Part 52

130K 4.3K 388
                                    

Trey :

Ada yang aneh.
Aku tahu itu.
Begitu aku siuman setelah operasi keanehan itu mulai terasa.

Aku memang masih di ruang ICU khusus pasien penyakit Haematologi yang lebih menyerupai ruangan karantina karena akses untuk menemuiku pasca operasi diawasi sedemikan ketatnya oleh para dokter dan petugas kesehatan yang merawatku, meski demikian masih saja beberapa orang dari keluargaku bisa menemui aku. Tapi anehnya Kayna tidak pernah muncul satu kalipun dihadapanku lagi. Membuatku bertanya-tanya apa gerangan yang terjadi padanya.

Sudah satu bulan lebih pasca operasi, dan dia masih belum juga muncul ataupun menghubungi aku, semua akses ke Kayna seakan-akan memang dengan sengaja dijauhkan dariku. Aku bisa menghubungi Livia kapanpun aku mau, tapi Kay.....
 
Rasanya benar-benar menyedihkan.
Seakan-akan apa yang terjadi selama hampir satu tahun belakangan ini hanya mimpi indah untukku, dan sekarang setelah hasil dari operasi yang masih terpantau cukup sukses ini aku dikembalikan pada realita kehidupan lamaku sebagai laki-laki yang ditinggal istrinya.

“Kapan aku bisa pulang?” kutanyakan itu entah untuk yang keberapa kalinya pada Trudi.
“Dua bulan lagi”
“Aku mau pulang besok”

Kakak kandungku yang satu itu hanya memutar matanya dengan sebal.
“Kau masih dalam pengawasan dokter, operasinya memang sukses, tapi kau masih belum pulih seratus persen, kalau kau tidak bisa bersabar maka ucapkan saja selamat tinggal pada dunia, karena kau pasti akan kena infeksi yang bisa menyebabkan komplikasi lainnya..”
“Aku mau ketemu sama Kayna, aku bisa gila kalau seperti ini terus...Oh! Demi tuhan, sebenarnya apa yang terjadi dengan Kay, sih?”
Trudi nyengir lebar “Kay diaaaaa....uhmm ... bisa dikatakan dia baik-baik saja.”

Mataku tertuju lurus untuk menatap dan memelototinya.
Ya! Aku memang adik kurang ajar, enggak tau diri, sudah susah-susah ditolong masih tega juga menggerutui dan memarahinya.
“Kalau dia baik-baik saja kenapa dia enggak muncul untuk melihat aku? Dan kenapa itu terjadi sampai lebih dari satu bulan?”
“He..he..mana kutahu, Kay bosen kali ngurusin kamu, makanya jangan rese’ ya jadi orang. Sudahlah..lebih baik kamu fokus sama kesembuhan kamu saja Trey, begitu kamu sembuh kamu pasti bisa ketemu lagi sama Kayna kan.”

Selalu itu yang dikatakan oleh setiap orang yang kutanyakan kabar tentang Kayna. Aku benar-benar bingung dengan istriku itu, apasih yang terjadi sebenarnya? Enggak mungkinkan dia selingkuh?Ahhhh....ya ampun apasih yang aku pikirkan.

Kupejamkan mata dengan resah.
Bayangan wajahnya membuatku menanggung beban rindu yang menyesakkan hatiku, terkurung dalam ruang karantina menyebalkan demi kesembuhan yang memang masih belum sempurna.
Hhhh....mungkin memang aku hanya bisa banyak-banyak bersabar.

*****

“Hasil prognosis terkini dari Dokter Tan menyatakan kamu sudah layak untuk keluar dari rumah sakit siang ini Trey”
“BENARKAH!” tak dapat kutahan senyum dan rasa girang saat mendengar kabar itu dengan cepat aku melompat dari atas ranjang rumah sakit dan bergegas kekamar mandi untuk berganti pakaian “Aku enggak mau nunggu sampai siang, aku mau pulang, SEKARANG!”

Sebelum aku keburu masuk ke kamar mandi, kudengar Trudi menggerutu didalam kamarku.

