mendesak maju dan karena perhatian Coa ong Sin kai
ditujukan kepada Gin Liong Hoat ong yang hendak
dirobohkannya ia tidak dapat menjaga datangnya roda kiri
di tangan Ba Mau Hoatsu yang amat lihai, “Prak!” dengan
tepat sekali roda itu menghantam kepala Coa ong Sin kai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan pengemis tua ini menjerit ngeri, akan tetapi ia masih
sempat melontarkan rantingnya ke arah Ba Mau Hoatsu.
Lontaran ranting ini dilakukan dengan tenaga terakhir
sebelum ia roboh tak bernyawa di atas tanah karena
kepalanya telah pecah. Bukan main hebatnya lontaran ini
dan Ba Man Hoatsu maklum bahwa ranting ini ujungnya
mengandung racun dan apabila mengenai tubuhnya akan
berbahaya sekali. Ia cepat menangkis dengan sepasang
rodanya sehingga ranting itu menyeleweng ke pinggir dan
menjeritlah seorang penjaga, lalu roboh tak bernyawa lagi.
Ranting itu dengan keranya menancap di dadanya dan ia
tewas di saat itu juga.
Dengan amat marah, Gin Liong Hoat ong mengerjakan
ruyungnya yang tinggal sebelah untuk memukuli kepala dan
tubuh Coa ong Sin kai sehinga tak lama kemudian tubuh
kakek pengemis itu sudah tidak karuan macam nya lagi.
Ngeri orang orang melihat peristiwa ini dan hati para
perwira Kin menjadi gentar.
Bukan main hebatnya orang orang Han yang datang
mengamuk.
Baiknya ada Pak Hong Siansu yang datang pada senja
harinya, karena kalau tidak ditolong oleh kakek sakti ini,
agaknya Kim Liong Hoat ong yang tertusuk ujung ranting
bambu berbisa, tentu akan tewas. Sam Thai Koksu merawat
luka mereka sambil menyumpah nyumpah.
“Masih ada dua orang lagi, yakni Iblis Kembar. Kalau
mereka tidak dibasmi dan mereka beri kesempatan
mengacau di sini, akan lebih hebat lagi,” kata Kim Liong
Hoat ong, “Jangan khawatir, biar dia datang kalau hendak
mencari mampus!” kata Ba Miu Ihoatsu.
Mendengar ini Kim Liong Hoat ong menjadi
mendongkol. “Apa lagi kalau mereka datang, sedangkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
baru Coa ong Sin kai yang datang saja, hampir saja kami
binasa. Kalau Pak Hong Siansu berada di sini, tentu takkan
terjadi hal seperti ini.” Ucapan ini terang terangan
menyindir bahwa adanya Ba Mau Hoatsu di situpun tidak
banyak gunanya!
Merah wajah Ba Mau Hoatsu. Ia adalah seorang
sombong yang segan mengalah, maka diam diam ia timbul
perasaan tidak senang kepada Sam Thai Koksu, katanya,
“Salah sam wi sendiri, kalau tadi sam wi tidak ikut campur
dan menyerahkan Coa ong Sin kai kepadaku seorang, tak
nanti akan jatuh korban. Di dalam pertempuran
menghadapi musuh pandai, paling selamat menonton saja
di pinggir dan membiarkan orang yang lebih kuat maju
melayaninya!” Ucapan inipun merupakan sindiran bagi
Sam Thai Koksu yang terang terangan dikatakan masih
terlampau rendah kepandaian mereka! Suasana menjadi
panas dan Ba Mau Hoatsu maupun Sam Thai Koksu,
kedua fihak telah mulai merasa tidak senang hati.
“Tak perlu ribut ribut,” kata Pak Hong Siansu, “hal yang
sudah lewat tak perlu diributkan. Sekarang kita ke depan
dan mencari jalan terbaik.”
“Tidak ada lain jalan lagi, sebelum harimau menyerang,
kita turun tangan lebih dulu!” kata Kim Liong Hoat ong.
“Ucapan Kim Liong Hoat ong betul juga,” kata Giok
Seng Cu. “Pemberontakan ini tidak kuat kalau di belakang
mereka tidak ada orang orang seperti Coa ong Sin kai,
orang orang Hoa san pai, dan Thian Te Siang mo. Oleh
karena itu, sebelum menanti mereka bergerak terlebih dulu
membasmi mereka, adalah siasat yang baik sekali.”
“Akan tetapi Thian Te Siang mo tidak tentu tempat
tinggalnya. Di mana kita bisa mencari mereka?” kata Pak
Hong Siansu. “Memang aku sendiripun sengaja
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
meninggalkan gunung dengan maksud mencoba
kepandaian mereka.”
“Mudah saja,” kata Kim Liong Hoat ong. “Kalau kita
menyiarkan berita menantang mereka, apakah mereka tidak
akan datang? Biar kami bertiga mempergunakan nama kami
untuk menantang dia menantang pibu di kota Cin an!”
Demikianlah, tak lama kemudian, tersiar berita luas di
kalangan kang ouw bahwa Sam Thai Koksu menantang
Thian Te Siang no untuk mengadu kepandaian!
-oo0dw0oo-
Gan Hok Seng, murid ke tiga dari Hoa san pai, setelah
bertemu dengan Bi Lan, cepat pulang dan ia mulai
mengumpulkan kawan kawan sehaluan di daerahnya, lalu
ia memimpin pasukan suka rela ini untuk membantu
perjuangan saudara saudaranya di utara melawan
pemerintah Kin.
Sebelum berangkat, ia membuat sepucuk surat ditujukan
kepada sucinya, yaitu Thio Ling In di Biciu, lalu ia
menyuruh seorang kawannya naik kuda mengantar surat itu
ke Biciu. Kemudian pada hari keberangkatan .......
...Hal 16-17 ga ada...
....kata demikian, orang itu lalu mengeluarkan sepucuk
surat dari saku bajunya.
Ling In menerima surat ini dengan hati tidak enak.
“Duduklah, saudara. Kau datang dari tempat jauh dan
mengasolah.”
Akan tetapi orang itu menggeleng kepalanya. “Aku
harus segera kembali untuk menyusul pasukan Gan toako
yang berangkat lebih dulu ke utara.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah berkata demikian, pesuruh Gan Hok Seng itu
segera meloncat kembali ke atas kudanya, ia memang sudah
tidak sabar lagi untuk segera menyusul rombongan
pasukannya karena, kuatir kalau kalau tertinggal. Beginilah
semangat kepahlawanan yang membakar dada setiap
pemuda di waktu itu dan pergi perang menghadapi penjajah
bagi mereka seakan akan pergi menuju ke medan pesta!
Ling In duduk kembali di atas bangkunya dan membuka
surat dari Hok Seng. Dibacanya surat itu dengan berdebar.
“Suci ( Kakak seperguruan ) THIO LING IN, Siauwte ( adik )
mengharap suci takkan terkejut dengan isi surat ini. Siauwte
hendak berterus terang saja dan percayalah bahwa siauwte, juga
Lie Suheng dan kami semua tidak mengandung rasa hati benci
atau mendendam kepada suci karena dapat menduga bahwa
perbuatan suci yang memutuskan hubungan dengan Lie Suheng
dan menikah dengan orang she Wan itu tentu dengan alas an
yang kuat.
Akan tetapi, hendaknya suci maklum bahwa orang yang
bernama Wan Kan dan menjadi suami suci bukan lain adalah
WAN YEN KAN, pangeran BAngsa Kin, musuh bangsa kita
yang kejam dan ganas!
Oleh karena itu, terserah kepada suci hendak bersikap
bagaimana hanya ketahuilah bahwa kami juga Lie suheng,
sekarang berangkat hendak membantu perjuangan rakyat di utara
untuk membebaskan tanh air dan bangsa dari cengkeraman dan
penindasan kaum penjajah!
Harap saja suci insyaf dan dapat mengambil tindakan yang
sesuai sebagai anak murid Hoa san pai yang gagah perkasa !
Tertinggal Hormatnya,
Siauwte GAN HOK SENG
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Membaca surt ini, pucatlah wajah Ling In. Kedua
tangannya gemetar, bibirnya menggigil dan tak terasa pula
surat itu terlepas dari tangannya. Kemudian ia menutup
mukanya dengan kedua tangan dan menangis.
“Kau... kau… Wan yen Kan Pangeran Kin…? Ya Tuhan
Yang Maha Kuasa… bagaimana bisa terjadi hal seperti
ini…?”
Sampai setengah hari Ling In menangis dan segala
pertanyaan ibu dan pamannya tak di jawabnya. Kemudian,
bagaikan seorang gila dan nekad, tanpa mengeluarkan
sepatah kata pun kepada orang serumah, Ling In
membuntal pakaiannya dan pergilah ia meninggalkan
rumahnya. Tekadnya hendak mencari suaminya, hendak
menuntut balas karena suaminya dianggap telah
menipunya, ia akan mencari Wan Kan atau Wan yen Kan,
hendak dibunuhnya, kemudian ia akan membunuh diri
sendiri, karena sesungguhnya ia cinta kepada suami itu,
siapapun juga adanya orang itu!
Ibu dan pamannya hanya saling pandang dengan
bingung dan nyonya Thio hanya bisa menangis dan
mengeluh melihat kepergian puterinya. Akan tetapi ketika
ia mendapatkan surat dari Hok Seng bukan main bingung
dan menyesalnya. Tak disangkanya sama sekali bahwa
mantunya yang kelihatan baik itu adalah pangeran Bangsa
Kin!
Sementara itu, di dalam istana Kaisar Kin terjadi
peristiwa lain lagi, Wan yen Kan ribut mulut dengan
ayahnya.
“Kalau kau ingin mempunyai selir perempuan Han,
tentu saja aku tidak keberatan. Kau boleh mencari beberapa
belas atau beberapa puluh sesukamu. Akan tetapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membawa seorang perempuan Han ke sini untuk menjadi
isteri tunggal? Tak mungkin!”
“Ayah, aku cinta kepadanya dan aku tidak mau menikah
dengan wanita lain!” bantah Wan yen Kan.
“Bodoh! Karena sejak muda kau merantau dan bergaul
dengan orang orang Han, watak mupun berobah seperti
seorang petani Han! Bangsa Han sedang memberontak dan
merongrong kita, apakah sekarang kau hendak
memasukkan seorang wanita Han sebagai mantuku di sini?
Tidak boleh!”
“Ayah, pemberontakan mereka itu terjadi karena tidak
becusnya para pembesar kita sendiri mengurus pemerintah.
Mereka itu tidak lain merupakan orang orang jahat yang
berselimutkan pangkat, korupsi besar besaran dan memeras
rakyat jelata untuk kantong sendiri. Tidak dapat disalahkan
kepada rakyat yang memberontak begitu saja, karena setiap
pemberontakan tentu ada sebabnya dan selalu yang menjadi
sebabnya adalah penindasan dan pemerasan. Siapa
orangnya takkan memberontak kalau ditindas dan dicekik?
Dari pada menindas mereka yang memberontak untuk
perbaikan nasib, lebih tepat kalau ayah bertindak keras
terhadap para pembesar tukang makan dan mengganti
mereka dengan orang orang yang benar benar jujur dan
tepat.”
“Apa katamu?” kaisar menggebrak meja. Kau membela
kaum pemberontak? Sungguh gila, mana yang lebih gila
dari pada ini? Dan kau adalah pangeran, puteraku, calon
kaisar menggantiku! Terkutuk, agaknya kau telah
kemasukan racun orang orang Han. Lebih baik kau
mampus dalam tanganku !” Kaisar yang marah itu lalu
mencabut pedangnya, akan tetapi permaisurinya atau ibu
dari Wan yen Kan segera mencegah dan menghiburnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Dia masih terlalu muda, harap kau suka maafkan dia
dan memberi kesempatan padanya,” kata ibu Wan yen
Kan.
“Bangsat besar!” kaisar memaki maki. “Pendeknya, tidak
boleh dia membawa perempuan Han itu di sini sebagai
isterinya. Kalau sebagai selir, masa bodoh.”
“Dari pada menganggap isteriku sebagai selir, lebih baik
aku pergi dan hidup sebagai seorang petani biasa,” Wan
yen Kan membantah, sedikitpun tidak takut.
“Bangsat tak tahu malu, kalau begitu baik, pergilah!”
Ayahnya menudingkan jarinya mengusir Wan yen Kan
memeluk ibunya lalu berlari keluar. Hatinya sudah tetap. Ia
lebih suka meninggalkan istana ayahnya, meninggalkan
kesempatan menjadi pengganti ayah nya, dari pada harus
merendahkan Ling In sebagai selirnya!
“Setelah keluar dari istana ayahnya, Wan yen Kan lalu
membuang semua pakaian pangeran yang melekat di
tubuhnya dan mengganti dengan pakaian biasa, pakaian
seorang Han! Baiknya semua orang di kota raja sudar
mengenalnya, dan sudah biasa melihat Pangeran Wan yen
Kan berpakaian seperti itu. Mereka menganggap bahwa
pangeran yang pandai dan tinggi kepandaiannya ini tentu
akan bekerja sebagai mata mata, menyelidiki orang orang
Han yang memberontak, maka berpakaian seperti itu.
Kalau saja semua orang tidak mengenal Wan yen Kan,
tentu ia akan dikeroyok dan dibunuh, karena pada waktu
itu, siapa yang tidak membenci orang Han yang telah
menimbulkan pemberontakan di mana mana? Bahkan para
hamba sahaya Bangsa Han yang berada di kota raja,
menjadi manusia setengah binatang, banyak yang dibunuh
oleh orang orang Kin untuk melampiaskan amarah mereka
mendengar betapa orang orang Han memberontak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Keputusan hati Wan yen Kan sudah tetap. Ia hendak
pergi ke Biciu dan hidup sebagai suami isteri penuh bahagia
dengan Ling In, isterinya. Bahkan ia hendak mengajak Ling
In pindah jauh ke selatan agar jangan mendengar pula
tentang keributan dan pemberontakan Bangsa Han terhadap
Kerajaan Kin! Ia lalu melakukan perjalanan ke selatan
dengan cepat, tak diperdulikannya keributan dan
pertempuran pertempuran kecil yang selalu ia dengar dan
lihat di sepanjang perjalanannya. Apabila ia ditahan oleh
sepasukan Kin, ia memperlihatkan tanda pengenalnya dan
menyatakan kepada komandan tentara bahwa dia bertugas
menyelidiki ke selatan! Kalau bertemu dengan pasukan
pemberontak, tak seorangpun mencurigainya, karena selain
pakaian yang dipakainya seperti pakaian seorang Han aseli,
juga Wan yen Kan pandai sekali berbahasa Han dengan
lidah yang fasih.
Akan tetapi, dasar memang sudah nasibuya untuk
menghadapi keributan. Pada suatu hari, ia mendengar dari
komandan barisan Kin bahwa tak jauh di sebelah utara
lembah Sungai Huai, terdapat sekelompok barisan
pemberon tak yang dikepalai oleh orang orang Hoa san pai.
Mendengar ini tertariklah hati Wan yen Kan karena ia
teringat bahwa Thio Ling In, isterinya tercinta, juga anak
murid Hoa san pai, juga memperkenalkan nama saudara
saudara seperguruan isterinya, yaitu yang bernama Lie Bu
Tek, Gan Hok Seng, dan Liang Bi Lan.
Dengan hati girang dan besar Wan yen Kan lalu
meninggalkan barisan Kin itu dan dengan tabah menuju ke
tempat di mana pasukan pemberontak berada, ia ingin
sekali bertemu dan berkenalan dengan saudara saudara
seperguruan isterinya!
Ketika ia berjalan di daerah pemberontak itu, seorang
penjaga menegurnya, “Eh, saudara! Di waktu tidak aman
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seperti ini, mengapa kau berjalan enak enak saja? Apakah
kau tidak tahu bahwa barisan Kin yang ganas berada hanya
beberapa li di sebelah utara?”
Wan yen Kan tersenyum. “Tentu saja siauwte tahu akan
hal itu karena siauwtepun mengungsi dari utara. Siauwte
mendengar bahwa pemimpin mu adalah orang orang gagah
dari Hoa san pai, betulkah? Apakah ada yang bernama Gan
Hok Seng dan Lie Bu Tek di sini? Siauwte kenal baik
dengan nama mereka, maka kalau bisa, mohon bertemu
dengan mereka.”
Sikap penjaga itu berobah manis ketika mendengar ini.
“Ah, tidak tahunya siangkong adalah kawan kawan baik
dari Gan piauwsu dan Lie taihiap. Mereka memang berada
di sini, dan kalau kau ingin bertemu datanglah di lembah
sebelah kiri itu, mereka biasanya berada di tempat itu. Aku
tidak dapat mengantar, maaf, karena aku harus menjaga di
sini.”
Wan yen Kan menghaturkan terima kasih dan dengan
girang ia lalu menuju ke tempat yang ditunjuk oleh penjaga
itu. Ia bertemu dengan orang orang yang bersenjata tajam,
sikap mereka gagah dan bersemangat sekali. Diam diam
Wan yen Kan menarik napas panjang dan menyesalkan
kesalahan tindakan dari pemerintahan ayahnya.
Tempat yang ditunjuk oleh penjaga tadi merupakan
sebuah tempat terbuka di mana Gan Hok Seng dan Lie Bu
Tek seringkali mengadakan perundingan dan
membicarakan siasat dengan kawan kawan lain. Pada saat
itu, tempat itu sunyi saja dan ketika Wan yen Kan tiba di
tempat itu, ia memandang ke kanan kiri dengan ragu ragu.
Mengapa tidak ada orang di sini, pikirnya.
Tiba tiba dari balik pohon muncul seorang pemuda yang
gagah perkasa. Pemuda ini adalah Lie Bu Tek yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bersikap hati hati dan waspada. Tidak seperti penjaga tadi,
ia selalu bersikap hati hati dan curiga. Biarpun pemuda
yang berdiri di situ terang adalah seorang Han, namun
karena ia belum pernah melihatnya, maka timbul
kecurigaan dalam hatinya.
“Siapa kau dan ada keperluan, apa datang di sini?”
bentaknya.
Wan yen Kan menengok dan ia melihat seorang pemuda
yang memandangnya tajam penuh selidik.
“Siauwte ingin bertemu dengan Lie Bu Tek dan Gan
Hok Seng, anak murid Hoa san pai,” jawabnya.
Makin besar curiga di hati Lie Bu Tek. “Ada keperluan
apakah kau hendak bertemu dengan mereka? Siapakah
kau?”
“Aku bernama Wan Kan, suami dari Biciu Lihiap Thio
Ling In.”
Pucat wajah Lie Bu Tek mendengar ini dan secepat kilat
ia mencabut pedangnya.
“Bagus! Jadi kaukah Wan yen Kan, pangeran Kin yang
terkutuk itu? Hari ini kau berhadapan dengan Lie Bu Tek
jangan harap kau dapat hidup lagi!”
Wan yen Kan kaget bukan main. “Ah, jadi kau adalah
Lie toako? Mengapa kau bersikap begini, Lie toako?
Bukankah isteriku Ling In adalah sumoimu sendiri?
Mengapa kau memusuhi aku?”
“Tutup mulut dan jangan menyebut nyebut nama Ling
In di sini! Kau adalah Wan yen Kan, pangeran musuh yang
sudah mempergunakan kekayaan, ketampanan, dan
kedudukanmu untuk memikat hati sumoi. Oleh karena itu.
kau harus mampus!” Tanpa banyak cakap lagi Lie Bu Tek
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lalu menyerang dengan pedangnya menusuk dada pangeran
itu sekuat tenaga.
Wan yen Kan merasa penasaran sekali. Tak pernah
disangkanya suheng dari isterinya akan bersikap begini,
juga ia terkejut sekali karena sedangkan isterinya sendiri
belum tahu akan rahasianya, akan tetapi pemuda ini sudah
tahu dia adalah Wan yen Kan, pangeran Kin. Ini
berbahaya, pikirnya. Kalau para pemberontak tahu bahwa
dia adalah pangeran Kin, tentu sukar baginya untuk
meloloskan diri. Maka iapun cepat mengelak dan mencabut
rantainya.
Lie Bu Tek mendesak terus dan menyerang bertubi tubi
dengan sengit sekali. Inilah orang yang merebut Ling In
dari padanya, orang yang mendatangkan kesengsaraan
batin kepadanya. Ingin ia menembuskan pedangnya di dada
pangeran ini. Akan tetapi ternyata Wanyen Kan amat lihai
dan gerakannya amat cepat sehingga jangankan
mengalahkannya, untuk menghadapi rantai itu saja Lie Bu
Tek merasa sibuk sendiri. Kepandaian Wan yen Kan
memang masih lebih tinggi setingkat dari pada
kepandaiannya sendiri.
“Lie toako, sabar dan tenanglah. Biarpun aku benar
pangeran Kin, akan tetapi aku tidak ikut mencampuri
urusan pemerintahan, bahkan aku bersimpati terhadap
perjuangan para pemberontak.”
“Simpan kata katamu yang memikat. Aku tidak sudi
mendengarnya!” kata Lie Bu Tek yang menyerang terus.
Pertempuran berjalan ramai sekali, namun Wan yen Kan
hanya melayani Bu Tek dengan setengah hati. Ia mainkan
rantai dengan tangan kirinya dan hanya mempergunakan
ginkangnya yang tinggi untuk mengelak dari setiap
serangan Lie Bu Tek yang sedang marah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pertempuran itu menarik perhatian orang orang yang
berada di situ dan sebentar saja datanglah para pejuang
menonton pertempuran itu, termasuk Gan Hok Seng yang
berlari lari mendatangi.
“Sute, ini dia si bangsat Wan yen Kan pangeran Kin
itu!”
“Tangkap dia!” teriak Gan Hok Seng marah dan pemuda
inipun lalu menyerbu sambil mainkan sepasang poan koan
pitnya yang lihai.
Wan yen Kan menjadi makin gelisah ia memutar
rantainya untuk menangkis serangan serangan itu dan ia
harus mengerahkan seluruh tenaganya, karena kini yang
mengeroyoknya adalah dua saudara Hoa san pai yang
berilmu tinggi.
Berkali kali ia berseru dengan suara memohon.
“Mengapa jiwi tidak mau mendengarkan kata kataku? Aku
Wan yen Kan biarpun Pangeran Kin, namun tidak
memusuhi rakyat Han, dan jiwi adalah saudara saudara
seperguruan isteriku, aku tidak suka bertanding melawan
jiwi.”
“Bangsat hina dina! Siapa sudi menjadi isterimu?” tiba
tiba terdengar bentakan da seorang wanita muda menyerbu
dengan pedangnya. Wanita ini bukan lain adalah Thio Ling
In sendiri! Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan,
Ling In sedih bukan main menerima surat Gan Hok Seng,
maka iapun lalu menyusul rombongan sutenya itu untuk
membantu perjuangannya.
Kebetulan sekali ketika ia tiba di tempat itu, ia melihat
Wan yen Kan atau suaminya tengah dikeroyok oleh Bu Tek
dan Hok Seng. Melihat Wan yen Kan, kesedihan dan
kemurkaannya memuncak, maka ia lalu menyerbu dan
menusuk ulu hati suaminya dengan pedangnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ling In...!” teriakan Wan yen Kan ini penuh dengan
kesedihan dan putus asa. Ia tidak dapat mengelak serangan
isterinya dan bahkan berdiri memandang dengan mata
terbelalak. Ling In ketika melihat wajah suaminya,
lemaslah tubuhnya dan pedangnya yang tadi menusuk ke
arah dada, kini diangkatnya dan hanya melukai pundak
Wan yen Kan.
“Ling in… kau juga sudah tahu ….? Kau mau
membunuhku? Bunuhlah, isteriku … bunuhlah! Untuk apa
hidup di dunia ini bagiku kalau kau sendiripun
membenciku?”
Ling In tak dapat menahan lagi membanjirnya air
matanya.
Suaminya berdiri dengan kepala menunduk dan pundak
berdarah. Bagaimana ia bisa membunuh suaminya ini! Ia
amat mencintanya!
“Bangsat, kau memang harus mampus!” teriak Lie Bu
Tek dan pemuda ini menggerakkan pedang menusuk. Akan
tetapi, tiba tiba Ling In menggerakkan pedangnya pula,
menangkis suhengnya itu.
“Sumoi! Kau melindungi seorang pangeran musuh!”
bentak Bu Tek.
“Sabar, suheng, betapapun juga dia suami dari Suci.”
Hok Seng merasa kasihan kepada Ling In.
“Dia memang suamiku dan dia memang pangeran
musuh! Oleh karena itu tidak lain orang yang boleh
membunuhnya. Aku sendiri yang berhak menamatkan
hidupnya!”
“Bagus, Ling In, isteriku yang baik. Aku pun tidak rela
mati di tangan orang lain. Kecuali kau yang menyerangku,
siapapun juga takkan dapat membunuhku tanpa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perlawanan mati matian dari padaku,” kata Wan yen Kan
sambil memandang kepada isterinya dengan pandangan
mesra yang menjatuhkan hati Ling In.
“Wan yen Kan, kau sudah mengetahui dosa dosamu,
dosa dosa pemerintahanmu terhadap bangsaku?” tanya
Ling In kepada suaminya sambil menggigit bibir dan
menahan air matanya. Pedangnya menggigil di tangan nya.
Wan yen Kan mengangguk. “Memang kuakui bahwa
pemerintahan ayahku telah berlaku salah.”
“Kalau begitu aku sebagai seorang berjiwa patriot,
seorang anak murid Hoa san pai sejati, hari ini akan
membunuh Pangetan Wan yen Kan, seorang pangeran
Kin!” Kata Ling In sambil menahan air matanya.
“Dan suamimu.” Wan yen Kan memperingatkannya.
“Bukan! Suamiku bernama Wan Kan ia seorang yang
amat baik hati !” jawab Ling In sambil mengangkat
pedangnya.
Terharulah hati Wan yen Kan mendengar ini. Tak terasa
pula air matanya turun membanjir di atas kedua pipinya.
“Ling In… isteriku, kau seorang isteri baik, seorang
pahlawan yang bijaksana… Wan Kan suami mu berterima
kasih kepadamu. Nah, bunuhlah Wan yen Kan putera
kaisar Kin!” Ia mengangkat dadanya. Ling In menusuk,
akan tetapi karena tangan Ling In gemetar dan menggigil,
tusukannya mencong dan tidak tepat menembusi dada,
melainkan melukai dada sebelah kanan, membentur tulang
iga dan menyeleweng ke pinggir sehingga hanya kulit dan
daging dada Wan yen Kan yang terluka hebat. Namun
cukup membuat pangeran itu terjungkal mandi darah.
“Wan Kan...” isak Ling In sambil meramkan matanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada saat itu, terdengar sorak sorai hebat dan beberapa
orang pejuang terjungkal dengan punggung tertancap anak
panah. Ternyata bahwa barisan Kin yang amat kuat datang
menyerbu dengan tiba tiba ! Keadaan menjadi kacau balau,
para pejuang melawan mati matian, namun jumlah barisan
musuh lebih besar. Banyak sekali pejuang yang gugur dan
setelah bertempur hebat setengah hari lamanya, akhirnya
semua pemberontak dapat dibasmi. Bu Tek, Hok Seng dan
Ling In terluka dan tertawan! Adapun Wan yen Kan yang
tadinya jatuh pingsan, ditolong oleh komandan pasukan
Kin dibawa bersama semua tawanan ke Cin an!
-oo0dw0oo-
Sebelum kita mengikuti nasib tiga orang murid Hoa san
pai yang tertawan oleh bala tentara Kin, marilah melihat
keadaan Liang Bi Lan yang bersama Tan Seng, Liang Gi
Cinjin, dan Liang Tek Sianseng. menuju ke Go bi san untuk
memberi teguran kepada tokoh tokoh Go bi pai mengenai
perbuatan Bu It Hosiang yang memusuhi mereka dengan
menggunakan orang orang Kin.
Biarpun mereka berempat ini mempergunakan ilmu lari
cepat yang sudah tinggi sekali, namun Go bi san bukanlah
tempat yang dekat dan agaknya perjalanan itu akan makan
waktu berpekan pekan kalau saja tidak kebetulan sekali
mereka bertemu dengan ketua Go bi pai sendiri di tengah
jalan! Kian Wi Taisu, hwesio ketua Go bi pai itu, sambil
membawa tongkatnya yang panjang diikuti oleh murid
muridnya sebanyak tujuh orang diantaranya terdapat Tiauw
It Hosiang.
Ketika melihat rombongan hwesio dari Go bi pai ini,
merahlah wajah Bi Lan dan guru gurunya. Mereka berdiri
tegak di tengah jalan menanti datangnya rombongan hwesio
itu. Kebetulan sekali pertemuan ini terjadi di luar sebuah
dusun yang sunyi sehingga tidak terlihat oleh orang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Siancai… kebetulan sekali!” kata Liang Gi Cinjin
sambil memimpin tiga orang kawannya menjura kepada
rombongan hwesio itu. Akan tetapi Bi Lan tidak mau ikut
menjura karena hati gadis ini sudah marah sekali melihat
rombongan orang orang yang dianggap musuhnya ini.
Kian Wi Taisu dan kawan kawannya ketika melihat
tokoh tokoh Hoa san pai mencegat perjalanan mereka,
mengerutkan kening dan menyangka tak baik. Memang,
orang kalau sudah bermusuhan selalu menyangka buruk
saja kepada lawan.
“Hm, kalau tidak salah lihat mata pinceng yang sudah
lamur ini, pinceng berhadapan dengan tokoh tokoh besar
dari Hoa san pai yang ternama! Liang Gi Cinjin sudah
puluhan tahun kita tak bertemu dan pertemuan pinceng
akhir akhir ini dengan sumoimu Liang Bi Suthai benar
benar tak bisa disebut pertemuan yang menyenangkan.
Sekarang, kau dan kawan kawanmu menghadang
perjalanan pinceng, ada keperluan apakah gerangan?”
Mendengar ucapan ini tak senanglah hati Liang Gi
Cinjin dan adik adiknya. Memang Kian Wi Taisu orang
yang berhati keras dan ucapannya tadi tentu saja tak dapat
dipergunakan sebagai dasar perdamaian. Terutama sekali
bagi Bi Lan yang masih amat muda dan yang merasa sakit
sekali atas kematian gurunya. Liang Bi Suthai. Mendengar
ucapan itu, ia melangkah maju dan menudingkan
telunjuknya yang runcing kecil itu ke arah muka Kian Wi
Taisu.
“Hwesio tua, kau datang datang menyalahkan orang lain
saja! Beberapa tahun yang lalu, muridmu si kepiting gundul
itu mengacau di puncak Hoa san!” Ia menuding ke arah
Tiauw It Hosiang yang memandang marah. “Kemudian
muridmu Bu It Hosiang yang lebih jahat itu mendatangkan
malapetaka kepada kami orang orang Hoa san pai! Kau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak menghukum murid muridmu bahkan membela
mereka. Cih! Apakah seorang hwesio tua yang sudah berani
menjadi ketua Go bi pai masih belum dapat mengoreksi
kesalahan sendiri dan menimpakan semua keburukan
kepada orang ain?”
Berdiri sepasang alis hwesio tua itu ketika mendengar
ucapan ini.
“Bagus! Memang tidak mudah mengakui kesalahan
sendiri, termasuk kau bocah murid Hoa san pai yang
sombong! Akan tetapi pinceng tidak ada waktu untuk
melayani orang orang picik semacam kalian. Ada persoalan
yang lebih penting. Minggirlah kalian, jangan mengganggu
perjalanan kami!” Sambil berkata demikian, Kian Wi Taisu
menggerakkan lengan bajunya yang panjang, dikebutkan ke
arah Bi Lan dengan sikap seakan akan orang mengusir
binatang yang mengganggu. Sambaran ujung lengan baju
ini mendatangkan angin pukulan yang kuat sekali dan ketua
Go bi pai itu merasa yakin bahwa sabetan ini tentu akan
membikin kapok anak murid Hoa san pai yang kurang ajar
ini. Akan tetapi bukan main terkejutnya ketika melihat
gadis itu sama sekali tidak mengelak, bahkan berani
menangkis dengan jari jari tangan disabetkan pula.
“Tahan tanganmu!” Kian Wi Taisu berseri kaget karena
ia merasa khawatir kalau kalau jari jari tangan gadis muda
itu akan patah patah tulangnya. Ia memang marah, akan
tetapi ia masih belum begitu kejam untuk melukai gadis
muda ini dengan hebat. Namun teriakannya tidak
dipedulikan oleh Bi Lan dan pertemuan antara ujung lengan
baju dan ujung jari tangan Bi Lan tak dapat dielakkan lagi
“Plak! Breet!!” Bi Lan merasa tangannya kesemutan dan
terpental seperti tertotok oleh tenaga yang amat kuat akan
tetapi sebaliknya air muka Kian Wi Taisu berubah ketika
kakek ini melihat betapa ujung lengan bajunya telah robek!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Kurang ajar!” bentaknya dan tongkat di tangannya
tergetar. “Bocah Hoa san pai, apa sih kehendakmu maka
kau berani mengganggu pinceng?”
Bi Lan tersenyum, sikapnya tenang akan tetapi
menantang sekali.
“Kian Wi Taisu, aku akan selalu menghormat orang
orang tua, akan tetapi kalau dia benar. Kau tanya apa
kehendakku atau kehendak kami orang orang Hoa san pai?
Kami menghendaki perdamaian, sama sekali kami bukan
tukang tukang pukul yang suka mencari perkara. Akan
tetapi, karena muridmu Bu It Hosiang amat jahat
bersekongkol dengan pemerintah Kin dan menyerbu Hoa
san pai sehingga guruku Liang Bi Suthai sampai tewas,
kuharap kau segera menghukum muridmu itu!”
“Bohong! Tak mungkin muridku bersekongkol dengan
pemerintah Kin!” bentak Kian Wi Taisu marah sekali,
“Hati hati kau dengan mulutmu, bocah lancang. Kami
orang orang Go bi pai turun gunung hanya untuk
membantu perjuangan rakyat, melawan pemerintah Kin,
dan kau sekarang berani sekali menuduh murid Go bi pai
bersekongkol dengan pemerintah Kin?”
Bi Lan tertawa, Tan Seng tersenyum sindir lalu berkata,
“Kian Wi Taisu, lebih baik buktikan dulu sebelum kau
menyangkal. Untuk apakah kami berdusta?”
“Kalian selalu membusukkan nama kami. Siapa mau
percaya? Minggirlah dan jangan mengganggu pinceng lebih
lama lagi!” bentak Kian Wi Taisu makin marah.
Akan tetapi Bi Lan sudah mencabut pedangnya dan
gadis ini menghadang di jalan sambil berkata, “Sebelum
kau berjanji hendak menghukum Bu It Hosiang dan minta
maaf kepada guru guruku, jangan harap akan dapat lewat!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Muka Kian Wi Taisu yang sudah keriputan itu sebentar
merah sebentar pucat saking marahnya. Untuk sejenak ia
tidak dapat berkata apa apa, kemudian ia membentak.
“Kalau begitu, kalian mencari binasa!” Tongkatnya yang
besar dan panjang itu bergerak cepat sekali menghantam ke
depan, akan tetapi karena ia tidak tega untuk membunuh
orang begitu saja, pukulannya ini bukan diarahkan kepada
Bi Lan, melainkan diarahkan kepada sebuah batu besar
yang berada di dekat Bi Lan. Terdengar suara keras dan
batu itu pecah menjadi dua, debu mengebul dan tanah,
yang diinjak oleh Bi Lan tergetar!
Dengan demonstrasi ini Kian Wi Taisu hendak memberi
peringatan kepada orang orang Hoa san pai agar menjadi
jerih dan tidak mengganggunya lagi. Akan tetapi Bi Lan
tersenyum mengejek dan berkata memanaskan hati,
“Siapa sih yang takut menghadapi tongkat!”
Kini Kian Wi Taisu tak dapat menahan marahnya dan ia
lalu memutar tongkatnya, mendorong ke arah dada Bi Lan.
Gadis ini telah waspada dan sekali menggerakkan tubuhnya
yang ringan, serangan ini dapat digagalkan. Sebelum Kian
Wi Taisu menarik kembali tongkatnya, Bi Lan sudah
mendahuluinya, membalas dengan tusukan pedangnya.
Gerakannya tidak kalah kuat dan cepatnya sehingga diam
diam ketua Go bi pai terkejut sekali. Agaknya tak mungkin
anak murid Hoa san pai memiliki kecepatan seperti itu. Ia
lalu menangkis dengan pengerahan tenaga sekuatnya
namun ternyata pedang di tangan gadis itu tidak dapat
dibikin terlepas, bahkan dalam beradu senjata ini, Bi Lan
nampaknya enak saja mainkan pedangnya terus
diluncurkan menusuk kembali ke arah tenggorokannya!
Tahulah kini Kian Wi Taisu bahwa gadis ini memiliki
kepandaian yang lebih tinggi dari pada tokoh tokoh Hoa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
san pai. Ia pernah menyaksikan kepandaian Liang Bi
Suthai, maka tanpa ragu ragu lagi ia lalu mengeluarkan
ilmu tongkatnya yang hebat, menyerang bagaikan taufan
mengamuk. Bi Lan mengimbanginya dan gadis ini lalu
mainkan Ilmu Pedang Thian te Kiam hoat yang ia pelajari
dari Thian Te Siang mo.
Menghadapi permainan pedang ini, Kian Wi Taisu
tercencang. Ia sudah pernah menyaksikan ilmu pedang Hoa
san pai yang gerakannya seperti kembang teratai dan
sinarnya bundar dan cepat sekali gerakannya serta kuat
dalam daya bertahan. Akan tetapi ilmu pedang gadis ini
gerakannya seperti kilat menyambar nyambar, dari atas dan
bawah, sukar sekali ditahan! Ia terkejut sekali dan setelah
mengerahkan kepandaian sampai belasan jurus, ia menjadi
makin kaget karena gerakan pedang ini mengingatkan ia
akan ilmu pedang yang pernah ia lihat dimainkan oleh Te
Lo mo, orang ke dua dari Thian Te Siang mo yang lihai.
“Tahan dulu!” bentaknya sambil meloncat mundur.
“Hm, ada apa Kian Wi Taisu? Apakah kau jerih
menghadapi pedangku?”
“Bocah sombong! Kau mainkan ilmu pedang apakah?
Bukan Hoa san Kiam hoat yang kau mainkan, dan kalau
tidak salah kau mainkan ilmu pedang dari iblis tua Te Lo
mo! Ada hubungan apakah kau dengan Thian Te Siang
mo?”
Bi Lan tersenyum mengejek. “Thian Te Siang mo adalah
guru guruku, akan tetapi pada saat ini aku adalah anak
murid Hoa san pai yang membela nama baik Hoa san pai!”
“Bagus, tidak tahunya Hoa san pai sudah berhubungan
pula dengan orang orang jahat seperti Thian Te Siang mo!
Kini pinceng tidak ragu ragu lagi untuk membasmi kalian!”
Kembali Kian Wi Taisu menyerang Bi Lan dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tongkatnya dan mereka bertempur lagi makin hebat dan
seru.
Karena maklum akan kelihaian Kian Wi Taisu, Tan
Seng tidak tega melihat cucu angkatnya melayani hwesio
ini seorang diri, maka ia lalu menyerbu dan membantu
cucunya ini sambil mainkan sepasang lengan bajunya yang
lihai.
Adapun para murid Kian Wi Taisu yang dikepalai oleh
Tiauw It Hosiang ketika melihat guru mereka dikeroyok
dua lalu berseru keras dan menyerbu, disambut oleh Liang
Gi Cinjin dan Liang Tek Sianseng, Liang Gi Cinjin, seperti
Tan Seng, mainkan sepasang lengan bajunya, adapun Liang
Tek Sianseng telah mengeluarkan sepasang poan koan pit,
senjatanya yang berupa alat tulis sederhana namun yang
amat lihai itu. Karena tingkat kepandaian adik adik
seperguruan Tiauw It Hosiang tidak begitu tinggi, maka
pertempuran ini berlangsung ramai sekali. Yang paling seru
adalah pertempuran antara Kian Wi Taisu yang dikeroyok
oleh Bi Lan dan Tan Seng. Biarpun ilmu silat yang dimiliki
oleh Bi Lan pada waktu itu sudah amat tinggi dan jauh
lebih tinggi dari kepandaian Tan Seng sendiri, namun
menghadapi Kian Wi Taisu gadis ini masih belum mampu
mendesaknya, sungguhpun bagi Kian Wi Taisu juga bukan
merupakan pekerjaan ringan untuk memecahkan sinar
pedang sadis itu yang benar benar lihai ilmu pedangnya.
Adapun Tan Seng, biarpun membantu sekuat tenaga,
namun ia tidak banyak berdaya, bahkan ia harus selalu
menghindarkan diri dari sambaran tongkat Kian Wi Taisu
yang amat berbahaya itu.
Pada saat pertempuran sedang berjalan seru serunya, tiba
tiba berkelebat bayangan orang yang segera berseru keras,
“Cuwi sekalian, harap menghentikan pertempuran yang
tidak ada artinya dan merugikan ini!” Seruan ini amat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
nyaring sehingga berpengaruh sekali dan otomatis mereka
yang bertempur meloncat mundur dan memandang.
Diantara semua orang yang berada di situ hanya Bi Lan
yang mengenal baik pemuda yang baru datang ini. Pemuda
ini bukan lain adalah Ciang Le yang datang sambil
mengempit tubuh seorang hwesio dan ketika semua orang
memperhatikan, ternyata bahwa hwesio itu adalah Bu It
Hosiang!
Sebelum semua orang sempat bertanya, Kian Wi Taisu
tentu saja menjadi marah sekali dan salah duga. Ia
menduga bahwa pemuda ini tentulah kawan dari orang
orang Hoa san pai buktinya datang datang membawa tubuh
muridnya yang agaknya berada dalam keadaan tertotok dan
tidak berdaya. Maka sambil berseru marah, ia mengayun
tongkatnya mengemplang kepala Ciang Le sekuat tenaga!
Semua orang terkejut, terutama sekali Bi Lan karena gadis
ini yang sudah tahu akan kelihaian tongkat itu, melihat
betapa serangan itu benar benar berbahaya sekali dan ia
berada di tempat agak jauh, tak berdaya menolong pemuda
itu. Lebih lebih kagetnya ketika ia melihat Ciang Le
mengangkat tangan kirinya menangkis tongkat tanpa
melepaskan kempitan tangan kanannya pada tubuh hwesio
Go bi pai yang dibawanya tadi.
Akan tetapi, tangan pemuda itu sama sekali tidak
menjadi remuk terkena kemplangan tongkat hebat tadi,
karena ternyata bahwa Ciang Le sama sekali tidak hendak
menangkis, melainkan menerima tongkat itu dengan
telapak tangannya. Kian Wi Taisu merasa betapa
tongkatnya bertemu dengan sesuatu yang lunak dan secara
aneh sekali tenaga kemplangannya tadi lenyap dan kini
tongkat itu terpegang oleh Ciang Le! Kian Wi Taisu marah
membetot tongkatnya, namun tak dapat terlepas dari
pegangan anak muda yang berbaju kembang ini!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Kian Wi Taisu, sabar dan tenanglah. Siauwte datang
sama sekali bukan membawa maksud buruk.” Sambil
berkata demikian, pemuda ini melepaskan tongkat yang
dipegangnya, lalu ia melepaskan tubuh Bu It Hosiang dari
pengaruh tiam hoat (ilmu totok).
Bu It Hosiang buru buru menghampiri Kian Wi Taisu
dan menjatuhkan diri berlutut dengan muka merah dan
wajah gelisah sekali. Pemuda baju kembang itu lalu
berpaling kepada tokoh tokoh Hoa san pai, mengerling ke
arah Bi Lan sambil tersenyum, kemudian berkata, “Siauwte
maklum mengapa cuwi datang dan bertempur melawan
Kian Wi Taisu, karena siauwte telah mendengar semua dari
Bu It Hosiang ini. Akan tetapi, agaknya dugaan cuwi
terlampau jauh. Betapapun bodoh dan tidak baik perbuatan
yang telah dilakukan oleh Bu It Hosiang, namun dia
bukanlah seorang pengkhianat bangsa. Dia tidak sengaja
hendak membantu orang orang Kin, semata mata karena
merasa sakit hati dan hendak membalas dendam kepada
cuwi dari Hoa san pai. Betapapun bodohnya, ia bukan
seorang pengkhianat dan karenanya, siauwte berpendapat
bahwa pertikaian antara Hoa san pai dan Go bi pai tak
perlu dilanjutkan secara berlarut larut.”
Tokoh tokoh Hoa san pai mendengar ucapan ini
mengerutkan kening. Bagaimana mereka dapat
menghabiskan permusuhan itu begitu saja kalau Kian Wi
Taisu bersikap seperti tadi dan Liang Bi Suthai sudah
menjadi korban? Hanya Tan Seng yang memandang kepada
pemuda itu bagaikan telah berobah menjadi patung batu,
mulut ternganga mata terbelalak, tak kuasa mengeluarkan
suara sedikitpun. Hatinya bimbang ragu dan dadanya
berombak, menahan detak jantungnya yang berdebar debar.
Akan tetapi pemuda itu tidak menanti jawaban mereka,
ia telah berpaling kepada Kian Wi Taisu dan berkata, “Kian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wi Taisu, terus terang saja siauwte nyatakan bahwa dalam
hal keributan kali ini, fihakmu yang salah. Kesalahan ini
ditimbulkan oleh Bu It Hosiang yang secara pengecut tidak
berani membalas dendam sendiri terhadap Hoa san pai
sebaliknya membawa bawa orang Kin sehingga ia kelihatan
seperti seorang yang telah bersekongkol dengan pemerintah
Kin. Oleh karenanya, kalau kau suka minta maaf kepada
fihak Hoa san pai serta suka menghukum muridmu Bu It
Hosiang, kiraku persoalan ini dapat dibikin beres sampai di
sini saja.”
“Enak saja kau bicara!” tiba tiba Bi Lan membentak
pemuda itu. “Kali ini kau salah besar, kawan! Guruku
Liang Bi Suthai telah tewas gara gara perbuatan Bu It
Hosiang yang pengecut ini, dan kami sengaja mencari Kian
Wi Taisu untuk menegurnya, akan tetapi kami bahkan
disambut dengan tongkatnya! Bagaimana kami orang orang
Hoa san pai mudah saja dihina oleh orang orang Go bi
pai?”
Adapun Kian Wi Taisu yang mendengar tentang sepak
terjang muridnya, menjadi pucat mukanya. Ia membentak
Bu It Hosiang, “Bangsat rendah! Coba katakan, betulkah
bahwa kau telah membawa orang orang Kin untuk
menyerbu Hoa san pai seperti yang diceritakan oleh anak
muda ini.”
Dengan suara gemetar Bu It Hosiang berkata, “Betul,
suhu dan teeeu mohon maaf sebanyaknya.”
Kian Wi Taisu tidak berkata apa apa, akan tetapi tiba
tiba kakinya menendang sehingga tubuh Bu It Hosiang yang
berlutut di depannya itu mencelat sampai jauh dan
menggelinding bergulingan. Kian Wi Taisu masih belum
puas. Sekali melompat ia telah berada di dekat muridnya ini
dan ia mengangkat tongkatnya, dipukulkan ke arah kepala
Bu It Hosiang!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi, tiba tiba tongkatnya itu berhenti gerakannya
karena tertahan oleh tangan dari belakangnya. Ia merasa
heran sekali akan kekuatan tangan yang menahan
tongkatnya itu dan ketika ia menengok ke belakang,
ternyata bahwa yang menahannya itu adalah pemuda baju
kembang tadi!
“Kian Wi Taisu, kiranya tak perlu menurutkan nafsu
amarah! Memang muridmu telah bersalah, akan tetapi
kesalahannya itu sebenarnya tidak besar. Sudah lajimnya
kalau diantara orang kang ouw balas membalas sakit hati
karena kekalahannya. Kesalahannya karena ia minta
bantuan orang orang Kin dan ini dilakukan di luar
kesadarannya, ia amat bodoh sehingga tidak tahu bahwa
orang orang Kin adalah penindas rakyat yang tidak boleh
didekati. Aku sendiri sudah banyak memberi ingat
kepadanya dan kalau kiranya siauwte tidak melihat bahwa
dia masih bisa diperbaiki, untuk apa siauwte jauh jauh
membawanya ke sini? Ampunkanlah dia, taisu, dan
habiskanlah permusuhanmu dengan Hoa san pai!”
“Eh, anak muda. Kau siapakah maka begitu berlaku
lancang dan bermulut besar memberi nasihat kepada
pinceng? Kau murid siapa dan datang dari partai mana?”
tanya Kian Wi Taisu yang merasa lebih heran dari pada
marah kepada pemuda aneh ini.
“Siapa adanya siauwte kiranya tak perlu dipersoalkan.
Siauwte orang biasa saja.”
“Dia murid Thian Te Siang mo, masih pernah suhengku
juga, suhengku yang murtad!” tiba tiba Bi Lan berkata
mengejek.
“Tak mungkin murid Thian Te Siang mo!” kata Kian Wi
Taisu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ciang Le tersenyum. “Sudah kukatakan tadi, siapa
adanya aku, tak ada harganya untuk dibicarakan. Sekarang
yang penting membicarakan tentang pertikaian antara dua
fihak.” Ia memandang tajam kepada Bi Lan.
“Sumoi… atau kalau kau lebih suka ku sebut nona…
Nona, harap kau bersabar dan tidak menurutkan nafsu hati
seperti ketua Go bi pai. Juga cuwi sekalian, harap sudi
mendengarkan kata kataku. Cuwi sekalian mengerti bahwa
pada waktu ini, rakyat kita di utara sedang dalam
penindasan pemerintah Kin dan sedang memberontak
memperjuangkan perbaikan nasib. Sudah menjadi tugas
kewajiban orang orang gagah di dunia untuk membela dan
membantu perjuangan mereka itu. Akan tetapi, apakah
yang dilakukan oleh orang orang gagah Hoa san pai dan Go
bi pai? Saling gigit dan saling cakar! Cuwi sekalian,
perjuangan rakyat menghadapi penjajahan dan penindas
termasuk dalam sejarah yang takkan lenyap selama dunia
berkembang! Sukakah cu wi sekalian kalau kelak tercatat
dalam sejarah bahwa Go bi pai dan Hoa san pai yang besar
itu di waktu rakyat berjuang tidak membantu bahkan
menimbulkan kekacauan dengan saling bertempur sendiri?”
“Kita bukan orang macam itu!” seru Bi Lan membantah
keras “Ketahuilah, he, orang sombong, bahwa kami juga
membantu perjuangau para patriot! Bahkan saudara
saudara seperguruanku masih berjuang bahu membahu
dengan rakyat pada saat ini dan kamipun menunda bantuan
kami hanya untuk menghajar adat kepada orang orang Go
bi pai!”
“Pinceng juga turun gunung bersama murid murid untuk
membantu perjuangan rakyat!” Kian Wi Taisu membantah
keras.
Ciang Le tersenyum. “Bagus sekali kalau begitu, akan
tetapi mengapa perjuangan suci dikotori oleh keributan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saling menyerang sendiri karena urusan tetek bengek?
Tanah air membutuhkan tenaga kita, mengapa tenaga kita
bahkan saling bertumbuk dan melemahkan kedudukan
sendiri? Bukankah ada peribahasa yang menyatakan bahwa
bersatu kita teguh dan bercerai kita runtuh? Oleh karena itu,
dari pada tenaga kita dipergunakan untuk saling gempur,
bukankah lebih baik dipersatukan untuk menggempur
musuh?”
Terpukul hati semua orang mendengar omongan ini.
Kian Wi Taisu mengangguk anggukkan kepalanya dan
memandang kagum.
“Kau benar sekali, anak muda.”
“Memang begitulah seharusnya,” kata pula Liang Gi
Cinjin, “kalau saja Kian Wi Taisu mau mengakui kesalahan
muridnya, kamipun tak ingin membikin panjang urusan
ini.”
“Bagus!” kata Ciang Le girang. “Memang, kesalahan
seorang anggauta Go bi pai saja tidak seharusnya
membakar seluruh partai yang akan membikin kedua partai
selamanya turun temurun bermusuhan.”
Kian Wi Taisu lalu berpaling kepada Bu It Hosiang.
“Manusia sesat! Mulai sekarang, kau kuturunkan
kedudukanmu menjadi penjaga pintu dan tukang
membersihkan halaman kelenteng, selama lima tahun! Dan
awas sekali lagi kau menyeleweng, aku takkan
mengampunkan nyawamu lagi.”
“Teecu menerima salah,” kata Bu It Hosiang.
“Nah, pulanglah ke Go bi san dan jagalah kelenteng di
sana, pinceng dan yang lain lain hendak membantu
perjuangan rakyat.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Kalau boleh, teecu mohon ikut untuk membantu dan
menebus dosa,” kata Bu It Hosiang.
“Tidak bisa, kau akan mengotori perjuangan,” kata Kian
Wi Taisu dengan kukuh dan keras. Dengan hati hancur dan
malu sekali, Bu It Hosiang lalu berlutut dan pergi dari situ
tanpa menoleh lagi, menuju ke Go bi san.
Kemudian Kian Wi Taisu lalu memandangi kepada
Ciang Le dengan tajam.
“Anak muda, sebelum kita berpisah, ingin pinceng
mengetahui namamu untuk diingat ingat, karena jarang
sekali bertemu dengan seorang muda seperti kau.”
“Siauwte bernama Go Ciang Le...” kata pemuda itu
sambil menjura dengan hormat.
“Terima kasih, selamat berpisah, cuwi sekalian,” kata
pendeta tua itu sambil menyeret tongkatnya dan pergi dari
situ, diikuti oleh semua muridnya.
Adapun Tan Seng yang semenjak tadi berdiri seperti
patung dan penuh dugaan dalam hatinya melihat bahwa
pakaian berkembang yang dipakai oleh Ciang Le adalah
pakaian dari mantunya, yakni Go Sik An, ketika
mendengar pemuda itu mengakui namanya kepada Kian
Wi Taisu, seketika menjadi pucat dan tubuhnya menggigil.
Akan tetapi ia masih dapat mempertahankan diri. Setelah
rombongan Go bi pai pergi, barulah ia berlari maju
menghampiri Ciang Le.
“Kau … Ciang Le…??” Kakek ini memandang dan
kedua tangannya dibentangkan, mukanya yang keriputan
ini basah oleh air matanya yang mengalir turun.
Tentu saja Ciang Le yang tidak mengenalnya,
memandang bingung, pemuda ini dahulu hanya diberitahu
oleh Thian Te Siang mo bahwa dia adalah putera dari Go
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sik An yang tewas bersama isterinya oleh Bangsa Kin.
Thian Te Siang mo sama sekali tidak pernah menceritakan
tentang Tan Seng atau orang orang lain. Maka tentu saja ia
tidak kenal kepada kakek ini dan melihat sikap kakek ini,
Ciang Le menjadi bingung sekali.
“Ada apakah lo enghiong ....” tanyanya, karena
sepanjang pengetahuannya, Tan Seng hanyalah seorang
diantara tokoh tokoh Hoa san pai.
“Ciang Le… cucuku...” Hanya demikian saja Tan Seng
dapat berkata dan ia segera merangkul pemuda itu. Ciang
Le mendengar semua ini menjadi makin terheran dan ia
memandang ke arah tokoh tokoh Hoa san pai yang lainnya,
yaitu Liang Gi Cinjin dan Liang Tek Sianseng, yang hanya
berdiri sambil menundukkan muka, nampaknya terharu
sekali. Ketika Ciang Le melirik ke arah Bi Lan, bukan main
kagetnya karena gadis itu memandangnya dan matanya
bercucuran air mata!
Ketika Ciang Le menatap wajah gadis itu dengan alis
terangkat, penuh pertanyaan, Liang Bi Lan berkata diantara
isaknya, “Dia adalah kong kongmu, ayah dari mendiang
ibumu...”
Bukan main girang dan terharunya hati Ciang Le
sungguhpun ia masih bingung karena kenyataan yang tiba
tiba ini. Ia lalu melepaskan pelukan Tan Seng dan
menjatuhkan diri berlutut.
“Kong kong...” katanya perlahan.
Tan Seng dapat menguasai hatinya dan ia mengangkat
bangun pemuda itu dan memandanginya ke seluruh
tubuhnya dengan hati besar dan girang sekali.
“Ciang Le, kau tentu bingung menghadapi semua ini
kalau tidak melihat baju ayah mu yang kaupakai ini......
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
baju kematiannya ........ akupun mungkin tidak percaya
bahwa cucuku telah menjadi seorang pemuda yang gagah
seperti engkau ini .....” kata Tan Seng dan kakek ini lalu
menceritakan betapa dahulu ketika ibu Ciang Le bersama
dia dan ayah Bi Lan berusaha memampas jenasah Go Sik
An yang digantung. Ciang Le yang masih orok itu
ditinggalkan dan kemudian lenyap diculik oleh Thian te
Siang mo!
Terharu sekali hati Ciang Le mendengar ini, terutama
sekali mendengar betapa ayah Bi Lan juga tewas karena
berkorban membela ayah bundanya. Ia mengerling ke arah
Bi Lan yang masih merah matanya karena terharu, dan
menangis itu, lalu berkata perlahan, “Adik Bi Lan,
mendiang ayahmu besar sekali jasanya dan aku patut
menghaturkan terima kasihku kepadamu.” Pemuda ini lalu
berlutut di depan Bi Lan! Tentu saja gadis itu menjadi
gugup sekali dan cepat cepat ia lalu menyingkir, tidak mau
menerima penghormatan sebesar itu.
“Tidak, tidak! Ciang Le jangan kau menghaturkan
terima kasih kepadaku. Kalau tidak ada… kong kong, eh…
kong kong mu ini… yang merawatku semenjak kecil, entah
apa jadinya dengan diriku...”
Tan Seng berkata, “Bangunlah, Ciang Le, tidak perlu
banyak sungkan terhadap orang sendiri. Bi Lan telah kuaku
menjadi cucuku sendiri dan. … memang ia patut menjadi
cucuku yang baik!”
Pada saat itu, Liang Gi Cinjin mendapat pikiran baik
sekali. Ia melangkah maju mendekati Tan Seng dan berbisik
sebentar di telinga sutenya ini. Tan Seng mendengarkan dan
seketika mukanya berseri dan mulutnya tersenyum biarpun
pipinya masih basah oleh air mata tangisnya tadi!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Bagus, terima kasih, suheng, memang pikiran itu sudah
ada dalam pikiranku semenjak aku mendapat harapan
bahwa Ciang Le masih hidup!” Ia lalu menengok kepada
Ciang Le dan Bi Lan yang memandang kepada orang orang
tua itu dengan penuh dugaan.
“Ciang Le, dan kau Bi Lan. Pertemuan ini sudah
dikehendaki oleh Thian dan inilah saatnya pula aku orang
tua menyampaikan hasrat hatiku yang disokong pula oleh
suhengku. Kalian berdua adalah anak anak yatim piatu dan
orang tuamu hanyalah aku seorang. Oleh karena itu,
sekarang juga kunyatakan bahwa kalian akan menjadi
suami isteri, atau tegasnya aku menjodohkan kalian satu
kepada yang lain!”
Liang Gi Cinjin dan Liang Tek Sianseng tersenyum
mendengar omongan ini, akan tetapi akibatnya membuat
dua orang muda itu menjadi merah mukanya sampai ke
telinga.
Akan tetapi, sungguh mengherankan semua orang ketika
tiba tiba Bi Lan menangis dan di dalam tangisnya itu ia
berkata, “Tidak ...! Tidak…! Tak mungkin....!”
Setelah berkata demikian, gadis ini lalu meloncat pergi
dan berlari cepat sekali meninggalkan tempat itu. Sebentar
saja ia telah menghilang ke arah timur.
Sebelum tiga orang tokoh Hoa san pai itu dapat berkata
kata, Ciang Le mendahului mereka.
“Kong kong, bagaimana aku bisa bicara tentang
perjodohan dalam masa seperti ini? Kematian ayah bunda
belum terbalas, tentara penjajah belum terusir, perjuangan
bangsa belum selesai, bagaimana bicara tentang jodoh? Aku
tidak mau menikah sebelum selesai tugas itu? Maaf dan
selamat tinggal!” Pemuda inipun meloncat dan sekejap saja
lenyap pula menyusul Bi Lan!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tan Seng dan dua orang suhengnya menarik napas
panjang. Terdengar Liang Gi Tojin berkata, “Begitulah
orang orang muda. Penuh semangat dan berdarah panas!
Tidak apa, sute. Jangan gelisah, urusan ini dapat
dilanjutkan kelak. Lebih baik kita sekarang menyusul murid
murid kita, karena Bi Lan tentu juga menyusul Hok Seng
dan Bu Tek untuk membantu mereka. Adapun tentang
pemuda cucumu itu. Tan sute, tak usah dikawatirkan.
Kulihat ilmu kepandaiannya bahkan lebih tinggi dari Bi
Lan. Tentu kelak kita akan dapat bertemu dengan dia
kembali !”
Tan Seng menghela napas dan ia tak dapat berbuat
sesuatu kecuali menurut kehendak suhengnya.
Demikianlah, tiga orang tokoh Hoa san pai inipun lalu
turun dari tempat itu, pergi ke medan perjuangan
membantu para patriot yang sedang berjuang mengusir
penjajah Kin yang memeras rakyat jelata.
Bi Lan berlari cepat sekali, bagaikan seekor rusa betina
muda yang berlari lari lincah melawan tiupan angin.
Tubuhnya meluncur cepat sehingga seandainya ada orang
dusun atau petani melihatnya, tentu orang ini hanya
melihat berkelebatnya bayangan saja. Ia mempergunakan
ilmu lari cepat Liok te Hui teng (Terbang di Atas Bumi)
yang ia pelajari dari Thian Te Siang mo. Guru gurunya
sendiri, tokoh tokoh Hoa san pai, agaknya takkan dapat
mengimbangi kecepatan larinya ini.
Setelah berlari setengah hari lamanya tanpa mengurangi
kecepatan dan merasa bahwa kini ia telah berada jauh sekali
dari guru gurunya dan dari pemuda baju kembang itu, Bi
Lan lalu duduk di atas rumput, di tempat yang teduh di
pinggir hutan, untuk beristirahat. Lelah juga rasanya setelah
berlari larian setengah hari lamanya itu dan bukan main
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
segar dan enaknya ditiup angin hutan yang sejuk. Bi Lan
mengeluarkan saputangannya dan menghapus butir butiran
peluh yang membasahi jidat dan lehernya. Pipinya kemerah
merahan dan matanya berseri, tidak hanya karena habis
berlari cepat, akan tetapi terutama sekali karena teringat
akan kata kata Tan Seng tentang perjodohan itu. Tiap kali
ia teringat akan ucapan kakek angkatnya, pipinya menjadi
merah lagi dan hatinya berdebar tidak karuan. Ia tidak tahu
bagaimana perasaan hatinya pada waktu itu, ada girang,
ada marah, malu, penasaran, juga bingung dan gugup, amat
gugup sehingga kalau teringat, berkali kali ia menghapus
jidatnya yang sudah kering tak berpeluh itu dengan
saputangannya.
Ia akui bahwa Ciang Le amat tampan dan gagah, lebih
tampan dan gagah dari pada suhengnya Lie Bu Tek dan
Gan Hok Seng, dan sikapnya lemah lembut, halus dan
sopan pula. Ia tahu bahwa kepadaian Ciang Le dalam ilmu
silat cukup tinggi, barang kali tidak kalah olehnya sendiri,
walaupun tidak setinggi kepandaian orang yang telah
menolongnya dan menolong guru gurunya keluar dari
tahanan ! Tentu saja gadis ini juga para tokoh Hoa san pai,
tidak pernah mengira bahwa orang yang berkepandaian
tinggi dan yang menolong mereka itu bukan lain adalah
Ciang Le sendiri, karena pemuda itu memang tidak
membicarakan hal itu.
Akan tetapi, sungguhpun Ciang Le cukup tampan,
gagah, dan pandai, bagaimana ia bisa menjadi isterinya? Ia
telah berjanji kepada guru gurunya, Thian Te Siang mo,
untuk memberi “hajaran” kepada Go Ciang Le, murid
Thian Te Siang mo yang dianggap murtad dan khianat itu!
Bagaimanakah pertanggungan jawabnya terhadap dua
orang gurunya itu kalau kelak mereka ketahui bahwa ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bukan ia bukan memberi “hajaran”, bahkan menjadi isteri
dari Ciang Le?
Pikiran ini membuatnya pening dan siliran angin yang
sejuk membuat ia mengantuk sekali dan sebentar kemudian,
tanpa terasa lagi Liang Bi Lan telah tertidur pulas di atas
rumput itu, bersandarkan batang pohon!
Bi Lan memang cantik sekali, apalagi bersandar pada
pohon dalam keadaan tertidur, di tempat yang sunyi dan
indah. Ia benar benar seperti seorang bidadari yang
tertinggal oleh kawan kawannya yang telah terbang kembali
ke sorga setelah turun dan bermain main di hutan.
Wajahnya yang manis dan berkulit putih itu nampak nyata
dengan kulit batang pohon yang hitam kecoklatan di
belakangnya. Tubuhnys yang ramping dan penuh sempurna
bentuknya nampak indah sekali bersandar pada batang
pohon yang lembam dan kasar. Rambutnya yang digelung
ke atas, agak terlepas dan segumpal rambut tertiup angin
melambai lambai menyapu jidat dan pipinya. Entah berapa
lama ia tertidur, Bi Lan tak dapat ingat lagi. Ia sadar ketika
mendengar suara orang dan ketika ia membuka matanya, ia
melihat seorang laki laki tinggi besar seperti raksasa yang
berwajah menakutkan, tengah berdiri bertolak pinggang
menghadapi Ciang Le yang sikapnya tenang seperti biasa!
Saking heran dan terkejutnya, Bi Lan hanya bisa duduk dan
memandang kepada mereka.
“Ha, ha, ha, orang muda yang masih hijau! Kau lebih
baik menyingkir pergi, jangan kau menanti sampai aku Tiat
pi him (Biruang Lengan Besi) menjadi marah!” kata laki
laki tinggi besar itu sambil matanya melirik lirik penuh
gairah kepada Bi Lan.
“Kaulah yang harus pergi dari sini, orang tak tahu
aturan,” kata Ciang Le dengan suara tenang. “Tak pantas
sekali seorang laki laki berdiri melihat seorang gadis yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tak dikenalnya sedang tidur seorang diri. Sungguh kau tak
tahu malu!”
Orang itu tertawa dan suaranya menyeramkan sekali,
seperti gerengan seekor biruang tulen.
“Pemuda gila! Kau tidak tahu dengan siapa kau
berhadapan! Kalau hatiku tak sedang gembira menemukan
bunga indah di hutan sunyi ini, tentu kau takkan bisa
berpanjang cerita lagi, sudah tadi tadi kau kupecahkan
kepalamu!” Kemudian sikapnya berobah dan wajahnya
beringas ketika ia memandang kepada Ciang Le dengan
penuh kecurigaan “Eh, bangsat, apakah kau juga tertarik
kepada bunga itu? Awas, dia punyaku, kau lekas pergi!”
“Manusia kasar! Jangan persamakan aku dengan
manusia berhati binatang seperti engkau! Kau
mengandalkan namamu sebagai Biruang Berlengan Besi,
hendak kurasakan sampai di mana kerasnya tanganmu!”
Orang itu tertawa lagi dan karena ia sedang bertolak
pinggang, maka kepalanya doyong ke belakang dan
wajahnya menengadah ketika ia tertawa bergelak itu.
“Lucu, lucu! Seekor kelinci menantang biruang! Ha, ha,
ha! Kau menantang berkelahi. Sekali pukul saja, remuk
dadamu, bocah!”
“Benarkah? Coba kita saling pukul satu kali saja dan
hendak kulihat siapa yang akan patah patah tulangnya,”
jawab Ciang Le.
0ooodwooo0
Jilid XIII
MELIHAT sikap Ciang Le orang itu makin geli. “Boleh,
boleh! Siapa akan memukul lebih dulu?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Sesukamulah. kalau kau kehendaki, kau boleh
memukul dadaku satu kali lebih dulu,” jawab Ciang Le.
Orang itu tersenyum senyum, mengeluarkan suara haha
hehe dengan muka geli sekali merasa menghadapi seorang
pemuda yang sudah miring otaknya.
“Tidak bisa, kalau kau kupukul dulu lalu mampus,
bagaimana aku dapat merasakan empuknya tanganmu yang
berkulit halus itu? Kau boleh pukul dulu, tidak satu kali,
akan tetapi sepuluh kali, kemudian aku ikan membalas
sekali saja untuk memecahkan dadamu!” Sambil berkata
demikian, Tiat pi him berdiri dengan kedua kaki dipentang
lebar, kedua tangan bertolak pinggang dan dadanya
melembung karena diisi hawa untuk siap menerima
pukulan Ciang Le.
Melihat sikap orang itu, diam diam Bi Lan merasa geli
sekali. Tadinya ia telah marah sekali dan ingin meloncat
dan menghajar orang kurang ajar itu, akan tetapi melihat
sikap Ciang Le, ia tahu bahwa pemuda itu hendak
mempermainkan raksasa ini, maka tanpa terasa, gadis ini
menggunakan tangan kiri untuk menutupi mulutnya agar ia
tidak tertawa geli.
Adapun Ciang Le lalu memasang kuda kuda dan kedua
tangannya dengan jari tangan terbuka lalu menebak ke arah
dada yang melembung itu. perlahan sekali.
“Terimalah pukulanku!” katanya. Kedua tangannya
jatuh di dada itu perlahan dan tidak mengeluarkan suara,
seakan akan menepuk biasa saja dan orang tinggi besar itu
tidak merasa sesuatu, maka ia tertawa bergolak!
“Hayo pukul lagi, sembilan kali lagipun boleh!” katanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Cukup, satu kali saja sudah cukup. Dadamu terlalu
keras hingga tanganku terasa sakit!” kata Ciang Le sambil
meringis seperti orang merasa sakit.
Tiat pi him benar benar seorang tolol yang tidak tahu
diri. Ia tertawa bergelak sampai keluar air matanya, lalu
berkata, “Bocah gila, aku kasihan kepadamu. Melihat nona
manis itu, biar aku beri ampun kepadamu. Ini bukan
waktunya bagiku untuk membunuh orang, hatiku sedang
gembira mendapat kawan cantik jelita,” katanya sambil
melirik ke arah Bi Lan, seakan akan hendak memamerkan
bahwa dia adalah seorang yang baik hati.
“Tidak bisa begitu, kau harus membalas memukulku.
Kalau tidak, aku belum mau mengaku kalah dan tidak akan
membiarkan kau berlaku kurang ajar terhadap nona itu.”
jawab Ciang Le.
Marahlah Tiat pi him. “Kau minta mampus? Nah,
terimalah pukulan ini!” Setelah berkata demikian, raksasa
ini lalu mengayun kepalan tangan kanannya ke arah dada
Ciang Le sekuat tenaga.
“Buk!” Aneh sekali akibatnya! Bukan tubuh Ciang Le
yang terlempar atau pecah dadanya, melainkan orang tinggi
besar itu yang menjerit kesakitan sambil memegangi dada
nya.
“Aduh… aduh…. mati aku..... aduhh....!” jeritnya sambil
berdiri dan jongkok, bagaikan dikeroyok semut berbisa. Ia
merasa dadanya sakit sekali, terutama di mana tadi kedua
tangan pemuda itu menepuknya dan ketika ia meraba,
ternyata tulang tulang iganya terasa sakit luar biasa! Mana
orang kasar itu tahu bahwa tadi Ciang Le telah
menggunakan ilmu pukulan yang disebut coh kut ciang,
(pukulan melepaskan tulang) yang dilakukan dengan tenaga
lweekang secara luar biasa disertai pengetahuan luas sekali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tentang duduknya tulang dan urat tubuh lawan. Maka,
tanpa terasa, oleh Tiat pi him, tepukan kedua tangannya
pada dada lawan tadi telah membuat tulang tulang iga Tiat
pi him terlepas sambungannya. Hal ini tidak terasa dan
mungkin akan dapat pulih kembali kalau orang kasar ini
lalu beristirahat dan tidak mempergunakan tenaga kasar.
Akan tetapi ketika ia memukul dada Ciang Le yang tidak
terasa oleh pemuda sakti ini, ia menggunakan tenaga
gwakang sekuatnya dan karenanya, tulang tulang iganya
banyak yang copot sambungannya!
Tiat pi him si raksasa kasar itu hendak melarikan diri,
akan tetapi Ciang Le berkata,..
“Kalau kau pergi membawa luka lukamu itu, kau akan
mampus dalam waktu sehari semalam!”
Mendengar ini, Tiat pi him menjadi pucat dan rasa sakit
itu makin menghebat. Pada saat itu, ia membelalakkan
kedua matanya karena terkejut melihat betapa gadis cantik
manis, yang tadi duduk tertidur, kini sekali tubuhnya
bergerak, gadis itu telah melompat tinggi di atas kepalanya
dan sebelum hilang kagetnya, kaki Bi Lan telah menendang
kepalannya!
Tiat pi him merasa seakan akan kepalanya disambar
petir. Tubuhnya terputar putar dan ia roboh dengan napas
empas empis, akan tetapi ia masih dapat melihat tegas
betapa gadis itu kini berdiri sambil bertolak pinggang di
depannya, ia diam diam mengeluh. Celaka hari ini ia benar
benar sial. Tidak saja bertemu dengan pemuda aneh ini,
bahkan gadis yang hendak diganggunya itupun memiliki
kepandaian yang demikian hebatnya! Ia tidak punya
harapan untuk lolos lagi.
“Anjing macam kau harus dibunuh!” terdengar suara
gadis itu memakinya dan sekali lagi Bi Lan menggerakkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kakinya. Akan tetapi pemuda itu berkata, “Jangan bunuh
dia! Dosanya belum begitu besar untuk dibunuh, bahkan
seharusnya kau menyembuhkan luka di tulang iganya!”
Mendengar ini, Bi Lan tidak perduli dan tetap
menendang sampai tujuh kali ke arah dada kanan kiri
raksasa itu. Ciang Le tersenyum senang, ia maklum, bahwa
yang dilakukan oleh gadis itu bukanlah tendangan biasa
saja melainkan tendangan berdasarkan ilmu Ciang siang ci
twi hwat (Ilmu Tendangan Untuk Mengobati Luka Bekas
Pukulan Tangan) yang lihai dan yang hanya dimiliki oleh
Thian Lo mo!
Biarpun kini di luar pengetahuannya, tulang tulang
iganya telah kembali di tempatnya dan nyawanya tertolong,
namun rasa sakit makin menghebat sehingga Tiat pi him
berkuik kuik seperti anjing disiram air panas.
“Aduh… ampunkan hamba, taihiap dan lihiap… hamba
Kwan Sam berjanji tak berani berlaku kurang ajar lagi....”
ratapnya.
“Pergilah, dan biarlah pelajaran ini menginsyafkan kau.
Perbuatan jahat di manapun juga pasti akan membawamu
ke bencana. Nyawamu tertolong oleh tendangan tadi.”
Girang hati Tiat pi him Kwan Sam mendengar ini, maka
ia lalu berdiri sambil meringis ringis dan berjalan terhuyung
huyung pergi dari tempat itu.
Ciang Le membalikkan tubuh memandang kepada Bi
Lan. Gadis itupun tengah memandangnya dan dua pasang
mata bertemu sebentar.
“Sumoi…”
“Aku bukan sumoimu, karena kau tidak diakui lagi oleh
suhu!” potong gadis itu dengan ketus.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ciang Le menarik napas panjang dan mengganti
panggilannya, “Adik Bi Lan....”
“Sejak kapan aku menjadi adikmu? Kong kongmu
bukanlah kong kongku, aku hanya cucu angkat saja,
seorang sebatangkara….”
Ciang Le menjadi bingung.
“Kalau begitu, kau memang bukan sumoi atau adikku,
kau adalah... calon jodoh ku…. betul tidak, Lan moi….?”
“Cih! Siapa bilang? Sudahlah jangan banyak cakap, kau
menyusulku ada keperluan apakah?”
Ciang Le makin gugup melihat sikap ketus dan galak ini,
akan tetapi dalam pandangannya, gadis ini makin manis
kalau sedang marah marah.
“Lan moi aku bukan menyusulmu, hanya kebetulan saja
kita bertemu di sini, kebetulan sekali karena..karena aku
memang ingin menyampaikan sedikit perasaan hatiku
kepadamu. Orang tuamu telah melepas budi,
mengorbankan nyawa untuk membela orang tua ku, hal ini
saja sudah membuat aku berterima kasih kepada ayahmu
dan kepadamu, dan aku berjanji untuk membalas kebaikan
ini sedapat mungkin. Oleh karena itu, terus terang saja,
aku.. aku merasa bahagia sekali ketika tadi kong kong
menyatakan perjodohan kita.. “
“Cukup! Jangan bicara tentang jodoh, siapa sudi menjadi
jodohmu?”
Pucat wajah Ciang Le mendengar kata kata ini. Ia
memandang tajam untuk menyelidiki perasaan hati gadis
itu, rupa rupa dugaan timbul dalam otaknya. Apakah gadis
ini telah mempunyai seorang pilihan? Akan tetapi Bi Lan
tidak mau bertemu pandang secara langsung dengan dia,
bahkan pipinya menjadi kemerahan dan bibirnya gemetar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Lan moi, mengapa kau agaknya.... membenci sangat
kepadaku? Apa salahku? Melihat betapa kau masih dapat
mengampunkan penjahat tadi dan menolong nyawanya
setelah ia bersikap kurang ajar kepadamu, nyata bahwa kau
baik budi dan murah hati. Akan tetapi kepadaku….
agaknya kau lebih membenci aku dari penjahat tadi.
Kenapakah? Apakah urusan perjodohan ini menyakiti
hatimu? Kalau demikian, terus terang sajalah Lan moi, aku
dapat minta kong kong membatalkan niatnya itu.”
Suara Ciang Le yang tenang, penuh kehalusan budi dan
mengharukan itu, membuat Bi Lan terharu juga. Sukar
baginya untuk mengeluarkan kata kata, karena ia sendiri
sebetulnya bukan benci kepada pemuda ini, juga tidak sakit
hatinya mendengar tentang perjodohan itu. Akan tetapi….
“Kau telah mengkhianati suhu, telah meninggalkan
mereka dan menjadi murid murtad.” Ketika Ciang Le
hendak membantah, Bi Lan tahu bahwa pemuda itu seperti
dulu tentu akan memperingatkan kepadanya bahwa dia
sendiri sebagai murid Hoa san pai juga telah berguru
kepada orang lain, maka ia cepat cepat menyambung kata
katanya. “Betapapun juga kedua guruku Thian Te Siang mo
yang mengangapnya begitu. Dan aku sebagai murid mereka
telah dipesan kalau bertemu denganmu harus
memusuhimu, kalau dapat memberi hajaran kepadamu.
Kedua suhu amat sakit hati kepadamu Nah, kalau sudah
begini soalnya, bagai mana aku bisa..... bisa menjadi….
jodohmu?”
Berserilah wajah Ciang Le mendengar ini. Ah, pikirnya
dalam hati, tak tahunya gadis ini tidak membenciku,
agaknya iapun suka kepadaku, hanya saja, ia mengerti
bahwa tentu Bi Lan takut akan kemarahan Thian Te Siang
mo kalau sampai menjadi jodohnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Terima kasih atas keteranganmu ini, Lan moi. Baiklah,
aku akan mencari kedua suhu itu dan akan minta ampun.
Aku semenjak masih orok mereka pelihara dan urus, aku
tahu betul bahwa di dalam dada mereka tersembunyi hati
yang amat baik, sungguhpun mereka menjalani cara hidup
liar. Aku percaya dan sudah kenal kepada mereka, pasti
mereka suka memberi ampun kepadaku. Setelah kedua
orang tua itu mau memberi ampun kepadaku kau.... kau
tentu takkan keberatan lagi, bukan?”
“Keberatan untuk apa? Apa maksudmu?” tanya Bi Lan
dan bibirnya tersenynm mengejek, penuh godaan.
Ciang Le menjadi merah mukanya dan untuk sesaat ia
bingung tak tahu harus menjawab bagaimana.
“Untuk… untuk …. melanjutkan perjodohan ini
tentunya.” Akhirnya dapat juga ia bicara.
Bi Lan mengerling dengan gaya menarik sekali lalu
melempar pandang ke samping dan mukanya menjadi
makin merah.
“Soal itu ..... bagaimana nanti sajalah. Pertama kau
belum mendapat ampun dari ke dua suhu dan ke dua ..
aku masih belum tahu di mana tingginya ilmu
kepandaianmu. Menurut suhu Thian Te Siang mo, setelah
aku mempelajari ilmu silat yane mereka ciptakan baru baru
ini, kepandaianku lebih tinggi dari pada kepandaianmu.
Maka syarat ke dua.....” wajahnya makin merah lagi ketika
mengucapkan kata kata syarat ini, “kau harus dapat
mengalahkan pedangku!”
“Lan moi….!”
“Cukup! Bukan untukmu saja syarat itu? melainkan aku
sudah mengambil keputusan takkan sudi menjadi jodoh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorang yang ilmu silatnya tak dapat mengalahkan
kepandaianku.”
“Lan moi........ kau benar benar keras hati, Lan moi.”
“Dan pula.... jangan kau memanggil aku Lan moi seperti
itu!”
“Habis bagaimana? Kau boleh dibilang masih sumoiku
sendiri, juga mendiang ayahmu adalah suheng mendiang
ibuku dan kau diangkat cucu oleh kong kongku pula.
Akhirnya…. kau dicalonkan menjadi jodohku! Syaratnya
sudah terlalu penuh untuk membolehkan aku menyebutmu
Lan moi! Apa sih jeleknya sebutan ini?”
“Bukan sebutannya, bukan panggilannya....”
“Habis, apanya?”
“Cara kau menyebutkan itu… suaramu itu…”
“Mengapa?”
“Terlalu… mesra!”
“Eh, eh! Bagaimana pula ini?”
'“Kalau terdengar orang lain kurang pantas, seakan akan
diantara kita ada apa apanya!”
Ciang Le tersenyum dan matanya bersinar sinar jenaka.
“Bukankah memang ada… apa apanya, Lan moi?” kini
suaranya ketika memanggil nama gadis itu mesra sekali!
“Cih...! Tak tahu malu!” kata Bi Lan dengan muka
merengut dan gadis ini lalu melompat pergi dan berlari
cepat dengan hati.... berdebar girang dan penuh
kebahagiaan yang ia sendiri tidak mengerti dari mana
datangnya Ciang Le tertawa bergelak dan tidak mengejar.
Ia tahu ke mana gadis itu hendak pergi ke mana lagi kalau
bukan ke daerah utara untuk membahu perjuangan saudara
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saudaranya? Iapun lalu berlari cepat menuju ke kota raja
Kerajaan Kin. Hatinya penuh dengan kebahagiaan dan
kerinduan dan ia berlari sambil melamun muluk muluk
tentang Bi Lan, gadis yang begitu bertemu telah menarik
seluruh jiwa dan hatinya itu.
-oodwoo-
Kini kembali kita melihat keadaan Thio Ling In, Lie Bu
Tek, dan Gan Hok Seng, murid murid Hoa san pai yang
tertawan oleh pasukan Kin. Sebagaimana telah dituturkan
di bagian depan, tiga orang murid Hoa san pai ini pada saat
menyerang Wan yen Kan di dalam hutan tiba tiba datang
serbuan dari tentara Kin yang membuat kawan kawannya
banyak yang tewas dan mereka sendiri tertawan.
Mereka dibawa ke kota Cin an dan sesampainya di sana,
mereka dimasukkan ke dalam kamar tahanan secara
terpisah. Enghiong Hwee koan, rumah perkumpulan orang
gagah yang didirikan oleh Sam Thai Koksu memang amat
luas dan mempunyai banyak sekali kamar kamar tahanan
yang kuat.
Ketika Ling In siuman dari pingsannya, wanita muda ini
teringat akan semua kejadian dan ia menangis sedih sekali.
Ia tidak menyesal dan sedikitpun tidak takut bahwa dia
telah tertawan oleh musuh. Kematian bukan apa apa bagi
orang orang gagah yang berjiwa pahlawan, bahkan tewas
dalam perjuangan berarti mati secara terhormat. Akan
tetapi kalau nyonya muda ini mengingat kembali betapa ia
telah menusuk dada suaminya yang tercinta, kalau
terbayang kembali dalam ingatannya betapa Wan Kan yang
amat dikasihinya itu menggeletak dengan dada berlumur
darah karena ia tusuk, hatinya menjadi perih sekali.
“Wan Kan... Wan Kan suamiku ... ampunkan aku....”
keluhnya berkali kali dan ia menggunakan kedua tangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk menutupi mukanya agar bayangan tubuh suaminya
yang menggeletak mandi darah itu lenyap dari depan
matanya. Namun, makin jelaslah barangan itu sehingga hati
nyonya muda ini makin perih dan sakit.
Ling In dikurung di dalam sebuah kamar yang gelap.
Penerangan yang masuk hanyalah cahaya matahari yang di
antara celah celah ruji besi dari pintu yang tebal dan kuat
itu. Kedua kakinya dibelenggu oleh rantai yang kuat dan
panjang, dimatikan oleh kunci baja yang besar. Tiada
harapan baginya untuk melepaskan diri. Biarpun kedua
tangannya bebas namun bagaimana ia dapat membuka
kunci itu tanpa anak kunci? Juga tidak mungkin
memutuskan rantai besi yang demikian tebalnya. Andaikata
ia dapat melepaskan diri dari belenggu kakinya, juga tak
mungkin ia dapat membuka pintu setebal itu. Keadaannya
sudah tidak ada harapan lagi.
Selagi Ling In merenung dan mengeluh mengabungi
kematian suaminya yang dibunuhnya sendiri, suaminya
yang amat dicintainya itu, tiba tiba terdengar bunyi pintu
bergerit dan perlahan lahan terbukalah pintu itu. Saat itu
telah menjelang malam dan cahaya matahari yang tadi
mencuri masuk telah terganti oleh cahaya lampu di luar
kamar tahanan. Ketika pintu tahanan terbuka
mengeluarkan suara bergerit, cahaya lampu ikut masuk
mengantar bayangan sesosok tubuh manusia.