Terserahlah, yang jelas aku mau segera ketemu dengan Kayna.
Usai berganti pakaian aku berkemas barang-barangku, tidak banyak, karena nyaris semua kebutuhan bisa didapatkan dari rumah sakit.
Seperempat menit kemudian Trudi muncul dengan tagihan biaya perawatanku yang sudah didepositkan sejak jauh-jauh hari, jadi begitu aku keluar tinggal meminta perincian biaya serta bukti pelunasannya saja.

“Sudah siap?” tanyanya padaku yang segera saja kuangguki cepat, didahului olehnya aku melangkah keluar dari kamar perawatan yang hampir empat bulan kebelakang menjadi saksi perjuanganku untuk hidup.
Sebelum menutup pintunya aku tersenyum sekilas.
‘Selamat tinggal’ bisikku dalam hati ‘aku tak akan pernah merindukanmu lagi’.
Ketika akhirnya pintu tertutup yang kurasakan adalah kelegaan.
Semua beban mental yang selama ini kurasakan menghilang, lenyap seiring dengan proses kesembuhanku.

Ketika kami telah sampai dihalaman rumah sakit kutatap langit cerah yang menghiasi Singapura, kesempatan kedua itu telah datang padaku, dan tidak akan kusia-siakan lagi. Akan kuhabiskan sepanjang usiaku dengan berbahagia bersama Kayna dan Livia.
Hmm...mungkin setelah habis-habisan memarahi Kay yang benar-benar enggak acuh selama proses kesembuhanku. Huh! Awas saja kau Kayna.

*****

“Daddyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyy..............” suara nyaring itu menyambutku begitu pintu apartemen yang ditinggali oleh sebagian besar keluarku terbuka.

“Via my lovelyyyyyyyyyyyyy........” aku langsung menyambarnya yang berlari kearahku “Dad kangen banget sama kamu sayang...hmmuah” kuciumi kedua pipinya yang chubby itu dengan penuh sayang, rasa haru merambat halus dijantungku karena masih memiliki kesempatan untuk mendekapnya.

“Via juga kangen sama Daddy...Dad sudah sembuh beneran? Dad enggak bakalan masuk ke rumah sakit lagi kan?”

Aku tertawa kecil sambil mengangguk menyetujui perkataannya “Dad sudah sembuh beneran sayang ... nih lihat, badan Dad, sudah enggak kurus lagikan?” kutunjukkan otot-otot lengan yang mulai kembali memadat, sejak dua bulan yang lalu bobot tubuhku sedikit demi sedikit sudah kembali seperti sedia kala.

Via tersenyum sambil meraba wajahku dengan tatapan memujanya yang sejak dulu membuatku mampu merasa bangga “Dad udah ganteng lagi kayak dulu!”
“Ho..ho..iya dong...Eh! sayang kamu sendirian aja? Mana oma dan opa?”

“Mami sudah balik ke Jakarta, Rida sudah mau melahirkan jadi selagi aku masih nemenin kamu disini mami yang bertindak jadi mertua siaga.”
“Oh! Jadi kita kapan pulang?”
“Kita! Kayaknya cuma aku aja yang bakalan pulang sore ini, kamu masih harus disini.”
“Loh?” kutatap Trudi keheranan.

Sedangkan dia cuma bisa tersenyum, “Kalo kamu udah ketemu sama Kay kamu akan tahu alasannya...”
Dahiku berkerut mendengra kata-katanya, memangnya kenapa aku masih harus tetap tinggal disini setelah kesembuhanku? Lagi pula, mana Kayna? Apa dia masih mau menghindar dariku.
Aihhhh dasar Kayna.

“Sudah deh, daripada kamu terus-terusan bertanya-tanya mendingan langsung temui Kayna di kamar”
Huh jadi dia berdiam diri saja dikamar? Tidak menyambut aku, huhuhhh...ini enggak bisa dimaafkan.