Ling In cepat mengangkat muka dan kedua, tangannya
siap sedia. Ia tahu akan kejahatan orang orang Kin, tahu
akan kebuasan laki laki dan tahu pula akan nasib
mengerikan dari tawanan wanita. Namun ia bukan
sembarang wanita yang mudah dipermainkan sesukanya
oleh siapa pun juga. Lebih baik mati dari pada
dipermainkan oleh penawannya dan ia masih mempunyai
sepasang tangan yang lihai yang sekali pukul akan dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
meremukkan benak laki laki yang hendak mengganggunya,
ia mengira bahwa yang datang tentulah penjaga yang
bermaksud tidak baik terhadap dirinya. Maka ia berjaga
jaga penuh ketegangan.
Bayangan itu benar seorang laki laki yang cepat masuk
ke dalam dan menutupkan kembali, daun pintu cepat cepat.
Di dalam gelap, Ling In tidak dapat melihat muka laki laki
ini, akan tetapi potongan tubuhnya mengingatkan ia akan
seseorang dan ia bergidik kengerian. Kemudian, laki laki itu
melangkah maju sehingga mukanya tersorot oleh sinar
lampu dari luar. Ling In mendekap mulut sendiri agar tidak
mengeluarkan jerit saking ngerinya.
“Ling In, isteriku.......” bayangan itu berkata dengan
suara penuh kasih sayang, suara yang dikenalnya baik baik
di antara seribu macam suara orang lain. Kalau tadinya
masih ragu ragu, kini Ling In yakin bahwa yang berdiri di
hadapannya adalah suaminya, Wan Kan! Atau lebih tepat,
roh dari suaminya yang sudah mati dibunuhnya itu.
Sambil menahan isak tangisnya, Ling In menjatuhkan
diri berlutut di depan bayangan itu.
“Suamiku, aku tahu kau mati penasaran karena terbunuh
oleh isteri yang kaucinta sepenuh jiwamu. Aku mengaku
telah berdosa besar sekali, suamiku… akan tetapi itu adalah
dorongan tugas suci membela bangsaku....! Sekarang kau
datang… untuk membawaku kah? Jangan lama lama, Wan
Kan, bawalah aku serta. Aku ikut padamu, Wan Kan.....
aku ingin mati bersamamu. Mari kita bertiga meninggalkan
dunia yang kejam ini” kata nya di antara isak tangisnya.
“Bertiga! Apa maksudmu, Ling In?”
“Ya… bertiga bersama… anak kita yang berada dalam
kandunganku....”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bayangan itu terkejut sekali.
“Kau sudah mengandung….? ?” suaranya terdengar
penuh perasaan menggetar terharu.
“Dua bulan sudah aku mengandung…. tadinya hendak
kusembunyikan sebagai rahasia yang membahagiakan ......
tidak tahunya kau ...... kau berobah menjadi pangeran
Kin…. terpaksa kubunuh ....” Ling In tak dapat
melanjutkan kata katanya dan menangis tersedu sedu.
“Aduh, Ling In isteriku yang manis…!” Bayangan itu
meloncat maju, mengangkat tubuh Ling In dan
memeluknya erat erat, “Isteriku….” katanya berkali kali.
Ling In merasa tubuhnya dingin dan bulu tengkuknya
berdiri, kemudian ia menggigil. Bagaimana seorang roh
atau makhluk halus bisa memeluk begini mesra? Bagaimana
ia masih dapat merasakan getaran kedua lengan suaminya,
detak jantung di balik baju dan kehangatan jari jari tangan
yang membelai rambutnya? Tak mungkin sekali!
“Isteriku, aku… suamimu, Wan Kan ..... masih hidup.
Aku tahu bahwa kau mencintaku bahwa kau takkan dapat
membunuhku, aku tahu sejak kumelihat kau menyerangku
dengan pedangmu, Ling In.”
“Wan Kan… jadi kau belum... belum mati?”
Wan Kan mencium jidat isterinya penuh kasih sayang.
“Sedikit saja selisihnya, ibu anakku. Selisihnya Thian
menghendaki kita tetap hidup untuk mengasuh anak kita.
Mari, cepat, kubukakan belenggu kakimu.” Tanpa banyak
cakap lagi Wan yen Kan atau Wan Kan lalu menggunakan
anak kunci membuka belenggu kaki isterinya. Kemudian ia
lalu menarik tangan isterinya itu, dibawa keluar dan dengan
tergesa gesa mereka lalu menolong dan mengeluarkan Lie
Bu Tek dan Gan Hok Seng dari kamar tahanan mereka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan penuh keheranan namun kekaguman Lie Bu Tek
dan Gan Hok Seng melihat bekas musuhnya ini diam diam
mereka merasa terharu juga melihat kesetiaan dan
kecintaan Wan Kan kepada Ling In.
“Lekas kalian lari! Sudah kuatur bahwa penjagaan pintu
kota sebelah selatan dikosongkan pada saat ini. Cepat!”
kata Wan Kan.
“Kau harus pergi bersamaku!” kata Ling In.
“Sst, jangan ribut ribut, isteriku. Pergilah kau dengan
kawanmu, aku akan menyusul kemudian.”
“Tidak, mati hidup aku harus berada di sampingmu!”
Ling In berkukuh sambil membanting kakinya dan berdiri
di samping suaminya yang tercinta.
Wan yen Kan memeluk isterinya, penuh rasa bahagia
dan terima kasih.
“Isteriku, kali ini harap kau jangan ragu ragu dan
membandal. Larilah lebih dulu, bagiku mudah saja untuk
pergi dan menyelamatkan diri. Yang penting kau dan
saudara saudaramu ini yang harus pergi dulu. Cepat,
mereka datang .......!” Katanya sambil melepaskan pelukan.
“Suci, marilah kita pergi dulu. Suamimu tentu sudah
mengatur dan merencanakan semua dengan sempurna!”
kata Gan Hok Seng sambil meloncat ke arah selatan
bersama Lie Bu Tek.
Beberapa kali Ling In ragu ragu dan menoleh ke arah
suaminya, akan tetapi Bu dan Hok Seng menarik
tangannya.
“Wan Kan… suamiku....” bisiknya.
“Pergilah, Ling In. Tuhan bersamamu dan anak kita…”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sambil menahan isaknya, Ling In meloncat pergi
bersama kedua saudara seperguruannya. Belum lama
mereka pergi, terdengar suara ribut ribut di belakang
mereka, dari arah tempat mereka ditahan tadi. Hati Ling In
tidak karuan rasanya, mengkhawatirkan keadaan suaminya,
akan tetapi Bu Tek dan Hok Seng menghiburnya,
mengatakan bahwa sebagai pangeran Kin, Wan Kan pasti
akan selamat dan tidak ada orang yang berani
mengganggunya. Benar seperti yang dinyatakan oleh Wan
Kan, pintu kota bagian selatan ini hanya terjaga oleh dua
orang saja. Dua orang penjaga ini tentu saja mencoba untuk
menghalangi mereka keluar, namun apa artinya dua orang
penjaga yang kasar bagi murid murid Hoa san pai? Sekali
terjang saja Bu Tek dan Hok Seng dapat merobohkan
mereka dan berlarilah tiga orang murid Hoa san pai ini
cepat cepat memasuki hutan.
Adapun Wan yen Kan setelah berhasil melepaskan isteri
dan saudara saudara seperguruan isterinya, cepat kembali
ke kamar istirahatnya sendiri. Pangeran ini seperti diketahui
telah menderita luka tusukan pedang isterinya akan tetapi
karena tubuhnya kuat dan luka itu hanya luka di daging
saja, maka setelah tertolong dan dibawa ke kota Cin an dan
mendapat perawatan teliti sekali segera sembuh kembali. Ia
amat cinta kepada Ling In, maka sebelum ia berhasil
menolong isterinya, ia gelisah bukan main dan sikap
isterinya yang memusuhinya jauh lebih menyakitkan hati
dari pada pedang yang menyakiti tubuhnya. Akan tetapi
sekarang ia merasa bahagia sekali. Ternyata isterinya amat
mencintanya pula, bahkan isterinya telah mengandung!
Akan tetapi ia tidak tahu bahwa malapetaka tergantung
di atas kepalanya. Perbuatannya menolong para tawanan
tadi terlihat oleh seorang penjaga! Tentu saja penjaga ini
merasa heran sekali melihat betapa Pangeran Wan yen Kan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menolong dan membebaskan para tawanan pada hal ia
mendengar betapa pangeran itu hampir terbunuh oleh para
tawanan itu! Akan tetapi sebagai seorang penjaga biasa,
mana berani ia menegur atau menghalang apa yang
dilakukan oleh seorang pangeran yang berkuasa? Dengan
cepat penjaga ini lalu berlari lari ke tempat di mana Sam
Thai Koksu tinggal dan menggedor pintu pemimpin
pemimpin ini. Dengan tersengal sengal ia menceritakan apa
yang dilihatnya.
Sam Thai Koksu marah sekali. Orang orang besar ini
sudah mendengar peristiwa di kota raja, yakni tentang
percekcokan antara sri baginda raja dan Pangeran Wan yen
Kan sehingga pangeran itu diusir oleh baginda. Namun
tentu saja berita ini ditutup rapat rapat dan tidak tersiar di
kalangan pegawai rendah dan rakyat. Hal ini untuk
menjaga nama baik kaisar. Amat memalukan kalau
terdengar orang bahwa pangeran Kin tergila gila dan
hendak memperisteri seorang perempuan Han!
Kini mendengar betapa Wan yen Kan melepaskan para
tawanan, mereka menjadi marah, tak pernah disangkanya
bahwa perempuan Han yang ditawan itu adalah isteri Wan
yen Kan dan kini mereka hanya mengira bahwa Wan yen
Kan benar benar berkhianat terhadap pemerintah Kin.
Bersama dengan Giok Seng Cu yang kebetulan berada di
situ, Sam Thai Koksu menyerbu kamar Wan yen Kan.
Dengan sekali tendang saja, robohlah pintu kamar Wan
yen Kan oleh Tiat Liong Hoat ong, orang ke tiga dari Sam
Thai Koksu. Memang di antara mereka. Tiat liong Hoat
ong yang paling marah dan sakit hati atas perbuatan
pangeran ini. Seandainya yang dilepaskan oleh Wan yen
Kan bukan Ling In, agaknya ia masih takkan semarah itu.
Dalam hal ini ada rahasia yang hanya diketahui oleh Tiat
Liong Hoat ong, yakni bahwa diam diam ia amat tertarik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
oleh Ling In yang cantik jelita dan diam diam ia
mengandung maksud untuk mengganggu wanita muda
cantik ini!
Wan yen Kan terkejut sekali memandang pintu
kamarnya jebol. Cepat ia melompat dan mempersiapkan
senjata rantainya. Ketika dilihatnya Sam Thai Koksu dan
Giok Seng Cu murid Pak Hong Siansu yang muncul dengan
maka marah, ia dapat menduga bahwa tentu perbuatannya
telah ketahuan orang. Ia tetap berlaku tenang dan
melompat turun dari pembaringannya.
“Sam Thai Koksu dan Giok Seng Cu To tiang malam
malam datang menggedor pintu ada apakah?” tanyanya.
“Pengkhianat!” Tiat Liong Hoat ong memaki sambil
mencabut goloknya dan menudingkan golok itu kepada
Wan yen Kan. “Masih banyak tanya lagi? Kau telah
melepaskan para tawanan pemberontak, bukankah ini
berarti bahwa kau juga menjadi pemberontak dan
pengkhianat!”
“Tiat Liong Hoat ong, kau hanya seorang koksu berani
berkata demikian terhadap putera kaisar junjunganmu?”
Wan yen Kan balas membentak ketika melihat betapa Kim
Liong Hoat ong dan Gin Liong Hoat ong juga Giok Seng
Cu agaknya masih malu malu dan ragu ragu
memandangnya, karena mengingat berhadapan dengan
seorang pangeran. Pemuda ini hendak mempergunakan
kedudukannya untuk menggertak dan membela diri.
“Biarpun kau seorang pangeran, namun kau telah
berkhianat dan setiap orang pengkhianat harus dibunuh!
Kau telah berlaku khianat, melepaskan tawanan tawanan
pemberontak berbahaya, apakah itu belum cukup?”
“Semua perbuatanku kalian tak berhak mencampuri!
Kalau aku bersalah, biar ayah kaisar sendiri yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memutuskan hukumannya, tidak orang orang seperti
kalian. Keluar dari sini!”
Kim Liong Hoat ong, Gin Liong Hoat ong dan Giok
Seng Cu saling pandang dengan ragu ragu. Mereka masih
sangsi untuk turun tangan terhadap Pangeran Wan yen
Kan. Akan tetapi Tiat Liong Hoat ong berseru marah.
“Hukuman terhadap seorang pengkhianat tak perlu
menanti keputusan kaisar! Kami sendiri berhak
menghukummu!” Setelah berkata demikian, ia
menggerakkan goloknya hendak menyerang.
Wan yen Kan menangkis dan berseru, “Setidaknya
tunggu kalau suhu sudah pulang.”
Ucapan ini membikin empat orang tua itu makin ragu
ragu. Pangeran ini adalah murid dari Ba Mau Hoatsu yang
datang dari Tibet khusus untuk membantu mereka, dan
kalau sampai mereka turun tangan terhadap muridnya.
Apakah Ba Mau Hoatsu tidak akan marah? Juga Tiat Liong
Hoat ong merasa ragu ragu dan menahan goloknya.
Kesempatan ini dipergunakan oleh Wan yen Kan untuk
menerobos lewat dan keluar dari kamarnya yang sempit. Ia
pikir kalau harus bertempur, lebih tidak memilih ruangan
depan yang lega agar ia mendapat kesempatan melarikan
diri.
Akan tetapi empat orang itu cepat mengejarnya dan baru
saja Wan yen Kan tiba di ruangan depan ia telah dihadang
oleh empat orang ini “Kau hendak lari ke mana?” bentak
Tiat Liong Hoat ong.
“Siapa mau lari? Aku memilih tempat luas ini agar dapat
melayani kalian orang orang yang berlaku kurang ajar
terhadap seorang putera kaisar!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kim Li mg Hoat ong kini membuka mulutnya. “Siauw
ong ya, harap kau tidak salah faham. Sungguhpun Tiat
Liong Hoat ong bersikap kasar terhadap siauw ong ya,
namun tentu kau dapat memaklumi hal ini. Kau telah
membebaskan tiga orang tahanan pemberontak dan tentu
siauw ong ya mengerti bahwa mereka adalah murid murid
Hoa san pai yang berbahaya. Kalau bukan Siauw ong ya
yang melakukan hal ini, tentu kami sudah turun tangan dan
membunuhmu tanpa banyak cakap lagi. Akan tetapi dalam
hal ini kami harap siauw ong ya suka mengalah dan
menyerah. Kami akan menangkapmu dan selanjutnya akan
kami serahkan kepada suhumu dan juga kepada kaisar
sendiri.”
Mereka semua tidak tahu bahwa baru saja ada bayangan
yang luar biasa cepat gerakannya melayang di atas genteng
dan kini bayangan ini mendengarkan percakapan mereka
dengan penuh perhatian. Dan bayangan ini bukan lain
adalah Go Ciang Le yang tiba di Cin an lebih dulu karena
ia mempergunakan jalan lain dari Bi Lan dan ilmu lari
cepatnya juga jauh lebih menang. Kini ia mendengarkan
dengan heran dan penuh perhatian percekcokan antara
orang orang Kin ini.
Wan yen Kan tahu bahwa kalau ia menyerah dan
ditawan, maka keputusan hukuman yang akan dijatuhkan
oleh ayahnya sendiri tentulah hukuman mati! Juga ia sudah
mengenal watak suhunya, yang keras dan sombong. Tentu
suhunya akan merasa tersinggung dan malu mendengar
akan perbuatannya dan dari fihak gurunya, sukarlah
diharapkan pertolongan. Maka ia berlaku nekad dan
berkata dengan keras, “Sam Thai Koksu, dengarlah baik
baik! Wanita murid Hoa san pai yang kalian tawan itu
kubebaskan tadi, bukan lain adalah isteriku sendiri! Dan
dua orang lain adalah saudara seperguruannya. Bagaimana
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
aku tega melihat isteri sendiri dan saudara saudaranya akan
dihukum mati? Aku tahu bahwa memang dipandang dari
sudut kebangsaan, aku telah berlaku khianat, akan tetapi
dipandang dari sudut perikemanusiaan, kalian tentu tahu
bahwa aku tak dapat berbuat lain. Sekarang terserah kepada
kalian, kalau kalian melepaskan aku, aku akan pergi ke
selatan dan takkan kembali lagi, tak sudi memusingkan diri
dengan urusan pemerintahan dan peperangan. Kalau kalian
memaksa hendak menawanku, majulah dan biar aku
melawan dengan napas terakhir!”
Mendengar pengakuan ini, Sam Thai Koksu dan Giok
Seng Cu tercengang dan terheran sehingga mereka tak
dapat berkata kata. Kemudian Kim Liong Hoat ong yang
berkata, “Kami dapat memaklumi keadaanmu, siauw ong
ya. Akan tetapi kalau kami melepaskan kau, berarti kami
juga berkhianat dan kami tidak mau berlaku khianat. Maka
harap kau suka menanti sampai datang keputusan dari
kaisar sendiri.”
“Tidak, sekarang juga aku harus pergi dari sini.”
“Kalau begitu, kami harus menghalangimu,” jawab Tiat
Liong Hoat ong.
“Bagus, hendak kulihat bagaimana kalian dapat
menghalangiku,” seru Wan yen Kan yang cepat meloncat
hendak pergi. Akan tetapi, golok di tangan Tiat Liong Hoat
ong berkelebat di hadapannya sehingga terpaksa pangeran
ini harus mengelak dan membalas serangan ini. Sebentar
saja pangeran ini dikeroyok oleh Sam Thai Koksu dan Giok
Seng Cu. Mereka merasa perlu mengeroyok karena mereka
tidak hendak membunuh atau melukai pangeran ini,
melainkan hendak menangkap hidup hidup. Dan hal ini
bukanlah pekerjaan yang mudah, karena kepandaian Wan
yen Kan bukannya rendah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kalau sekiranya mereka mau merobohkan Wan yen Kan
dan melukainya, kiranya dalam beberapa jurus saja
pangeran itu akan roboh. Akan tetapi, biarpun demikian,
desakan dari empat orang tua yang berkepandaian tinggi itu
sebentar saja membuat Wan yen Kan mandi keringat dan
kepalanya pening. Luka di dadanya akibat tusukan pedang
Ling In belum sembuh benar dan lawan lawan yang
dihadapinya memiliki kepandaian amat tinggi. Apa lagi
tosu itu, Giok Seng Cu murid Pak Hong Siansu!
Kepandaian tosu ini bahkan tidak kalah oleh suhunya
sendiri, Ba Mau Hoatsu, maka dapat dibayangkan betapa
sibuknya Wan yen Kan mencoba untuk mencari jalan
keluar. Ia maklum bahwa kalau sampai tertawan, tidak saja
ia akan dihukum mati, akan tetapi juga ia akan menderita
malu dan ejekan hebat. Namun, kematian baginya bukan
soal berat lagi karena ia teringat bahwa isterinya telah
selamat dan bahwa kelak anaknya akan melanjutkan
riwayatnya.
“Kalian menghendaki nyawaku? Baiklah, akan tetapi
aku tidak sudi mati di tangan orang lain!” Setelah berkata
demikian, pangeran yang malang ini lalu menggunakan
senjata rantainya untuk dipukulkan ke arah kepalanya
sendiri sekuat tenaga! Sam Thai Koksu dan Giok Seng Cu
terkejut sekali, akan tetapi mereka tidak keburu turun
tangan mencegah perbuatan yang nekad dari Wan yen Kan!
“Keliru sekali jalan sesat itu diambil!” tiba tiba terdengar
suara orang dan bayangan yang amat gesit menyambar ke
arah Wan yen Kan dan tahu tahu rantai yang mengancam
kepala pangeran itu telah berpindah ke dalam tangan
seorang pemuda baju kembang yang semenjak tadi diam
diam mengintai dari atas genteng! Ciang Le yang
mendengar semua percakapan terakhir tadi, terkejut ketika
mengetahui bahwa pemuda yang tampan dan gagah itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
adalah Pangeran Wan yen Kan yang telah menjadi suami
dari murid Hoa san pai! Ia kagum sekali melihat Wan yen
Kan dan mendengar bicaranya yang penuh
perikemanusiaan dan cinta kasih terhadap isterinya, maka
melihat pangeran itu hendak membunuh diri cepat ia
menolong dan merampas rantainya.
Melihat pemuda ini, bukan main marahnya Giok Seng
Cu.
“Setan, kau lagi datang mengacau?” bentaknya dan
secepat kilat ia mencabut senjatanya yakni rantai baja yang
lihai. Tadi ketika menghadapi Wan yen Kan, ia tidak
mempergunakan senjatanya ini.
Ciang Le tersenyum dan ia memutar rantai yang
dirampasnya dari tangan Wan yen Kan tadi untuk
menangkis. Terdengar suara keras sekali dibarengi
berpijarnya bunga api dan rantai di tangan Giok Seng Cu
terlepas dari pegangan!
“Mari kita pergi!” seru Ciang Le kepada Wan yen Kan
yang semenjak tadi berdiri tertegun. Juga Sam Thai Koksu
yang sudah merasai kelihaian tangan Ciang Le, ragu ragu
untuk maju menyerbu. Ketika pangeran Kin itu mendengar
ajakan ini, ia cepat meloncat ke dalam gelap dan melarikan
diri.
Ciang Le tidak mau membuang waktu lagi, segera
menyusul Wan yen Kan dan Giok Seng Cu bersama Sam
Thai Konsu tidak berdaya mengejar, mereka memang
sudah merasa jerih sekali menghadapi pemuda baju
kembang yang memiliki kepandaian luar biasa.
-odwo-
Pada keesokan harinya, pagi pagi sekali nampak dua
orang muda berjalan perlahan di dalam hutan. Mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
adalah Wan yen Kan dan Ciang Le. Pangeran itu tiada
hentinya memuji Ciang Le.
“Taihiap siapakah dan mengapa sudi menolong seorang
pangeran Kin seperti aku ini?” tanyanya ketika mereka telah
keluar dari kota Cin an dan telah selamat berada di dalam
hutan.
Ciang Le tersenyum. “Bukan orang jauh, apa lagi karena
kau telah menjadi suami dari seorang murid Hoa san pai
dan telah menolong murid murid Hoa san pai dari tawanan.
Aku bernama Go Ciang Le dan tentu kau akan mengenal
nama ayahku yaitu Go Sik An.”
Terbelalak mata Wan yen Kan memandang.
“Apa…? Go Sik An yang dahulu terkenal menentang
pemerintah ayahku dan kemudian dihukum mati?? Dan kau
sekarang bahkan menolongku dari bahaya maut?”
Ciang Le mengangguk. “Benar dia. Akan tetapi, yang
membunuh ayahku bukanlah kau dan melihat sikap dan
mendengar percakapanmu tadi, kau tidak sama dengan
orang orang kejam bangsamu yang menindas rakyat,
biarpun kau seorang pangeran. Karena itulah maka
kuanggap kau sebagai seorang gagah yang patut ditolong.”
“Aneh, benar benar kau seorang pemuda aneh....” kata
Wan yen Kan.
“Kau yang lebih aneh, siauw ong ya....”
“Jangan sebut aku siauw ong ya, sebut saja namaku,
bukan Wan yen Kan, akan tetapi Wan Kan. Cukup kau
menyebutku Wan twako (kakak Wan) saja. Dan kau bilang
aku lebih aneh, bagaimana maksudmu?” Wan Kan suka
dan tertarik sekali kepada Ciang Le, ia memandang wajah
yang tampan dan gagah itu penuh kekaguman. Seorang
pemuda yang “berisi” lahir batinnya, pikir pangeran ini.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Kau memang lebih aneh dari padaku, Wan twako,”
kata Ciang Le yang juga merasa cocok dan suka kepada
pangeran ini. “Kau seorang pangeran yang berkedudukan
tinggi, biasa hidup dalam kemewahan dan kesenangan.
Akan tetapi… kau berbeda dengan bangsamu, lebih suka
hidup menderita dan sengsara, demi untuk berkorban guna
isterimu yang tercinta, isteri seorang Bangsa Han.
Bukankah ini ajaib sekali?”
Wan Kan menarik napas panjang. “Kau masih muda,
taihiap. Mana kau mengerti dan dapat merasakan pengaruh
dari cinta yang murni? Kalau aku tidak bertemu dengan
Ling In isteriku, agaknya biarpun aku tidak suka melihat
sepak terjang para pembesar bangsaku, aku takkan sampai
berlaku senekad ini ....”
Merah muka Ciang Le mendengar ini. Kata kata ini
mengingatkan ia akan Bi Lan! Alangkah bahagianya kalau
ia dan Bi Lan dapat menjadi suami isteri penuh cinta kasih
seperti Wan Kan dan Ling in!
“Kau seorang baik dan berbudi mulia, Wan twako….”
“Karena kau lain dari pada yang lain maka kau bisa
berkata demikian, Go taihiap. Akan tetapi, seluruh
bangsamu, tentu mengutukku sebagai seorang musuh besar.
Bahkan saudara saudara seperguruan Ling In sendiri amat
membenciku, dan isteriku sendiri pernah mencoba untuk
membunuhku…”
Berobah wajah Ciang Le. “Apa ?!? Mengapa begitu ...??”
Wan Kan mengajak Ciang Le duduk di bawah pohon
dan pada pagi hari itu pangeran ini menceritakan semua
pengalamannya, bagaimana Ling In dengan terpaksa sekali
mencoba untuk membunuhnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar semua penuturan ini, Ciang Le merasa amat
terharu.
“Kasihan sekali kalian suami isteri yang malang....”
komentarnya. “Akan tetapi jangan khawatir, Wan twako.
Aku akan membantumu, akan kujelaskan kepada semua
orang Han bahwa kau berbeda dengan orang orang Kin
yang telah memeras rakyat. Kau kuanggap sebagai
saudaraku terdiri, sebagai seorang Han juga karena aku
yakin akan kebersihan hatimu.”
Wan Kan merasa terharu dan ia memegang lengan
pemuda baju kembang itu dengan mata basah “Ciang Le...
kalau aku mempunyai adik seperti kau… alangkah akan
senang hati ku....”
“Mengapa tidak? Apa salahnya kalau aku menjadi
adikmu, Wan twako?”
“Benar benarkah? Kau sudi mengangkat saudara dengan
aku, seorang pangeran Bangsa Kin yang sudah banyak
membikin sengsara bangsamu?”
“Bukan kau yang membikin sengsara, juga bukan Bangsa
Kin, melainkan pemerintah Kin! Kejahatan sesuatu negara
bukan dilakukan oleh bangsanya melainkan oleh
pemerintahnya? Antara bangsa dan bangsa tidak ada
perbedaan faham semua menghendaki keamanan,
kesejahteraan dan hidup makmur dan damai! Kita sama
sama hidup merasai suka duka yang sama pula.”
“Aduh, adikku... adikku yang bijaksana…. terima
kasih,”
Wan Kan dan Chng Le lalu berlutut dan bersumpah
menjadi saudara angkat. Wan Kan yang lebih tua menjadi
saudara tua dan Ciang Le menjadi saudara muda. Dua
orang asing yang pertama kali bertemu telah saling tertarik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan bersimpati, memang hal demikian ini banyak terjadi di
dunia ini. Agaknya kalau mau mempercayai hukum karma,
dalam kehidupan dahulu kedua orang ini memang telah
mempunyai hubungan yang amat dekat, siapa tahu?
“Berbahagia sekali hatiku Go te (adik Go), mempunyai
seorang saudara muda seperti kau. Mudah mudahan saja
aku dapat membawa diri sebagai seorang saudara tua yang
tidak mengecewakan hatimu.”
“Dan aku akan berusaha menjadi seorang saudara muda
yang baik, Wan twako,” jawab Ciang Le yang didengar
dengan penuh perhatian dan amat tertarik oleh Wan Kan.
“Ah, ternyata kau telah mengalami banyak hal hal yang
pahit selama hidupmu, adikku. Semoga saja kelak kau akan
menemui kebahagiaan seperti aku yang telah bertemu
dengan Ling In. Hal ini benar benar kudoakan, karena kau
telah merampas nyawaku dari cengkeraman maut. Kalau
tidak ada kau, tentu sekarang aku telah menggeletak dengan
kepala pecah oleh senjataku sendiri ini.” Wan Kan meraba
raba rantainya yang sudah dikembalikan oleh Ciang Le.
“Itu hanya kebetulan saja, twako dan agaknya Thian
memang belum menghendaki kau kembali ke asalmu.
Baiknya ketika aku tiba di Enghiong Hweekoan, susiokku
Pak Hong Siansu dan juga Ba Mau Hoatsu gurumu itu
tidak berada di sana. Kalau mereka berdua ini ada di sana
belum tentu kita akan dapat meloloskan diri.”
“Ah, mereka sedang pergi untuk mewakili Sam Thai
Koksu menghadapi Thian Te Siang mo.”
Ciang Le terkejut sekali mendengar ini. “Mengapa? Ada
keperluan apakah Sam Thai Koksu dengan kedua orang tua
itu?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ah, belum tahukah kau, Go te? Sudah lama Sam Thai
Koksu menyiarkan tantangan bertanding kepada Thian Te
Siang mo dan akhirnya hal ini terdengar agaknya oleh Iblis
Kembar itu karena mereka mengirim berita kepada
Enghiong Hwee koan bahwa mereka menanti kedatangan
Sam Thai Koksu untuk berpibu (mengadu kepandaian).”
“Dan San Thai Koksu tidak berani maju sendiri lalu
mewakilkan pibu itu kepada susiok Pak Hong Siansu dan
gurumu Ba Mau Hoatsu? Alangkah pengecutnya!”
“Terus terang saja, adikku, tantangan itu hanya siasat
untuk membangkitkan amarah kedua orang kakek itu
sehingga mereka mau muncul untuk ditewaskan, karena
Sam Thai Koksu menganggap mereka sebagai orang orang
berbahaya,” kata Wan Kan yang sesungguhnya memang
tidak setuju akan siasat siasat licik dan rendah dari Sam
Thai Koksu.
“Di mana pertemuan itu diadakan?” tanya Ciang Le tiba
tiba.
“Di jembatan Liong thouw (Kepala Naga) yang
menyeberangi sungai di kota Paoting.” kata Wan Kan yang
mengetahui jelas persoalan itu karena ketika hal itu
dibicarakan ia masih berada di Enghiong Hweekoan.
“Kalau begitu, aku akan menyusul ke sana kalau perlu
menolong kedua orang guruku itu. Mereka takkan dapat
menang dari susiok Pak Hong Siansu!” kata Ciang Le yang
segera bangkit berdiri.
“Aku ikut pergi, Go te. Biar aku akan membujuk Pak
Hong Siansu dan Ba Mau Hoatsu mengingatkan mereka
bahwa sesungguhnya tidak ada perlunya bermusuhan
dengan orang orang Han. Kelak aku boleh menyusul
isteriku,” kata Wan Kan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Berangkatlah keduanya dengan cepat menuju ke kota
Paoting. Akan tetapi, kebetulan sekali mereka bertemu
dengan Bi Lan yang mengakibatkan pertempuran hebat!
Mereka sedang berlari dalam sebuah hutan berikutnya
ketika tiba tiba mereka melihat seorang gadis cantik datang
dari depan Melihat gadis ini Ciang Le berdebar hatinya dan
ia berkata kepada Wan Kan sambil menunda larinya.
“Wan twako, harap kau jangan melayani dia kalau dia
menyerang. Dia adalah sumoi dari isterimu dan.. dan dia
adalah... calon jodohku....”
Wan Kan memandang dengan tertarik dan gembira
sekali. Ketika Bi Lan sudah datang dekat, diam diam Wan
Kan harus mengakui bahwa pilihan hati adik angkatnya
benar benar tepat. Bi Lan seorang gadis muda yang cantik
jelita dan sikapnya gagah sekali.
Sebaliknya, Bi Lan merasa terkejut dan terheran melihat
Ciang Le datang bersama seorang pemuda yang dikenalnya
sebagai Pangeran Wan yen Kan! Dia memang pernah
melihat pangeran ini dan tahu bahwa pangeran inilah yang
telah menjerumuskan sucinya Thio Ling In, sebagaimana
yang ia dengar dari Gan Hok Seng suhengnya. Maka
marahnya bukan main melihat musuh besar ini. Wan yen
Kan selain merusak kehidupan Ling In dan Lie Bu Tek,
juga dia adalah seorang pangeran Bangsa Kin yang sedang
ditumpas oleh rakyat, bagaimana sekarang Ciang Le dapat
berjalan bersama seperti dua orang sahabat baik?
“Lan moi....” kata Ciang Le akan tetapi sebelum ia
sempat melanjutkan kata katanya Bi Lan memotong cepat
dengan pertanyaan yang kaku.
“Apakah orang ini bukannya Wan yen Kan, pangeran
Kin?” Dipandang secara tajam oleh sepasang mata yang jeli
itu, mau tidak mau Wan yen Kan merasa keder juga. Bukan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepandaian gadis ini yang membuatnya jerih, melainkan
sikapnya yang galak. Soal kepandaian Bi Lan, karena ia
hanya diberi tahu oleh Ciang Le bahwa gadis itu adalah
sumoi dari isterinya tentu kepandaiannya tidak berapa
hebat.
Wan Kan mengangkat kedua tangan memberi hormat
dan menjawab pertanyaan itu.
“Benar dugaanmu, nona. Akan tetapi sekarang aku
adalah Wan Kan, suami dari sucimu Thio Ling In dan juga
saudara angkat dari adikku Go Ciang Le ini.”
Untuk sejenak Bi Lan tertegun, ia sudah tahu bahwa
Pangeran Wan yen Kan menjadi suami Ling In dan
mempergunakan nama Wan Kan, akan tetapi berita bahwa
pangeran ini diaku saudara angkat oleh Ciang Le, benar
benar merupakan berita yang hebat baginya. Bagaimana
Ciang Le begitu goblok dan buta memilih pangeran jahat ini
sebagai saudara angkat? Merahlah mukanya saking
marahnya.
“Pangeran keparat! Kau menggunakan nama Wan Kan
untuk membujuk dan menipu enci Ling In, sekarang kau
masih melanjutkan siasatmu untuk menipu orang orang
bangsaku! Kau harus mampus di tanganku!” Setelah
berkata demikian, secepat kilat Bi Lan telah menerjang
maju dan memukul dengan tangan kanannya ke arah dada
Wan Kan!
Tentu saja Wan Kan memandang ringan serangan ini.
Isterinya sendiri, Ling In, masih kalah kepandaiannya
olehnya apalagi gadis ini hanya sumoi dari isterinya saja.
Dengan tenang dan sabar ia menangkis pukulan itu sambil
berkata, “Sabarlah, nona....”
Akan tetapi, begitu lengan tangannya beradu dengan
lengan Bi Lan, ia merasa sakit sekali pada pergelangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tangannya dan tubuhnya terpental ke belakang sehingga ia
terhuyung huyung hampir jatuh. Bukan main kagetnya
menghadapi tenaga lwee kang yang luar biasa hebatnya ini
dan mengingat pesan Ciang Le tadi. Wan Kan segera
meloncat jauh ke belakang Ciang Le.
“Jangan lari, jahanam!” Bi Lan mengejar dengan marah
sekali.
Akan tetapi Ciang Le melangkah maju dan berkata,
“Sabar, Lan moi, mari dengar penjelasanku lebih dulu....”
Sementara itu, melihat keganasan gadis ini, Wan Kan
berlari menjauhi mereka. Ia merasa serba susah, tidak
melawan, gadis itu mendesak dan demikian galak.
Melawan, belum tentu menang dan juga ia tidak enak
karena bukankah gadis itu calon isteri Ciang Le? Melihat
betapa kini Ciang Le menghadapi gadis itu, ia lalu berdiri
menjauhi di tempat aman, mengharap adik angkatnya itu
akan dapat membikin jinak harimau betina itu!
Akan tetapi, Bi Lan makin marah mendengar omongan
Ciang Le yang membela pangeran musuh itu.
“Tak perlu mendengar omonganmu!” bentaknya dan
tangan kanannya bergerak. Meluncurlah beberapa benda
bersinar ke arah Wan Kan dengan kecepatan yang
mengerikan. Tahu tahu benda benda bersinar itu telah
menyambar ke arah Kepala, leher, dada dan perut Wan
Kan. Pangeran ini terkejut bukan main dan cepat cepat ia
meloncat ke belakang sebatang pohon besar yang kebetulan
sekali berada di dekatnya. Kalau tidak ada pohon itu,
agaknya akan celakalah pangeran ini, karena Bi Lan
menyerang terus dengan Kim kong touw kut ciam (Jarum
Sinar Emas Penembus Tulang) semacam senjata rahasia
yang dipelajarinya dari Thian Lo mo! Setelah bersembunyi
di belakang pohon yang besar itu, selamatlah Wan Kan dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
beberapa buah jarum itu menancap masuk ke dalam batang
pohon.
Tentu saja Ciang Le tahu lihainya Kim kong touw kut
ciam ini, karena ia sendiripun telah mempelajari ilmu
senjata rahasia dari Thian Lo mo.
“Lan moi, jangan bunuh dia.....” katanya dengan gelisah
sekali karena kalau sampai Wan Kan terkena senjata
rahasia itu, celakalah kakak angkatnya itu.
Namun, mana Bi Lan mau mengalah? Gadis itu terus
menghujani pohon tadi dengan senjata rahasianya, Ciang
Le cepat mengambil sesuatu dari saku bajunya dan ia juga
mengeluarkan Kim kong touw kut ciam yang cepat
dilontarkan ke atas. Terdengar suara “cring! cring! cring!” di
tengah udara ketika jarum jarum dari Bi Lan bertumbuk
dengan jarum jarum dari Ciang Le. Sungguh menarik dan
bagus sekali pemandangan ini. Jarum jarum yang
dilepaskan itu mengeluarkan sinar keemasan dan ketika
bertemu di. udara, menimbulkan bunga api, lalu runtuh
bagaikan hujan ke atas tanah.
Bi Lan merasa penasaran dan beberapa kali ia
mengerahkan tenaga mengayun jarum jarumnya akan tetapi
selalu dapat disambut oleh Ciang Le yang juga melontarkan
jarum jarumnya dengan sikap tenang sekali.
“Sumoi kau bertempur dengan siapakah….?” tiba tiba
terdengar suara dari jauh dan datanglah Ling In diikuti oleh
Lie Bu Tek dan Gan Hok Seng. Melihat sumoinya
bertempur senjata rahasia dengan seorang pemuda baju
kembang, Ling In cepat meloncat menghampiri dan untuk
sejenak murid Hoa san pai inipun tertegun dan kagum
sekali menyaksikan pertempuran yang aneh dan indah
dipandang ini.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat datangnya saudara saudara seperguruannya, Bi
Lan menghentikan serangan senjata rahasianya dan ia
menudingkan telunjuknya ke arah pohon di mana tadi Wan
Kan bersembunyi sambil berkata kepada Ling In dan kedua
orang suhengnya.
“Pangeran keparat itu bersembunyi di sana, lekas
tangkap dan bunuh dia!”
Akan tetapi, pada saat itu terjadi sesuatu yang membuat
Bi Lan berdiri melongo. Ternyata ketika mendengar suara
Ling In, Wan Kan cepat meloncat keluar dan kini suami
isteri ini berdiri jauh saling pandang dengan air mata
mengalir.
“Ling In....” Wan Kan berseru girang sambil lari
menghampiri.
“Wan Kan…!” Ling In juga menjerit girang dan lari
sehingga sepasang suami isteri itu bertemu di tengah jalan
lalu saling rangkul dalam pelukan yang mengharukan hati.
Merah sekali muka Bi Lan melihat hal ini, ia merasa
malu, jengah dan juga penasaran sekali. Ketika ia melirik ke
arah Lie Bu Tek dan Gan Hok Seng, ia menjadi mikin
terheran heran melihat dua orang suhengnya itu
menundukkan muka dan agaknya ikut merasa terharu pula.
“Lie suheng, Gan suheng! Apa artinya semua ini?
Mengapa kalian diam saja dan tidak memberi hajaran
kepada pangeran musuh itu?”
Bu Tek tidak menjawab, hanya cepat menghampiri
Ciang Le yang dikenalnya sebagai pemuda yang pernah
menolongnya. Ia menjura dengan hormat dan menyatakan
kegembiraannya bertemu di tempat itu. Adapun Hok Seng
segera menceritakan kepada Bi Lan tentang keadaan Wan
yen Kan yang telah menolong mereka ketika ditawan,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sungguhpun Wan yen Kan telah ditusuk pedang oleh Ling
In dan dikira telah mati.
Mereka semua berkumpul dan berceritalah Wan Kan
tentang pengalamannya ditolong oleh Ciang Le sehingga
mereka mengangkat saudara. Mendengar semua penuturan
itu Bi Lan menjadi terharu dan ia sudah melihat sendiri
betapa besar kasih sayang Ling In kepada suaminya. Apa
lagi ketika ia mendengar bahwa sucinya itu telah
mengandung, dengan sepenuh hati ia dapat menerima Wan
Kan sebagai kawan, bahkan sebagai saudara, karena
bukankah Wan Kan menjadi suami Ling In dan menjadi...
kakak angkat Ciang Le?
“Baiknya sam wi keburu datang,” kata Ciang Le sambil
tersenyum kepada tiga orang murid Hoa san pai itu. “kalau
tidak, aku dan Wan twako tentu akan celaka oleh jarum
jarum yang lihai dari Lan moi....”
“Benar benar nona Bi Lan hebat sekali,” Wan Kan
menyambung, “aku tadi sudah ketakutan setengah mati.
Kukira kepandaiannya di bawah tingkat Ling In, tidak
tahunya sekali beradu lengan, aku sudah terjungkal!”
Mendengar semua ucapan ini, wajah Bi Lan menjadi
merah sekali.
“Belum tentu aku akan dapat menang, karena kita sama
sama mempunyai Kim kong touw kut ciam. Masih harus
ditentukan lebih dulu siapa yang lebih unggul!”
Untuk beberapa lama, orang orang ini bercakap cakap
saling menuturkan pengalaman mereka dengan senang
karena mereka merasa cocok satu sama lain, terutama
sekali Wan Kan merasa suka kepada murid murid Hoa san
pai yang kini ia buktikan sendiri adalah orang orang muda
yang berjiwa gagah. Akan tetapi tiba tiba Ciang Le bangkit
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berdiri dan berkata, “Aku harus lekas pergi menolong guru
guruku.”
“Eh, guru gurumu yang mana?” tanya Bi Lan.
“Thian Te Siang mo sedang terancam oleh Pak Hong
Siansu dan Ba Mau Hoatsu di kota Paoting. Kami berdua
tadi sedang menuju ke sana karena agaknya hanya Go te
saja yang dapat menolong mereka!” Wan Kan
menerangkan.
“Siapa bilang? Aku yang harus menolong kedua guruku
itu!” kata Bi Lan dengan marah.
“Bagus, kalau begitu mari kita berangkat sekarang, takut
kalau terlambat,” kata Ciang Le.
“Kau jangan tinggalkan aku lagi,” kata Ling In kepada
suaminya dengan sikap manja. Wan Kan tersenyum dengan
muka merah, lalu berkata, “Apa salahnya kalau kita
sekalian beramai ramai menuju ke sana! Keadaan kita akan
lebih kuat lagi kalau bersatu.”
Sebenarnya Ciang Le kurang setuju di dalam hatinya.
Diantara mereka, yang kepandaiannya agak boleh
diandalkan hanya Bi Lan seorang, akan tetapi tentu saja ia
merasa kurang enak kalau menolak, maka katanya,
“Memang lebih baik.”
Semua orang menyatakan setuju untuk ikut, kecuali Gan
Hok Seng. Pemuda ini teringat akan nasib kawan kawannya
di dalam hutan ketika mereka diserbu oleh pasukan Kin.
Dia sebagai kepala pasukan kawan kawannya itu
bertanggung jawab penuh dan ingin sekali ia menyelidiki
bagaimana keadaan kawan kawannya itu. Maka ia lalu
berkata, “Maafkan aku, karena aku tidak mungkin pergi
sebelum mengetahui bagaimana keadaan kawan kawanku
yang dipukul cerai berai oleh pasukan musuh. Aku hendak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengurus mereka dulu dan mengumpulkan kawan kawan
untuk membentuk pasukan baru. Pergilah kalian menolong
Thian Te Siang mo, kelak kita bertemu pula.”
Maka berpisahlah Gan Hok Seng dengan kawan
kawannya dan berangkatlah Ciang Le, Wan Kan, Ling In,
Bu Tek dan Bi Lan menuju ke Paoting dengan cepat sekali.
Yang amat mengherankan dan mengagumkan hati Bi Lan
adalah sikap Bu Tek, karena pemuda yang menjadi
suhengnya ini sama sekali tidak nampak cemburu ataupun
iri hati terhadap Wan Kan yang telah menjadi suami bekas
kekasihnya. Bahkan ia nampak rukun sekali dengan Wan
Kan.
Sebaliknya, terhadap Ciang Le, Bi Lan masih saja
bersikap dingin, dan diam diam ia ingin sekali melihat
bagaimana sikap kedua gurunya terhadap pemuda ini.
Memang baik sekali perjalanan kali ini, pikir Bi Lan, tidak
saja untuk membantu Thian Te Siang mo akan tetapi juga
melihat sikap kedua gurunya itu terhadap Ciang Le.
Kita mendahului lima orang muda yang berlari cepat
menuju ke Paoting itu dan mari kita melihat keadaan di
jembatan Liong thouw kiauw di Paoting.
Telah beberapa hari, Thian Te Siang mo berada di kota
ini. Kedua orang tua yang sakti ini memang mempunyai
watak yang kukoai (aneh). Mereka tidak banyak perduli
tentang pemberontakan rakyat terhadap pemerintah Kin,
namun setelah mendengar tentang kematian Coa ong Sin
kai di tangan Ba Mau Hoatsu, mereka menjadi marah dan
mendongkol sekali. Apa lagi ketika mereka mendengar
tentang berita tantangan Sam Thai Koksu terhadap mereka.
Bukan main marah hati kedua Iblis Kembar ini. Karena
melihat bahwa Jembatan Kepala Naga di Paoting amat baik
untuk mengadu pibu, tempat itu luas dan juga tidak begitu
ramai, maka mereka lalu mengunjungi Enghiong
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hweekoan dan diam diam mereka melemparkan sepotong
surat ke dalam yang isinya menantang Sam Thai Koksu
untuk mengadu kepandaian di jembatan itu.
Thian Te Siang mo sudah maklum akan kelicikan orang
orang Kin, maka kalau mereka menuruti nafsu amarah dan
menyerbu di Enghiong Hweekoan, tentu mereka akan
terjebak dan dikeroyok. Sama sekali tidak tahu bahwa tetap
saja Sam Thai Koksu berlaku licik dan bersikap pengecut
sekali, karena menghadapi tantangan Thian Te Siang mo
ini, mereka tidak berani maju sendiri melainkan minta
tolong kepada Pak Hong Siansu dan Ba Mau Hoatsu untuk
mewakili mereka!
Bukan main marahnya Thian Te Siang mo ketika pada
pagi hari itu mereka menanti di Jembatan Kepala Naga,
yang datang bukan Sam Thai Koksu, melainkan Ba Mau
Hoatsu bersama seorang Kakek tua renta yang botak
bongkok dan bermuka putih. Mereka belum mengenal
kakek ini yang bukan lain adalah Pak Hong Siansu,
sebaiknya Pak Hong Siansu bisa turun dari Tibet karena
memang ia ingin mencoba kepandaian Thian Te Siang mo
yang dikabarkan orang menjagoi di Tiongkok utara! Thian
Te Siang mo marah kepada Ba Mau Hoatsu yang dianggap
telah berlaku curang ketika membunuh Coa ong Sin kai,
maka datang datang Te Lo mo lalu mengejeknya,
“Anjing tua penjilat pemerintah Kin datang menemui
kami ada urusan apakah?”
Muka Ba Mau Hoatsu yang hitam menjadi makin
menghitam mendengar hinaan ini. Semenjak dahulu ia
memang merasa jerih kepada Thian Te Siang mo, akan
tetapi pada saat itu ia datang bersama Pak Hong Siansu,
apa yang ia takuti? Hatinya besar, bahkan timbul
kesombongannya sehingga memesan kepada Pak Hong
Siansu agar jangan turun tangan lebih dulu karena ia sendiri
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang hendak mencoba kepandaian Thian Te Siang mo! Kini
mendengar ucapan Te Lo mo, ia mengambil sepasang
senjata rodanya yang istimewa, lalu membentak,
“Iblis tua yang mau mampus! Kami mewakili Sam Thai
Koksu untuk memenggal kepala kalian dan membawanya
ke Cin an!”
Thian Lo mo tertawa bergelak sampai keluar air
matanya. “Ha, ha, ha! Tuannya tidak berani maju, lalu
menyuruh anjing penjilat nya. Bagus sekali, Ba Mau
Hoatsu! Memang tanganku dan pedang adikku ini adalah
haus akan darah anjing. Majulah!”
Kalau talinya ia bersikap sombong, setelah kini melihat
sepasang Iblis Kembar ini yang hendak maju berbareng,
keder juga hati Ba Mau Hoatsu.
“Bangsat pengecut! Apakah kalian hendak maju
mengeroyokku?” bentaknya sambil menggerak gerakkan
sepasang rodanya.
“Kami disebut Iblis Kembar, selalu maju bersama, baik
kau datang seorang diri maupun akan maju berlima!” jawab
Te Lo mo.
“Bagus, kalau begitu terpaksa akupun harus maju
bersama kawanku ini,” kata Ba Mau Hoatsu, sedangkan
Pak Hong Siansu hanya tersenyum saja dengan pandangan
mengejek kepada Iblis Kembar itu.
“Orang tua bangka ini kausuruh maju? Baiklah, kami
akan membebaskannya dari kebosanan hidupnya!” Setelah
berkata demikian, Te Lo mo lalu maju menyerang dengan
pedangnya, menusuk tenggorokan Ba Mau Hoatsu, adapun
Thian Lo mo juga melangkah maju dan menghantam
dengan kepalan tangannya ke arah lambung Ba Mau
Hoatsu pula. Memang, Iblis Kembar ini selalu bertempur
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berdua dan berpasangan, mereka merupakan dua orang,
akan tetapi kalau bertempur seperti seorang yang berkaki
dan berlengan empat saja, secara teratur sekali mereka
menyerang dan saling membela. Dalam gerakan pertama
saja, mereka telah mainkan Ilmu Silat Thian te Kun hwat
yang mereka baru baru ini ciptakan. Biarpun Thian Lo mo
mengandalkan kedua tangan yang penuh terisi tenaga
lweekang yang tinggi, sedangkan Te Lo mo berpedang,
namun gerakan mereka cocok sekali.
Ba Mau Hoatsu menghadapi serangan yang hebat ini,
cepat menggerakkan rodanya menangkis pedang Te Lo mo
sambil melompat mundur menghindarkan diri dari pukulan
Thian Lo mo yang mendatangkan angin kuat sekali itu.
Akan tetapi, Thian Te Siang mo cepat mengejarnya dan
mengirim serangan bertubi tubi sehingga Ba Mau Hoatsu
menjadi terkejut dan kewalahan sekali.
Tentu saja Pak Hong Siansu tak mau tinggal diam karena
ia maklum bahwa kalau dibiarkan saja, keadaan Ba Mau
Hoatsu amat berbahaya. Ia lalu menggerakkan sepasang
senjatanya yang luar biasa yakni sebatang tongkat merah
yang panjang di tangan kanan, dan seuntai tasbeh batu
putih di tangan kiri.
“Thian Te Siang mo! Aku jauh jauh datang dari barat
sengaja hendak melihat sampai di mana kepandaian
kalian!” serunya dan ketika tongkat dan tasbehnya
melayang, Te Lo mo tertangkis pedangnya sedangkan
Thian Lo mo disambar kepalanya oleh untaian tasbeh itu!
Kedua iblis kembar ini benar benar terkejut sekali, Te Lo
mo merasa betapa pedangnya terpental dan tangannya
menjadi kaku seperti kemasukan aliran tenaga yang hebat
sekali, adapun Thian Lo mo juga cepat melompat dan
mengelak dari sambaran tasbeh yang mengeluarkan bunyi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bersiutan dan angin pukulannya telah membuat kulit
mukanya dingin!
“Eh, kakek yang lihai, siapakah kau?” tanya Thian Lo
mo karena maklum bahwa ia berhadapan dengan seorang
yang memiliki kepandaian luar biasa sekali, jauh lebih
tinggi, dari pada kepandaian Ba Mau Hoatsu sendiri.
Pak Hong Siansu tertawa, suara ketawanya terkekeh
kekeh seperti seorang tua sekali biasa tertawa.
“Thian Te Siang mo, jauh dari Tibet aku mendengar
nama kalian yang menggemparkan langit dan bumi dan
hanya karena tertarik untuk mengadu kepandaian dengan
kalian, maka aku Pak Hong Siansu sengaja meninggalkan
tempatku untuk datang ke sini.”
Mendengar nama ini, Thian Te Siang mo terkejut sekali.
Nama ini sudah mereka dengar sebagai sute dari Pak Kek
Siansu yang mereka takuti. Tahulah mereka bahwa mereka
kini berhadapan dengan seorang yang benar benar sakti,
dan bahwa keadaan mereka amat berbahaya. Namun
mereka tidak takut dan Thian Lo mo berseru.
“Bagus! Kiranya jago tua dari Tibet yang datang
memberi kehormatan kepada kami untuk bertanding! Tak
pernah kami sangka bahwa kau telah pula menjadi kaki
tangan Kerajaan Kin. Sedianya kami akan menghormati
mu sebagai seorang yang berkedudukan lebih tinggi, akan
tetapi terhadap seorang anjing penjilat pemerintah Kin,
kami tak perlu memakai banyak penghormatan lagi!”
Butan main marahnya Pak Hong Siansu mendengar ini.
“Keparat yang harus mampus!” bentaknya dan segera
tongkat dan tasbehnya menyambar nyambar laksana kilat
dan halilintar. Thian Te Siang mo cepat mengelak dan
menangkis dan membalas serangan itu sekuat tenaga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan pengerahan seluruh kepandaian. Mereka
mengambil putusan untuk bertempur mati matian. Dengan
kerja sama yang amat baik dan dasar kepandaian mereka
yang memang tinggi, untuk puluhan jurus mereka masih
dapat mempertahankan diri, sungguhpun makin lama
makin terdesak dan terkurung oleh tongkat dan tasbeh
sehingga tidak mendapat kesempatan untuk membalas
sama sekali.
Tiba tiba terdengar bentakan keras, tahu tahu Ba Mau
Hoatsu sudah melontarkan sepasang rodanya ke arah Thian
Te Siang mo! Sepasang iblis kembar ini memang sudah
amat terdesak dan seluruh perhatian mereka ditujukan ke
arah serangan Pak Hong Siansu, maka datangnya serangan
sepasang roda yang tak terduga duga sekali ini tak dapat
mereka elakkan. Dengan tepat roda roda itu menghantam
dada dan leher Thian Te Siang mo.
Dua orang tua ini memekik keras. Te Lo mo yang
terkena pukulan pada kepalanya, roboh tak bernapas lagi
dengan kepala pecah. Akan tetapi Thian Lo mo yang
terpukul dadanya hanya roboh pingsan sungguhpun dalam
keadaan yang amat payah dan terluka berat di sebelah
dalam dadanya.
Dan pada saat kedua orang tua itu roboh datanglah
Ciang Le dan kawan kawannya.
“Suhu..!” jerit Ciang Le dan Bi Lan hampir berbareng
dan Bi Lan yang dari jauh melihat betapa lihainya Pak
Hong Siansu, segera menggerakkan pedangnya menyerang
Pak Hong Siansu.
“Lan moi, biarkan aku melawannya. Kau hadapi
pendeta tinggi besar hitam itu!” seru Ciang Le yang juga
sudah mencabut pedang Kim kong kiam. Akan tetapi Bi
Lan tidak mau membiarkan pemuda itu menghadapi Pak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hong Siansu, karena ia masih sangsi akan kepandaian
pemuda itu. Ketika pedangnya meluncur cepat ke arah
tenggorokan Pak Hong Siansu, kakek ini mengangkat
tongkatnya menangkis keras, berbareng tasbehnya meluncut
ke arah lambung Bi Lan.
Hampir saja gadis ini celaka oleh benturan pertama ini.
Tangannya terasa sakit sekali dan hampir saja pedangnya
terlepas dari pegangannya sedangkan tasbeh itu sudah
melayang di dekat lambungnya. Untungnya Bi Lan
memang memiliki kelincahan yang luar biasa ia cepat
menarik kembali pedangnya dan melempar tubuh ke
belakang, berpoksai (berjungkir balik) dengan gerakan Koai
liong hoan sin (Naga Siluman Balikkan Tubuh). Dengan
gerakan ini selamatlah ia dari pukulan tasbeh yang akan
mendatangkan maut itu. Akan tetapi gadis itu menjadi
pucat dan keringat dingin membasahi jidatnya.
Sementara itu, Ciang Le sudah meloncat maju
menghadapi Pak Hong Siansu. Kakek ini ketika melihat
Ciang Le, alisnya berdiri dan matanya melotot.
“Kau mau apa menghadapiku dengan pedang di
tangan?” bentaknya.
Ciang Le menjura dengan pedang tergenggam
gagangnya. Sikapnya hormat, akan tetapi wajahnya keren
sekali.
“Susiok, kalau kiranya kau berada di Tibet dan tidak
melakukan hal hal yang buruk, teecu Ciang Le takkan
berani bersikap seperti ini dan tentu akan menghormatimu
sebagai seorang paman guru yang terhormat dan patut
dihormati. Akan tetapi, kau hanya paman guruku,
sedangkan dua orang yang kaubunuh ini adalah guru
guruku!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Hm, habis kau mau apa?” bentak kakek ini dan Bi Lan
yang mendengar dari pinggir menjadi tercengang dan
melongo.
“Sebagai murid Thian Te Siang mo, tentu saja aku akan
berusaha membalas dendam,” jawab Ciang Le. suaranya
dingin, seperti juga pandangan matanya yang membuat Pak
Hong Siansu mau tidak mau merasa keder juga. Mata
pemuda ini mengingatkan dia akan mata suhengnya, Pak
Kek Siansu di waktu mudanya.
“Kau seorang murid keponakan berani menantang
susioknya sendiri?”
“Pak Hong Siansu, pada saat ini aku bukan murid
keponakanmu, akan tetapi aku adalah murid dari Thian Te
Siang mo yang hendak membalas dendam!” seru Ciang Le
tegas.
Pada saat itu Thian Lo mo telah siuman dari pingsannya
dan semenjak tadi ia melihat dan mendengar semua
percakapan ini. Hatinya terharu dan ia berseru lemah,
“Ciang Le...muridku... anakku… jangan Ciang Le. Kau
takkan menang.... tak usah aku kaubela aku sudah tahu
bahwa kau seorang murid yang baik… aku berterima kasih
mendengar pembelaanmu ini....”
“Suhu…!” Bi Lan menubruk Tian Lo mo. Tadinya ia
mengira bahwa kedua orang tua itu sudah tewas, kini
melihat Thian Lo mo ternyata masih hidup, gadis ini segera
berlutut mendekatinya.
“Kau, Bi Lan…. kau anak baik…! Untungnya kau tidak
menghukum Ciang Le...... kami salah sangka, dia murid
terbaik....”
“Suhu, teecu juga akan membalaskan sakit hatimu....”
bisik Bi Lan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu, ketika mendengar ucapan Thian Lo mo,
tak tertahan lagi dua butir air mata membasahi mata Ciang
Le. Ia menengok ke arah Thian Lo mo dan berkata.
“Tidak suhu. Teecu harus membalas untuk ini!”
“Awas, koko…!” teriakan ini terdengar dari Bi Lan yang
saking kagetnya, tak terasa lagi menyebut Ciang Le “koko”!
Ciang Le tak perlu diberi ingat oleh Bi Lan karena ia
sudah mendengar menyambarnya angin pukulan dari
belakang ketika ia menoleh memandang kepada Thian Lo
mo tadi.
Cepat ia mengelak dan benar saja, tongkat di tangan Tak
Hong Siansu meluncur melewati atas kepalanya. Bukan
karena Pak Hong Siansu berwatak curang, melainkan kakek
ini sudah terlampau marah mendengar omongan Ciang Le
tadi, maka tanpa banyak cingcong lagi ia telah menyerang.
Ciang Le mainkan ilmu Pedang Pak kek Sin kiam sut
yang ia pelajari dari Pak Kek Siansu sebagai pecahan dari
pada Pak kek Sin ciang yang luar biasa lihainya.
Pak Hong Siansu juga mengerahkan seluruh
kepandaiannya. Tongkat dan tasbehnya menyambar
nyambar sehingga menjadi dua gulung sinar yang
menyilaukan mata dan tubuhnya lenyap sama sekali ditelan
oleh dua gulung sinar senjatanya itu. Akan tetapi, pedang di
tangan Ciang Le juga berubah menjadi sinar kuning emas
yang panjang dan berkelebatan ke sana ke mari bagaikan
kilat menyambar nyambar. Tubuh pemuda inipun lenyap
sama sekali dan kini yang kelihatan bertempur hanyalah
dua gulung sinar bundar melawan sinar panjang yang
berkelebatan cepat sekali. Semua orang melongo menonton
pertempuran ini, bahkan Ba Mau Hoatsu dan Thian Lo mo
yang telah tinggi tingkat kepandaiannya, memandang
dengan penuh kekaguman, Bi Lan sendiri menjadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ternganga dan perlahan lahan merahlah wajahnya. Melihat
ilmu pedang yang dimainkan oleh Ciang Le itu, kalau
dibandingkan dengan kepandaiannya sendiri, ia tidak ada
sepersepuluhnya! Dan selama ini ia menganggap Ciang Le
setingkat atau bahkan lebih rendah dari pada dia dalam
ilmu silat!
Thian Lo mo menjadi makin lemah. Luka di dadanya
berat sekali dan kalau bukan dia, agaknya dari tadi telah
tewas. Mendengar suhunya merintih, Bi Lan cepat
menengok dan kagetlah ia melihat muka gurunya berkerut
merut tanda menahan sakit yang hebat.
“Suhu.....”
“Bi Lan, ingat… Ciang Le anak baik, kau pun anak
baik…. aku senang sekali kalau kalian... kalian tak terpisah
lagi…. jaga dia, awas. Pak Hong Siansu lihai… yang
membunuh aku dan adikku bukan Pak Hong Siansu...
melainkan Ba Mau Hoatsu…. Ahhh…”
Leher Thian Lo mo menjadi lemas dan ia
menghembuskan napas terakhir!
Bi Lan berdiri dengan mata basah. Alisnya berdiri dan ia
memandang ke arah Ba Mau Hoatsu dengan mata
mendelik.
“Jahanam keparat, jadi kau yang membunuh suhu
suhuku?” Bi Lan berseru dan cepat ia menyerang dengan
pedangnya, menusuk dada Ba Mau Hoatsu!
Pada saat itu, Ba Mau Hoatsu sedang memandang
kepada Wan yen Kan yang datang bersama Lin In dan Bu
Tek. Tiga orang muda ini memang tadi tertinggal oleh Bi
Lan dan Ciang Le yang berlari cepat sekali ketika dari jauh
melihat Thian Te Siang mo roboh. Kini Ba Mau Hoatsu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memandang dan heran melihat muridnya ini datang
bersama sama musuh.
“Siauw ong ya.... apakah aku bermimpi?” tanyanya.
Wan yen Kan menjura dengan hormat dan menjawab.
“Suhu, memang betul teecu yang datang, akan tetapi bukan
sebagai pangeran Kin, melainkan sebagai rakyat biasa.
Kalau boleh, teecu peringatkan agar supaya suhu kembali
ke barat, jangan mencampuri urusan pemerintah Kin yang
berada di dalam cengkeraman pembesar pembesar lalim!”
Ucapan ini terdengar oleh Ba Mau Hoatsu sebagai
guntur di siang hari panas. Sama sekali tidak diduganya
sehingga ia menjadi terheran heran dan berdiri memandang
dengan mata bundar. Pendeta ini amat sayang kepada Wan
yen Kan, karena pangeran inilah yang telah mengangkat
dirinya menjadi orang terhormat. Sebagai guru dari Wan
yen Kan tentu saja ia dihormati oleh pemerintah Kin. Maka
kini mendengar ucapan ini hatinya tidak karuan rasanya.
Marah, malu, penasaran, kecewa bercampur aduk menjadi
satu.
Dan pada saat itu, datang serangan dari Bi Lan. Cepat
Ba Mau Hoatsu mengelak dan ia lalu mainkan sepasang
rodanya dengan hati hati. Tak mau lagi ia memikirkan
tentang muridnya yang aneh itu, karena ia telah tahu akan
kelihaian Bi Lan yang harus dihadapi dengan penuh
perhatian.
Melihat Bi Lan telah bertanding dengan pendeta tinggi
besar dan hitam yang mainkan roda secara hebat itu, Lie Bu
Tek dan Ling In tidak mau tinggal diam dan kedua orang
ini telah mencabut pedang dan melompat maju untuk
membantu Bi Lan. Akan tetapi Wan yen Kan mencegah
isterinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Ling In, kau tidak boleh menggunakan banyak tenaga.
Biar aku yang membantu adik Bi Lan!” Setelah berkata
demikian, Wan yen Kan mengeluarkan senjata rantainya
dan menyerbu Ba Mau Hoatsu gurunya sendiri untuk
membantu Bi Lan!
Hebat sekali kemarahan Ba Mau Hoatsu melihat ini.
“Murid durhaka, kubunuh engkau!” bentaknya berulang
ulang dan kini sepasang rodanya berputaran mengancam
dan mendesah Wan yen Kan. Sebagai muridnya, tentu saja
Wan yen Kan maklum akan kehebatan sepasang roda ini
dan setidaknya dapat pula menjaga diri untuk beberapa
lama terhadap serangan roda roda itu. Akan tetapi,
andaikata dia harus menghadapi gurunya sendiri, dalam
belasan jurus saja ia tentu akan roboh binasa. Baiknya di
situ ada Lie Bu Tek dan terutama sekali ada Bi Lan yang
membuat Ba Mau Hoatsu amat repot dan tidak dapat
mendesak muridnya terus menerus karena serangan
serangan Bi Lan benar benar membuat dia terkejut dan
berhati hati.
Pertempuran antara Ba Mau Hoatsu yan di keroyok tiga
amat ramainya. Memang sesungguhnya, kalau bertempur
satu lawan satu, kiranya lambat laun Bi Lan akan kalah
juga, karena tingkat kepandaiannya memang kalah tinggi,
akan tetapi sekarang dengan masuknya Bu Tek dan Wan
yen Kan ke dalam gelanggang pertempuran, keadaan
menjadi berobah untuk kerugian Ba Mau Hoatsu yang
segera terdesak hebat.
-ooo0dw0ooo-
Jilid XIV
AKAN tetapi, seramai ramainya pertempuran ini, masih
lebih ramai dan seru lagi pertempuran antara Ciang Le dan
susioknya, Pak Hong Siansu. Memang tak dapat disangkal
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pula bahwa Ciang Le kalah latihan dan kalah matang
kepandaiannya dan andaikata pemuda ini harus
menghadapi Pak Hong Siansu sepuluh atau lima tahun
yang lalu, agaknya ia tidak mempunyai harapan untuk
menang. Akan tetapi, pemuda ini telah mempelajari ilmu
silat khusus dari Pak Kek Siansu sehingga dengan ilmu
silatnya Pak kek Sin ciang, ia mempunyai daya tahan yang
kuat sekali dan di samping itu, sekarang Pak Hong Siansu
sudah amat tua, sudah terlampau tua malah untuk
mengadakan pertempuran mati matian demikian serunya.
Kalau keadaan Ciang Le makin lama makin hebat dan kuat
adalah Pak Hong Siansu sebaliknya. Menghadapi Ciang Le
yang amat tangguh sehingga kakek tua renta ini harus
mengerahkan seluruh kepandaian dan mengeluarkan
seluruh tenaga dalam pertempuan yang seratus jurus
lamanya, benar benar amat melelahkannya. Peluhnya
sudah memenuhi mukanya dan napasnya mulai tersengal
sengal.
Sementara itu, Ba Mau Hoatsu marah sekali, bukan saja,
karena ia tidak dapat mendesak tiga orang muda
pengeroyoknya, bahkan pedang di tangan Bi Lan benar
benar merupakan bahaya yang besar sekali, ia lebih marah
kalau melihat betapa Wan yen Kan muridnya itu berusaha
sungguh sungguh untuk membantu musuh musuhnya,
“Wan yen Kan bangsat terkutuk, aku harus membunuh
kau!” Akan tetapi mana mungkin ia membuktikan
ancamannya kalau sepasang rodanya harus menghadapi
serangan mereka terutama pedang Bi Lan!
“Pendeta palsu, kau sendiri yang sudah mau mampus,
masih sempat mengancam orang lain? Tak tahu diri!” Bi
Lan mengejek sambil mempercepat gerakan pedangnva.
“Cring….!” terdengar suara nyaring dan roda perak di
tangan Ba Mau Hoatsu pecah! Pendeta hitam itu kaget
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekali dan sambil menyambitkan rodanya yang pecah itu ke
arah Bi Lan, ia meloncat mundur cepat sekali.
Sedangkan Pak Hong Siansu yang juga sudah lelah,
berkata kepada Ciang Le,
“Tahan dulu!” Pemuda itu bagaimanapun juga masih
ingat bahwa ia berhadapan dengan adik seperguruan
suhunya, maka seruan ini ditaatinya dan ia menarik
kembali pedangnya dan melangkah mundur. Akan tetapi
sungguh tidak dinyana sama sekali, tiba tiba dari jurusan
Pak Hong Siansu menyambar banyak sekali jarum jarum
hitam yang luar biasa cepatnya. Jarak antara mereka amat
dekat dan sambitan jarum yang dilepaskan oleh Pak Hong
Siansu ini dilakukan dengan pengerahan tenaga lwee kang
yang sudah tinggi, maka dapat diduga betapa cepat jalannya
jarum jarum yang menyambar ke arah tubuh Ciang Le.
“Pengecut curang!” Pemuda itu berseru marah, ia tak
sempat menangkis dengan pedangnya, maka jalan satu
satunya baginya hanya melempar diri ke belakang lalu
membuat salto atau bepoksai beberapa kali. Dengan
gerakan jungkir balik ini, ia mengharap akan dapat
menghindarkan diri dari bahaya yang ia tahu amat besar
ini. Namun tetap saja, di waktu ia berjungkir balik Pak
Hong Siansu menyusul dengan lain sambitan sehingga tiba
tiba Ciang Le merasa punggungnya gatal gatal dan panas
sekali. Tujuh batang jarum hitam telah menancap di
punggungnya ketika ia berjungkir balik tadi karena diserang
dari belakang oleh susioknya!
“Tak tahu malu!” pekiknya marah dan ketika ia
membalikkan tubuh dengan marah sekali, ternyata
susioknya dan Ba Mau Hoatsu lelah lenyap dari situ.
Kiranya Pak Hong Siansu merasa malu atas perbuatannya
sendiri setelah ia menyerang pemuda itu secara menggelap,
maka ia lalu mengajak Ba Mau Hoatsu untuk segera
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melarikan diri. Bi Lan dan yang lain lain tak dapat
mencegah, karena selain mereka merasa jerih terhadap Pak
Hong Siansu, juga mereka tercengang dan terkejut
menyaksikan peristiwa itu.
Menghadapi serangan jarum jarum berbisa itu hanya
sebentar saja Ciang Le dapat bertahan. Sambil berdiri
mengertak gigi menahan sakit ia memandang ke arah
lenyapnya Pak Hong Siansu dan Ba Mau Hoatsu,
kemudian tiba tiba ia mengeluh dan tubuhnya menjadi
limbung.
Orang yang paling cepat maju adalah Bi Lan Gadis ini
merasa kagum kali melihat Ciang Le yang ternyata bukan
main tinggi ilmu silatnya. Akan tetapi, ketiga ia
menyaksikan kecurangan Pak Hong Siansu, ia menjadi
pucat dan kini melihat penuda itu limbung, ia segera
melompat dan memeluknya lupa sama sekali akan perasaan
malu atau kikuk.
Ketika merasa tubuhnya dipeluk oleh dua lengan yang
halus, Ciang Le masih sempat menengok dan tersenyumlah
dia ketika melihat bahwa yang memeluknya adalah Bi Lan,
akan tetapi hanya sebentar saja ia dapat melihat gadis ini,
karena ia lalu roboh pingsan tak sadarkan diri dalam
pelukan Bi Lan.
Sementara itu, Wan yen Kan, Ling In, dan Bu Tek sudah
melompat mendekati mereka dan semua orang merasa
gelisah sekali melihat wajah Ciang Le yang telah menjadi
pucat seperti mayat. Tanpa ragu ragu lagi Bi Lan lalu
merebahkan tubuh Ciang Le ke atas rumput, dalam
keadaan telungkup, merobek baju punggungnya dan
memeriksanya. Ternyata bahwa jarum jarum yang tadi
dilepas oleh Pak Hong Siansu telah lenyap karena jarum
halus itu telah menyusup ke dalam kulit dan bersembunyi di
dalam daging! Kulit punggung Ciang Le yang putih itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
nampak kemerahan yang merupakan bintik bintik kecil
seperti penyakit cacar. Sama sekali tidak kelihatan lagi
jarum jarum itu. Akan tetapi ketika Bi Lan merabanya,
gadis ini menarik kembali tangannya dan keningnya
berkerut. Bukan main panasnya kulit punggung itu, seakan
akan dari situ keluar api bernyala.
Bi Lan pernah ikut Thian Te Siang mo merantau, maka
tentu saja ia tahu tentang senjata senjata rahasia dan
tentang racun racun senjata rahasia. Akan tetapi
menghadapi senjata rahasia yang dipergunakan oleh Pak
Hong Siansu ini, dia benar benar bingung. Belum pernah
selama hidupnya ia melihat senjata rahasia yang
menimbulkan luka luka seperti ini dan yang kini tidak dapat
dilihatnya sama sekali. Juga guru gurunya belum pernah
bercerita tentang senjata rahasia macam ini. Bi Lan
mengerutkan kening, hampir hampir menangis sambil
menoleh ke arah tubuh kedua orang gurunya yang masih
menggeletak tak bernyawa di dekat situ. Air matanya mulai
menitik.
“Bagaimana, sumoi… ?” tanya Ling In halus sambil
menyentuh pundak sumoinya. Akan tetapi Bi Lan tak dapat
menjawab, hanya bibirnya saja gemetar menahan
kegelisahan dan kebingungan.
Lie Bu Tek dan Wan yen Kan hanya dapat memandang
dengan bingung, karena mereka sendiripun tidak tahu harus
berbuat apa. Bi Lan lalu bangkit berdiri dan menghampiri
Thian Lo mo yang sudah tidak dapat berkutik lagi. Ia
merasa terharu sekali melihat wajah gurunya ini masih
nampak seperti orang menderita sakit.
“Suhu, maafkan teecu datang mengganggu jenazahmu,
suhu. Suhu… tolonglah dia… tolonglah dia, suhu....”
Suara ini menggetar penuh perasaan dan tiga orang muda
yang mendengar ini, menjadi terharu. Dari suara, ini saja
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka dapat mengetahui rahasia hati Bi Lan terhadap
Ciang Le.
Kemudian Bi Lan dengan tangan tangan, gemetar
memeriksa saku baju suhunya di mana ia tahu suka
dipergunakan untuk menyimpan bungkusan obat obat yang
amat penting. Benar saja, ia mengeluarkan sebungkus kain
kuning yang setelah ia buka, terisi bungkusan bungkusan
kecil obat obatan. Ia menghaturkan terima kasih kepada
jenazah gurunya, kemudian cepat menghampiri Ciang Le
yang masih rebah seperti mayat. Setelah membukai semua
bungkusan kecil, Bi Lan yang sudah pernah mendapat
keterangan dari suhunya tentang khasiat obat obat itu lalu
mengeluarkan tiga butir kim tan (seperti pel berwarna
kuning emas) dan sebungkus kecil sun hiat san (obat bubuk
pembersih darah).
“Suci, tolong carikan air dan dimasak untuk minumkan
obat ini. Dan suheng serta suci hu (kakak ipar) harap sudi
mewakili aku untuk mengurus dan mengubur jenazah
kedua orang guruku.” Ling In segera pergi memenuhi
permintaan sumoinya itu.
Adapun Bu Tek dan Wan Kan juga menyanggupi dan
kedua orang muda ini kagum sekali melihat sikap dan kata
kata Bi Lan yang amat tenang, biarpun gadis itu telah
menerima pukulan batin yang hebat. Benar benar seorang
gadis yang tidak saja berkepandaian tinggi, namun juga
tabah dan tenang sekali. Mereka lalu bekerja menggali
tanah untuk tempat menguburkan dua jenazah sepasang
iblis kembar itu.
Sementara itu, Ling in sudah selesai memasak air
sehingga mendidih. Bi Lan mempergunakan daun lebar
untuk mengaduk kim tan dengan air mendidih, kemudian
setelah air campuran obat itu menjadi dingin, ia lalu
menuangkan obat ini ke dalam tenggorokan Ciang Le
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dibantu oleh Ling In. Seteiah itu, kembali Bi Lan
mencairkan sun hiat sun dengan sedikit air dan
menuangkan obat ini pula ke dalam tenggorokan pemuda
itu.
Tak lama kemudian, biarpun masih belum dapat siuman,
namun air muka Ciang Le agak kemerahan, tidak sepucat
tadi dan jalan nadinya sudah kuat kembali. Akan tetapi
tubuhnya masih amat panas dan ia masih pingsan.
Bi Lan menjaga di dekat Ciang Le dan matanya tanpa
berkedip menatap wajah pemuda itu. Kini ia sendiripun
tahu bahwa dia telah jatuh cinta kepada pemuda yang oleh
tokoh tokoh Hoa san pai dijodohkan kepada nya.
Pikirannya melayang dan mengenangkan semua peristiwa
yang terjadi semenjak ayah bunda Ciang Le dihukum oleh
orang orang Kin dan ayahnya sendiripun menjadi kurban
ketika membela mereka sampai pertemuannya dengan
Ciang Le. Kini ia tidak merasa ragu ragu lagi bahwa orang
aneh yang beberapa kali menolongnya, menolong Bu Tek,
menolong guru gurunya sehingga bebas dari pada tahanan,
bukan lain adalah pemuda ini juga! Ia makin cinta kepada
pemuda yang kini menggeletak tak berdaya di hadapannya
ini, sekarang pemuda yang memiliki kepandaian luar biasa
sekali akan tetapi yang tidak bersikap sombong bahkan
yang menolong orang tanpa mau memperkenalkan diri.
Dan pemuda ini cinta kepadanya! Bi Lan merasa ada hawa
panas keluar dari dalam perut memenuhi
kerongkongannya, ia merasa girang, terharu, bangga,
menyesal dan amat gelisah. Matanya kembali terasa panas
dan kalau tidak ditahan tahannya tentu ia akan menubruk
dan memeluk serta menangisi Ciang Le. Bagaimana kalau
dia mati? Pikiran ini mengganggu batinnya dan baru kali ini
selama hidupnya Bi Lan merasa gelisah bukan main.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Sumoi, galian sudah beres, siap untuk mengubur
jenazah guru gurumu,” kata kata Lie Bu Tek ini
menyadarkan Bi Lan dari lamunannya. Ia lalu bangkit
berdiri dan setelah sekali lagi ia menengok Ciang Le, ia lalu
menghampiri jenazah kedua orang gurunya. Gadis mi
membungkuk dan mengambil pedang yang biasanya
dipakai oleh Te Lo mo. Ia mengelus elus pedang pusaka ini
yang bernama It gan liong kiam (Pedang Naga Bermata
Satu). Pedang ini bernama begitu karena gagangnya
merupakan bentuk kepala naga yang bermata mutiara besar
hanya sebuah karena sebuah lagi kosong, entah disengaja
entah sudah lenyap. Bi Lan kenal baik pedang ini karena
dulu seringkali ia berlatih silat pedang dengan pedang ini,
maka ia lalu menyimpan pedang, itu di pinggangnya.
Kemudian, dibantu oleh Bu Tek dan Wan Kan, ia lalu
mengubur jenazah Thian Te Siang mo. Setelah lubang
kuburan itu ditimbuni tanah. Bi Lan berlutut di depan
kuburan guru gurunya, bersembahyang tanpa hio karena
dari mana mereka bisa mendapatkan? Bi Lan mengucurkan
air mata dan mengucapkan sumpahnya, “Jiwi suhu, harap
jangan penasaran. Teecu bersumpah, bersama dengan koko
Ciang Le akan membalas kepada Ba Mau Hoatsu yang
membunuh jiwi.”
Juga Lie Bu Tek, Wan Kan dan Ling In kut memberi
hormat.
Kemudian, teringat akan Ciang Le, Bi Lan kembali
berlari ke tempat pemuda itu yang masih rebah miring
tanpa dapat bergerak sama sekali. Ia nampak bingung sekali
dan Wan Kan menghibur.
“Lihiap....... eh, sumoi jangan terlalu berduka. Agaknya
obat obat yang tadi kauberikan kepada Go taihiap, sudah
banyak menolongnya, sekarang lebih baik kita
membawanya ke kota untuk mencari tabib yang pandai.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Betul, sumoi. Memang begitulah agaknya jalan
terbaik,” Ling In membenarkan kata kata suaminya.
“Kebetulan sekali, aku mengenal seorang tabib pandai di
kota Paoting dekat ini. Mari kita membawanya ke sana,”
kata Lie Bu Tek. Beramai ramai mereka lalu menggotong
tubuh Ciang Le. Dalam hal ini mereka berebut, yakni
antara Wan Kan dan Lie Bu Tek yang mendapat tugas
memondong tubuh Ciang Le sungguhpun di dalam hatinya,
Bi Lan ingin sekali melakukan tugas ini sendiri. Akan
tetapi,tentu saja ia merasa jengah dan malu untuk berterus
terang.
Pada saat pertandingan pertandingan berlangsung
keadaan di jembatan Liong touw kiauw amat sunyi.
Memang jembatan ini adalah jembatan yang berada di luar
kota dan biasanya memang sunyi dari lalu lintas umum
Apalagi pada saat itu, orang orang telah mendengar bahwa
di kota Paoting kedatangan Thian Te Siang mo yang
hendak mengadu kepandaian melawan Sam Thai Koksu di
jembatan itu, siapa begitu berani untuk mendekati Jembatan
Kepala Naga?
Oleh karena itu, sampai rombongan orang muda ini
membawa tubuh Ciang Le yang terluka, tak seorangpun
penduduk mengetahui atau melihatnya. Dengan cepat
mereka memasuki kota Paoting dan langsung menuju ke
rumah tabib yang sudah dikenal oleh Lie Bu Tek.
Tabib itu she Cia dan lebih terkenal dengan sebutan Cia
Sinshe Memang tak dapat disangkal pula bahwa dia
memiliki kepandaian tinggi dalam hal pengobatan, karena
dia adalah keturunan dari Tabib Besar Cia Sian yang
mendapat sebutan Tabib Dewa kurang lebih dua ratus
tahun yang lalu. Selain membuka praktek pengobatan,
iapun memiliki sebuah toko obat juga cukup besar dan di
kota Paoting namanya amat terkenal. Bahkan pemerintah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kin yang menghargai tabib ini yang banyak menolong
pembesar Kin yang menderita sakit, maka rumah tangganya
tak pernah diganggu. Akan tetapi, sebenarnya diam diam
Tabib Cia ini di dalam hatinya bersimpati kepada para
pejuang dan banyak sudah obat obat yang diam diam ia
kirim kepada para gerilyawan, obat obat luka dan lain lain.
Pada senja hari itu, ketika ia kedatangan serombongan
orang muda yang membawa seorang pemuda yang
menderita luka oleh senjata rahasia, ia mengerutkan kening
dan beberapa lama ia memeriksa keadaan Ciang Le dengan
amat teliti.
“Kalian benar benar berani mati menampakkan diri di
kota ini,” katanya mencela Bu Tek dan kawannya. “Kalau
ketahuan oleh para pembesar adanya beberapa orang muda
Bangsa Han di sini, bukan saja kalian yang akan
menghadapi bahaya, bahkan aku sekeluargapun akan
mendapat celaka.”
“Sinshe harap tenang. Ada kami di sini yang akan
membela kalau sinshe menghadapi bencana. Jangan takut,
anjing anjing Kin itu akan mampus di bawah tangan kami!”
kata Bi Lan tak sabar. “Harap sinshe suka mengobati kawan
kami yang terluka ini cepat cepat.”
Cia Sinshe menghela napas. “Orang muda kau bersikap
seakan akan kalian saja yang menjadi pejuang. Hanya aku
orang tua yang lemah, berjuang dalam lapangan lain dan
berlaku hati hati, tidak seperti kalian orang orang muda
yang berkepandaian silat. Sayang sekali, kawanmu ini
menderita luka terkena obat racun yang luar biasa dan sukar
sekali disembuhkan.”
Semua orang muda itu terkejut sekali, bahkan Bi Lan tak
dapat menahan isaknya karena ia merasa gelisah sekali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Akan tetapi ada yang aneh,” kata tabib itu setelah
memeriksa punggung Ciang Le dan meraba lama.
“Menurut perhitungan, racun yang membuat totol totol
merah ini akan membinasakan orang dalam waktu singkat.
Akan tetapi kawanmu ini masih kuat dan jalan darahnya
baik. Benar benar aneh seakan akan ia telah mendapat obat
yang mujijat.”
“Aku telah memberinya kim tan dan sun hiat san,
sinshe,” jawab Bi Lan cepat cepat
Tabib itu memandang tajam kepada Bi Lan
“Hm, dari mana kau memperoleh obat obat seperti itu?”