Kemudian kakakku kembali berbicara kali ini ditujukannya pada putriku “Via mau ikut sama Om Tru enggak, om mau beli oleh-oleh untuk dedeknya Via yang ada diperut tante Rida”
“Mau...mau...” Livia bergegas merangsek turun dari gendonganku sebelum melangkah mendekati Trudi dia tersenyum kembali padaku “Dad, tungguin via bentar ya dad, Via mau cari kado buat dedeknya Via juga...bentaaaarr aja”
Aku tersenyum dan mengangguk, setuju karena dengan begitu aku bisa bebas memarahi Kayna, kalau ada Livia acara marahannya bisa-bisa ditunda dulu.

Begitu keduanya menghilang kebalik pintu satu-satunya hal yang kulakukan adalah segera melangkah kekamarku, menemui satu-satunya wanita yang sukses membuat aku uring-uringan selama tiga bulan ini.

Kuputar gerendel pintu dengan perlahan, membukanya pelan-pelan dan sialnya kenapa justru rasanya jantungku berdebar-debar bagaikan perampok yang menemukan segudang penuh dengan emas permata.
Ini tidak boleh. Kayna harus dihukum dulu.
Kutata kembali ekspresiku menjadi sedingin mungkin.
Pintu terbuka dan senyum lebarnya menyambut kedatanganku.

“Selamat datang kembali sayang!” dia berseru dengan wajah gembira, tak kalah dengan ekspresi Livia saat menyambutku tadi.

Sebenarnya aku ingin tersenyum tapi entah kenapa secara refleks malah kukerutkan wajah saat melihatnya.
“Jadi seperti ini?” tanyaku sambil menutup pintu, menatap tajam kearahnya yang duduk diatas tempat tidur berselimut tebal sampai keatas perut.
“Enak benar ya jadi kamu, suami terbaring berjuang antara hidup dan mati kamu enggak pernah lagi melihat aku di rumah sakit, apa ini yang kamu sebut sebagai cinta sejati?”

Kayna tidak mengatakan apapun melainkan hanya tertawa kecil sampai lesung pipinya jelas terlihat.
“Kamu ngambek ya Trey?”  tanyanya tanpa merasa berdosa.
“ENGGAK!” kusahuti keras dan ketus, tapi kakiku tak mau dikontrol untuk tetap berdiam dimuka pintu, kuhampiri ranjang dimana Kay berada, kemudian duduk tepat disampingnya.
Dia mengulurkan  kedua lengannya keleherku, menciumi kedua pipi dan dahiku dengan penuh sayang.

“Aku kangen sama kamu Trey” bisiknya pelan.
Kudenguskan nafas keras-keras “tapi kamu sama sekali enggak pernah jengukin aku lagi selama tiga bulan ini?”
“Itu bukan berarti aku enggak kangen kan” dia tetap menjawab sambil tetap tersenyum.

Kupandangi wajahnya tanpa menjawab apa-apa, wajahnya tetap sama seperti terakhir kali aku melihatnya, hanya dengan memandanginya saja semua amarah dan perasaan kesal yang kurasakan akibat dari ketidak hadirannya disisiku luntur dengan cepat.
Kualihkan pandanganku dari wajahnya, menolak untuk ditahlukan dengan cepat lewat bahasa pandangan matanya yang bertabur cinta untukku itu.
Aku sudah bertekad untuk menghukumnya. Aku sudah merencanakannya dengan matang setiap kali kerinduan menyengat hati sampai aku ingin menangis karena kekejamannya padaku.

“Aku tahu kamu pasti marah sama aku Trey” bisiknya tepat ditelingaku, tapi sebelum kamu keburu marah besar, kamu lebih baik peluk aku dulu ya sayang..”
“Kenapa?”
“Karena aku masih kangen sama kamu, dan rasanya enggak percaya melihat kamu ada disini.”

Tak kujawab kalimatnya itu, tetapi kulakukan apa yang dia minta. Kutarik tubuhnya dalam pelukanku, begitu kepalanya menyentuh dadaku dia langsung menangis terisak-isak.
“I don’t believe it” bisiknya diantara tangis “kamu sungguh-sungguh nyata sekali Treyvian...hiks...hiks... kamu bener-bener sudah sembuhkan sayang...”

Tenggorokanku tercekat mendengar suara tangisannya.
Benar-benar menyedihkan sekali suara tangisnya itu. Seakan-akan dengan memeluknya saya aku telah begitu melukainya.