“Aku adalah murid dari Thian Te Siang mo dan obat itu
dari guru guruku itulah.”
Cia Sinshe nampak tertegun lalu mengangguk anggukkan
kepalanya. “Kalau begitu masih ada harapan! Tadinya aku
sudah putus harapan, akan tetapi setelah ia makan obat
obat itu, ia masih akan dapat bertahan selama lima hari
lagi. Orang satu satunya yang akan dapat
menyembuhkannya hanyalah Kwa Siucai yang tinggal di
atas bukit Gin ma san, di dalam hutan pohon pek.
Perjalanan ke sana akan dapat dicapai dalam lima hari,
maka cepatlah kau pergi ke sana mencarinya. Untuk
mengobati kawanmu, dibutuhkan keahlian membedah dan
mengeluarkan racun dari punggungnya. Eh, sebenarnya
mengapakah ia sampai terkena racun ini?”
Bi Lan lalu menuturkan dengan singkat bahwa Ciang Le
terserang senjata rahasia jarum jarum halus yang menyuup
ke bawah kulit. Tabib tua itu mengangguk angguk.
“Tepat, harus Kwa Siucai yang menyembuhkan. Jarum
jarum itu harus dikeluarkan lebih dulu, baru nyawanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tertolong. Lekaslah kalian berangkat dan bawalah suratku
kepadanya.”
Cepat cepat Cia Sinshe membuat surat untuk Kwa
Siucai, lalu memberi petunjuk ke mana harus mencari orang
yang dikehendakinya itu. Setelah menghaturkan terima
kasih, Bi Lan dan kawannya lalu pergi dari situ. Kali ini,
tanpa malu malu atau ragu ragu lagi, Bi Lan sendiri yang
memondong Ciang Le, karena ia memiliki kepandaian yang
tertinggi. Dengan Bi Lan yang menggendong Ciang Le,
mereka dapat melakukan perjalanan cepat sekali karena
ilmu lari cepat dari Bi Lan sudah demikian tingginya
sehingga biarpun ia menggendong Ciang Le, kawan
kawannya masih selalu tertinggal di belakang. Andaikata
kawannya yang lain yang menggendong Ciang Le, tentu
perjalanan akan lebih lambat lagi.
“Cepat… cepat! Kita harus dapat menjumpai Kwa Siucai
cepat cepat!” berkali kali Bi Lan berkata kepada kawan
kawannya yang masih tertinggal di belakang. Maka mereka
mempercepat lari mereka, lupa makan, lupa tidur dan lupa
untuk beristirahat. Kalau kawan kawannya sudah nampak
lelah sekali, barulah Bi Lan mau mengaso, akan tetapi
sedikitpun gadis ini tidak mau makan atau tidur sehingga
dua hari kemudian ia sudah nampak pucat dan lemas
sekali.
Melihat ini, Bu Tek, Wan Kan dan Ling In menjadi
terharu sekali. Lebih lebih Ling In yang sudah tahu
bagaimana watak seorang wanita yang sudah mencinta
seorang laki laki, yakni setia dan sepenuh jiwanya, seperti
cintanya kepada Wan Kan. Dengan lemah lembut Ling In
membujuk sumoinya untuk tidur dan makan sedikit, agar
tidak jatuh sakit sendiri yang akan membuat keadaan lebih
repot dan berat lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi bagaimana Bi Lan dapat tidur atau suka
makan kalau melihat keadaan Ciang Le yang masih terus
pingsan seperti seorang yang tidur terus atau lebih tepat lagi
seperti telah mati? Hanya denyut jantungnya yang lemah
saja yang menyatakan bahwa pemuda ini belum mati.
Bintik bintik kecil di punggungnya yang tadinya merah itu
kini sudah menghitam dan keadaannya benar benar amat
menggelisahkan hati.
Ada ada saja terjadi kalau orang sedang mengalami nasib
sial. Baru saja Bi Lan dapat tidur sebentar di waktu malam
hari di kaki bukit Gin ma san, tiba tiba dikejutkan oleh
suara ribut ribut dan ketika gadis ini membuka matanya,
alangkah terkejutnya ketika ia melihat tiga orang kawannya
tengah bertempur, dikeroyok oleh dua puluh orang lebih
pasukan Bangsa Kin yang kebetulan meronda di daerah itu!
Bi Lan menjadi marah sekali, apalagi teringat akan
keadaan Ciang Le yang tentu saja merupakan bahaya besar
dalam penyerbuan musuh itu. Ia menghunus pedangnya It
gan liong kiam peninggalan Te Lo mo, lalu sambil
mengeluarkan seruan nyaring ia mengamuk. Bukan main
hebatnya sepak terjang gadis ini sehingga sekejap mata saja
lima orang telah terbabat mati oleh pedangnya! Juga Ling
In dan Bu Tek mengamuk, berbeda dengan Wan Kan yang
hanya mempertahankan diri saja. Tentu saja dapat
dimengerti bahwa bekas pangeran ini masih merasa tak tega
hati untuk membunuh bekas orang orang sendiri,
sungguhpun ia tidak dapat membenarkan kedudukan
bangsanya.
Sebentar saja, belasan orang serdadu Kin telah dapat
ditewaskan dan sisanya menjadi gentar menghadapi
amukan Bi Lan, Bu Tek dan Ling In. Larilah mereka cerai
berai, meninggalkan kawan kawannya yang terluka atau
yang tewas.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bi Lan lalu mengajak kawan kawannya untuk
melanjutkan perjalanan di malam hari itu, khawatir kalau
kalau akan datang pasukan Kin yang lebih besar sehingga
perjalanan mereka terganggu dan terlambat oleh gangguan
ini.
Pasukan yang menyerang tadi memang datang dari
Paoting. Dari mata matanya pasukan ini mendengar akan
adanya orang orang muda Bangsa Han yang membawa
orang sakit kepada Cia Sinshe. Mereka lalu menyerbu
rumah Cia Sinshe dan memaksa tabib ini mengaku.
“Aku tidak tahu apa apa,” kata tabib ini. “Mereka
membawa orang sakit dan aku sebagai tabib memilih siapa
saja, tidak memandang bulu, kewajibanku menolong
siapapun juga yang menderita sakit.”
Setelah membebaskan sinshe ini pasukan itu lalu
melakukan pengejaran dengan menunggang kuda. Biarpun
demikian, setelah dua hari barulah mereka dapat mengejar
dan akhirnya mereka dipukul hancur juga oleh orang orang
muda yang lihai itu.
Pada keesokan harinya, tengah hari tibalah mereka di
atas bukit dan menurutkan petunjuk yang mereka dapat dari
Cia Sinshe, akhirnya mereka bisa mendapatkan hutan pek
yang berada di dekat puncak Bukit Gin ma san. Mereka
berputar putar mencari Kwa Siucai yang katanya tinggal di
tempat itu akan tetapi alangkah kecewa hati mereka ketika
tak dapat melihat sebuah pondokpun juga.
Selagi mereka kebingungan dan Bi Lan sudah merah lagi
matanya karena gadis inilah yang paling gelisah dan cemas,
tiba tiba terdengar suara orang bernyanyi dengan suara,
parau,
“Alangkah bodohnya manusia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diperbudak oleh nafsu mementingkan diri
Sendiri belaka !
Tak sadar bahwa nafsu itu
Menimbulkan loba dan iri,
Mendatangkan marah dengki,
Dan loba sifat buruk lagi !”
Bi Lan dan kawan kawannya menengok dan di atas
cabang pohon yang rendah di sana duduk seorang
berpakaian seperti tosu. Orang ini usianya kurang lebih
empat puluh lima tahun dan selain pakaiannya amat bersih,
juga tubuhnya terawat baik dan kulit mukanya putih sekali.
Bi Lan yang ternyata cerdas itu tanpa ragu ragu lagi
berkata.
“Kwa Siucai, kami orang orang muda sengaja datang
mencarimu di tempat ini, harap tidak mengganggu
kesenanganmu.”
Orang tua itu memandang ke bawah, lalu tersenyum
mengejek, “Memulaskan madu pada bibir yang merah! Hm,
ya benar, bibir yang merah mengucapkan kata kata semanis
madu, seperti tabiat semua manusia. Bersopan sopan dan
berlaku manis kepada orang lain hanya dengan perhitungan
untuk kepentingan diri sendiri!”
Merahlah muka Bi Lan mendengar ini, juga kawan
kawannya senua merasa tersindir. Bukankah mereka jugu
selalu diliputi oleh nafsu sebagaimana yang dinyanyikan
dan diucapkan oleh orang tua ini? Ling In sendiri, demi
cinta kasihnya dan demi kesenangan hati sendiri, tak
memperdulikan keadaan Bu Tek dan melupakan
perguruannya, rela bermusuhan dan merugikan siapa juga
asal keinginan hatinya tercapai. Demikian pula Wan yen
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kan yang rela meninggalkan bangsanya, menyakiti hati
orang tuanya hanya untuk menurutkan cinta kasihnya,
menurut kata hati dan nafsu mementingkan diri sendiri.
Demikian pula Lie Bu Tek, ia merasa betapa dahulu ia telah
setengah memaksa Ling In membunuh Wan yen Kan,
bukan semata karena ia benci kepada pangeran musuhnya,
melainkan terdorong oleh iri hati dan cemburu, terdorong
oleh nafsu mementingkan diri pribadi. Sekarang Bi Lan juga
merasa betapa demi kepentingan Ciang Le, yakni orang
yang ia cinta sehingga otomatis juga demi kepentingan cinta
kasihnya. Ia tidak perdulikan orang lain. Tidak ingat betapa
Ling In yang sudah mengandung itu sebetulnya tidak patut
dibawa berlari lari seperti itu. Sekaligus nyanyian dan
ucapan Kwa Siucai itu mengenai hati mereka, juga
mungkin mengenai hati semua orang yang mendengarnya,
orang yang sedikitnya mempunyai kejujuran hati untuk
mengakui kebodohannya!
“Kwa Siucai, maafkan kami yang muda dan bodoh.
Memang kami bukan dewa dan kami manusia biasa yang
memiliki kesalahan kesalahan dan kelalaian kelalaiannya.
Kami datang hendak memohon pertolonganmu, Kwa
Siucai!” kata Bi Lan dengan suara minta dikasihani. “Kwa
Siucai, kami membawa surat perkenalan dari Cia Sinshe,”
kata Wan Kan yang ikut membujuk.
Akan tetapi Kwa Siucai tidak memperhatikan semua
omongan ini. Ia lalu merayap turun dari pohon itu seperti
laku seorang anak kecil sambil berkata kepada diri sendiri,
“Tak perlu banyak sungkan, aku sendiripun belum terbebas
dari nafsu mementingkan diri sendiri. Kalau sudah terbebas,
bagaimana aku bisa berada seorang diri di sini?” Setelah
tiba di bawah, ia lalu memandang kepada Ciang Le yang
berada dalam gendongan Bi Lan dan tiba tiba ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengerutkan keningnya dan berkata, “Aah, dia telah
terkena racun Ang hong.tok ( Racun Tawon Merah )!”
Mendengar ini Bi Lan lalu menjatuhkan diri berlutut
sambil kedua lengannya masih memondong Ciang Le.
“Orang tua yang baik, kau tolonglah nyawanya....”
suaranya penuh permohonan dan terdengar mengharukan
sekali.
Kakek itu mengangguk angguk, “Ya, ya? ya........ aku
tahu. Aku tidak menolong, hanya aku harus melakukan
kewajibanku. Aku bisa mengobatinya dan kau tidak, kalau
kalian bisa, masa datang ke sini? Letakkan dia ke atas
tanah, buka baju atasnya dan perlihatkan padaku mana
lukanya.”
Dengan girang sekali dan cepat Bi Lan menurunkan
Ciang Le. Keringat gadis ini membasahi seluruh tubuhnya
karena biarpun dengan kepandaian ia tidak merasa berat
menggendong Ciang Le, namun badan pemuda itu telah
menjadi panas lagi dan membuat dia pun merasa amat
panas. Bi Lan dibantu oleh kawan kawannya lalu
membaringkan Ciang Le di atas rumput dalam keadaan
telungkup dan membuka pakaian bagian atas. Tubuh Ciang
Le yang tegap dan kulitnya yang putih itu kelihatan pucat di
atas tanah dan rumput hijau.
Sekali pandang saja Kwa Siucai tahu dan ia berkata
perlahan, “Hm. bintik bintik itu telah menghitam Dia tentu
terkena senjata rahasia yang halus dan yang masih
mengeram di dalan tubuhnya.”
Dengan singkat Bi Lan lalu memberi keterangan bahwa
Ciang Le terkena senjata rahasia jarum halus di
punggungnya, tanpa ia ketahui berapa banyaknya dan
iapun menerangkan bahwa pemuda ini telah ia beri makan
kim tan dan sun hiat san.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kwa Siucai mengeluarkan sebuah mangkok obat dari
saku bajunya yang lebar. “Kaubuka batang pohon itu dan
ambil getahnya yang putih setengah mangkok,” katanya
kepada Bi Lan.
Dengan cepat Bi Lan melakukan perintah ini,
menghampiri pohon yang ditunjuk oleh orang tua itu.
Dengan pedangnya, ia membuka kulit pohon dan benar
saja, getah pohon itu putih dan kental, yang mengalir keluar
dan ia tadahi dengan mangkok obat tadi sampai
semangkok. Ketika ia kembali, sasterawan Kwa itu telah
memeriksa nadi tangan Ciang Le dan juga meraba raba
punggung dan belakang kepalanya dengan kening berkerut.
Ketika Bi Lan berlutut di dekat Ciang Le sambil
memegangi mangkok terisi getah tadi, Kwa Siucai lalu
mengeluarkan sebatang jarum perak yang besar. Dengan
jarum ini ia mulai menggurat gurat kulit punggung Ciang
Le, dibukanya kulit di mana terdapat jarum rahasia.
Kemudian ia mencolek getah itu dengan ujung jarum dan
dengan getah ini ia berhasil mengambil keluar jarum jarum
halus berwarna hitam yang mengeram di tubuh pemuda itu.
Getah putih itu amat lekat sehingga jarum jarum halus
senjata rahasia Pak Hong Siansu itu melekat pada getah itu
dan dapat ditarik keluar dengan mudah. Tak lama
kemudian, tujuh batang jarum halus itu telah dapat
dikeluarkan semua!
Kemudian dengan jari jari tangannya yang halus, Kwa
Siucai lalu mengurut urat urat pada punggung itu dan
keluarlah darah menghitam dari luka luka bekas guratan
jarumnya. Sampai banyak darah keluar dan setelah darah
merah yang keluar, ia menghentikan urutannya. Lalu
diperiksanya lagi dada kiri dan kepala Ciang Le dengan
amat teliti.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Nyawanya tertolong. Dia akan sembuh, akan tetapi
racun yang amat jahat itu telah mempengaruhi jantungnya
dan sebagian bahkan telah mengalir ke dalam otaknya.
Baiknya jantung dan otaknya kuat dan kalau tidak ada
sesuatu yang mengagetkan hatinya, dalam waktu seratus
hari ia akan pulih kembali seperti sediakala.”
Bi Lan menarik napas panjang tanda lega hati
mendengar keterangan ini, akan tetapi ia masih penasaran
dan bertanya.
“Siucai yang baik, bagaimana kalau dia mengalami
kekagetan?”
Kwa Siucai mengerutkan keningnya. “Buruk sekali!
Jantungnya yang terluka oleh racun itu akan menjadi lemah
dan akibatnya, aliran darahnya takkan dapat menahan
rangsangan racun pada otaknya sehingga mungkin sekali
otaknya takkan bekerja baik!”
“Gila....??” Bi Lan membelalakkan kedua matanya dan
mukanya pucat sekali.
Kwa Siucai mengangguk. “Akan tetapi hanya untuk
sementara saja. Kalau hatinya merasa terhibur dan
tenteram, ia akan dapat menguasai semua itu dan akan
sembuh kembali.”
Setelah berkata demikian, Kwa Siucai lalu mengeluarkan
bungkusan obat dua macam. Obat pertama berupa bubuk
hijau, lalu dicampur dengan getah putih itu dan ditempel
tempelkan pada luka luka bekas tusukan jarum di
punggung, adapun obat ke dua merupakan pel pel berwarna
hitam lalu diminumkan ke dalam tenggorokan Ciang Le.
Tubuh pemuda itu lalu dibalikkan terlentang setelah
dipakaikan pula bajunya yang tadi dilepas. Dengan amat
girang, Bi Lan dan kawan kawannya melihat betapa cahaya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
muka Ciang Le telah berobah, tidak pucat lagi dan
napasnya teratur. Sungguhpun pemuda itu belum siuman,
namun hati Bi Lan telah lega.
“Kwa Siucai, dia telah berhari hari tidak makan dan
tidak siuman.”
Siucai itu tersenyum. “Kau amat mengkhawatirkan dia,
sungguh beruntung pemuda ini mendapatkan perhatian dan
cinta kasih begitu besar. Apakah kau calon isterinya?” Di
dalam pertanyaan ini saja sudah terbukti kelihaian
sasterawan ini. Sekali pandang saja ia bisa tahu bahwa Bi
Lan masih seorang gadis yang belum menikah, maka ia
tidak bertanya apakah gadis ini isteri dari orang yang sakit,
melainkan bertanya apakah dia calon isterinya!
Muka Bi Lan menjadi merah sekali dan ia tidak kuasa
menjawab. Kwa Siucai juga tidak mau mendesaknya.
“Tunggu saja, sebelum malam tiba, dia tentu akan
siuman. Sekarang obat obat itu sedang bekerja, jangan kita
mengganggunya. Lebih baik kita bercakap cakap. Kulihat
kalian orang orang gagah dan sudah lama aku tidak
bertemu orang orang yang boleh diajak bercakap cakap.” Ia
lalu menoleh dan ketika memandang kepada Wan Kan,
kedua matanya bercahaya.
“Eh, bukankah kau Pangeran Wan yen Kan? Mengapa
berada di sini?”
Bukan main kagetnya Wan Kan mendengar ini. Ia cepat
menjura dengan hormat sekali dan berkata.
“Memang betul, Kwa Siucai. Siauwte adalah Wan Kan
dan dahulu memang disebut Pangeran Wan yen Kan, akan
tetapi sekarang tidak lagi! Sudah lama sekali siauwte
mendengar tentang Kwa Siucai yang terkenal sekali akan
karangan karangannya berupa cerita cerita rakyat yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
amat digemari orang dan sajak sajak yang indah! Maka
siauwte merasa terhormat sekali dapat bertemu di sini,
apalagi ternyata bahwa kau orang tua lelah dapat
menyembuhkan adik angkatku ini. Kau patut dihormat
setingginya!” Wan Kan yang dapat menyesuaikan diri itu
tidak mengingat lagi akan kedudukannya sebagai pangeran
dan ia lalu berlutut menghaturkan terima kasih, di ikuti
cepat cepat oleh Bi Lan yang juga berlutut!
“Cukup, cukup! Mari kita duduk di bawah pohon itu
bercakap cakap sambil menanti dia ini bangun. Bagus
sekali, orang she Wan, kau berbeda dengan orang orang
lain. Kau bilang aku ternama karena cerita cerita
karanganku. Hm, mungkin demikianlah bagi orang orang
yang jujur, bagi rakyat yang memang benar benar
menikmati hasil karyaku. Akan tetapi apakah demikian bagi
para bangsawan dan terutama sekali bagi mereka yang
menyebut diri sendiri sasterawan sasterawan dan seniman
seniman? Ohh, jauh daripada itu, anak muda. Aku
dibencinya, dianggap sasterawan murah, bukan .. bukan
sasterawan, mana bisa dimasukkan dalam daftar sasterawan
sasterawan? Aku dianggap orang gila, bahkan dianggap
perusak nama kesusasteraan!”
Melihat sikap orang tua ini tiba tiba berobah sedih,
semua orang tercengang dan betul betul menganggapnya
gila. Sesungguhnya memang Bi Lan dan kawan kawannya
kurang mengerti apa yang dimasudkan dengan pernyataan
Kwa Siucai yang nampaknya bersungguh sungguh ini.
Wan Kan yang pernah mempelajari kesusasteraan, amat
tertarik dan bertanya, “Kalau saya boleh mengetahui,
mengapa demikian anggapan mereka itu, Kwa Siucai?”
“Karena mereka itu merasa… iri hati!!”
“Iri hati? Mengapa?” tanya Wan Kan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Sebelum aku menjawab pertanyaanmu ini, coba
dengarlah beberapa diantara dongeng dongengku, sambil
menanti bangunnya pemuda itu. Hendak kulihat apakah
orang orang muda yang gagah perkasa juga tertarik dan
suka akan dongeng dongeng dan cerita ceritaku atau tidak.”
Setelah berkata demikian, Kwa Siucai lalu mendongeng
tentang zaman dahulu kala tentang raja raja lalim, tentang
perjuangan rakyat yang tertindas, tentang puteri puteri
cantik, tentang pahlawan pahlawan gagah perkasa, dan
tentang pendekar pendekar yang berbudi mulia. Caranya
mercentakan ini semua, amat indah menarik dengan gaya
bahasa yang lemas dan di dalam setiap kalimat
mengandung filsafat filsafat hidup yang kalau diceritakan
secara begitu saja tentu terasa berat. Dan akibatnya? Semua
orang muda itu mendengarkan dengan bengong, amat
tertarik sampai mereka lupa akan segala!
Kwa Siucai mendongeng tentang petikan petikan dari
ceritera See yu, Sam kok dan lain lain. Diceritakannya
tentang See yu yang mengandung penuh perlambang
perikehidupan, akan tetapi yang dituturkan dalam dongeng
yang amat menarik hati, tentang kepahlawanan dan
kecerdikan dalam ceritera Sam kok, dan lain lain. Benar
benar ceriteranya ini amat menarik semua pendengarnya
dan biarpun Wan Kan sendiri yang pernah membaca cerita
ini, merasa amat kagum akan cara siucai itu bercerita.
“Bagaimana pendapat kalian?” tanya Kwa Siucai setelah
menamatkan cerita terakhir.
“Bagus sekali “ kata mereka yang tadi mendengar
ceritanya.
“Memang indah sekali,” kata Bi Lan.
“Nah, sekarang kukatakan kepada kalian mengapa
sasterawan sasterawan yang mengangkat diri sendiri itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merasa benci kepadaku. Mereka tidak becus membuat atau
mengarang cerita cerita seperti ini dan timbullah iri hati nya
melihat banyak orang menyukai hasil karyaku! Ini timbul
dari rasa iri hati dan mementingkan diri sendiri. Mereka itu
katanya lebih suka membuat sajak sajak yang dapat
dinikmati intisarinya oleh golongan cerdik pandai, kaum
bangsawan belaka. Biar seribu orang rakyat sederhana
menikmati, mereka tidak memandang mata dan tidak
menganggap penting. Namun seorang saja tokoh besar
menyatakan kagum atas hasil karya mereka, ah, mereka
merasa diayunkan ke puncak! Aku lebih suka mendekati
rakyat biar mereka itu membenciku, aku sudah berbahagia
kalau sajak sajak dan ceritera ceriteraku disukai oleh rakyat
terbanyak, bahkan oleh anak anak sekalipun! Aku memang
bekerja untuk menghibur mereka yang dianggap bodoh ini,
untuk membimbing mereka sedikit demi sedikit.”
“Mengapa mereka itu bersikap demikian, Kwa Siucai?”
tanya Wan yen Kan yang masih merasa penasaran.
“Manusia memang bersifat sombong, suka dipuji
pantang dicela. Cela siapa saja dan kau akan menghadapi
orang yang membenci dan merasa sakit hati kepadamu,
sebaliknya pujilah siapa saja dan kau akan menghadapi
seorang yang ramah tamah dan baik, yang selalu berusaha
agar hatimu senang dan kau bisa lebih memuji mujinya
lagi!”
Waktu akan terlewat cepat sekali apabila orang bercakap
cakap dengan asyik. Demikian pun dengan mereka yang
duduk di bawah pohon itu. Tak terasa pula matahari telah
bersembunyi di balik puncak dan keadaan mulai gelap. Bi
Lan yang tak pernah melupakan Ciang Le dan beberapa
kali menengok ke arah pemuda yang masih berbaring itu
sungguhpun ia sendiri amat tertarik oleh cerita Kwa Siucai,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kembali memandang kepada Ciang Le dan dengan girang ia
berseru, “Dia sudah siuman !”
Gadis ini melompat dan menghampiri Ciang Le yang
kelihatan bergerak gerak kaki tangannya. Ketika Bi Lan
sudah berlutut di dekatnya, nampak pemuda itu membuka
matanya, menggosok gosok mata itu, menggeliat dan
nampak keningnya berkerut karena terasa sakit sakit pada
punggungnya, kemudian meramkan mata lagi dan
mulutnya mengeluh.
“Aduh… lapar…!”
Hampir saja Bi Lan terbahak. Ia menahan gelak
ketawanya sambil menutupi mulutnya, tertawa terkekeh
kekeh dengan air mata bercucuran saking girangnya!
Kawan kawannya sudah datang pula di situ dan Ling In
yang melihat suaminya ini, lalu merangkulnya dan
menangis kegirangan.
“Sumoi, dia selamat....” katanya.
Bi Lan hanya mengangguk angguk, menyusut air
matanya lalu tertawa.
“Pertama tama yang disambatinya adalah.... perutnya!”
katanya dan semua orang tertawa geli mendengar ini.
Mendengar suara orang orang tertawa, Ciang Le
membuka lagi matanya dan kini ia terbelalak lebar melihat
orang orang itu merubungnya. Ia lalu bangun duduk dan
berkata.
“Eh, eh...kita dimanakah?” Ia menoleh kepada Bi Lan,
lalu teringat akan pengalamannya dan bertanya, “Mengapa
kau mengeluarkan air mata, Lan moi? Kita semua selamat,
bukan?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bi Lan mengangguk angguk dan Wan yen Kan berkata,
“Hm, adikku Go Ciang Le, hampir hampir saja kau tewas.
Baiknya ada Kwi Siucai yang menolongmu! Kau terluka
oleh jarum jarum jahat dari Pak Hong Siansu sehingga kau
pingsan sampai tiga hari tiga malam. Sukur Kwa Siucai
yang menolongmu sehingga kau selamat dan sembuh
kembali.”
Mendengar itu, Ciang Le segera berdiri. Biarpun
tubuhnya amat lemah, namun berkat kepandaiannya yang
sudah tinggi sekali, ia dapat mempergunakan hawa di
dalam tubuh untuk menolak kelemahan ini dan membuat
jalan darahnya mengalir cepat. Ketika melihat seorang tua
duduk bersila sambil memandangnya dengan tersenyum
senyum tak perduli, ia lalu cepat menghampirinya dan
berlutut.
“Inkong (tuan penolong), terima kasih atas judi
pertolonganmu kepada siauwte,” kata Ciang Le.
Kwa Siucai mengibas ngibaskan tangannya. “Sudahlah,
anak muda. Tak perlu segala peradatan kosong ini. Aku
tidak menolongmu. Apakah aku ini? Hanya kebetulan saja
kekuasaan Thian memilih aku sebagi alat NYA sehingga
merupakan sedikit pengertian dalam pikiranku tentang
pengobatan. Kau tahu akan kekuasaan Thian? Tentu saja
tidak mungkin Thian akan mengulurkan tangan NYA,
sehingga kelihatan oleh semua orang untuk menyembuhkan
kau! Itu tidak sesuai dengan kebesaran NYA. Kekuasaan
Thian nampak di manapun juga, menggunakan segala
makhluk dan benda di dunia yang nampak pada pandangan
mata ini sebagai alat NYA. Kau berhutang budi? Hendak
berterima kasih? Berterima kasihlah kepada NYA, karena
tanpa kekuasaan Thian, aku manusia picik ini bisa
apakah?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Belum pernah Ciang Le mendengar wejangan dan
filsafat kebatinan seperti ini yang biarpun sederhana, namun
sekaligus membuatnya tunduk dan terharu sekali.
“Aduh, orang tua yang budiman. Mendengar kata
katamu ini merupakan bahagia yang sama besarnya dengan
pengobatan yang kaulakukan untuk menyembuhkan.”
Katanya sambil memandang kagum.
Pada saat itu, dari jauh terdengar suara, derap kaki kuda.
Kwa Siucai kembali mengibaskan tangannya dan mukanya
memperlihatkan sikap jemu dan mengejek.
“Barisan berkuda dari pemerintah Kin lagi. Menjemukan
benar segala perang perangan bunuh membunuh itu!”
“Jangan khawatir, Kwa Siucai. Ada kami di sini yang
akan membasmi mereka,” kata Bi Lan bersemangat.
“Apa kau kata? Tidak boleh ada pembunuhan
pembunuhan di depan mataku! Pergilah kalian, akupun
hendak menyembunyikan diri.” Kata sasterawan tua yang
pandai ilmu pengobatan itu.
“Akan tetapi mereka adalah musuh musuh rakyat, Kwa
Siucai!” Bi Lan membantah.
“Siapa perduli urusan musuh musuhan?” bentak Kwa
Siucai yang tiba tiba menjadi marah dan kedua matanya
melotot. “Baru saja kalian datang minta aku membantu
menyelamatkan nyawa satu orang dan sekarang kalian
hendak membalasku dengan suguhan banjir darah dan
pembunuhan besar besaran atas diri sesama manusia? Apa
kalian anggap aku sudah gila?”
Terkejut Bi Lan mendengar ini dan sasterawan itu
dengan terpincang pincang telah lari bersembunyi ke dalam
semak semak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Sudahlah, Lan moi. Kalau pikir pikir, memang kata
katanya itu ada betulnya, yaitu dipandang dari sudut
perikemanusiaan dan pendiriannya sebagai seorang
sasterawan dan ahli pengobatan. Mari kita pergi,” kata
Ciang Le yang dibenarkan pula oleh Wan yen Kan. Maka
cepat cepat mereka pergi dari tempat itu untuk
menghindarkan pertempuran. Biarpun tubuh Ciang Le
masih lemah, namun ia masih dapat mempergunakan ilmu
lari cepatnya yang masih tidak kalah oleh Bi Lan, apa lagi
oleh yang lain lain!
Setelah mereka berada jauh dari Bukit Gin ma san dan
suara derap kaki kuda itu tidak terdengar lagi, baru Bi Lan
teringat akan surat dari Cia Sinshe yang ia bawa untuk
diserahkan kepada Kwa Siucai akan tetapi yang sama sekali
tidak diperhatikan oleh Kwa Siucai. Ia mengeluarkan surat
itu dan membukanya. Dan ternyata bahwa surat kosong
belaka!
Tentu saja Bi Lan terkejut dan merasa di permainkan
oleh Cia Sinshe. Akan tetapi setelah mendengar penuturan
mereka semua Ciang Le berkata.
“Jangan menyangka yang bukan bukan. Kiraku Cia
Sinshe itu tidak mempermainkan. Ia telah kenal baik akan
watak Kwa Siucai maka sengaja ia mengirim surat kosong
karena tanpa kata kata di dalamnyapun, Kwa Siucai sudah
akan tahu maksudnya!”
“Ah, benar benar kukoai (ganjil) watak dari orang orang
pandai itu,” kata Bi Lan menarik napas panjang karena ia
teringat akan watak watak yang aneh dari orang orang
seperti Coa ong Sin kai, Thian Te Siang mo, dan lain lain
orang pandai.
Sementara itu, Ling In berkata bahwa ia dan suaminya
hendak pergi ke selatan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Kami sudah bermufakat untuk mencari tempat tinggal
di selatan dan hidup dengan tenteram di sana,” kata nyonya
muda ini dengan muka merah Ciang Le mengangguk.
“Memang demikian sebaiknya. Wan twako tentu saja tidak
mungkin dapat tinggal di daerah ini, di mana bangsanya
dan bangsaku main hantam dan bunuh membunuh. Dan
juga keadaan isterinya mengharuskan kalian berdua
mencari tempat untuk beristirahat.” Kembali Ling In
merah, mukanya karena jengah. Ia dan suaminya lalu sekali
lagi berpamit, kemudian pergi dari situ, setelah Wan yen
Kan memeluk Ciang Le dengan pesanan agar supaya adik
angkat itu segera mencarinya di selatan.
“Kami akan tinggal di Biciu,” katanya kepada Ciang Le.
Setelah suami isteri itu pergi, Lie Bu Tek berkata kepada
Bi Lan, “Sumoi. Biarlah kita berpisah di sini. Aku pun
hendak menyusul Gan sute dan membantunya dalam
perjuangan melawan penjajah.
Bi Lan dan Ciang Le menyatakan setuju, maka pergilah
Lie Bu Tek, diikuti pandang mata penuh rasa kasihan oleh
Bi Lan.
“Kasihan betul twa suheng itu....” katanya menghela
napas. “Ia telah kehilangan kegembiraan hidupnya.”
“Kau benar, Lan moi. Akan tetapi siapa tahu akan
peruntungan dan nasib manusia. Mudah mudahan saja
kelak ia akan menjumpai jodohnya dan mengalami
kebahagiaan seperti Wan twako dan isterinya, atau
seperti.... kita!”
Bi Lan mengerling tajam. “Hm, baru saja sembuh kau
sudah mulai lagi!”
“Mulai apa…?”
“Menyebut nyebut soal itu.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Kau tidak suka mendengarnya?”
“Bukan … bukan begitu, hanya membikin aku
menjadi malu saja. Sudahlah, sekarang tugas masih banyak,
persoalan itu ditunda saja di dalam hati masing masing.
Tahulah kau koko, bahwa biarpun kau sembuh, akan tetapi
kau masih dalam bahaya?”
“Apa maksudmu?”
“Menurut Kwa Siucai, biarpun kau sudah sembuh, akan
tetapi pengaruh racun itu telah masuk ke jantung dan otak,
sehingga selama seratus hari, kau tidak boleh mengalami
kesedihan dan kekagetan hebat, kau bisa menjadi… gila.
Karena itu terpaksa aku harus mengawani kau selalu dan
menjaga agar kau jangan sampai mengalami kaget atau
sedih selama seratus hari.”
Ciang Le tersenyum. “Satu satunya yang dapat membuat
aku kaget atau sedih dan menjadi gila, hanya kalau kau....
menyatakan bahwa kau tidak suka menjadi jodohku! Nah
jawablah, kau suka bukan? Awas, kalau kau bilang tidak
suka, aku bisa gila, bahkan bisa mati karena sedih.”
Bi Lan cemberut. “Kauanggap main main saja bahaya
itu, koko. Kau tidak tahu betapa aku yang cemas dan
takut.”
“Eh eh nanti dulu semua kata kata itu Jawablah dulu,
suka atau tidak?”
“Kau memang berwatak nakal. Tak kusangka dahulunya
kelihatan pendiam sekarang ternyata pandai menggoda
orang. Sudahlah, aku terus terang saja suka sekali. Nah, kau
boleh merasa puas sekarang.”
Ciang Le memegang kedua pundak gadis itu dan
memandang tajam, penuh kasih sayang yang mesra.
“Adikku yang baik, jangan kau cemas. Kata kataku tadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
biarpun hanya berjenaka, akan tetapi sesungguhnya tidak
bohong. Di dunia ini yang dapat membuat aku kaget dan
berduka, hanya kalau kau tidak suka kepadaku. Sekarang
kau sudah menjawab bahwa kau suka kepadaku, apalagi
yang kutakutkan? Aku takkan meniadi gila, percayalah!”
“Sukurlah kalau begitu. Dan sekarang kita ke mana?
Menyusul Gan suheng ke Cin an mencari Pak Hong Siansu
untuk membalas kecurangannya, atau membantu para
pejuang setempat, ataukah kembali dulu mencari kong
kong?”
Ciang Le memandang dengan senyum bahagia. Kini
wajah Bi Lan dalam pandangan matanya nampak lebih
cantik dan manis, benar benar meresap di hatinya dan
membuatnya tiada bosannya memandang.
“Lebih dulu pergi mencari… pengisi perutku yang amat
lapar! Selanjutnya.... bagaimana nanti, terserah
kepadamulah. Aku menurut saja!”
Sepasang merpati ini lalu pergi dari situ, mencari makan
untuk perut mereka ke sebuah kampung yang berdekatan.
-oo0dw0oo-
Mungkin para pembaca sudah lupa lagi akan nama Sin
kun Liu Toanio. Dia adalah tokoh Kwan im pai, nenek tua
yang kepalanya selalu diikat dengan kain putih, nenek yang
amat tinggi ilmu silatnya sehingga mendapat julukan Sin
kun (Kepalan Dewa). Dahulu ketika Sam Thai Koksu
mengadakan pertemuan dengan orang orang gagah, Sin kun
Liu Toanio juga hadir bersama dua orang muridnya kakak
beradik Liok Hui dan Liok San. Dulu ketika Bi Lan
dikeroyok oleh Sam Thai Koksu dan kawan kawannya, Sin
kun Liu Loanio tidak mau membantu oleh karena ia
mendengar bahwa gadis itu adalah murid Coa ong Sin kai
yang memang terkenal jahat dan di benci oleh semua orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kang ouw. Kalau saja Bi Lan tidak mengaku sebagai murid
Coa ong Sin kai, tentu Sin kun Liu Toanio sudah turun
tangan membantunya dan menghajar orang orang Kin,
karena Liu Toanio terkenal sebagai orang yang benci sekali
pada pemerintah Kin.
Akan tetapi semenjak rakyat memberontak terhadap
pemerintah Kin Sin kun Liu Toanio bukan saja membantu
pergerakan ini, bahkan ia ikut dengan aktip sekali,
mengumpulkan seluruh anggauta Kwan im pai yang
jumlahnya ada empat puluh orang lebih, yakni anak anak
murid dari Kwan im pai dan dipimpinnya pasukan kecil ini.
Biarpun pasukan ini hanya kecil saja, namun jasanya sudah
besar. Entah berapa banyak barisan pemerintah Kin sudah
dihancurkan oleh pasukan ini. Kedua orang murid yang
paling disayanginya, yaitu Liok Hui dan Liok San,
membantu dengan penuh semangat sehingga nama Liu
Toanio dan dua orang muridnya ini ditakuti oleh barisan
Bangsa Kin.
Sin kun Liu Toanio juga sadar akan kekuatan
pasukannya yang hanya kecil jumlahnya, maka tiap kali
pemerintah Kin mengirim barisan besar untuk membasmi
pasukan Kwan im pai ini selalu Sin kun Liu Toanio sudah
membawa pasukannya bersembunyi dan pindah ke lain
daerah. Siasat gerilya dilakukannya dan biarpun jumlah
musuh besar, namun jika disergap pada malam hari oleh
pasukan kecil yang rata rata memiliki kepandaian silat
tinggi dan terutama sekali amukan Liu Toanio sendiri
bersama dua orang muridnya, maka barisan musuh menjadi
kocar kacir.
Pada waktu itu, pasukan Kwan im pai yang dipimpin
oleh Sin kun Liu Toanio berada di dalam sebuah hutan di
Propinsi Shansi di sebelah timur kota Tatung. Berkali kait
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pasukan ini menghancurkan barisan Kin yang bergerak
lewat di daerah itu.
Telah lama sekali Sam Thai Koksu menjadi pusing
menghadapi gangguan ini dan mata matanya tersebar ke
mana mana untuk menyelidiki tempat bersembunyinya
pasukan Kwan im pai ini. Akhirnya seorang penyelidiknya
melaporkan bahwa pasukan Kwan im pai itu bersembunyi
di dalam hutan itu, di sebuah pegunungan yang sukar sekali
dinaiki karena daerah itu penuh dengan jurang yang amat
dalam dan jalan satu satunya menaik gunung itu melalui
jalan kecil di dalam hutan. Oleh karena ini maka
kedudukan pasukan kecil itu amat kuat tak dapat diserang
dari belakang atau kanan kiri dan pasukan musuh yang
melewati di hutan itu, tentu akan diserbu secara bergerilya.
Sam Thai Koksu kali ini tidak mau bekerja kepalang
tanggung, lalu menyuruh sepasukan istimewa berbaris
memasuki hutan itu dan sambil menyamar, Sam Thai
Koksu sendiri memimpin barisan ini. Di sampingnya masih
dibantu oleh Suma Kwan Eng, Giok Seng Cu dan lain lain
panglima yang berkepandaian tinggi. Bahkan dari belakang,
diikuti pula oleh Pak Hong Siansu dan Ba Mau Hoatsu!
Sin kun Liu Toanio Terkena jebakan ini. Melihat adanya
barisan Kin, ia segera membawa anak buahnya
menghadang dan menyerbu. Kalau saja ia tahu bahwa
tokoh tokoh besar itu berada di dalam barisan, tentu ia akan
berlaku hati hati dan takkan berani sembarangan menyerbu.
Pertempuran hebat terjadi akan tetapi hanya sebentar saja
anak buah Kwan im pai kena dibabat dan dihancurkan.
Akhirnya tinggal Sin kun Liu Toanio dan dua orang
muridnya saja yang masih mengamuk, menghadapi Sam
Thai Koksu, Suma Kwan Eng, dan Giok Seng Cu!
“Ha, ha, ha. nenek. Lebih baik kau menyerah saja,
mungkin hukumanmu akan lebih ringan. Salahmu sendiri
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengapa dahulu kau tidak membantu kami saja!” kata Kim
Liong Hoat ong mengejek, sambil mengeroyok nenek itu
dengan dua orang adiknya.
“Sam Thai Koksu, tua bangka tua bangka keparat.
Jangan kira aku begitu pengecut dan takut mendengar
omonganmu yang busuk Majulah untuk kuhancurkan
kepalamu bertiga!” bentak Liu Toanio sambil memutar
tongkatnya dengan sengit.
Adapun Liok Hui dan Liok San amat kewalahan
menghadapi Suma Kwan Eng dan Giok Seng Cu. Suma
Kwan Eng yang mata keranjang itu menghadapi Liok Hui
yang cantik juga, mempermainkannya dengan kata kata
yang kotor sehingga Liok Hui menjadi nekad dan memutar
pedangnya secepat angin menyambar. Liok San, pemuda
adik Liok Hu yang bertubuh tinggi besar, sebentar saja
roboh oleh Giok Seng Cu dan tertawan.
Pada saat keadaan Liu Toanio dan Liok Hu amat
terancam, tiba tiba berkelebat dua sosok, bayangan orang
dan tahu tahu di gelanggang pertempuran itu nampak
sepasang orang muda yang mainkan pedang dengan
hebatnya. Mereka, ini adalah Ciang Le dan Bi Lan yang
kebetulan lewat di tempat itu dan mendengar suara
pertempuran dari jauh lalu berlari mendatangi. Melihat
tokoh tokoh Kin sedang mengeroyok nenek itu dan
muridnya. Bi Lan berkata, “Koko, mari kita bantu mereka
itu dan hancurkan orang orang Kin!”
Ciang Le tidak perlu disuruh untuk kedua kalinya. Begitu
pedangnya berkelebat, tongkat bercagak di tangan Suma
Kwan Eng menjadi putus dan orangnya melompat ke
belakang dengan wajah pucat. Giok Seng Cu yang
mengenal pemuda ini, menjadi marah sekali dan cepat maju
menyerang dengan senjata rantainya yang ampuh. Segera
mereka terlibat dalam pertempuran yang seru sekali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Adapun Bi Lan cepat membantu Sin kun Toanio,
menghadapi Sam Thai Koksu sambil memutar pedangnya
dengan gemas sekali. Melihat datangnya bantuan yang kuat
ini, timbul kembali semangat Sin kun Liu Tonio, dan
bagaikan seekor naga betina ia mengamuk sehingga Sam
Thai Koksu tidak mendapat kesempatan untuk mendesak
lagi.
“Bagus, nona Hoa san pai, mari kita hancurkan anjing
anjing Bangsa Kin ini!” seru Liu Toanio.
Sebaliknya, pertempuran antara Ciang Le yang
menghadapi Giok Seng Cu, biarpun berjalan seru sekali,
narnun sebentar saja terbukti bahwa kepandaian Giok Seng
Cu masih belum cukup tangguh untuk menghadapi Pak kek
Sin ciang dari Ciang Le. Ia terdesak hebat sekali dan tak
berdaya untuk membalas serangan anak muda itu. Suma
Kwan Eng yang melihat ini, lalu mengambil tongkatnya
yang sudah patah dan membantu Giok Seng Cu. Akan
tetapi agaknya dosa dari orang ini sudah terlalu banyak,
karena bantuannya ini hanya merupakan bunuh diri
baginya. Baru dua jurus ia menyerang, ujung pedang Ciang
Le telah mampir di lehernya dan Suma Kwan Eng
terhuyung huyung ke belakang lalu roboh tak kuasa
bersambat lagi. Urat besar pada lehernya putus dan ia
menghembuskan nafas terakhir tak lama kemudian.
Giok Seng Cu benar benar menjadi jerih menghadapi
kelihaian Ciang Le dan pada saat gerakan rantainya agak
terlambat, sebuah tendangan dari Ciang Le menyerempet
pundaknya sehingga tubuh tosu ini bergulingan di atas
tanah. Uniknya ia masih mempunyai kecepatan gerakan
sehingga ketika ia bergulingan, ia masih mengerjakan
rantainya, diputar putar sedemikian rupa melindungi
tubuhnya dari serangan selanjutnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi Ciang Le tidak perdulikan dia lagi.
Sebaliknya pemuda ini lalu melompat dan membantu Bi
Lan dan Sin kun Liu Toanio yang masih amat sukar
mengalahkan Sam Thai Koksu yang tangguh, yang dibantu
oleh tiga orang panglima Kin lain yang kepandaiannya
cukup tinggi.
Datangnya bantuan ini tentu saja membesarkan hati Bi
Lan. Pedang di tangan Ciang Le sebentar saja merobohkan
dua orang panglima Kin, dan Bi Lan juga berhasil
membinasakan panglima Kin yang ke tiga, Sam Thai Koksu
terkejut sekali dan dalam kesempatan ini, Liu Toanio
mengerjakan tongkatnya secara istimewa dan terdengarlah
pekik Gin Liong Hoat ong, orang ke dua dari Sam Thai
Koksu yang terpelanting dengan dada pecah terpukul oleh
tongkat Sin kun Liu Toanio!
Kim Liong Hoat ong dan Tiat Liong Hoat eng lalu
memberi aba aba kepada anak buahnya untuk maju
mengeroyok. Melihat ini Ciang Le cepat meloncat ke arah
Liok San, murid Sin kun Liu Toanio yang tadi tertotok oleh
Giok Seng Cu untuk membebaskan pemuda ini agar dapat
membantu menghadapi pengeroyokan fihak lawan yang
besar jumlahnya. Maka mengamuklah mereka semua, Liu
Toanio, Bi Lan, Ciang Le, Liok Hui dan Liok San. Banyak
anggauta pasukan Kin bergelimpangan tak bernyawa lagi.
Menghadapi amukan lima orang gagah ini, pasukan Kin
menjadi gentar sekali dan kocar kacir.
Akan tetapi pada saat itu, terdengar bentakan nyaring.
“Mundur semua, biarkan pinto membasmi anjing anjing
pemberontak ini!”
Dan muncullah Pak Hong Siansu dan Ba Mau Hoatsu!
Melihat Ba Mau Hoatsu, musuh besarnya yang telah
membunuh Thian Te Siang mo guru gurunya, Bi Lan tak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dapat menahan sabarnya lagi. Gadis ini melompat dan
menyerbu Ba Mau Hoatsu sambil memaki maki.
“Pendeta bangsat, sekarang tiba saatnya kau harus
mampus dalam tanganku!”
Ba Mau Hoatsu tertawa bergelak dan menggerakkan
sepasang rodanya menghadapi Bi Lan.
“Iblis wanita, di mana mana kau mengacau saja,”
jawabnya.
Sementara itu, Liu Toanio dan dua orang muridnya
tentu saja tidak mau tinggal diam dan menggerakkan
senjata masing masing. Akan tetapi mereka dihadapi oleh
Kim Liong Hoat ong, dan Giok Seng Cu! Tentu saja ini
merupakan lawan lawan yang amat berat, namun mereka
telah nekad untuk berkelahi sampai nafas terakhir.
Adapun Ciang Le berdiri berhadapan dan saling pandang
dengan Pak Hong Siansu. Pemuda itu memandang dengan
mata bernyala nyala, sedangkan Pak Hong Siansu
memandang dengan mata menyatakan ragu ragu, heran dan
juga malu.
“Pak Hong Siansu, kebetulan sekali kita bertemu di sini
untuk melanjutkan pertandingan kita yang terputus karena
kecuranganmu yang amat memalukan itu!” kata Ciang Le
tersenyum sindir. Kini ia sama sekali tidak sudi
menganggap kakek ini sebagai paman gurunya lagi,
melainkan sebagai musuhnya yang dibenci.
Merah muka Pak Hong Siansu mendengar sindiran ini.
“Anak muda yang sombong, kekalahanmu dahulu itu
terjadi karena kebodohanmu, tak usah menyalahkan orang
lain. Sekarang akupun takkan bertindak setengah setengah
dan takkan mau mengampuni nyawamu lagi!” Sambil
berkata demikian, kakek sakti ini lalu menggerakkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sepasang senjatanya tongkat dan tasbeh. Terulang
kembalilah pertempuran yang amat dahsyat antara kakek
sakti dan murid keponakannya itu. Seperti juga dulu, tak
seorangpun berani atau dapat membantu pertempuran yang
hebat ini. Masing masing mengeluarkan kepandaiannya dan
kalau Pak Hong Siansu menukar nukar ilmu silatnya dan
mengeluarkan kepandaian simpanan dari ilmu ilmu silat
aneh yang banyak dipelajarinya, adalah Ciang Le selalu
mainkan pedangnya menurut ilmu Silat Pak kek Sin ciang,
karena ia maklum bahwa selain ilmu silat khusus yang ia
peroleh dari gurunya, Pak Kek Siansu, agaknya tidak ada
lain ilmu silat yang dapat bertahan menghadapi Pak Hong
Siansu, yang benar benar lihai itu. Kini Ciang Le berlaku
hati hati dan awas sekali menjaga kalau kalau susioknya
yang curang itu lagi lagi menggunakan kesempatan untuk
menyerangnya secara gelap. Kalau Ciang Le dapat
mengimbangi kepandaian Pak Hong Siansu, atau boleh
juga dibilang ia berada di fihak lebih unggul sedikit dalam
hal tenaga dan keuletan napas, adalah sebaliknya dengan
keadaan Bi Lan, Sin kun Liu Toanio dan dua orang
muridnya. Bi Lan yang bertempur melawan Ba Mau
Hoatsu, terdesak hebat namun gadis ini dengan ilmu
pedangnya Thian Te Kiam sut masih dapat
mempertahankan diri mati matian dari sepasang roda yang
berbahaya dari pendeta Tibet itu.
Yang hebat adalah Sin kun Liu Toanio karena nenek ini
menghadapi Giok Seng Cu yang kepandaiannya hebat
sekali, tidak berada di sebelah bawah kepandaian Ba Mau
Hoatsu. Sebentar saja nenek ini sudah kehabisan tenaga dan
hanya mampu mengelak ke sana ke mari tanpa dapat
menyerang. Juga Liok Hui dan Liok San sibuk sekali
menghadapi gempuran gempuran dari Kim Liong Hoat ong
dan Tiat Liong Hoat ong. Mudah diramalkan bahwa dalam
beberapa belas jurus lagi mereka ini tentu akan roboh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sin kun Liu Toanio yang memutar tongkat secara nekad
menghadapi serangan rantai Giok Seng Cu, akhirnya tak
dapat mempertahankan diri lagi dan ketika Giok Seng Cu
mengayun rantainya menyerangnya dengan sabetan maut
ke arah kepala, nenek ini mencoba untuk menangkis
dengan tongkatnya. Namun tenaganya lelah lemah dan
sambil mengeluarkan suara keras, tongkatnya patah dan
rantai itu menyambar kepalanya tanpa dapat dielakkan lagi!
“Prak…!” Nenek itu menjerit dan roboh dengan kepala
pecah!
Kemudian Giok Seng Cu meloncat dan membantu Ba
Mau Hoatsu mengeroyok Bi Lan! Tentu saja gadis ini
terkejut sekali. Menghadapi Ba Mau Hoatsu seorang saja
baginya sudah sukar sekali untuk mencapai kemenangan,
apa lagi sekarang datang Giok Seng Cu yang demikian
lihai.
Gadis ini memutar pedangnya dan berkelahi sambil
mundur terus didesak hebat oleh kedua orang lawannya.
Keadaannya yang berbahaya ini dapat dilihat oleh Ciang
Le karena pemuda ini tak pernah melepaskan perhatiannya
itu. Tentu saja ia menjadi gelisah sekali dan hal ini
membuat permainan pedangnya kalut. Ia tak dapat
menolong kekasihnya karena bagaimana ia dapat
meninggalkan Pak Hong Siansu, lawannya yang juga tak
boleh dipandang ringan ini? Dengan hati gelisah dan penuh
kecemasan, ia melihat betapa Bi Lan terus mundur, didesak
oleh Ba Mau Hoatsu yang tertawa tawa mengejek dan Giok
Seng Cu yang gerakan rantainya makin lama makin kuat
ini.
“Lan moi… hati hati belakangmu…!” teriak Ciang Le
ketika ia melihat betapa Bi Lan terus mundur sampai ke tepi
jurang!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun terlambat. Sepasang roda Ba Mau Hoatsu sudah
melayang layang di atas kepala Bi Lan dan rantai dari Giok
Seng Cu menyambar nyambar dan menyapu kedua kaki
gadis itu. Tak ada jalan lain bagi Bi Lan selain meloncat
mundur dan….
“Ciang Le…!” terdengar gadis itu menjerit dan tubuhnya
lenyap ditelan jurang yang curam sekali!
“Bi Lan !” Ciang Le sekali meloccat sudah
meninggalkan Pak Hong Siansu. Ia menggunakan gerakan
Hui niau coan in (Burung Terbang Menembus Mega) dan
sekejap mata saja ia sudah tiba di pinggir jurang itu berdiri
memandang ke dalam jurang yang tidak kelihatan dasarnya
saking dalamnya. Kekagetan dan kecemasan membuat ia
berdiri seperti patung dan apa yang dikhawatirkan oleh
Kwa Siucai terjadilah! Ciang Le berdiri seperti orang
kehilangan semangat sambil menyarungkan pedangnya,
pemuda ini terdengar menangis tersedu sedu!
Kesempatan ini dipergunakan oleh Ba Mau Hoatsu
untuk mengirim pukulan ke arah punggung Ciang Le dari
belakang. Namun pemuda, ini biarpun otaknya sudah
terpengaruh oleh racun, ternyata kepandaiannya masih
belum lenyap. Ia merasakan adanya sambaran angin dari
belakang dan secepat kilat ia membalikan tubuh dan ketika
kakinya menendang tubuh Ba Mau Hoatsu terlempar dan
terguling guling! Ciang Le tertawa bereelak gelak, kemudian
menangis lagi ketika teringat kepada Bi Lan! ia telah
menjadi gila.
Ba Mau Hoatsu marah sekali, demikian pula Giok Seng
Cu. Kedua orang ini menggerakkan senjata masing masing
untuk menewaskan pemuda yang sudah tidak waras lagi
otaknya ini. Akan tetapi tiba tiba terdengar bentakan,
“Tahan senjata! Jangan bunuh dia!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yang membentak ini adalah Pak Hong Siansu dan baik
Ba Mau Hoatsu maupun Giok Seng Cu tidak berani
membantah lalu menahan senjata masing masing. Mereka
memandang kepada Pak Hong Siansu dengan terheran
heran. Belum lama ini, Pak Hong Siansu telah melepaskan
senjata rahasia yang membahayakan nyawa Ciang Le
dengan maksud membunuh, akan tetapi mengapa sekarang
kakek itu bahkan hendak menyelamatkan nyawa pemuda
ini dan melarang mereka membunuhnya selagi ada
kesempatan baik?
Sebetulnya bukan karena Pak Hong Siansu merasa
sayang kepada Ciang Le atau timbul iba hatinya melihat
pemuda itu, sama sekali bukan. Kakek ini setelah melihat
kepandaian Ciang Le, menjadi gentar juga menghadapi
suhengnya, Pak Kek Siansu. Ilmu Silat Pak kek Sin ciang
yang diciptakan oleh suhengnya itu betul betul hebat sekali
dan ia terus terang saja tidak sanggup melawannya. Baru
muridnya saja yang mainkan, begitu hebat, apalagi kalau
Pak Kek Siansu yang mainkan ilmu silat ini! Melihat
keadaan Ciang Le yang setelah menderita kaget dan duka
mendadak menjadi gila, tahulah Pak Hong Siansu bahwa
racun dari jarum jarum hitam nya telah menguasai pemuda
ini dan ia mendapat pikiran yang amat baik. Ia tahu dan
dapat menduga bahwa kalau Pak Kek Siansu sudah
mempercayakan pemuda ini turun gunung dan sudah
menurunkan ilmu Silat Pak kek Sin ciang yang amat
dirahasiakannya itu, tentu kakek di Bukit Luliang san itu
amat sayang kepada Ciang Le. Maka ia hendak menangkap
Ciang Le, kemudian menggunakan pemuda ini sebagai alat
pemaksa, membujuk suhengnya turun gunung dan
membantu pemerintah Kin! Karena sesungguhnya, Pak
Hong Siansu sendiri merasa kewalahan menghadapi
pemberontakan rakyat yang demikian menggelora.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, setelah mencegah Ba Mau Hoatsu dan
Giok Seng Cu membunuh Ciang Le, Pak Hong Siansu
sendiri lalu melompat ke arah Ciang Le dan mengancam
dengan tongkatnya yang dipukulkan kepada Ciang Le.
Pemuda ini yang masih menangis lalu tertawa tawa,
melihat tongkat menyambar lalu mengelak, akan tetapi
ujung tongkat itu secepat kilat mengurungnya. Karena kini
tidak bersenjata lagi, sedangkan kepalanya terasa pening
tidak karuan, Ciang Le tidak berdaya menghadapi serangan
susioknya dan ujung tongkat dengan tepat menotok jalan
darahnya di iga sehingga pemuda itu tersungkur dalam
keadaan pingsan.
Pak Hong Siansu lalu menyambar tubuh Ciang Le dan
dikempitnya, kemudian ia mengajak semua orang pergi dari
situ, juga Liok Hui dan Liok San yang telah tertawan, oleh
Pak Hong dibebaskan lagi oleh karena orang tua ini sudah
merasa cukup menewaskan guru mereka dan menganggap
kedua orang muda iui tidak berbahaya. Kakak beradik she
Liok ini ditinggalkan dalam keadaan terluka dan keduanya
hanya dapat bersedih dan mengertak gigi melihat guru
mereka rebah tak bernyawa lagi!
-ooo0dw0ooo-
Kita tinggalkan dulu Ciang Le yang tertawan oleh Pak
Hong Siansu yang di tengah jalan menceritakan siasatnya
kepada Ba Mau Hoatsu dan marilah kita ikuti nasib Bi Lan
yang terjungkal ke dalam jurang yang amat curam itu.
Tidak salah kata kata orang bijaksana bahwa siapa yang
membela kebenaran, selalu akan dilindungi oleh Thian
Yang Maha Kuasa.
Demikianpun dengan Bi Lan. Kalau dilihat dari atas
jurang, takkan ada seorangpun dapat menduga bahwa
orang yang terjatuh ke dalam jurang itu akan dapat
bertahan untuk hidup lebih lama lagi. Kalau tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
demikian, kiranya Ciang Le takkan begitu terkejut, putus
asa dan berduka sehingga ia terpengaruh oleh racun yang
menyerang otak dan hatinya. Jurang mi memang curam
sekali, licin dan dalamnya tak dapat diukur karena dari atas
tidak kelihatan dasarnya yang tertutup oleh kabut tebal.
Ketika Bi Lan merasa tubuhnya terpelanting dan jatuh
dari tempat yang amat tinggi, ia mengulur kedua lengannya
dan kedua tangannya, dengan jari jari terbuka menjambret
ke kanan kiri. Akhirnya usaha yang terdorong oleh rasa
takut dan ngeri ini berhasil, ia dapat memegang sebatang
akar pohon yang beruntai di jurang itu, yakni di samping
yang menurun. Tubuhnya tersentak kaget, tertahan dari
kejatuhan sehingga ia merasa betapa pangkal lengan
kanannya seakan akan lengannya itu hampir terlepas dari
tubuhnya. Namun berkat tenaga lweekangnya yang tinggi,
ia dapat menggerakkan rubuh diayun sedemikian rupa
sehingga ia dapat mematahkan tenaga sentakan itu dan
mencegah pegangannya terlepas. Namun ia harus cepat
menggantikan angan kanan dengan tangan kiri, karena
memang lengan kanannya terasa sakit sekali. Agaknya
terjadi salah urat ketika tersentak tadi. Dengan menarik
napas dalam dalam, ia dapat menyalurkan darahnya, ke
arah lengan kanan yang salah urat itu sehingga rasa panas
dan perlahan lahan lengan kanan itu tidak begitu sakit lagi.
Setelah tidak terlalu menderita sakit lagi, barulah Bi Lan
memperhatikan keadaan dirinya. Ia bergantungan pada
akar pohon yang tidak terlalu besar, yang banyak timbul di
permukaan lereng jurang itu, juga banyak pohon pohon
kecil tumbuh di situ. Akan tetapi, jalan naik ke atas amat
tingginya dan tanah lereng jurang itu ternyata tidak keras
dan juga licin karena membasah oleh kabut. Ketika ia
memandang ke bawah, Bi Lan yang biasanya tabah sekal
itu terpaksa menutup matanya saking ngeri nya. Yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
nampak hanya kabut yang perlahan lahan bergerak naik
dan selebihnya hitam mengerikan. Ia tidak berani
membayangkan betapa nasibnya kalau ia terus jatuh ke
bawah.
Tiba tiba akar yang dipegangnya bergerak gerak. Bi Lan
cepat memandang dan alangkah terkejutnya ketika ia
melihat akar itu mulai terbongkar dari tanahnya! Gadis ini
cepat menggunakan tangan kanannya menangkap sebuah
akar lain yang berdekatan dan baiknya ia berlaku sigap,
karena kalau tidak, tentu ia akan terjerumus ke bawah.
Akar yang semenjak tadi menahan tubuhnya itu tidak kuat
lagi dan hampir putus.
Bi Lan mengumpulkan segala kekuatannya. Perlahan
lahan dan hati hati ia bergantungan dan berpindahan dari
akar ke akar atau pohon kecil, terus merambat ke atas.
Akan tetapi, oleh karena akar akar itupun amat licin dan
keadaan suram suram gelap sehingga mesti berhati hati
sekali, maka cara bergerak naik ini amat lambat dan kedua
tangannya telah terasa kaku dan pedas pedas. Baru saja
beberapa kali berganti pegangan, ketika tangan kirinya
menyambar ke atas, dan menangkap sebuah akar yang
sebesar lengannya ia merasa betapa akar ini lebih licin lagi
dan tidak begitu keras, namun ternyata kuat dan ulet.
Hampir saja ia melepaskan tangan kanannya untuk mencari
lain pegangan yang lebih tinggi ketika tiba tiba “akar” yang
dipegang oleh tangan kirinya itu bergerak dan terdengar
suara mendesis yang tajam.
“Ular…!” Bi Lan menjerit kengerian, bukan karena ia
takut kepada binatang ini, akan tetapi karena kagetnya
melihat kenyataan yang tiba tiba ini dan pula ia merasa geli
melihat tubuh ular yang licin itu menggeliat geliat di dalam
pegangannya. Saking ngerinya. Gadis ini seketika
melepaskan pegangannya dan akar yang dipegang oleh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tangan kanannya berbunyi. “Krak!” dan patah! Tubuhnya
bergulingan ke bawah!
“Celakalah kali ini!” pikir Bi Lan. Betapapun juga, ia
tidak putus harapan dan kedua tangannya menjambret dan
memegang apa saja yang dapat disambar. Akhirnya
usahanya berhasil dan ia dapat memegang sesuatu dengan
tangan kanannya, dan tangan kirinya tersangkut pada
ranting yang berdaun, ia girang sekali akan tetapi ia
meramkan mata dengan napas terengah engah dan tubuh
sakit sakit. Siapa orangnya yang takkan berdebar
jantungnya menghadapi maut yang hampir saja merenggut
nyawanya ketika ia bergulingan tadi!
Dengan amat hati hati ia mengangkat tubuhnya dan
mendapat kenyataan bahwa kebetulan sekali ia berada di
lereng jurang yang agak legok sehingga ada sedikit tempat
baginya untuk duduk dan beristirahat, yaitu di atas daun
daun dan ranting ranting kecil dari tetumbuhan yang
menahannya tadi. Keadaan di situ lebih gelap lagi dan
ketika tangan kanannya meraba raba, ia mendapatkan
bahwa benda yang tadi dipakai bergantung oleh tangan
kanannya, di bagian bawah nya amat tajam. Benda itu
tertancap pada akar pohon dan terus menembus ke dalam
tanah. Hati Bi Lan berdebar. Sambil meraba raba, ia
mendapat kenyataan bahwa benda itu adalah sebuah
pedang atau golok! Ia membetulkan duduknya sehingga
aman betul, menggunakan tangan kiri berpegang kepada
akar, kemudian dengan tangan kanannya ia mencabut
senjata itu. Dan apa yang dilihatnya? Bukan lain adalah
pedangnya sendiri!
-ooo0dw0oooTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Jilid XV
BI LAN terkejut, terheran, dan juga girang bukan main.
Bagaimana ada hal yang begini kebetulan? Pedangnya tadi
terlepas dari pegangan ketika ia terjungkal ke dalam jurang
dan kini pedangnya itu bahkan telah menolongnya dari
bahaya maut. Pedang ini jatuh meluncur dan menancap
pada akar itu, terus menembus ke dalam tanah, merupakan
pegangan yang cukup kuat. Baiknya pedang itu menancap
sampai hampir ke gagangnya, kalau tidak demikian, besar
kemungkinan tubuhnya ketika jatuh tadi akan terluka oleh
pedangnya sendiri!
Bi Lan tertawa. Benar benar hebat, dalam keadaan
seperti itu, gadis lincah ini masih dapat tertawa. Ia tertawa
geli memikirkan hal ini. Dan timbul harapannya. Thian
telah mengaturnya sehingga ia bertemu dengan pedangnya
sendiri di tempat yang aneh ini, tentu Yang Maha Kuasa
telah mengatur pula sehingga ia akan tertolong dan keluar
dari tempat ini. Dikumpulkan seluruh tenaganya dan untuk
beberapa lama ia mengatur pernapasannya sehingga tubuh
dan semangatnya menjadi sehat dan tenang kembali.
Setelah itu, Bi Lan mulai merayap naik lagi seperti tadi.
Akan tetapi sekarang ia tidak mau berlaku sembrono. Setiap
kali hendak menarik tubuhnya ke atas, ia lebih dulu
menggunakan pedangnya, ditancapkan kuat kuat ke dalam
tanah yang keras. Di antara tanah yang basah dan lunak
memang terdapat tanah tanah cadas sehingga dengan
adanya pedang itu, ia mendapat pembantu yang boleh
dipercaya.
Biarpun amat lambat, namun nampaknya ada hasilnya,
makin lama badannya makin mendekati tebing jurang.
Namun, jangan dikira bahwa pekerjaan ini mudah. Pecah
pecah kulit telapak tangan dan lutut gadis ini, peluhnya
bercucuran, napasnya memburu dan tubuhnya sakit sakit
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
semua. Apalagi bekas terguling guling tadi mendatangkan
beberapa luka kecil yang menguncurkan darah. Dan bukan
main tingginya tebing itu karena setelah bergulat dengan
mati matian selama setengah hari, barulah ia tiba di tebing
jurang!
Bi Lan tidak berani segera naik dan ia beristirahat dulu
sambil bergantung pada gagang pedangnya dan sebuah
akar. Ia hendak mengumpulkan tenaganya, karena siapa
tahu kalau kalau ia harus bertanding lagi setelah tiba di atas.
Gadis ini tidak sadar bahwa telah setengah hari ia bergulat
merayap naik itu. Akan tetapi, semua sunyi dan tidak
terdengar sedikitpun suara dari atas jurang. Dan keadaan
sudah menjadi gelap karena senja telah lewat dan malam
mulai mendatang. Ketika ia berdongak ke atas, bintang
bintang mulai menghias langit biru. Akhirnya ia merayap
lagi naik dan berhasil meloncat ke atas tebing jurang. Ketika
melihat betapa sunyi tidak nampak seorangpun manusia,
hatinya demikian lega sehingga ia lalu berbaring telungkup,
mencium tanah dan tak tertahan lagi ia mengalirkan air
mata! Bukan main senangnya dapat berada di permukaan
bumi lagi setelah mengalami hal hal yang demikian
hebatnya, ia merasa seakan akan hidup kembali dari balik
kubur!
Ia tidak melihat bekas bekas pertempuran tadi, hanya
ada beberapa senjata patah berserakan di situ. Tak ada
sebuahpun mayat manusia, padahal tadi banyak terdapat
mayat mayat dari anggauta Kwan im pai yang terbasmi
oleh bala tentara Kin, juga banyak serdadu serdadu Kin
yang tewas di situ. Ia tidak tahu bahwa semua jenazah
serdadu Kin dibawa oleh kawan kawan mereka dan tak
lama setelah bala tentara Kin pergi, orang orang Kwan im
pai yang masih hidup, diam diam datang dan merawat
jenazah jenazah kawan kawan mereka yang gugur,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
termasuk jenazah dari ketua mereka, yakni Sin kun Liu
Toanio.
Setelah dapat menenangkan perasaannya yang penuh
keharuan, Bi Lan lalu bangkit berdiri. Tenaganya pulih
kembali dan ia berjalan perlahan meninggalkan tempat itu.
Hatinya mulai diliputi kekhawatiran karena ia tidak tahu ke
mana perginya Ciang Le, ia merasa heran dan juga gelisah.
Kalau pemuda itu selamat, tidak mungkin kekasihnya itu
meninggalkan tempat itu, tahu bahwa dia terjerumus di
dalam jurang. Apakah Ciang Le me ngalami bencana?
Ataukah…. barangkali pemuda itu sudah putus asa dan
mengira dia telah tewas? Ke mana perginya Ciang Le?
Pertanyaan pertanyaan yang tak dapat dijawab nya ini
memenuhi kepalanya sehingga ia tidak tahu bahwa ada tiga
orang mengintainya.
Akan tetapi, pendengaran gadis ini masih amat tajam
dan ketika mereka itu bergerak sedikit saja, Bi Lan tiba tiba
melompat dan sekali lompat saja ia telah berhadapan
dengan mereka yang bersembunyi di balik pohon.
“Siapa kalian?” bentaknya sambil mengancam dengan
pedang.
“Kami anggauta Kwan im pai, lihiap. Harap jangan
salah sangka kami... kami telah kehilangan kawan kawan,
bahkan ketua kami Sin kun Liu Toanio telah tewas….”
“Mengapa kalian tidak keluar saja dan mengintaiku
sambil bersembunyi?” bentak Bi Lan yang masih saja
menodongkan pedang ke arah dada mereka.
“Maaf, lihiap. Kami…kami kira lihiap sudah… tewas
ketika terjerumus ke dalam jurang tadi…. apakah… apakah
benar benar lihiap masih… hidup?” seorang di antara
mereka memberanikan diri bertanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bi Lan tertawa terkekeh kekeh, sambil menutupi
mulutnya dengan tangan kiri dan ia menyimpan
pedangnya. Tiga orang itu saling pandang dan menjadi
makin ketakutan. Memang sukar untuk dapat percaya
bahwa orang yang terjungkal ke dalam jurang itu dan
lenyap selama setengah hari lebih, tahu tahu kini telah
berada di atas dalam keadaan selamat dan hidup, lukapun
nampaknya tidak sama sekali! Mereka lebih percaya kalau
arwah gadis itu yang kini keluar dan menuntut balas, arwah
penasaran
“Kalian jangan takut, aku masih hidup, berkat Thian
Yang Maha Kuasa. Coba kauceritakan, bagaimana
selanjutnya dengan pertempuran tadi setelah aku terjerumus
ke dalam jurang?”
Tiga orang itu segera menjatuhkan diri berlutut dan
mereka nampak sedih sekali.
“Kami benar benar merasa berduka sekali lihiap. Kau
dan sahabatmu itu dengan gagah perkasa telah membantu
kami, akan tetapi sebaliknya lihiap telah mengalami
kecelakaan yang hampir merenggut nyawa lihiap. Dan
kawan lihiap itu, pemuda yang gagah perkasa itu....”
“Apa yang terjadi dengan dia? Lekas katakan, lekas!”
“Dia....dia….”
“Keparat! Lekas katakan, dia kenapa?” suara Bi Lan
menggigil.
“Dia....entah mengapa, lihiap. Ketika itu kami mengintai
dan bersembunyi dan kami melihat dia.......”
“Dia kenapa?
“Dia menangis dan tertawa seperti orang gila!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Naik sendu sedan dalam leher Bi Lan dan tak tahan lagi
gadis ini menangis terisak isak.
“Ciang Le ........ kau terpengaruh oleh racun itu........”
keluhnya dengan hati tidak karuan rasanya. Tiga orang
anggauta Kwan im pai itu hanya memandang dengan
penuh kasihan, akan tetapi tidak dapat mengeluarkan kata
kata untuk menghibur.
Akan tetapi Bi Lan segera dapat menguasai hatinya.
“Lalu bagaimana? Ke mana perginya?”
“Dia....dia tertawan, lihiap.”
“Apa? Tertawan? Oleh siapa?” Akan tetapi Bi Lan tak
perlu bertanya lagi karena ia sudah dapat menduga dengan
jitu. Siapa lagi yang mampu menawan Ciang Le kalau
bukan Pak Hong Siansu? Biarpun kekasihnya itu telah
diserang oleh racun yang membuat ingatan berubah, tidak
ada yang akan mampu menawannya selain Pak Hong
Siansu. Maka tanpa menanti jawaban, seakan akan
mendapat tenaga baru. gadis itu melompat dan lenyap dari
depan tiga orang anggauta Kwan im pai yang memandang
dengan bengong terlongon longong.
“Ah, gadis yang hebat sekali,” kata seorang diantara
mereka, penuh kekaguman dan juga penuh iba hati.
-odwo-
Beberapa hari kemudian, Enghiong Hwee koan nampak
sunyi. Para orang gagah yang dahulu dikumpulkan oleh
Sam Thai Koksu,. kini sebagian besar keluar dari tempat itu
untuk membantu tentara Kin membasmi pemberontak yang
timbul di mana mana. Mereka ini sibuk sekali. Bahkan Pak
Hong Siansu dan Ba Mau Hoatsu juga tidak nampak berada
di situ. Juga Sam Thai Koksu yang kini tinggal dua orang
lagi. yaitu Kim Liong Hoat ong dan Tiat Liong Hoat ong
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
karena orang ke dua Gin Liong Hoat ong telah tewas di
tangan Sin kun Liu Toanio, tidak kelihatan di situ dan
sedang pergi ke kota untuk mengadakan perundingan
dengan kaisar tentang usaha membasmi pemberontak.
Hanya Giok Seng Cu, tosu yang lihai murid Pak Hong
Siansu saja yang ditinggalkan di Enghiong Hweekoan untuk
membantu kepala penjaga, kalau kalau ada musuh
menyerbu.
Malam itu bintang memenuhi angkasa. Giok Seng Cu
bercakap cakap dengan para penjaga, dan tosu ini merasa
senang karena mengira bahwa keadaan di situ pasti aman.
Orang orang kang ouw dari selatan dan utara sibuk
membantu perjuangan para pemberontak, maka siapakah
yang akan berani mengantarkan nyawa di tempat ini? Juga
Ciang Le yang menjadi tawanan telah menjadi seorang
yang tidak berguna, bisanya hanya tertawa atau menangis
saja. Dibelenggu menurut saja, dipukuli tidak membalas,
sudah kehilangan sama sekali ingatannya sehingga tidak
tahu lagi bagaimana harus bersikap. Kini pemuda yang
menjadi gila itu ditahan di dalam sebuah kamar yang gelap
dengan pintu yang tebal dan kuat sekali. Di depan pintu
tebal ini masih terjaga oleh pasukan yang terdiri dari dua
puluh orang perwira bersenjata lengkap dan berkepandaian
tinggi. Apa lagi yang dikhawatirkan?
Giok Seng Cu minum minum dengan para kepala
penjaga sambil mengobrol dengan asyiknya. Mereka tidak
tahu bahwa sesosok bayangan yang gesit sekali mengintai
dari atas genteng. Melihat Giok Seng Cu makan minum di
ruang depan, bayangan ini dengan hati hati sekali lalu
menyingkir dari atas ruangan itu dan berkelebat cepat ke
belakang. Di sini kembali ia mengintai dan melihat dua
puluh orang perwira yang menjaga sebuah pintu besi yang
tebal sekali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Hm, di situ agaknya Ciang Le ditahan,” pikir bayangan
ini yang bukan lain Bi Lan adanya.
Dia tidak mau secara sembrono turun tangan, karena
selain pintu amat kokoh kuat dan penjagaan juga kuat, di
sana masih ada Giok Seng Cu yang kepandaiannya telah ia
ketahui lebih tinggi dari pada kepandaiannya sendiri. Apa
akal? Bi Lan menjadi bingung sekali, terutama karena ia
tidak dapat tahu dengan pasti apakah benar benar Ciang Le
berada di tempat itu! Menurut jalan pikirannya, ia harus
minta bantuan dari kawan kawannya atau dari tokoh tokoh
Hoan san pai yang ia ketahui tentu berada bersama dengan
suhengnya, Gan Hok Seng. Karena kalau bertindak sendiri,
amat besar bahayanya. Akan tetapi menurutkan suara
hatinya, ia tidak tega meninggalkan Ciang Le begitu saja,
dan hatinya ingin sekali turun tangan dan menolong
kekasihnya. Kalau ia harus pergi dulu mencari bala bantuan
bagaimana nanti kalau Ciang Le tidak keburu tertolong dan
dibinasakan oleh orang orang Kin?
Akhirnya suara hati ini yang menang dan ia mengambil
keputusan, menolong Ciang Le atau kalau perlu mati
bersama di tempat itu! Setelah mengambil keputusan
demikian, sadis yang tabah ini lalu mengertak gigi dan
dengan pedang di tangan ia melayang turun ke arah tempat
tahanan itu sambil memutar pedangnya.
Bukan main gegernya para penjaga ketika tahu tahu
berkelebat bayangan gadis ini dan dua orang penjaga tanpa
berdaya lagi roboh terbabat pedang! Mereka segera
mengeroyok sambil berteriak teriak. Akan tetapi sebentar
saja, kembali dua orang telah roboh terluka oleh pedang Bi
Lan yang amat lihai.
Tertarik oleh suara ribut ribut itu, muncullah Giok Seng
Cu dan untuk beberapa lama tosu ini berdiri seperti patung
dengan mata terbelalak lebar. Ia hampir tidak percaya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepada kedua matanya sendiri melihat Bi Lan mengamuk
itu dan mengira bahwa yang datang adalah orang lain.
Akan tetapi setelah ia mendapat kenyataan bahwa benar
benar gadis ini adalah Bi Lan yang dahulu terjungkal ke
dalam jurang, dan melihat betapa Bi Lan kembali
merobohkan seorang penjaga ia lalu berseru keras sambil
menggerakkan senjata rantainya,
“Iblis betina kau belum mampus juga?”
Bi Lan tidak mau banyak cakap lagi lalu menyerang
dengan pedangnya. Gerakannya hebat sekali karena ia
marah bukan main. Dengan menggertak gigi ia memutar
pedangnya dan mainkan Ilmu Silat Thian te Kiam sut yang
paling lihai. Pedangnya lenyap berobah menjadi segunduk
cahaya berkilau kilauan tertimpa sinar lampu penerangan,
menyilaukan mata para penjaga yang ikut mengeroyok.
Namun gadis ini memang bukan lawan Giok Seng Cu
yang selain memiliki ilmu kelandaian dan pengalaman yang
luas, juga telah menerima gemblengan dari Pak Hong
Siansu yang sakti. Apa lagi masih banyak perwira yang lihai
ikut mengeroyok sehingga sebentar saja keadaan Bi Lan
amat terdesak. Namun gadis ini dengan nekad dan mati
matian mempertahankan diri dan beberapa orang penjaga
terlempar lagi dengan tubuh luka luka.
Giok Seng Cu penasaran, marah dan malu karena
sampai lima puluh jurus dia dan kawannya belum juga
mampu mengalahkan Bi Lan. Ia memutar rantai bajanya
dan berseru, keras. Rantai itu bergerak menyambar dan
dapat melibat ujung pedang Bi Lan. Ketika gadis itu hendak
menarik pedangnya, Giok Seng Cu melangkah maju dan
tangan kirinya memukul ke arah dada Bi Lan, sedangkan
dari kanan kiri, beberapa batang golok dari para penjaga
juga menyambar dengan serangan yang berbahaya juga.
Terpaksa Bi Lan melepaskan pedangnya dan melompat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mundur, akan tetapi seorang penjaga yang memegang toya
berhasil menyerampang kakinya sehingga biarpun gadis itu
tidak terluka, namun cukup membuatnya terjungkal!
Para penjaga mengayun golok untuk membunuhnya,
namun Giok Seng Cu mencegah, “Jangan bunuh!”'Dan
tosu ini lalu menubruk dan menangkap kedua lengan Bi
Lan lalu mengikatnya dengan rantainya tadi. Bi Lan tidak
berdaya, hanya memandang dengan mata melotot marah.
“Ha, ha, ha, biarlah dia menjadi tawanan kita!” kata tosu
itu kepada para penjaga. “Suhu tentu akan girang sekali
kalau kembali dan melihat iblis betina ini sudah tertangkap.
Rantaiku cukup kuat dan biarpun ia tumbuh tiga pasang
tangan lagi, tak dapat ia melepaskannya. Lempar ia masuk
ke dalam kamar gelap biar ia merawat kawannya yang
dulu. Ha. ha, ha!”
Para penjaga ikut tertawa dan dengan sebuah anak
kunci, pintu yang amat tebal itu dibuka. Cahaya lampu
menyerbu masuk ke dalam kamar yang gelap itu, di mana
nampak duduk seorang pemuda yang memandang ke arah
pintu dengan tertawa tawa. Dia ini adalah Ciang Le yang
duduk dalam keadaan terbelenggu kaki tangannya.
“Nah, kau mengobrollah dengan orang gila itu!” kata
seorang penjaga bertubuh tinggi besar sambil mendorong
punggung Bi Lan ke dalam kamar itu sehingga gadis itu
terdorong ke depan dan jatuh menimpa Ciang Le yang
masih tertawa tawa! Kemudian pintu yang tebal itu ditutup
kembali dan Bi Lan tidak sempat lagi melihat wajah orang
yang ditubruknya karena keadaan menjadi gelap sama
sekali, sampai melihat tangannya sendiripun tak tampak!
“Ha, ha, ha. mengapa kau ikut masuk? He, orang orang
Kin yang jahat, di manakah kalian? Jangan sembunyi
seperti tikus. Ha, ha, ha!” Ketika mendengar orang yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ditubruknya tadi bicara seperti ini, Bi Lan menahan isaknya
dan ia merasa betapa hatinya hancur mendengar orang itu
kemudian menangis tersedu sedu!
“'Ciang Le....“ bisiknya menahan isak, dan gadis ini
karena ke dua tangannya dirantai ke belakang, hanya bisa
merapatkan tubuh nya kepada pemuda yang duduk
menangis itu
Mendengar panggilan ini, Ciang Le berhenti menangis
dan tubuhnya menegang. Akan tetap hanya untuk sebentar,
seakan akan suara panggilan ini mengingatkan ia akan
sesuatu, dan ia menangis lagi.
“Ciang Le .... aku disampingmu, aku… Bi Lan ....“ kata
pula Bi Lan yang tak dapat menahan tangisnya sehingga ia
ikut tersedu sedu.
Tiba tiba Ciang Le tertawa bergelak, membuat bulu
tengkuk gadis itu berdiri saking seramnya. Ini bukanlah
suara ketawa Ciang Le lebih pantas suara ketawa iblis,
pikirnya.
“Lan moi, hanya kalau kau benci padaku dan
meninggalkan aku, baru aku akan menjadi gila. Ha. ha,
ha!”
Tersayat hati Bi Lan mendengar Ciang mengoceh
seorang diri, mengulang kata katanya yang dahulu ketika
berkelakar dengannya.
“Ciang Le .... koko.... aku di sini, aku Bi Lan! Aku
takkan meninggalkanmu selama lamanya, koko. Aku tidak
benci padamu…”
Bi Lan terpaksa menghentikan kata katan karena kembali
Ciang Le memutuskan kata katanya dengan suara ketawa
yang mengiris jantung. “Ha, ha, ha, Lan moi, aku takkan
gila! Ha, ha, ha, mendapatkan kau sebaga calon jodohku,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebagai kekasihku, mana aku bisa gila? Ha, ha, ha! Kalau
kau tidak mau menjadi jodohku, baru aku akan gila, Lan
moi ....”
“Tidak......tidak ! Kau jangan....jangan gila, koko....aku
suka menjadi jodoh mu, aku...... aku cinta padamu....” Bi
Lan seperti telah ikut gila pula menjawab kata kata Ciang
Le sambil menahan tangisnya. Kini gadis ini merebahkan
kepalanya di atas pangkuan Ciang Le dan di situ ia
menangia sepuas hatinya. Lalu ia teringat. Mengapa
bersedih? Mengapa berduka? ia telah berada di samping
Ciang Le. Gila atau tidak, pemuda ini tetap Ciang Le calon
suaminya. Ciang La pemuda yang dikasihinya. Matipun ia
akan bersama pemuda ini, mengapa berduka? Maka
tenanglah pikirannya dan bahkan timbul kegembiraannya.
“Ciang Le, kau ingatlah baik baik. Aku adalah Liang Bi
Lan kekasihmu. Aku tidak mati di dalam jurang.... aku…”
“Setan! Bi Lan sudah tewas, terjungkal ke dalam jurang,
ah.....” dan pemuda itu menangis lagi terisak isak sehingga
Bi Lan merasa air mata yang hangat membanjiri mukanya,
membasahi bibirnya. Hatinya terharu sekali dan ia hanya
bisa merapatkan kepalanya pada tubuh pemuda itu.