“Kamu akan tetap ada untuk aku kan? Kamu enggak akan tinggalin aku kan? Jawab aku Trey..jawab aku?”
“Enggak lagi sayang..enggak lagi...aku enggak akan tinggalin kamu lagi.”
Kujawab pertanyaannya sambil mendaratkan kecupan secara bertubi-tubi dari wajahnya yang bersimbah air mata “Kita akan tetap bersama ... aku berhasil mendapatkan kesempatan kedua untuk hidup bersamamu dan anak kita... aku ada disini Kayna, ini benar-benar aku sayang...ini aku, suami kamu”

“Trey...” desahnya memanggil namaku.
“I love u, Kayna..” sahutku sambil kembali memeluknya erat-erat menumpahkan segala perasaan menyiksa yang kutanggung tanpanya.
Hukuman untuknya lebih baik kutunda, aku enggak mau merusak hari bahagia ini dengan marah-marah.

Ah ya ampun, aku tahu ini pasti akan terjadi, Kayna dan Livia adalah titik kelemahan sekaligus sumber kekuatan untukku. Itulah yang kupikirkan saat kesadaran akan rasa tidak nyaman saat memeluknya hadir di otakku.
“Ck..singkirin dulu bantalnya sih Kay, enggak enak banget tahu meluk kamu kayak gini” kusibak selimut yang menutupi perutnya tempat dimana dia menaruh bantal yang menahan jarak antara kami berdua.

Ketika aku berhasil menyentuh ‘benda’ itu seketika aku terkesiap kaget sampai refleks mendorong bahunya menjauh dari tubuhku.
“Kay....” seruku tak percaya “Kau....”
Terlalu sulit untuk mengatakannya.
Tapi dari senyum yang diperlihatkannya padaku aku yakin kalau dia tahu aku sudah menyadarinya sekarang.
Perlahan dia mengangguk, membuat jantungku nyaris melompat keluar karena rasa bahagia tak terkira.
“Ya Tuhan!” aku berseru setengah tertawa tak percaya “Ini beneran? Kamu beneran hamil lagi sayang?”
“Sudah hampir lima bulan”

“Ya Ampun” aku tak dapat menahan rasa bahagia dan haruku lebih lama lagi, bagai orang gila aku tertawa dan menangis secara bersamaan, cepat-cepat aku bersimpuh disisi ranjang, menatap keajaiban baru yang diberikan Tuhan sebagai bonus penderitaanku selama ini, kubelai perut Kay yang mulai membuncit lagi dengan tangan gemetaran.
Kutempelkan wajahku keatasnya “Baby..ini daddynya kamu sayang...kamu denger enggak sih?”

Kayna tertawa kecil dengan mata sama basahnya dengan mataku “Mana mungkin sih, Trey kamu ada-ada aja, anak kita masih berupa janin sayang.”
“Ah, terserah yang jelas aku mau bicara terus sama baby yang satu ini...Ya Tuhan, Kay? Kenapa tubuh kamu bisa ajaib banget sih...”

“Ajaib?” ulangnya kebingungan “Ajaib gimana?”
aku tersenyum sambil kembali menatap kematanya “Mudah banget dibikin hamil...aww...” aku tertawa kecil sambil mengelus bekas cubitannya dipipi kananku.
“Enak aja... ini berkat seseorang yang ngajak main harimau domba sore-sore..”  Saat mengatakannya Kayna mengelus perutnya lembut, dengan jemari yang sama aku ikut membelai tempat dimana janinku berada.

“Tapi aku beneran seneng dengan adanya ini” sahutku sambil mengecup perut Kayna lalu kembali menatap kematanya “Lalu apa karena ini kamu enggak pernah melihat aku dirumah sakit?”
“Iya, kamu tahu, aku pingsan saat nungguin operasi kamu ... karena panik mami dan Rida langsung meminta dokter merawat aku, tadinya mami takut maag nya aku kumat, tapi setelah menjalani pemeriksaan urine dokter menyatakan aku positif hamil lima minggu ... enggak bisa dipercaya rasanya”

Aku tersenyum mendengar ceritanya yang disampaikan dengan penuh semangat, kurapikan anak-anak rambutnya yang berantakan “Lalu kenapa enggak cepet kasih tahu aku?”
“Karena aku takut saking senengnya kamu bakalan enggak bisa sabar untuk ketemu aku, padahalkan kondisi kamu masih rentan penyakit”
Huh! Harus kuakui kalau Kayna benar. Andai aku tahu berita ini lebih cepat, aku pasti akan cepat-cepat kabur menemuinya tanpa berpikir apakah tindakan itu beresiko atau tidak.

“Dan aku enggak bisa menemui kamu karena harus bedrest total, karena jarak antara kehamilanku dengan keguguran yang waktu itu dekat, kehamilan kali ini agak rentan Trey... aku memang mengkhawatirkan kamu, tapi aku juga enggak mau kehilangan anak ini makanya aku cukup tersiksa harus menahan diri untuk bertahan diatas ranjang ini...”
Kutarik lagi tubuh Kayna dalam pelukanku “Kamu tau, kamu sudah melakukan hal yang paling tepat Kay, terima kasih karena kamu telah hadir dalam hidup aku sayang...I love u”
“I love u too Treyvian” balasnya dengan suara pelan dan bergetar.

*****

“PENSIUN!!!”
Suara seruan itu berasal dari lima orang juniorku diclub eklusif yang kudirikan sejak dua tahun yang lalu, klub yang kubangun semata demi keuntungan bisnis hotel milik keluarga Sahid yang sempat mengalami kekurangan modal, demi menarik perhatian pewaris utama mega grup Pattinusa yang terkenal sangat Playboy aku terpaksa menggunakan trik bisnis abu-abu ini.

“Loh! Kok buru-buru banget sih mas?” Renno menatapku curiga.
Aku hanya membalasnya dengan senyuman “Ada hal penting yang harus kuurus...” itu sebenarnya adalah keluarga kecilku tapi yang kemudian terucap olehku adalah... “Hotel di Tahiti telah menantiku.”

Kemudian kuraih sebuah benda yang tersimpan didalam saku celanaku. Sebuah kunci dengan ujung membulat dimana ujungnya tercetak angka satu.
“Wega, ini jadi milikmu” kulemparkan benda itu diatas meja kearah pemuda yang duduk tepat diseberang meja dimana aku berada, dengan sigap dia menangkapnya “kau ketuanya sekarang, jadi berikan kunci milikmu.”

“Mas serius mau mundur dari leader?” dia bertanya ragu.
“Iya, karenanya kuharap kamu bisa tetap memimpin klub ini dengan baik, patuhi segala aturan-aturan player sejati, jangan meniduri wanita yang sedang mabuk tapi bila kalian juga sedang mabuk apa boleh buat, jangan lupa minta Renno untuk memperpanjang kontrak kerja sama dengan distributor kondom impor ekslusif favorit kalian itu agar pasokannya selalu lancar, dan bertobatlah begitu kalian jadi ayah walaupun kalian tidak mencintai ibu dari anak kalian...oke!”

Robin Kenarya meringis geli mendengar aturan baku yang kuciptakan sejak klub ini berdiri dia pemegang kunci nomor enam yang kuajak bergabung karena kepopulerannya sebagai rockstar.

Wega Pattinusa berdiri dan melangkah menuju kearahku, diatas meja dihadapanku dai menaruh kunci miliknya dengan embos angka dua “Sampai kapanpun menurutku mas tetaplah Leader kami, jangan pernah melupakan kami ya mas?”

Aku tertawa kecil “Tidak akan! Aku akan tetap mengawasi kalian semua agar kebengalan kalian tidak sampai ketaraf keterlaluan.”

“Baguslah kalau begitu, kami akan rajin mengunjungimu di Tahiti, siapkan penari hula-hula tercantik kalau kami datang kesana untuk ritual sex on the beach tahunan.”

“Oke!” mungkin sebelumnya aku harus menghubungi seluruh orang tua kelima ‘bocah’ ini sebelum itu benar-benar terjadi, Kayna sama sekali tidak mentolerirku untuk pesta gila-gilaan dipantai sejak pernah nyaris diperkosa oleh temanku sendiri dipantai sepuluh tahun yang lalu dan aku menerima keputusannya itu mentah-mentah karena dia wanita yang kucintai sekaligus ibu dari anak-anakku.
Huh! Memikirkannya saja sudah membuatku kembali merindukan Kayna dan anak-anak kami lagi.

“Aku harus segera pulang” kataku sambil berdiri yang segera diikuti oleh kelimanya “diatap hotel hiburan untuk kalian sudah menanti.”

“Wow” Theo dan Valdi saling bertukar tatapan antusias “apa kali ini cewek-cewek Brazil lagi?”
Aku tersenyum sambil membuka pintu klub dan melangkah menuju keluar.
“Apakah ada yang pernah bilang kalau berenang malam hari itu adalah sesuatu yang sangat romantis?”
Suara tawa dari kelimanya terdengar dari balik punggungku.
“Apa mas pernah mencobanya?” Wega yang melangkah disisiku kembali bersuara.
“Tentu.”
“Bagaimana rasanya?”
“Menakjubkan, sangat menakjubkan”
”Benarkah?”
Cepat aku mengangguk “Ya! Karena sembilan bulan setelahnya aku jadi seorang ayah untuk anak perempuan yang sekarang bercita-cita ingin menjadi putri duyung.”
Para juniorku terbahak mendengar candaan itu.
“Aku tidak heran kalau baby V seperti itu, mengingat lokasi pembenihan yang dipilih ayahnya” Robin menimpali datar “Ngomong-ngomong soal ibunya baby V, sebelum kau pergi apa kau bisa memberitahukan pada kami siapa nama wanita malang yang kau nikahi itu?”
Aku tertawa kecil, ini memang agak aneh, sampai sekarang hanya ada segelintir orang yang tahu siapa nama istriku padahal semua orang tahu kalau aku sudah punya anak.
“Michelle Kayna Sahid...dia putri tunggal pemilik Sahid Grup..”
Langkah kaki kelimanya tidak terdengar lagi, aku menghentikan langkah dan menatap kelimanya yang terpaku menatap aku dengan tatapan shock.
Kutatap mereka satu persatu “Ada apa dengan kalian? Jangan bilang kalian tidak mempercayainya?”
“B-bagaimana mungkin? Michelle Kayna, maksudnya dia itu Mika Sahid yang itu kan...” Revaldi Parameswara menatap kearah Robin yang masih berdiri membatu.
Kutatap keduanya berganti-gantian kecurigaan mulai menghantui benakku “Apa! Kenapa?”
“Mika Sahid itu, cinta pertamanya Robin” kali ini Theo yang berbicara.
APAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!...
Kutatap Robin Kenarya tajam “apa benar begitu?”
Salah tingkah sirockstarpun menjawab “Uhm! Begitulah...maaf ya mas, aku enggak tahu kalau Mika istri mas Trey..uh, pantas saja aku selalu merasa Via agak-agak mirip dengan Mika, tahunya....”
Tidak kudengarkan lagi kalimatnya.
Satu ingatan lampau datang kedapam benakku.
Ingatan saat kami melihat gambar komik yang dibuat Kay ketika aku menciumnya untuk yang pertama kali.
‘Not my first kiss, but my best kiss’.
Aihh Sial! Apa sebenarnya laki-laki inilah yang telah merebut ciuman pertama Kayna dariku...Ah, ya ampun! Sepertinya keputusanku untuk membawa Kayna kabur secepatnya ke Tahiti adalah keputusan yang sangat tepat. Aku tidak sanggup harus sering-sering bertemu Robin lagi setelah tahu sejarah diantara mereka berdua, bikin panas hati saja.
“He..he..mas jangan khawatir, aku sudah mengiklaskan Kayna kepada siapa saja sejak dia pernah mematahkan hidungku” Robin menunjuk kearah hidungnya yang terlihat bengkok “tapi sebagai gantinya, tolong terima aku sebagai calon menantumu mas...ha ha ha..”
Aku hanya geleng-geleng kepala saja melihat kelakuannya itu “Jangan harap” kataku dingin “kau terlalu tua untuk Via.”
*****
“Aduh...ya ampun, Zharo mom mohon hentikan gerakan menendang itu, kau terlalu aktif untuk ukuran bayi tiga bulan bebo..”
Aku tersenyum demi mendengar suara keluhan itu. Selalu seperti itu, sejak kembali menjadi ibu Kayna benar-benar terlihat kewalahan. Tidak mengherankan karena ini pengalaman pertamanya mengurus bayi sendiri, sementara aku sudah berpengalaman berkat Livia dulu.
Meski demikian Kay, masih tetap keras kepala dengan menolak bantuan baby sitter yang kutawarkan padanya untuk merawat Naraditya Thizaro, putra kedua kami yang lahir tiga bulan yang lalu.
Suara gumaman kesal Zaro berubah jadi tangisan lima detik kemudian.
“Ya Tuhan apalagi ini...bayiiiiiii...kau benar-benar membuat mommy ingin menangis sekarang.”
Kusibak lembar koran yang kubaca, aku tahu Kayna melirikku, berharap bantuan untuk menenangkan Zaro yang menangis “Ikatan diapersnya terlalu kencang mungkin Kay, coba kamu kendorkan sedikit”

“Trey bisa kau bantu aku? Sampai sekarang aku masih belum benar-benar paham
Selera ikatan diapers baby Z”
“Kau harus mengerjakannya sendirian, aku dulu saja bisa merawat Via dengan baik kok...ayo kau harus berlatih lagi.”
Kayna mendengus kesal, dan jari-jemarinya kembali bergerak-gerak untuk membuka popoknya Zaro, tepat disaat yang sama putra kami kembali pipis, membentuk pancuran kecil yang membasahi sampai kebaju mommy nya.
Membuat Kayna berteriak dan aku tertawa terbahak-bahak.

“Ha ha ha...benar-benar lucu” aku mengatakan itu sambil menutup koran yang kubaca dan melangkah menghampiri Kayna dan Zaro diranjang, mengambil alih pekerjaan menyenangkan itu darinya.
Kuseka tubuh baby Z dengan tisu basah kemudian membedakinya dengan bantalan busa tipis lalu menggantinya dengan popok yang baru karena popok lamanya sudah berantakan oleh uji coba Kayna yang gagal memasangkan popok ketubuh Zaro.

Usai melakukannya kuangkat tubuh mungil putraku dalam gendongan, jam sembilan pagi sudah masuk jadwal bagi Zaro untuk tidur, dan dia sama seperti Livia saat bayi dulu, Zaro akan lebih cepat tertidur jika kugendong sambil diayun-ayunkan.
“Kau hutang satu bayi lagi untuk bantuanku ini” bisikku ketelinga Kayna.

Kayna melotot menatapku “Apa kau sudah gila? Sakit operasi Caesar kemarin saja masih belum hilang”
Kugedikkan bahuku dengan lagak tidak peduli “Mungkin! Tapi bayi ketiga akan kubuat agak sedikit memakan waktu, mengingat tenagaku sudah pulih seutuhnya…” kukedipakan mataku sebelah dengan gaya menggoda.
Wajah Kay, terlihat  memerah bagai kepiting rebus, tapi dia tak bisa bicara apa-apa.
Kudekati istriku sambil merundukkan kepala untuk mengecup bibir Kayna “Kau harus membayar setiap detik waktu selama Sembilan tahun yang kulewati tanpamu
Kayna” 

Dia menjauhkan kepalanya dan menatap padaku sambil tersenyum, “Kau sendiri hutang banyak untuk dua bayi yang kulahirkan.”
Aku tersenyum menggoda “Oh ya?”

Kayna menganggukkan kepalanya perlahan.
“Oke, nanti malam saat anak-anak tidur kita akan menyelesaikan hutang piutang lama kita, Bagaimana?”

Kayna tersenyum dan mengangguk sambil menatapku penuh arti lalu dia  mengerlingkan mata