“Koko… ah, jangan kau begitu ! Aku masih hidup, lihat
baik baik, atau... rabalah dengan tanganmu, ini kepalaku,
rambutku, mataku.... aku Bi Lan. Ciang Le, ingatlah
kembli, aku berada di sampingmu, baik mati maupun
hidup!”
Ucapan Bi Lan ini keras sekali, mengalahkan suara
ketawa Ciang Le. Tiba tiba hening dan sunyi. Bi Lan
merasa betapa kembali tubuh pemuda itu menegang dan
untuk beberapa lama tidak terdengar suara apa apa keluar
dari mulut Ciang Le. Bi Lan maklum bahwa Ciang Le
terbelenggu kaki tangannya, maka diam diam ia mengeluh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia sudah berusaha untuk mengerahkan tenaga membuka
rantai yang mengikat kedua tangannya, namun sia sia.
Rantai itu terlalu kuat baginya.
Sampai lama Ciang Le diam saja, Bi Lan tidak berani
menggerakkan kepalanya. Ia sendiri tidak tahu mengapa
kekasihnya diam saja tak bergerak. Ia tidak berari
mengganggunya, takut kalau kalau gilanya kumat lagi. Ia
bahkan ikut diam seperti orang bersamadhi, saking lelah
dan sedihnya. Bi Lan pulas dengan kepala di atas pangkuan
Ciang Le!
Entah berapa lama ia tertidur dengan kepala di atas
pangkuan pemuda itu. Bi Lan tidak tahu lagi. Tiba tiba ia
sadar dari tidurnya karena merasa ada jari jari tangan
menggerayangi mukanya, menyentuh pelupuk matanya.
bibirnya, hidungnya, telinganya, pipinya...
Hampir suja Bi Lan tersentak karena kagetnya dan
hampir saja ia meloncat berdiri karena kedua kakinya tidak
terbelenggu seperti kaki Ciang Le. Akan tetapi ia ingat
bahwa tubuh pemuda itu masih diam saja maka ia pun
berdiam diri sambil membuka matanya. Jari jari tangan itu
masih bergerak gerak dengan halus dan mesra, seakan akan
hendak mempelajari garis garis pada mukanya. Hati Bi Lan
mulai berdebar keras. Tak salah lagi ini adalah jari jari
tangan Ciang Le. Ia teringat dan hampir berseru girang
kalau tidak cepat cepat ditekannya agar jangan
mengagetkan pemuda itu. Tadi Ciang Le terbelenggu,
sekarang jari jari tangan yang tadinya terikat ke belakang
sudah dapat meraba raba mukanya, tanda bahwa pemuda
itu telah melepaskan diri. Dan ini hanya mempunyai satu
arti, yaitu bahwa pemuda ini tentu sudah mendapatkan
kembali ingatannya! Atau setidaknya sudah mulai ingat dan
ragu ragu sehingga hendak meyakinkan bahwa gadis yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepalanya di atas pangkuannya itu benar benar Bi Lan
adanya!
Dugaan ini memang tepat sekali. Seperti pernah
dikatakan atau diramalkan oleh Kwa Siucai dahulu ketika
menolong Ciang Le dari ancaman jarum jarum hitam yang
menancap di punggung pemuda itu, biarpun sudah sembuh
namun apabila mengalami kekagetan dan kedukaan,
pemuda ini akan menjadi gila. Akan tetapi, apabila ia
mendapatkan kembali harapannya, terhibur dan mengalami
kebahagiaan besar, ia akan sembuh kembali!
Tadi ketika mendengar suara Bi Lan, Ciang Le sudah
mulai tergugah dari kegilaannya, hanya karena suara itu
masih belum meyakinkannya betul, kegilaannya masih kuat
dan membuatnya mengoceh tidak karuan. Kemudian
setelah Bi Lan menangis terisak isak di atas pangkuannya,
tiba tiba seperti ada aliran hawa aneh menyelubungi seluruh
tubuhnya dan membuat kepalanya terasa panas sekali. Ia
mengenal betul suara gadis ini dan suara itu seakan akan
embun pagi yang membasahi bunga yang mulai melayu
kekeringan sehingga bunga itu segar kembali perlahan
lahan.
Ketika Bi Lan tertidur, beberapa kali Ciang Le
membungkukkan kepala dan mencium rambut gadis itu
sehingga makin kuatlah ingatannya. Perang hebat antara
racun yang menguasai hati dan pikirannya melawan rasa
bahagia yang menghangatkan hatinya, terjadilah. Membuat
ia berdiam diri seperti patung. Kemudian ia merasa seakan
akan sedang mimpi dan ketika ia menggerakkan kedua
tangan hendak meraba muka gadis yang tertidur di atas
pangkuannya itu, ia mendapatkan kedua tangannya
terbelenggu. Kembali ia terheran heran, karena ia masih
belum ingat betul mengapa ia berada di situ dan siapa pula
gadis yang tertidur dengan kepala di atas pangkuannya ini.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka ia lalu mengerahkan lweekangnya dan dengan
kepandaiannya Jui kut kang (Ilmu Melemaskan Badan),
akhirnya ia dapat meloloskan tangan dari belenggu itu dan
ia mulai meraba raba muka gadis itu. Hatinya makin besar,
kegilaannya makin menghilang, pengharapannya timbul
kembali dan kebahagiaan yang besar membuat ia tak dapat
berkata kata.
Bi Lan masih diam saja tak bergerak. Kalau saja ia tidak
ingat bahwa Ciang Le sedang dalam keadaan seperti itu, ia
bisa marah karena hidungnya dipencet pencet, rambutnya
diawut awut, pipinya dicubit cubit!
Kemudian Ciang Le teringat dan merasa heran mengapa
gadis yang disangkanya Bi Lan ini tidak dapat bergerak.
Ketika ia memegang lengan Bi Lan tahulah ia bahwa gadis
itu terbelenggu, maka ia lalu mengulurkan angan meraba
raba belenggu yang mengikat kedua tangan Bi Lan. Rantai
itu mengikat erat erat, akan tetapi dengan pencerahan
tenaga yang luar biasa. Ciang Le berhasil mematahkan
sebuah mata rantai dan terlepaslah ikatan tangan Bi Lan!
“Koko…!” Bi Lan bangkit dan duduk dengan girang,
sungguhpun suaranya masih belum tahu betul apakah
kekasihnya benar benar telah sembuh.
“Bi Lan..... tidak salahkan aku? Apakah kita berada di
alam baka? Ataukah aku yang bermimpi ?”
Mendengar ini, naik sedu sedan dari dada gadis itu ke
lehernya. Serentak ia menubruk dan memeluk leher
pemuda itu sambil menangis.
“Koko, aku benar Bi Lan, aku Bi Lanmu... kita masih
hidup. Aku tidak mati dalam jurang itu, koko. Aku dapat
menyambar akar dan kemudian merayap naik setengah
mati dalam usahaku untuk.... untuk mencari kau...”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Aduh, Bi Lan...!” Ciang Le mendekap kepala itu kuat
kuat di dadanya dan air mata nya tak tertahan lagi
mengucur deras. “Bi Lan....benar benar engkau ini,
kekasihku… Thian benar benar Maha Adil!”
Untuk beberapa lama mereka saling rangkul, penuh
kebahagiaan dan rasa sukur kepada Thian. Ciang Le
bersukur karena Bi Lan benar benar tidak mati di dalam
jurang, ada pun Bi Lan bersukur karena pemuda itu
ternyata telah sembuh kembali.
Kemudian mereka teringat bahwa mereka berada di
dalam sebuah kamar tahanan yang gelap sekali.
“Koko, bagaimana kita bisa keluar?” tanya Bi Lan
dengan gelisah. Demikianlah hidup, kegelisahan karena
yang satu menyusul kegelisahan lain yang sukar dapat
dipecahkan. Kalau tadinya ia gelisah melihat keadaan
Ciang Le, kini gelisah menghadapi kenyataan bahwa masih
sukarlah bagi mereka untuk dapat keluar dari situ!
Akan tetapi Ciang Le telah mendapatkan kembali tenaga
dan ketenangan serta kecerdikannya yang dulu. ia menepuk
nepuk bahu kekasihnya untuk menghiburnya. Kemudian
dengan sekali renggut saja ia telah melepaskan belenggu
kakinya. Ketika melakukan ini tangannya menyentuh
mangkok dan pecahlah mangkok itu. Ia meraba raba dan
tahulah bahwa mangkok itu terisi makanan.
“Hm, mereka masih ingat untuk memberi makan
kepadaku.” katanya kepada Bi Lan. “Ini berarti bahwa tak
lama lagi mereka tentu akan membuka pintu dan
memasukkan makanan. Kalau kesempatan itu terjadi, kita
menyerbu keluar.”
Mendengar ini, timbul harapan Bi Lan, lalu duduk
menanti sambil bercakap cakap, saling menuturkan
pengalaman mereka atau lebih tepat Bi Lan yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menuturkan pengalamannya karena Ciang Le lupa akan
segala. Bahkan ia tahu bahwa ia ditahan dalam kamar
tahanan di Enghiong Hweekoan dan bahwa di luar terjaga
kuat dan ada Giok Seng Cu pula, semua ia ketahui dari
penuturan Bi Lan belaka. Mendengar penuturan Bi Lan,
Ciang Le terharu dan juga merasa bangga.
“Bi Lan, kau demikian setia dan rela berkorban nyawa
untuk menolongku. Demikian besarkah cintamu
kepadaku?”
“Hush… siapa yang pernah menyatakan cinta? Jangan
kau mengoceh seenakmu saja!” Di dalam gelap Bi Lan
cemberut, akan tetapi kemudian ia tersenyum karena
cemberut atau tersenyumpun, Ciang Le takkan dapat
melihatnya.
Ciang Le tertawa dan keduanya lalu tertawa. Benar
benar aneh sekali dua orang muda itu. Dalam keadaan
seperti itu masih bisa tertawa. Akan tetapi, agaknya hal ini
akan dapat dimaklumi oleh mereka yang pernah terjerumus
dalam perangkap asmara. Dalam keadaan bagaimana
sengsarapun juga, asal dengan si dia di sampingnya neraka
terasa sorga.
“Koko, ketika tanganmu yang nakal tadi meraba raba
mataku....apanyakah yang membuat kau tahu bahwa aku
adalah Bi Lan?”
Ingin sekali Bi Lan dapat melihat wajah, Ciang Le di saat
itu ketika ia menanti jawaban. Akan tetapi karena keadaan
benar benar gelap, ia tidak melihat sesuatu, hanya
mendengar betapa pemuda itu agak tertahan nafasnya,
tanda kebingungan untuk menjawab.
“Mm…” akhirnya Ciang Le menjawab juga. “Agaknya
karena … karena mulutmu itulah!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Mengapa mulutku? Terlalu besar?”
“Tidak sama sekali!”
“Hm, kalau begitu terlalu kecil?”
“Bukan! Bukan terlalu kecil, barangkali hmm.....
entahlah. Oh, agaknya matamu itulah. Ya benar, karena
matamu itulah aku dapat mengenal dan yakin bahwa kau
adalah Bi Lan ku.”
“Mataku pula? Kenapa mataku?” Sepasang mata Bi Lan
yang bening itu berusaha menembus kegelapan untuk
menatap wajah Ciang Le, namun sia sia.
“Ya benar, matamu. Karena matamu itu....ya, karena
seperti matamulah! Tidak ada wanita di dunia ini yang
mempunyai mata seperti matamu, mulut seperti mulutmu
dan hidung seperti hidungmu!”
“Cukup! Kau mengoceh lagi! Tentu saja tidak ada yang
sama.”
“Nah, itulah maksudku. Aku suka akan matamu,
mulutmu, hidungmu dan seluruh dirimu, bukan semata
karena tertarik akan keindahan dan kecantikannya, akan
tetapi semata mata tertarik dan suka karena.... itulah, tidak
ada keduanya di dunia ini.”
Bi Lan menjadi bingung dan pening ia mencari maksud
kata kata itu, namun yang sudah pasti, kata kata ini
membuat hatinya merasa bangga dan girang bukan main.
Pada saat itu, terdengar pintu kamar bersuara. Bi Lan
siap hendak bangun, akan tetapi Ciang Le memegang
tangannya dan menahan gadis itu.
“Tunggu!” bisiknya di dekat telinga Bi Lan. ”Biarkan
aku yang bergerak.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bi Lan menurut saja. Di dalam gelap mereka tidak
melihat, apakah pintu itu bergerak akan tetapi tiba tiba
cahaya yang kecil memasuki kamar itu, tanda bahwa pintu
terbuka dari sedikit. Tiba tiba pintu terbuka lebar lebar dan
cahaya penerangan membakar kegelapan itu membutakan
mata Bi Lan yang terpaksa merapatkan matanya.
Benar seperti dugaan Ciang Le yang amat cerdik.
Cahaya penerangan yang tiba tiba menerangi kegelapan itu
memang amat menyilaukan dan menyakitkan mata, oleh
karena itulah maka tadi ia menahan Bi Lan. Kini, sambil
sedikit saja membuka matanya, ia menubruk maju dan
sebelum sempat mengeluarkan sedikit pun suara, penjaga
yang mengantar makanan itu telah ditangkap dan
ditotoknya. Kemudian ia meloncat keluar sambi! memutar
tubuh penjaga itu di depannya sebagai perisai. Semua ini
dilakukan dengan mata tertutup dan baru dibukanya
perlahan lahan setelah ia mulai biasa dengan cahaya
penerangan itu.
Tindakan Ciang Le tadi memang tepat sekali. Sekiranya
ia tidak mencegah Bi Lan, maka gadis itu tentu akan
disambut oleh cahaya penerangan dan sesampainya di luar
tentu akan silau tak dapat melihat sehingga mereka akan
berada dalam bahaya serangan para penjaga. Sebaliknya
dengan perbuatan Ciang Le yang tiba tiba meloncat keluar
sambil memutar tubuh pengantar makanan para penjaga
menjadi kaget sekali, namun mereka tidak berani
menyerang karena takut mengenai tubuh kawan mereka
sendiri. Dapat dibayangkan betapa kaget hati mereka
melihat pemuda yang tadinya sila dan menurut saja
diperbuat sesuka hati oleh mereka, kini telah terlepas dari
belenggu dan mengamuk. Dinding kamar itu, demikian
pula pintunya, amat tebal sehingga bukan hanya cahaya tak
masuk, bahkan suara yang bagaimana keraspun tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terdengar dari luar sehingga mereka tadi tidak mendengar
sesuatu.
Setelah kini berani membuka matanya dan tidak silau
lagi. Ciang Le lalu melemparkan tubuh penjaga yang
ditangkapnya tadi kepada kawan kawan mereka. Kemudian
kaki tangannya bergerak dan dengan enaknya ia
merobohkan para penjaga itu semudah orang mencabut
rumput saja. Terdengar suara senjata mereka terlempar ke
sana ke mari berkerontangan di atas lantai disusul oleh jerit
jerit kesakitan dan terlempar tubuh mereka. Keadaan
menjadi ribut, apalagi ketika tiba tiba Bi Lan meloncat
keluar dan ikut membabat mereka dengan pukulan dan
tendangannya yang keras! Gadis inipun perlahan lahan
telah dapat membiasakan matanya dan setelah ia dapat
membuka mata, ia membantu amukan pemuda itu.
Waktu itu sudah menjelang pagi dan Giok Seng Cu
sudah tidur. Maka agak lama barulah ia muncul dengan
rantai yang lebih besar dari pada yang dipergunakan untuk
membelenggu Bi Lan di tangannya. Ia merasa kaget juga
melihat Ciang Le, akan tetapi tanpa banyak cakap ia lalu
memutar senjata rantainya.
“Lan moi, kau habiskan makanan lunak ini, biar aku
menghadapi yang keras itu!” kata Ciang Le yang
memaksudkan agar Bi Lan melanjutkan amukannya
terhadap para penjaga dan ia sendiri akan menghadapi
Giok Seng Cu, Bi Lan tersenyum dan mengangguk.
Giok Seng Cu makin kaget mendengar omongan ini,
karena ia tahu bahwa pemuda ini entah bagaimana tentu
telah sembuh dari gilanya sehingga omongannya beres.
Namun ia tiada waktu lagi untuk menyelidiki kesembuhan
Ciang Le karena pemuda itu telah meloncat maju dan
menyerangnya dengan pukulan yang mendatangkan angin
keras.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Giok Seng Cu maklum akan kelihaian pemuda yang
sesungguhnya masih seperguruan dengan dia ini, maklum
bahwa kepandaiannya sendiri masih kalah jauh oleh
pemuda yang mengimbangi kepandaian Pak Hong Siansu.
Akan tetapi melihat pemuda itu bertangan kosong
sedangkan ia membawa senjata rantainya yang diandalkan,
hatinya besar dan sambil berseru keras ia lalu memutar
rantainya menyambut Ciang Le dengan pukulan pukulan
mematikan. Pertempuran bebat berlangsung di tempat itu.
Memang tepat kau Ciang Le menamakan penjaga
penjaga itu makanan lunak, karena mereka benar benar
merupakan yang amat lunak bagi Bi Lan. Gadis ini karena
merasa jijik juga harus menggunakan tangannya
merobohkan mereka, kini merampas sebatang golok dan
setelah beberapa orang penjaga roboh mandi darah, yang
lain lain lalu melarikan diri dengan gentar!
Bi Lar tertawa tawa dan gadis ini lalu menarik sebuah
bangku, didudukinya sambil menonton pertempuran yang
berlangsung antara Ciang Le dan Giok Seng Cu. Biarpun
permainan senjata rantai di tangan Giok Seng Cu amat
cepat dan kuat, namun gerakan Ciang Le lebih lincah
sehingga seringkali Giok Seng Tu kehilangan lawannya.
Maka maklum bahwa ia akan kalah kalau tidak cepat cepat
mengeluarkan ilmu silatnya yang paling lihai, yakni dengan
ilmu silat rantai yang disebut Koai ling toan bun (Naga Iblis
Menjaga Pintu). Rantai itu berobah menjadi gulungan besar
sinar putih yang merupakan dinding baja dan yang
melindungi seluruh tubuhnya dari pukulan Ciang Le.
Diam diam pemuda ini kagum sekali karena memang
permainan rantai itu demikian hebatnya. Lengan tangan
tosu itu nampaknya tidak bergerak, akan tetapi rantai yang
dipegangnya itu terputar putar mengelilingi tubuhnya
seakan akan digerakkan oleh tenaga yang tidak kelihatan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun, karena Giok Seng Cu juga murid dari Pak Hong
Siansu yang menjadi adik seperguruan Pak Kek Siansu,
tentu saja Ciang Le tahu di mana kelemahan dari
permainan ini. Dengan gerakan Lo wan hian ko (Monyet
Tua Persembahkan. Buah) ia bergerak cepat dan ketika
tangannya menyambar, ia berhasil memegang ujung rantai
lawan! Keduanya mengerahkan tenaga untuk menarik dan
memperebutkan senjata itu dan.... “krak!” patahlah rantai
itu menjadi dua potong! Karena tadi menggerakkan seluruh
tenaganya, kejadian ini membuat Giok Seng Cu terjengkang
kebelakang, berbeda dengan Ciang Le yang masih dapat
mengatur keseimbangan tubuhnya dan selagi tosu itu
terhuyung huyung, Ciang Le menyambar dengan potongan
rantai yang berada di tangannya.
Giok Seng Cu menangkis, akan tetapi tenaga tangkisan
ini lemah karena kedudukan tubuhnya yang sudah tidak
baik lagi maka rantai di tangannya itu terlempar dan
pundaknya tersambar ujung rantai sehingga patah
tulangnya. Tosu itu menjerit roboh pingsan!
Bi Lan melompat menghampiri seorang penjaga yang
terluka. Ia mengancam dengan golok rampasannya dan
membentak.
“Hayo katakan di mana adanya pedang-pedang kami!”
Penjaga itu ketakutan lalu memberi tahu bahwa pedang
pedang itu disimpan dalam kamar Giok Seng Cu. Bi Lan
dan Ciang Le lalu memeriksa ke dalam kamar itu dan benar
saja, pedang mereka terletak di atas meja di dalam kamar
maka dengan girang mereka lalu mengambil senjata masing
masing. Ketika mereka membawa pedang keluar dari
kamar, mereka melihat beberapa orang penjaga hendak
melarikan diri. Dengan sekali melompat, Bi Lan telah dapat
mengejar dan kakinya merobohkan dua orang di antara
mereka. Melihat ini yang lain lain lalu menjatuhkan diri
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berlutut. Mereka benar benar telah mati kutu melihat sepak
terjang dua orang pemuda ini, apalagi setelah melihat
betapa Giok Seng Cu yang mereka andalkan pun sudah
roboh.
“Ampun jiwi taihiap, ampunkan kami....” ratap mereka.
“Anjing anjing Kin bisa minta ampun, tidak ingat betapa
kaum tani minta minta ampun tanpa ada perhatian dari
pemerintahmu. Kalian layak mampus!” bentak Bi Lan
sambil mengancam dengan pedangnya.
“Lihiap, ampunkan kami,” kata seorang penjaga yang
sudah tua. “Kalau lihiap mau memberi ampun kami akan
membuka rahasia yang besar.”
Memang Bi Lan juga bukan seorang kejam. Ia bisa
membunuh banyak musuh dalam pertempuran atau perang,
akan tetapi ia tidak nanti tega membunuh lawan yang sudah
tidak mau melawan lagi dan ketakutan. Kini mendengar
ucapan penjaga tua itu ia amat tertarik, karena memang
tadipun ia hanya menggertak saja.
Ciang Le juga tertarik, maka ia mendahului Bi Lan,
“Lekas ceritakan, rahasia apakah gerangan yang kau
maksudkan?”
“Rahasia mengenai diri taihiap, ketahuilah bahwa
kemarin Pak Hong Siansu dan Ba Mau Hoatsu menuju ke
Lu liang san untuk membujuk atau memaksa guru taihiap
membantu kami, dan menjadikan taihiap yang masih
tertawan sebagai tanggungan.”
Baru saja mendengar sampai di sini, Ciang Le lalu
membetot tangan Bi Lan dan melompatlah dia keluar dari
Enghiong Hweekoan bersama Bi Lan. Mereka, pada waktu
menjelang fajar itu, berlari lari cepat sekali meninggalkan
kota Cin an.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Kita harus menyusul ke Lu liang san, Lan moi. Susiok
Pak Hong Siansu orangnya curang dan licik, siapa tahu
kalau kalau suhu akan ia bikin celaka!”
“Memang kita harus menyusulnya. Dia masih
mempunyai perhitungan yang belum beres dengan kita!”
jawab Bi Lan. Maka sepasang orang muda ini berangkatlah
cepat epat menuju ke Lu liang san, tempat Pak Kek Siansu.
--dw--
Pada waktu itu musim dingin telah tiba. Terutama sekali
di Pegunungan Lu liang san, dinginnya bukan kepalang,
menusuk tulang sungsum. Puncak Lu liang san sampai
membeku karena dinginnya dan jarang ada orang dapat
tahan nenghadapi musim dingin ini tanpa persediaan
pakaian yang tebal dan hangat.
Namun, apabila orang melihat tiga orang kakek yang
tengah duduk bercakup cakap di puncak Bukit Lu liang san,
dia tentu akan terheran heran dan menganggap bahwa tiga
orang kakek itu bukan manusia, melainkan dewa dewa
penjaga gunung. Tiga orang kakek ini duduk di atas rumput
di depan bangunan yang tua di puncak gunung dan mereka
ini mengenakan pakaian yang tipis belaka. Tanpa nampak
Kedinginan. Mereka ini adalah murid atau pelayan pelayan
dari Pak Kek Siansu, yakni yang sudah kita kenal baik,
Luliang Ciangkun yang berpakaian sebagai panglima
perang, Luliang Siucai sebagai sasterawan dan Lutiang
Nungjin sebagai orang petani. Nampaknya mereka tengah
mengobrol dengan asiknya, membicarakan soal yang
mereka anggap amat pelik.
Dan kalau orang mendengarkan percakapan mereka, ia
akan menjadi lebih heran karena itu bukanlah percakapan
penduduk gunung, melainkan percakapan orang orang yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengerti betul akan keadaan pemerintah dan
ketatanegaraan.
“Semua adalah kesalahan Kaisar Kao Tsung yang
lemah!” terdengar Luliang Ciagkun berkata dengan
suaranya yang keras sambil memukul tanah di depannya
sehingga tergetar. “Dia begitu lemah dan pengecut, takut
sekali kepada bala tentara Kin seperti anjing takut serigala.
Dia hanya mengingat kepentingan diri sendiri, takut
kehilangan kedudukan, kemuliaan dan kemewahan
sehingga tidak bermalu untuk mengorbankan nasib rakyat
demi kesenangan diri sendiri. Sungguh menjemukan!”
“Yang lebih menyebalkan adalah pengkhianat dan
bangsat besar Jin Kwi itu! Kalau panglima besar dan
Pahlawan Gak Hui tidak dtfitnahnya, belum tentu bala
tentara Kin dapat bergerak maju dan rakyat sekarang
mungkin takkan mengalami penindasan seperti sekarang.
Hm, kalau saja Jin Kwi belum mampus, suka aku mencari
dan menghancurkan kepalanya yang penuh akal busuk!”
kata Luliang Siucai yang biasanya sabar, akan tetapi siapa
orangnya yang berjiwa patriotik dapat bersabar hati kalau
teringat kepada Jin Kwi, perdana menteri yang busuk dan
pengkhianat bangsa itu?
“Semua memang sudah terjadi, tak perlu disesalkan lagi.
Kalau diingat ingat politik pemerintah Sung selatan yang
membuat perjanjian perdamaian dengan pemerintah Kin.
Itulah yang harus amat disesalkan. Bukan perjanjian
melainkan penghinaan namanya! Penghinaan yang
memancing datangnya pemerasan terhadap rakyat jelata.
Sekarang, di Tiongkok atara rakyat diperas habis habisan
oleh pemerintah Kin, dan di samping itu, pemerintah kita
sendiri masih harus bermanis muka, setiap tahun memberi
upeti yang besar jumlahnya. Hm, benar benar bisa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membikin orang mati karena mendongkol!” kata Luliang
Nungjin.
“Pemerintah penjajah Kin memang harus lenyap dari
permukaan bumi.” Luliang Ciangkun mengutuk lagi.
“Sekarang, biarpun dimana mana para pejuang rakyat telah
bangkit memberontak, namun tidak sedikit kaum kecil
dipaksa oleh keparat keparat Kin itu untuk menjadi serdadu
paksaan. Ah, kalau aku ingat itu....”
“Yang mengherankan adalah Siansu. Mengapa Siansu
masih saja menahan kita dan tidak memperbolehkan kita
turun gunung untuk membantu perjuangan rakyat? Aku
sudah ingin sekali menggunakan paculku untuk
memancung leher penindas itu!” kata lagi Luliang Nungjin.
“Siansu selalu berlaku tenang dan sabar.” Si Sasterawan
membela suhunya, “bukankah sudah ada Go sute yang
turun gunung? Kepandaian Go sute sudah jauh melebihi
kita, dan Go sute adalah seorang pemuda yang boleh
diharapkan. Sebelum menanti kedatangan Go sute, lalu
secara sembrono turun gunung, memang kurang baik. Kita
harus menanti dulu bagaimana hasil perjuangan Go sute.
Kalau susiok Pak Hong Siansu tetap masih membantu
pemerintah Kin dan berkeras tidak mau menurut nasihat
Siansu, agaknya kita harus turun gunung, bahkan Siansu
sendiri tentu akan turun gunung.”
Demikianlah, tiga orang tokoh Luliang san itu bercakap
cakap dan selalu dalam percakapan mereka dapat dinilai,
bahwa mereda ini adalah orang orang tua yang berjiwa
patriot, orang orang yang tidak rela melihat rakyatnya
ditindas oleh pemerintah Kin. Hanya ketaatan mereka
terhadap Pak Kek Siansu saja yang mencegah mereka untuk
turun gunung dan ikut berjuang membantu rakyat yang
melakukan perlawanan gigih di mana mana terhadap
pemerintah Kin yang kuat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Lihat, siapakah mereka yang datang itu? Melihat cara
mereka berlari menanjak bukit menggunakan ilmu lari cepat
Couw sang hwe, mereka tentulah orang orang pandai.”
Kedua orang kakak seperguruannya cepat menengok.
Benar saja, dari bawah kelihatan bayangan dua sosok tubuh
manusia yang berlari naik ke arah puncak dengan cepat
sekali. Setelah agak dekat, Luliang Ciangkun bangun berdiri
dan berkata kepada kedua orang sutenya.
“Hati hati, mereka itu orang tua dan memiliki
kepandaian tinggi. Kita tidak tahu apakah mereka itu
kawan kawan atau lawan.” Kedua orang sutenya juga
bangun berdiri dan tiga orang tokoh Luliang san itu berdiri
dengan penuh perhatian memandang dua orang yang kini
sudah makin dekat itu.
“Aah, bukankah orang yang di depan dan terbongkok
bongok itu susiok Pak Hong Siansu?” tiba tiba Luliang
Ciangkun berkata kaget dan khawatir.
“Betul,” Luliang Siucai membenarkan, “dia adalah Pak
Hong Siansu dan orang ke dua yang tinggi besar itu tidak
salah lagi tentulah Ba Mau Hoatsu dari Tibet. Hati hati,
mereka tidak mengandung maksud baik!”
Tiga orang tua ini diam diam bersiap siap menghadapi
segala kemungkinan. Dan dengan sepat dua orang kakek,
yakni benar benar Pak Hong Siansu dan Ba Mau Hoatsu,
telah tiba d depan mereka.
Betapapun juga, tiga orang tokoh Luliang san itu tidak
melupakan kesopanan. Mereka, bertiga lalu berlutut di
depan Pak Hong Siansu sambil berkata, “Susiok, selamat
datang di Luliang san. Kemudian mereka berdiri dan
menjura kepada Ba Mau Hoatsu sebagai penghormatan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pak Hong Siansu tertawa bergelak sambil mengelus elus
kepala botaknya yang licin. Karena ketawa, bongkoknya
nampak makin nyata sehingga tubuhnya seakan akan
terlipat menjadi dua.
“Heh heh heh heh! Kalian ini murid murid suheng benar
benar tahu aturan! Bagus sekali, memang suheng pandai
mengajar murid. Eh, murid murid keponakanku yang gagah
dan baik, di manakah guru kalian itu? Lekas beri tahukan,
aku ingin sekali bertemu, ada keperluan amat penting!”
Luliang Sam lojin, tiga orang tua dari Lu liang san itu
saling pandang dan dalam bertukar pandang sekejap ini saja
mereka telah saling cocok dan dapat mengambil keputusan
yakin tidak memperbolehkan siapapun juga mengganggu
Pak Kek Siansu!
Luliang Cianghun Si Panglima sebagai murid tertua,
mewakili saudara saudaranya, maju memberi hormat
kepada Pak Hong Siansu lalu berkata,
“Maaf. susiok. Tentang suhu teecu bertiga, memang
benar berada di dalam kamar samadhinya, akan tetapi
Siansu telah berpesan tidak mau diganggu oleh siapapun
juga. Oleh karena itu, mana teecu bertiga berani melanggar
pesannya? Teecu tidak berani mengganggu Siansu dari
samadhinya?”
Pak Hong Siansu mengerutkan kening lalu berkata
dengan tertawa.
“Tidak apa, tidak apa! Kalau kalian tidak berani
mengganggunya, biar akulah yang akan menemui di
kamarnya. Ia takkan marah melihat aku yang datang,”
Setelah berkata demikian. Pak Hong Siansu lalu melangkah
hendak menuju ke bangunan di mana Pak Kek Siansu
berada.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi serentak tiga orang tokoh Lu liang san
menggerakkan tubuh dan menghadang di depan Pak Hong
Siansu.
“Eh, eh, apa kehendak kalian? Mengapa menghadang di
jalan?” tegur Pak Hong Siansu dan kernyit keningnya
makin mendalam, matanya mulai memancarkan sinar
kemarahan.
“Sekali ini maaf, susiok. Terpaksa teecu bertiga tak dapat
memenuhi keinginan susiok. Bukan sekali kali kami berlaku
kurang hormat, akan tetapi kalau teecu bertiga membiarkan
usiok lewat dan mengganggu Siansu, pasti teecu bertiga
akan mendapat teguran keras dan hal ini teecu sekalian
tidak menghendakinya.”
“Bagus! Jadi kalian melarang aku masuk menemui
gurumu?”
“Bukan sekali kali kami yang melarang melainkan
Siansu sendiri yang menghendaki dan kami hanya
menjalankan tugas dan perintah,” jawab Luliang Nungjin
dengan sikap hormat akan tetapi teguh dalam pendiriannya,
seperti juga dua orang saudaranya.
“Keparat, kalian berani menentang susiok sendiri?” Kini
Pak Hong Siansu mulai membentak marah.
“Bukan menentang susiok, melainkan mentaati perintah
Siansu,” jawab Luliang Siucai dengan suara tetap dan
tenang.
Kemarahan Pak Hong Siansu memuncak dan ia
membanting banting tongkat merahnya.
“Kurang ajar sekali! Kalau aku menggunakan kekerasan
memaksa masuk, bagaimana?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Terpaksa teecu akan menghalangi susiok,” jawab Si
Petani dengan sikap gagah.
“Kau harus mampus!” seru Pak Hong Siansu dan
tasbehnya menyambar ke arah kepala Luliang Nungjin Si
Petani. Akan tetapi, tokoh Luliang san ini bukanlah seorang
lemah dan cepat ia mengelak dari serangan paman gurunya
ini. Pak Hong Siansu menyerang terus kini bahkan
menggerakkan tongkatnya, dan Si Petani juga mengerahkan
seluruh kepandaian untuk menghadapi susioknya.
Berbeda dengan Ciang Le, tiga orang tua dari Luliang
san ini adalah orang orang tua yang kukuh dan kuno.
Mereka ini ketiga tiganya masih terikat oleh peradatan dan
karenanya, mereka tunduk dan menghormat Pak Hong
Siansu dengan sungguh sungguh. Maka kini setelah Pak
Hong Siansu menyerang Si Petani, dua orang suhengnya. Si
Panglima dan Si Sasterawan, hanya menonton saja dengan
hati gelisah. Kalau tidak diserang, mereka sama sekali tidak
berani turun tangan menyerang susiok mereka. Hal ini akan
terlalu kurang ajar! Berbeda sekali dengan Ciang Le yang
pandangannya lebih mengutamakan keadilan dan
kebenaran. Bagi pemuda itu, siapapun juga, kalau salah
pasti akan dihadapinya dengan berani.
Luliang Nungjin amat terdesak oleh tongkat dan tasbeh
dari Pak Hong Siansu yang memang benar benar lihai sekali
gerakannya. Si Petani itu terpaksa mengerahkan seluruh
tenaga dan kepandaian, menggerakkan paculnya dan
melindungi tubuhnya rapat rapat dengan senjatanya yang
istimewa ini. Ada baiknya juga karena Si Petani tidak
berani membalas serangan paman gurunya. Kalau kiranya
ia membalas dan menyerang, tentu sebentar yaja ia akan
dapat mencurahkan seluruh perhatiannya kepada penjagaan
diri dan ini tentu saja memperlipat kekuatannya membuat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penjagaannya benar benar amat kuat dan sukar ditembus
oleh senjata lawan!
Sementara itu, Ba Mau Hoatsu juga hanya berdiri
menonton saja. Ia masih mempunyai kesopanan untuk
tidak mencampuri urusan orang lain karena Pak Hong
Siansu berurusan dengan murid murid keponakan,
bagaimana ia dapat ikut membantu? Pula, ia yakin bahwa
menghadapi tiga orang murid keponakan itu, Pak Hong
Siansu pasti akan dapat menang.
Hal ini memang mudah sekali diduga. Tingkat
kepandaian Pak Hong Siansu jauh lebih tinggi dari pada
tingkat murid murid keponakannya, dan kini murid
keponakannya itu diserang tanpa membalas sedikitpun.
Setangguh tangguhnya penjagaan Si Petani, menghadapi
tongkat merah panjang yang menyambar nyambar bagaikan
seekor naga itu dan tasbeh mutiara yang berkelebatan di
atas kepalanya seperti halilintar, ia menjadi kewalahan juga.
Apa lagi karena Pak Hong Siansu menjadi makin penasaran
dan marah sehingga ia mengeluarkan kepandaiannya dan
menyerang dengan seluruh tenaga yang ada padanya. Pada
saat tasbehnya menyambar dan ditangkis oleh pacul di
tangan Luliang Nungjin, ia menggetarkan tasbeh itu yang
tidak terpental kembali, sebalikna lalu membelit pacul itu
dengan eratnya!
Luliang Nungjin terkejut, maklum bahwa susioknya
marah sekali. Ia mengerahkan tenaga untuk menarik
kembali paculnya, akan tetapi pada saat itu tongkat merah
yang panjang telah bergerak menyerampang kedua kakinya.
Serangan ini tak dapat dielakkan lagi dan terdengarlah
suara keras, lalu tubuh Luliang Nungjin terguling. Kedua
tulang kakinya telah remuk oleh pukulan itu dan roboh
pingsan!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Biarpun hati mereka perih dan sakit sekali, namun
Luliang Ciangkun dan Luliang Siucai tidak dapat berbuat
sesuatu, hanya berdiri tegak dengan sikap angkuh.
“Hm, menyesal sekali aku harus merobohkannya karena
ia berkepala batu.” kata Pak Hong Siansu yang menjadi
agak malu juga harus merobohkan murid keponakan yang
dalam pertempuran tadi tidak melawan sama sekali, hanya
mempertahankan diri saja. Kemudian ia memandang
kepada Si Panglima dan Si Sastetawan.
“Bagaimana, apakah sekarang aku boleh menemui
gurumu?”
“Tetap tidak bisa, susiok. Sebelum teecu roboh pula
seperti sute, susiok tidak boleh mengganggu Siansu,” jawab
Luliang Siucai dengan suara tetap.
Pak Hong Siansu tertegun dan diam diam merasa kagum
sekali atas kesetiaan murid murid keponakannya terhadap
suhengnya. Benar benar mereka merupakan penjaga
penjaga yang sukar dicari bandingannya.
“Aku tidak suka merobohkan kalian, maka sekali lagi,
harap kalian ini mengalah dan membiarkan aku bertemu
dengan suheng. Percayalah, kedatanganku ini bukan
bermaksud buruk,” kata pula Pak Hong Siansu mencoba
untuk membujuk mereka.
“Maaf, terpaksa teecu tidak dapat mentaati kehendak
susiok karena lebih taat kepada Siansu.”
Memuncak kemarahan Pak Hong Siansu. “Benar benar
kepala batu yang harus mampus!” Setelah berkata
demikian, kakek sakti ini lalu menyerang Luliang Siucai!
Sisterawan ini mengeluarkan sampul kitab dan alat tulisnya
yang merupakan senjatanya yang ampuh. Seperti juga
sutenya tadi. Si Sasterawan ini membela diri sedapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mungkin, mengelak dan menangkis semua serangan Pak
Hong Siansu.
Kini Pak Hong Siansu tidak ragu ragu lagi seperti tadi
karena ia yakin bahwa murid murid keponakannya ini lebih
suka mengorbankan nyawa dari pada membiarkan ia
menemui Pak Hong Siansu, maka begitu bergebrak, ia lalu
mengerahkan seluruh kepandaian dan mengeluarkan gerak
gerak tipu yang paling berbahaya. Dalam jurus ke dua
puluh, tasbehnya telah berhasil memukul pundak kanan
Luliang Siucai, sehingga sasterawan ini roboh dengan
tulang pundak patah patah dan juga pingsan seperti Petani
tadi.
Bukan main marahnya Luliang Ciangkun. Dia boleh
dibilang mempunyai watak yang paling kasar dan keras di
antara kedua orang saudaranya, maka melihat kedua orang
sute nya itu dirobohkan oleh susioknya. Luliang Ciangknn
menggigit gigit bibirnya sampai berdarah! Ia melompat dan
menghadang di depan susioknya itu, sepasang matanya
mendelik, kumisnya berdiri, dan kedua tangannya sudah
menggigil, gatal gatal untuk memukul kepala botak
susioknya yang bongkok itu. Namun kesopanan masih
menahannya dan ia hanya bisa berdiri dengan dada
berombak.
“Ha, kau marah, ciangkun?” Pak Hong Siansu mengejek.
“Cabut pedangmu itu dan serang aku kalau begitu. Aku
sudah bosan dengan sikap kalian yang keras akan tetapi
tidak mau membalas serangan!”
“Tidak patut seorang murid keponakan menyerang
paman gurunya, betapapun jahat dan keji paman gurunya
itu.”
Dalam kata kata ini, secara menyimpang dan tidak
langsung, Luliang Ciangkun memaki Pak Hong Siansu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebagai paman guru yang jahat dan keji. Maka Pak Hong
Siansu menjadi mendongkol sekali.
“Jadi kaupun hendak mempertahankan pendirianmu dan
tidak memperbolehkan aku, lewat?”
“Hanya melalui mayat teecu!” jawab Luliang Ciangkun
singkat sambil meraba gagang pedangnya.
“Jahanam, kalau begitu mampuslah!” Pak Hong Siansu
menyerang dan Si Panglima mencabut pedang sambil
mengelak. Pertempuran berjalan lebih lama karena
panglima ini sebagai murid tertua, memang memiliki ilmu
pedang yang amat kuat daya tahannya Sampai tiga puluh
lima jurus ia dapat mempertahankan diri, namun akhirnya
iapun harus menyerah dan roboh dengan lengan kanan
pecah pecah tulangnya terpukul oleh tongkat merah Pak
Hong Siansu!
Kini tiga tokoh Luliang san itu rebah dan setelah siuman
hanya bisa mengerang menahan rasa sakit, tanpa berdaya
sama sekali melihat Pak Hong Siansu dan BaMau Hoatsu
melangkahi tubuh mereka dan naik ke puncak mencari Pak
Kek Siansu.
Akan tetapi, baru saja dua orang tua ini tiba di depan
bangunan yang menjadi tempat tinggal Pak Kek Siansu tiba
tiba dari dalam melayang keluar Pak Kek Siansu sendiri
yang melayang sambil duduk di atas sebuah batu hitam
besar berbentuk bangku bulat!
Pak Hong Siansu dan terutama Ba Mau Hoatsu berdiri
terlongong memandang kepada kakek tua ini. Bukan main
hebatnya ilmu yang diperlihatkan oleh Pak Kek Siansu
dalam menyambut kedua orang tamunya. Kakek tua renta
ini duduk bersih dan kedua tangannya memegang batu yang
diduduki itu dengan telapak tangan menempel di kanan kiri
bangau batu, seakan akan ia menduduki batu terbang!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika batu itu tiba di depan Pak Hong Siansu, turunlah
batu itu tanpa menimbulkan suara dan Pak Kek Siansu
memandangnya dengan mulut tersenyum. Akan tetapi, Ba
Mau Hoatsu melihat betapa kakek ini matanya
menyinarkan cahaya yang tajam sekali sehingga ia merasa
gentar. Sikap Pak Kek Siansu sama benar dengan Pak Hong
Siansu, nampak lemah lembut dan lemah. Hanya pada
mata kakak beradik seperguruan ini yang terdapat
perbedaan. Mata Pak Hong Siansu bergerak gerak cepat dan
liar, sedangkan mata, Pak Kek Siansu tenang, berpengaruh
dan tajam sekali.
“Sute, ada keperluan apakah kau mendatangi tempatku
ini?” suara ini perlahan dan lambat, halus akan tetapi
berpengaruh, mengandung sesuatu penuh dengan tuntutan.
“Suheng. telah lama kita tak saling berjumpa. Aku rindu
kepadamu dan ingin bercakap cakap.” jawab Pak Hong
Siansu dengan sopan dan ramah.
“Hm, begitukah? Mengapa membawa kawan? Harap kau
menyuruhnya lekas pergi lagi, jangan mengotori tempat
suci ini,” kata Pek Kek Siansu tanpa menengok kepada Ba
Mau Hoatsu.
Ba Mau Hoatsu merasa terhina dan ia marah sekali.
Mukanya yang hitam menjadi lebih hitam lagi. Kalau
menurutkan nafsunya, ingin ia meloncat maju dan
mengetuk kepala Pak Kek Siansu yang sudah putih semua
rambutnya itu, biar pecah berantaran. Akan tetapi ia tidak
berani, karena maklum bahwa ilmu kepandaian kakek ini
sama sekali bukan lawannya. Ia hanya menengok kepada
Pak Hong Siansu yang tersenyum kepadanya dan berkata,
“Kau sudah dengar sendiri sahabatku. Harap kau suka
turun gunung lebih dulu, aku akan menyusul belakangan.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bukan main mendongkolnya hati Ba Mau t Hoatsu, akan
tetapi ia dapat berbuat apakah? Ia seorang tamu yang tak
dikehendaki, dan ia tidak dapat berbuat sesuatu untuk
memuaskan hatinya yang mendongkol. Maka sambil
membanting kaki ia lalu pergi tanpa pamit, berlari cepat
turun dari Luliang san.
“Baik sekali kau menyuruh dia pergi, sute. Karena kau
dan aku takkan turun lagi dari tempat ini,” kata pula Pak
Kek Siansu dengan suara masih halus seperti tadi.
Pak Hong Siansu membelalakkan matanya. “Eh, apa
maksudmu, suheng?”
“Duduklah dulu, biar kita lebih enak bercakap cakap,”
kata tokoh Luliang san itu sambil menuding ke arah sebuah
batu halus yang berada di depannya. Pak Hong Siansu lalu
duduk dan bersila di atas batu itu, hanya terpisah dua
tombak dari suheng nya. Mereka saling pandang, seperti
dua buah patung orang tua yang baik sekali.
“Sayang sekali, sute, kedatanganmu ini bukan
merupakan kedatangan seorang yang telah insaf dan sadar
akan kekeliruan dan kesesatannya. Benar benar bukan
merupakan kedatangan yang kuharap harapkan.”
“Suheng, aku takkan berpanjang ceritera karena akupun
tidak suka tinggal lama lama di tempat sunyi ini.
Ketahuilah kedatanganku ini untuk mengajakmu ke dunia
ramai. Marilah kita membantu pemerintah Kin untuk
mengamankan dunia. Orang orang jahat timbul di mana
mana, kekacauan membuat rakyat sengsara. Sudah menjadi
kewajiban kita untuk turun tangan, suheng.”
“Memang benar kata katamu. Orang orang jahat timbul
di mana mana, dan orang yang duduk di hadapanku adalah
seorang di antara mereka, bahkan yang paling jahat. Sute,
kau datang ke sini membawa Ba Mau Hoatsu dari Tibet,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kemudian kau melukai tiga orang muridku. Ada kehendak
apakah, lekas katakan sebelum terlambat!”
Berdebar hati Pak Hong Siansu. Bukan hanya karena
ternyata suhengnya telah tahu akan peristiwa yang terjadi
dalam pertempurannya menghadapi tiga murid
keponakannya adi, akan tetapi karena mendengar kata kata
aneh yang seakan akan mengandung ancaman dan tanda
tanda tidak baik baginya.
“Suheng, tentang murid muridmu, mereka sengaja
berlaku keras dan tidak memperbolehkan aku datang
menghadapmu. Akan tetapi mereka hanya terluka dan
dapat sembuh. Yang penting aku hendak memberi tahu
bahwa kali ini kau harus membantu kami atau membantu
pemerintah Kin. Kalau kau tidak mau, muridmu yang amat
baik, Go Ciang Le itu, tentu akan tewas dalam keadaan
yang amat mengecewakan, Suheng.” Pak Hona Siansu
berhenti sebentar untuk melihat reaksi kata katanya ini
terhadap suhengnya. Akan tetapi Pak Kek Siansu tetap
tidak berobah air mukanya, maka ia menambahkan.
“Muridmu itu telah tertawan oleh pemerintah Kin, dan
kalau kau tidak mau turun gunung membantu, tentu ia akan
dihukum mati.”
Setelah hening agak lama, baru Pak Kek Siansu
menjawab sambil menatap wajah sutenya.
“Sute, apakah artinya mati? Agaknya kau lupa bahwa
aku dan kaupun takkan terbebas dari pada kematian.
Demikianpun Ciang Le. Lebih baik dia tewas sebagai
seorang pejuang rakyat dari pada mati seperti kau, seorang
pengkhianat dan penjilat rendah!”
Pucat wajah Pak Hong Siansu mendengar ini.
“Suheng, tidak saja Ciang Le akan dibunuh, akan tetapi
juga semua pemberontak semua orang orang kang ouw
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang membantunya. Alangkah ngerinya ini! Kalau kau
turun gunung, tentu para pemberontak akan suka
mendengar nasihatmu, orang orang kang ouw akan mundur
teratur. Tanpa bantuan mereka, rakyat yang memberontak
takkan bertenaga lagi dan pemberontakan akan padam.
Rakyat hidup aman dan damai, bukankah itu baik sekali?”
Kini pandang mata Pak Kek Siansu bersungguh
sungguh, juga suaranya.
“Sute, dengan lidahmu yang semenjak dahulu amat
lemas itu, takkan ada gunanya kau membujukku dengan
kata kata manis. Biarpun aku selalu terbenam di tempat ini,
namun aku tahu akan keadaan rakyat diantara yang
tertindas. Jangan kau mencoba untuk memutarbalikkan
kenyataan. Pula tentang pembasmian yang dilakukan oleh
pemerintah asing itu, hal ini tak mungkin. Tak ada satu
kekuatan yang betapa besarpun di dunia ini yang akan
sanggup mematahkan semangat perjuangan rakyat! Adapun
kau.... kau yang lupa diri, kau yang bahkan menghambat
hasil perjuangan rakyat, kau takkan turun lagi, sute. Kau
berdiam dengan aku di sini, aman dan damai dalam arti
kata seluas luasnya.”
“Tidak....tidak! Aku tidak mau, suheng.”
“Kau harus kataku, dan kau tahu bahwa aku sebagai
suhengmu berhak untuk memberi perintah kepadamu.”
“Suheng, kalau aku tidak turun gunung, tidak kembali,
tentu Ba Mau Hoatsu akan melaporkan bahwa aku celaka
di tanganmu, dan Ciang Le akan disiksa sampai mati!”
“Tidak ada siksaan di dunia ini yang lebih hebat dari
pada siksaan batin sendiri menyesali perbuatan perbuatan
yang sesat.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pak Hong Siansu menjadi bingung dan juga gelisah. Tak
disangkanya sama sekali bahwa Pak Kek Siansu bukan saja
tidak mau turun gunung dan sama selili tidak perduli akan
nasib Ciang Le, bahkan kini suhengnya itu melarang ia
turun gunung! Ia merasa seakan akan seperti burung
terjebak dalam kurungan.
Melihat kebingungannya Pak Kek Siansu berkata halus,
“Sute, mengapa bingung. Orang orang seperti kita ini sudah
tua, tinggal menanti datang nya panggilan Giam lo ong,
kembali, ke alam asal. Mengapa meributkan persoalan
dunia? Lupakah kau akan kenikmatan dalam suasana
hening yang hanya didapat dengan jalan bersamadhi?
Marilah, kau tiru aku, sute. Kau boleh mencoba siulian di
sini, hawanya begini indah. Cobalah, kau akan mendapat
ketenteraman batin yang belum pernah kau rasai
sebelumnya.”
Setelah berkata demikian, Pak Kek Siansu menundukkan
mukanya dan sebentar saja ia telah bersamadhi,
mengheningkan cipta nampaknya demikian enteng,
demikian damai dan amat aman seperti telah berobah
menjadi sebuah patung batu yang tak bergerak.
Pak Hong Siansu makin bingung lagi. Ia maklum bahwa
biarpun suhengnya seperti orang tidur, namun dalam
keadaan bersiulian itu, suhengnya lebih lihai dari pada
kalau sadar. Panca indera yang dikumpulkan itu bahkan
menjadi makin tajam dan ia tahu bahwa kalau diam diam ia
melarikan diri. suhengnya tentu akan mengerti dan
mencegahnya. Untuk melawannya, ia masih ragu ragu.
Kepandaian Ciang Le sudah begitu hebat, apalagi
suhengnya ini. Diam diam ia bergidik. Apa yang harus ia
lakukan? Iapun berpura pura samadhi meniru suhengnya,
padahal sebenarnya diam diam ia memutar otak,
mengerahkan segala akal muslihatnya untuk keluar dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kurungan yang mengerikan hatinya ini. Ia harus dapat
membunuh suhengnya! Kalau ia bisa membunuh
suhengnya. baru ia bisa pergi dengan aman dan pekerjaan
selanjutnyapun mudah. Ciang Le telah gila dan tertahan,
dan kalau Pak Kek Siansu dapat dibinasakan, ah, mudahlah
untuk membereskan para pemimpin pemberontak yang lain!
Akan tetapi bagaimana ia dapat membinasakan
suhengnya ini? Biarpun suhengnya tak membuka mata, ia
merasa gentar dan tidak berani turun tangan. Jarak antara
tempat duduknya dan tempat duduk suhengnya ada dua
tombak lebih. Suhengnya tentu telah mengetahui lebih dulu
sebelum ia sempat menjatuhkan tangan maut.
Tiba tiba ia mendapatkan akal dan teringat akan sesuatu
sehingga wajah nya menjadi terang dan hatinya berdebar
tegang. Untuk menghadapi suhengnya yang memiliki ilmu
kepanduan yang tinggi sekali ini, hanya ada satu jalan saja,
jalan yang curang dan keji!
Pak Hong Siansu tahu, dan semua orang yang mengerti
dan biasa menjalani siulian (bersamadhi atau meditasi)
tahu, bahwa antara sadar dan hening dalam siulan, terdapat
pintu yang seakan akan gelap dan tak dapat ditembusi, yang
membuat orang seperti tidak sadar sama sekali dan tidak
terasa bilamana ia memasuki keadaan yang lain. Menang
pintu ini pendek saja, dari keadaan sadar tahu tahu orang
yang bersiulian telah memasuki keadaan hening. Demikian
sebaliknya. Orang yang tadinya dalam keadaan hening
dalam samadhi, cipta terkumpul dan panca indera
terkumpul pula tanpa bekerja namun tidak mati, apabila ia
kembali ke dalam keadaan sadar, ia melalui pintu yang
pendek itu yang membuatnya tidak ingat lagi bilamana ia
telah keluar dari keadaan hening itu kembali kepada
keadaan biasa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pak Hong Siansu tahu betul akan hal ini. Apabila
suhengnya berada di dalam keadaan hening, biarpun seperti
“mati dalam hidup” namun sukar baginya untuk turun
tangan. Sebaliknya apabila suhengnya sudah sadar, iapun
tak dapat mengalahkannya. Maka ia hendak menggunakan
saat di mana semangat suhengnya melalui pintu pendek
yang membuatnya kehilangan kesadarannya itu, ia akan
turun tangan. Diam diam ia lalu merogoh saku baju nya
dan menyiapkan jarum jarum hitamnya yang lihai dan amat
berbahaya. Ia bergerak hati hati sekali dan jangan
menimbulkan suara. Seandainya ia menyambitkan senjata
senjata rahasia itu sekarang, suhengnya pasti akan dapat
menghindarkan diri, biarpun kelihatan sepeti tidur. Jika
menanti kalau suhengnya sudah sadar lebih berbahaya lagi
agaknya.
Dibukanya matanya dan dipandangnya suhengnya itu
dengan senyum mengejek. Mukanya berubah beringas,
membayangkan nafsu keji dan jahat. Kemudian ia berkata.
“Suheng, aku mau menuruti nasihatmu tinggal di sini
dengan satu syarat. Dengarlah!” Bergerak pelupuk mata
Pak Kek Siansu. Ia sedang berada dalam saat perubahan,
akan kembali ke dalam keadaan sadar setelah tadi bersiulian
dengan amat tenangnya.
Dan saat itulah yang dinanti oleh Pak Hong Siansu, ia
tahu bahwa pada detik itu, suhengnya sedang melalui pintu
yang gelap itu, yang membuat suhengnya kehilangan
kesadarannya dalam perjalanan kembali ke dalam keadaan
biasa. Tangannya bergerak cepat dan menyambarlah
belasan jarum hitam ke arah tubuh Pak Kek Siansu.
Tepat seperti yang diduga dan diharapkan oleh Pak
Hong Siansu. Dalam keadaan seperti itu, Pak Kek Siansu
tidak tahu akan datang nya bahaya dan ketika ia membuka
matanya, baru panca inderanya dapat menangkap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sambaran angin. Namun terlambat karena pada saat itu,
jarum jarum tadi telah menancap di tubuhnya, melalui
pakaiannya yang tipis dan kasar!
Namun, Pak Kek Siansu benar benar seorang tokok yang
luar biasa dan jarang dapat ditemukan tandingannya di
masa itu. Begitu ia merasa tubuhnya seakan akan lumpuh
dan sakit sakit, ia tertawa bergelak dan tangan kanannya
memukul ke depan. Angin pukulan yang hebat sekali
menyambar dan Pak Hong Siansu tersentak dalam
duduknya, ia merasa seakan akan dadanya ditumbuk oleh
palu godam dan terasa sakit sekali di dalam dadanya. Ia
telah terkena pukulan Pak kek Sin ciang yang paling hebat,
yakni gerakan yang disebut Liat sim ciang (Pukulan
Membelah Hati). Hampir saja Pak Hong Siansu menjerit
jerit saking sakitnya. Jantungnya serasa diremas remas dan
seluruh dadanya seperti ditusuk tusuk jarum. Ia hendak
melompat, akan tetapi terdengar ucapan suhengnya tenang
tenang.
“Sute, tiada gunanya. Kau akan tewas di sini seperti aku
pula. Kita takkan dapat turun tangan. Lekas kau menahan
napas dan menutup jalan darahmu sampai putus napasmu.
Jalan itulah satu satunya yang akan membebaskan kau dari
siksa rasa sakit. Terserah kepadamu. Mati dalam keadaan
tenang ataukah mati tersiksa seperti cacing dibakar! Selamat
meninggalkan raga kita yang sudah tua, sute!” Dan dengan
mulut tersenyum, Pak Kek Siansu sebentar kemudian telah
berada dalam keadaan siulan kembali!
Pak Hong Siansu tidak dapat menahan rasa sakit, maka
ia cepat cepat menurut nasihat suhengnya. Ditahannya
napasnya, dikerahkan lweekangnya untuk menutup semua
jalan darahnya. Benar saja, rasa sakit itu menghilang dan
tak lama kemudian ia mati dalam keadaan kaku. Inilah
yang dikehendaki oleh Pak Kek siansu. Kakek ini tadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merasa amat menyesal bahwa ia telah terpaksa menurunkan
tangan maut. Ia menyesal harus menjadi pembunuh dalam
saat terakhir. Maka ia memberi nasihat itu bukan semata
karena kasihan kepada sutenya, melainkan terutama sekali
agar supaya sutenya itu mati karena perbuatan sendiri. Mati
bukan karena pukulannya, melainkan karena Pak Hong
Siansu menutup jalan darahnya dan menghentikan
pernapasannya sendiri!
Dan hampir berbareng dengan sutenya, kakek sakti ini
sendiripun lalu menahan rasa sakit dengan jalan yang sama
sehingga boleh dibilang dilarang saat yang bersamaan
nyawa mereka meninggalkan tubuh mereka tak dapat
diceritakan apalah nyawa kedua orang kakak beradik
seperguruan ini melakukan perjalanan yang sama pula
kembali ke alam asal!
-odwo-
Ketika Ba Mau Hoatsu berlari turun gunung dengan hati
mengkal dan mendongkol sekali, tiba tiba ia melihat dua
sosok bayangan manusia berlari cepat naik dari kaki bukit.
Ia cepat bersembunyi di balik pohon dan alangkah kaget
dan herannya ketika ia melihat bahwa bayangan itu bukan
lain adalah Ciang Le dan Bi Lan! Ia tidak berani
mengganggu karena maklum akan kelihaian dua orang
muda itu, maka ia membiarkan mereka lewat. Kemudian ia
melanjutkan perjalanan dan pikirannya berubah sama sekali
Tadi ia sudah merasa mendongkol sekali kepada Pak
Hong Siansu. Hatinya sudah mulai tawar untuk membantu
pemerintah Kin. Apalagi sekarang ia melihat bahwa Ciang
Le sudah bebas dan agaknya sudah sembuh dari penyakit
gilanya. Ah, keadaan makin buruk, pikirnya. Menghadapi
Ciang Le saja, tidak ada orang dari pemerintah Kin yang
sanggup menahan, bahkan Pak Hong Siansu sendiri belum
tentu menang. Apalagi masih ada Pak Kek Siansu. Ia tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melihat harapan baik bagi pemerintah Kin dalam
mempertahankan kedudukannya. Ia mulai mengenangkan
semua hasil hasil diri pada campur tangannya. Tidak ada
untungnya sedikitpun juga! Bahkan ia menderita malu besar
karena muridnya, yakni Pangeran Wan yen Kan, telah
menyeberang dan membantu para pemberontak! Untuk apa
ia lebih lama membantu pemerintah Kin?
Timbul geram dan marahnya kepada murid nya karena
ia mendapat nama busuk dan malu sekali karena perbuatan
muridnya itu. Aku harus bunuh bedebah itu untuk
membersihkan namaku dari para tokoh kang ouw, pikirnya.
Dipercepatnya jalannya dan ia tidak kembali ke Cin an,
juga tidak menanti turunnya Pak Hong Siansu.
Sementara itu, Ciang Le dan Bi Lan terus berlari naik.
Hati Ciang Le amat tidak enak, karena ia tahu bahwa di
mana saja Pak Hong Siansu dan Ba Mau Hoatsu berada,
pasti akan timbul kekacauan.
Dan benar saja, ia mengeluarkan kutukan perlahan
ketika tiba di tempat penjagaan pintu masuk dan dari jauh
melihat tubuh tiga orang suhengnya, yakni Luliang
Ciangkun, Luliang Siucai, dan Luliang Nung jin
menggeletak di atas tanah dalam keadaan terluka hebat!
Ciang Le segera berlutut dan memeriksa mereka. Bukan
main marahnya menyaksikan Luliang Nung jin patah patah
tulang kakinya, Luliang Siucai patah tulang pundaknya dan
Luliang Ciangkun patah lengan kanannya! Akan tetapi, tiga
orang kakek itu hanya tersenyum dan bahkan Luliang
Siucai berkata, “Sute, kepandaian kami terlalu rendah,
mana dapat menahan susiok yang lihai?”
Mendengar ini, Ciang Le teringat lagi kepada Pak Hong
Siansu dan Ba Mau Hoatsu. Cepat ia bertanya.
“Di mana dia?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Luliang Siucai menudingkan jari tangannya ke atas dan
Ciang Le segera meninggalkan mereka dan mengejar ke
atas, diikuti oleh Bi Lan. Pemandangan yang terlihat di atas
membuat Ciang Le pucat. Ia melihat Pak Hong Siansu
duduk bersila di atas batu, tubuhnya kaku seperti batu.
Adapun gurunya juga duduk di atas batu menghadapi
susioknya itu, juga gurunya nampak kaku seperti batu.
Setetah dapat menekan gelora hatinya, Ciang Le cepat
menghampiri mereka dan alangkah kagetnya melihat kedua
orang kakek itu telah putus napasnya!
Ketika Ciane Le memeriksa tubuh suhunya, ia menggigit
bibir saking marahnya. Tubuh suhunya penuh dengan
jarum jarum hitam yang keji dari susioknya. Dan melihat
sepintas saja keadaan susioknya maklumlah ia bahwa
susioknya telah terkena pukulan Pak kek Sin ciang dari
suhunya.
Dengan hati sedih Ciang Le dibantu oleh Bi Lan lalu
mengurus jenazah kedua orang kakek itu dan
menguburnya. Akan tetapi sengaja ia menjauhkan kuburan
gurunya dan susioknya. Biarpun di dalam hati ia benci dan
marah kepada susioknya, namun setelah melihat susioknya
tidak benyawa lagi, ia masih mau mengubur dan
bersembahyang di depan makamnya, dan ini saja dapat
dipergunakan sebagai ukuran untuk mengetahui watak yang
mulia dan budiman dari Hwa i enghiong Go Ciang Le!
Kemudian, Ciang Le mengangkat ketiga orang
suhengnya ke dalam pondok di atas dan mulai merawat
luka mereka, dibantu dengan setia oleh Bi Lan. Dengan
kepandaiannya menyambung tulang, maka tulang tulang
yang remuk itu dapat tersambung pula setelah lewat
beberapa pekan. Luliang Sam lojin merasa amat berterima
kasih kepada Ciang Le, terutama sekali kepada Bi Lan yang
dengan telaten ikut merawat mereka, memasak, menjaga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan lain lain. Bagi Ciang Le. Memang tidak aneh karena
sebagai sute, ia sudah berkewajiban untuk melakukan
pekerjaan ini, akan tetapi Bi Lan yang tiada hubungan
sesuatu dengan Luliang Sam lojin, mau melakukan semua
ini, benar benar membuat tiga orang kakek itu berterima
kasih. Berkali kali mereka memuji bahwa nona itu
merupakan calon jodoh yang baik sekali untuk Ciang Le
sehingga sepasang orang muda itu merasa berbahagia.
Setelah sembuh dari luka lukanya, biarpun agak cacad,
yaitu Luliang Nungjin agak terpincang jalannya, Luliang
Siucai tak dapat menulis dengan baik lagi, sedangkan
Luliang Ciangkun terpaksa kini mainkan pedang dengan
tangan kiri, tiga orang kakek itu lain mengajak Ciang Le
dan Bi Lan turun gunung membantu perjuangan rakyat
Tiongkok utara!
-odwo-
Perjuangan rakyat makin menggelora dan menghebat.
Kedudukan pemerintah Kin makin lemah. Banyak
penduduk utara mengungsi ke selatan karena keadaan di
selatan jauh lebih makmur dari pada keadaan di utara.
Ling In dan suaminya, Wan Kan, hidup di Biciu dengan
tenteram. Mereka merupakan suami isteri yang memiliki
rumah tangga bahagia. Telah satu setengah tahun mereka
tinggal di Biciu dan Ling In telah mempunyai seorang anak
laki laki yang diberi nama Wan Sin Hong. Ibu dari Ling In
sudah meninggal dunia, dan pamannya telah pindah ke lain
kota. Dengan demikian, Wan Kan dan Ling In tinggal
bersama putera mereka dan dibantu oleh seorang pelayan
wanita yang sudah setengah tua.
Oleh karena ibu dari Ling In meninggalkan warisan
berupa rumah dan sawah, maka kehidupan mereka cukup
dan tidak kekurangan sesuatu. Agaknya suami isteri ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan menikmati hidup sampai di hari tua, kalau tidak
datang malapetaka yang hebat menimpa mereka.
Malapetaka ini merupakan seorang hwesio hitam tinggi
besar, bukan lain ialah Ba Mau Hoatsu, guru dari Wan
Kan.
Pada pagi hari itu. Wan Kan dan Ling In sedang duduk
di ruang depan, bercakap cakap gembira, Wan Sin Hong
yang baru berusia setahun, merangkak rangkak ke sana ke
mari dan mengeluarkan suara yang lucu dan sukar
dimengerti, Thio ma, pelayan mereka, menjaga anak itu
dan semua orang nampak gembira sekali oleh kelakuan
Wan Sin Hong, anak yang mungil dan lucu itu.
Setelah diberi makan, Wan Kan berkata kepada
isterinya.
“Aku sudah rindu sekali mendengar berita dari pada
kawan kawan kita. Mengapa mereka belum juga kembali?
Terutama sekali aku ingin bertemu dengan adikku Ciang
Le, entah di mana sekararang ia berada.”
“Kurasa bersama sama suheng suhengku dan dengan Bi
Lan. Mudah mudahan saja mereka semua selamat,” jawab
Ling In dan nyonya muda ini menyembunyikan perasaan
yang kecewa. Sesungguhnya, ia sendiri pun ingini sekali
membantu perjuangan kawan kawannya itu, mengusir
penjajah Kin. Akan tetapi, biarpun ia maklum bahwa
suaminya berbeda dengan penjajah Kin, dan bahwa
suaminya sudah sadar benar benar akan kelaliman
pemerintahan bangsanya, namun sebagai seorang isteri
bijaksana ia selalu menjaga agar jangan menyinggung
perasaan suaminya. Maka ia tak pernah bicara tentang
kesalahan Bangsa Kin yang memeras rakyat di Tiongkok
utara.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Mudah mudahan saja.” Wan Kan membenarkan.
“Alangkah ingin hatiku menyaksikan Ciang Le dan Bi Lan
kembali dan merayakan pernikahan mereka. Kedua orang
itu benar benar sudah cocok sekali, jarang ada jodoh yang
sedemikian cocoknya, sama sama memiliki kepandaian
tinggi.”
“Dan mudah mudahan mereka kelak sebahagia kita,”
kata Ling In sambil memandang suaminya.
“Begitulah pula harapanku,” sambung suaminya dan
balas memandang. Dalam pertemuan pandang ini tersinar
rasa kasih sayang yang murni.
Pada saat itu, biarpun tidak terdengar sesuatu, sepasang
suami isteri ini seakan akan tertarik oleh tenaga gaib dan
keduanya tiba tiba menoleh dan memandang ke arah pintu.
Wajah mereka tiba tiba menjadi pucat sekali karena di
ambang pintu rumah berdiri seorang hwesio gemuk
bermuka hitam yang memandang kepada mereka dengan
sinar mata mengandung penuh kebencian!
“Suhu....!” seru Wan Kan dengan suara perlahan.
“Murid murtad! Kau masih mengaku guru kepadaku?
Bagus, dengan begitu matimu tidak penasaran!” jawab Ba
Mau Hoatsu yang segema mengirim serangan dengan
sepasang rodanya.
Bukan main kagetnya Wan Kan karena serangan
gurunya ini memang hebat sekali. Ia meloncat ke samping,
mengelak dari serangan roda kiri gurunya, akan tetapi roda
emas di tangan kanan Ba Mau Hoatsu sudah menyusul
cepat sekali. Wan Kan kembali mengelak dan terdengar
seruan keras dari Ling In yang telah mengangkat bangku
dan menyerang hwe sio tinggi besar itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada waktu itu Ling In tidak memegang pedang, maka ia
mencari senjata seadanya saja dan menyambar bangku yang
tadi didudukinya untuk menolong suaminya. Ketika
bangkunya menghantam kepala Ba Mau Hoatsu, terdergar
suara keras dan bangku itu hancur berkeping keping beradu
dengan roda perak dari Ba Mau Hoatsu. Pendeta Tibet ini
tadinya hanya ingin menewaskan muridnya, akan tetapi
ketika melihat Ling In menyerangnya, timbul geramnya dan
ia meluncurkan rodanya ke arah nyonya muda itu.
Ling In mencoba untuk mengelak, akan tetapi serangan
itu hebat sekali datangnya dan tepat mengenai kepalanya
sehingga robohlah Ling In dengan kepala pecah!
“Bangsat tua bangka! Iblis terkutuk, kau membunuh
isteriku?” jerit Wan Kan yang menubruk gurunya dengan
pukulan maut. Akan tetapi Ba Mau Hoatsu mengangkat
kakinya dan sebuah tendangan kilat menyambar dada Wan
Kan. Bekas pangeran ini terpental ke belakang dan sebelum
ia dapat meloncat kembali, kepalanya sudah tertimpa oleh
roda perak yang masih berbekas darah kepala isterinya.
Kembali terdengar suara keras dan kepala Wan Kan pun
pecah seperti keadaan isterinya. Nyawa kedua suami isteri
yang saling kasih mengasihi ini susul menyusul melayang
ke alam baka!
Ba Mau Hoatsu tertawa bergelak. “Puaslah hatiku,
bersih kembali nama baikku yang kalian cemarkan!”
katanya, kemudian tubuhnya berkelebat dan lenyap dari
tempat itu. Pendeta Tibet ini sama sekali tidak tahu bahwa
muridnya itu telah mempunyai seorang putera, yang kini
sedang diberi makan oleh pelayannya. Kalau saja ia
mengetahui hal ini, tentu ia akan turun tangan pula dan
membunuh si kecil. Kelalaiannya ini akan ia bayar mahal
kelak! (Dituturkan dalam cerita SIM KIAM HOK MO atau
Pedang Sakti Penaluk Iblis yang amat menarik).
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tentu saja ketika pelayan atau pengasuh Wan Sin Hong
mendengar suara ribut ribut, ia menjadi kaget dan
ketakutan. Setelah suara, gaduh itu lenyap, ia berjalan
keluar dan alangkah ngeri hatinya menyaksikan betapa
kedua majikannya telah menggeletak di atas lantai dengan
kepala pecah dan mandi darah!
“Tolong....tolooong…!” Pelayan itu berlari lari keluar
dari rumah dengan muka pucat dan memeluk Wan Sin
Hong erat erat.
Orang orang menjadi terkejut dan mendengar jeritan itu
memburu ke tempat itu.
“Ada apa? Ada apa, Thio ma?” tanya mereka.
“Aduh....celaka....aduh, celaka….!” hanya demikian
Thio ma dapat mengeluh sambil menudingkan jarinya ke
arah rumah yang baru saja ditinggalkannya. Sementara itu,
Sin Hong menangis menjerit jerit karena ia merasa kaget
dan takut melihat orang orang itu dan mendengar tangis
Thio ma.
Orang orang mengejar masuk dan sebentar saja terdengar
seruan seruan ngeri dari mereka ini. Yang berwajib diberi
laporan dan jenazah Ling In serta Wan Kan lalu diurus
baik, ditangisi siang malam oleh Thio ma yang
menggendong Wan Sin Hong yang juga menangis terus
mencari ibunya.
Paman Ling In dari dusun segera datang ketika
mendengar berita ini. Seperti kita telah ketahui, paman dari
Ling In ini bersama The Liok, seorang petani yang jujur.
The Liok beserta isterinya lalu mengurus jenazah dan
setelah jenazah itu di makamkan baik baik The Liok lalu
mengosongkan rumah Ling In, membawa perabot perabot
rumah itu ke dusunnya bersama Wan Sin Hong dan Thio
ma. The Liok tidak mau tinggal di rumah dalam kota itu, ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merasa lebih aman dan damai tinggal di dusun, di mana ia
telah mempunyai sawah. Dengan adanya sawah
peninggalan dari Ling In. Ia tidak khawatir lagi akan nasib
hidupnya, maka iapun tidak keberatan untuk memelihara
Wan Sin Hong berikut Thio ma, inang pengasuh yang amat
setia dan mencinta anak itu.
Akan tetapi, hanya untuk tiga bulan anak kecil itu berada
di rumah The Liok. Pada suatu senja, datanglah seorang
pemuda tampan yang bertubuh tegap ke rumah The Liok.
Petani ini telah pulang dari sawah dan sedang duduk di
depan rumah bersama isterinya. Melihat kedatangan
pemuda itu, The Liok menyambut dengan girang dan
ramah tamah.
“Ah, kiranya Lie hiante. Telah lama sekali kita tidak
saling bertemu,” kata The Liok.
Pemuda ini menjura selaku penghormatan. “Paman
Liok, baik baik sajakah sekeluarga?” tanya pemuda itu yang
bukan lain adalah Lie Bu Tek.
“Keluargaku sendiri sih baik baik saja, akan tetapi
keponakanku Ling In .... “ The Liok menghentikan
ucapannya untuk menarik napas panjang kemudian
memandang kepada Lie Bu Tek dengan muka sedih.
“Aku sudah mendengar akan hal itu, paman The Liok.
Memang menyedihkan sekali nasib Ling In dan Wan Kan,”
jawab Lie Bu Tek sambil menghela napas panjang pula.
“Betulkah hiante?” The Liok memandang dengan mata
penuh perhatian bercampur curiga.
Tadinya memang ada sangkaan dalam hati The Liok ini
bahwa yang membunuh keponakannya adalah pemuda ini
yang ia ketahui dulu yang mencinta Ling In. Hanya
keterangan Thio ma saja yang membuat ia harus
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melenyapkan kecurigaannya terhadap Lie Bu Tek. Thio ma
mengatakan bahwa ketika terjadi ribut ribut ia mengintai
sebentar dan melihat seorang hwesio tinggi besar bermuka
hitam berhadapan dengan kedua orang majikannya.
“Aku sudah mampir di Biciu sebelum datang ke sini
mencarimu, paman Liok,” kata Bu Tek.
“Dan tahukah kau, siapakah gerangan yang membunuh
keponakanku dan suaminya?”
“Siapa lagi kalau bukan guru dari Wan Kan yang
bernama Ba Mau Hoatsu?”
“Gurunya sendiri?” The Liok memandang heran karena
ia tidak mengerti mengapa seorang guru dapat membunuh
murid sendiri. “Mengapa begitu, hiante?”
Lie Bu Tek menarik napas panjang. “Biarpun aku sendiri
hanya menduga duga saja, akan tetapi dugaanku agaknya
takkan meleset. Seperti kita ketahui, Wan Kan adalah
Pangeran Wan yen Kan yang menjadi murid dari hwesio
Tibet itu dan Ba Mau Hoatsu tentu saja mendapat
kedudukan tinggi dan terpandang sekali oleh Kerajaan Kin
karena menjadi guru dari Pangeran Wan yen Kan. Akan
tetapi, kemudian Wan yen Kan berjodoh dengan sumoi,
bahkan rela meninggalkan bangsanya dan melebur diri
menjadi orang Han. Dengan tindakan Wan Kan ini, tentu
saja nama Ba Mau Hoatsu menjadi jatuh dan ia merasa
malu sekali. Oleh karena inilah kukira maka ia sengaja
mencari Wan Kan dan membunuhnya, sekalian dengan
sumoi.”
The Liok mengangguk angguk. “Agaknya cocok
dugaanmu itu, hiante. Tadinya akupun hendak naik ke Hoa
san untuk melaporkan pembunuhan ini kepada para
locianpwe sana, akan tetapi aku pernah mendengar dan
Ling In bahwa semua orang telah turun gunung dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membantu perjuangan melawan pemerintah Kin, bahkan
Ling In sendiri sering kali menyatakan keinginannya
membantu perjuangan itu. Maka aku membatalkan niatku
karena untuk apa pergi jauh jauh ke Hoa san kalau
kemudian tidak dapat bertemu dengan seorangpun di sana.”
“Memung betul, paman The Liok. Di puncak Hoa
sansekarang tidak ada orang, semua sudah turun gunung
membantu perjuangan. Bahkan datangku ke Biciu
sebetulnya juga hendak minta bantuan sumoi dan juga
minta kepada Wan Kan agar ia dapat memberi petunjuk
petunjuk tentang keadaan pertahanan pemerintah Kin.
Siapa tahu mereka telah menalami nasib demikian hebat.”
Tak terasa pula ketika mengucapkan kata kata ini, Bu
Tek tetingat kepada Ling In yang pernah dicintainya,
bahkan yang sampai saat itu masih saja bayangan sumoinya
terukir di dalam hatinya, dan basahlah matanya.
Melihat ini, The Liok terharu. Orang tua ini tahu akan
perasaan Lie Bu Tek, maka ia segera menyimpangkan
pembicaraan itu dan bertanya.
“Dan kau lalu mengunjungi aku di sini, apakah hanya
menengok saja ataukah ada kepentingan lain, hiante?”
“Aku ingin melihat putera dari Ling In. Di mana dia dan
siapakah namanya?”
The Liok tersenyum lebar. “Oh, kaumaksudkan Sin
Hong? Ia lucu sekali dan sehat sehat saja, kasihan anak
itu....” The Liok memanggil Thio ma yang segera datang
sambil menggendong Wan Sin Hong yang tertawa tawa.
Anak yang baru berusia setahun ini tentu saja tidak kenal
akan arti susah dan telah melupakan ayah bundanya.
Melihat anak ini, Bu Tek merasa terharu sekali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Paman The Liok, anak ini adalah keturunan mereka.
Biarkanlah aku membawa dan mendidiknya agar ia kelak
menjadi seorang bijaksana dan budiman serta gagah
perkasa seperti ayah bundanya.”
The Liok nampak terkejut, demikian pula Thio ma
segera memeluk anak itu erat erat. Inang pengasuh ini amat
mencinta kepada Sin Hong seperti kepada cucunya sendiri.
“Tidak mungkin, hiante. Sin Hong masih terlampau
kecil, dan sudah menjadi hak dan kewajibanku untuk
mengurusnya baik baik! Kau takkan dapat mengurusnya. Ia
masih terlampau kecil dan kau seorang laki laki
sebatangkara. Tak mungkin....“
“Jadi paman hendak mendidiknya menjadi seorang
petani biasa?” tanya Lie Bu Tek dengan suara keras.
Tiba tiba sikap The Liok berobah keras. Ia menentang
pandang mata Bu Tek dan menjawab keras pula.
“Hiante! Apakah ucapanmu itu berarti kau memandang
rendah kami kaum petani? Kaukira rendahkah kedudukan
seorang petani? Lie hiante, kau lupa agaknya, hasil jerih
payah siapakah yang setiap hari kaumakan? Cucuku Wan
Sin Hong ini seribu kali lebih baik menjadi seorang petani
yang jujur dan rajin dari pada menjadi seorang pandai yang
hidup sebagai petualang! Pernahkah kau berpikir, Lie
hiante, bahwa di dunia ini, biarpun tidak ada orang orang
pandai, namun para petani masih sanggup hidup bahagia,
sedangkan orang orang pandai kalau tidak ada petani,
dapatkah ia hidup? Mereka akan terpaksa melebur diri
menjadi petani kalau tidak mau mampus kelaparan,
tahukah kau?”
Melihat The Liok membela kaum tani dengan mati
matian, penuh nafsu amarah ini, Lie Bu Tek tersenyum. Ia
maklum bahwa tentu saja sebagai seorang petani, The Liok
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membela kaumnya, dan sebagai seorang gagah yang pernah
mempelajari tentang pribadi, diam diam ia meagakui
kebenaran kata kata orang sederhana dan jujur seperti The
Liok itu.
“Betapapun jua, paman The Liok, aku ingin membawa
anak ini hendak kuperlakukan sebagai puteraku sendiri.
Biarlah aku berjanji bahwa sisa hidupku akan kuhabiskan
untuk mengurus dan mendidik Sia Hong.”
“Tidak bisa dan tidak boleh!” bentak The Liok marah
marah.
Lie Bu Tek berdiri dan menjura. “Kalau begitu,
ijinkanlah aku pegi, aku tidak ingin mengganggumu lagi,
paman The Liok.” Akan tetapi petani tua itu tidak
menjawab, hanya menganggukkan kepalanya dengan hati
lega karena tadinya ia berkhawatir kalau kalau pemuda ini
memaksa.
Akan tetapi, pada keesokan harinya, Sin liong telah
lenyap dari kamarnya! Thio ma, menangis menjerit jerit,
The Liok memaki maki Lie Bu Tek, akan tetapi apakah
dayanya? Ia tidak tahu ke mana Lie Bu Tek membawa anak
itu dan ia yang tidak memiliki kepandaian, bagaimana ia
dapat mencari Lie Bu Tek yang gagah perkasa? Maka tidak
ada lain jalan baginya selain berdoa kepada Thian agar
anak itu mendapat perlindungan Nya.
-oo0dw0oo-
Dengan adanya bantuan dan orang orang agah seperti
tokoh tokoh Hoa san pai, tokoh tokoh Go bi pai, pemuda
pemuda perkasa seperti Ciang Le, Bi Lan, Hok Seng, dan
masih banyak lagi yang sukar disebutkan satu demi satu,
akhirnya beberapa tahun kemudian, lambat laun kekuasaan
Kerajaan Kin makin menyuram dan akhirnya pemerintah
Kin harus mengakui bahwa rakyat Tiongkok memang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gagah perkasa dan pantang mundur menuntut perbaikan
nasib.
Pemberontakan terjadi di mana gugur sepuluh maju
seratus, jatuh seratus maju seribu, dan roboh seribu maju
selaksa! Di manakah ada kekuatan penjajah di dunia ini
yang dapat membendung gelora rakyat yang membanjir
dalam perjuangan demi kebebasan tanah air dan bangsa?
Biarpun pemerintah Kin mempunyai balatentara yang kuat,
panglima yang gagah dan berkepandaian tinggi, namun
mereka tak kuat juga menghadapi pemberontakan rakyat
yang makin lama makin membesar dan meluas itu.
Dan diantara para pejuang yang gagah berani itu, Ciang
Le berjuang bahu membahu dengan Bi Lan, kekasih
hatinya, calon jodoh nya. Mereka bersumpah takkan
menikah sebelum bangsa penjajah dapat terusir keluar dan
sebelum bangsanya terbebas betul betul dari cengkeraman
Bangsa Kin yang membuat rakyat sengsara.
Dan di mana adanya Lie Bu Tek, pemuda yang
membawa pergi Wan Sin Hong puteri dari Wan Kan dan
Ling In yang meninggal dalam keadaan mengenaskan itu?
Tak seorang mengetahuinya. Bahkan ketika Ciang Le dan
Bi Lan hendak mengunjungi Ling In dan mendengar berita
menyedihkan itu dari The Liok, sepasang pendekar inipun
tidak pernah bertemu dengan Lie Bu Tek dan tidak tahu ke
mana perginya pemuda itu.
Kita akhiri cerita ini dalam keadaan suramnya
pemerintah Kin yang terus terdesak oleh kaum
pemberontak. Kota demi kota terjatuh ke dalam tangan
pejuang rakyat, dan di alam setiap perjuangan rakyat, cerita
perseorangan lenyap, yang ada cerita tentang kegagah
beranian setiap orang anggauta pejuang yang siap
mengurbankan nyawa dan darah demi tanah air!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bagaimana dengan nasib Lie Bu Tek dan Wan Sin
Hong? Dan bila kita dapat bertemu kembali dengan
pendekar pendekar perkasa seperti Ciang Le dan Bi Lan?
Semua ini akan terjawab dalam cerita yang lebih hebat lagi,
yang khusus dihidupkan oleh pengarang cerita ini sebagai
sambungan dari cerita HWA I ENGHIONG atau
PENDEKAR BUDIMAN, yaitu cerita :
“PEDANG SAKTI PENAKLUK IBLIS”
TAMAT

Serial Pendekar BudimanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang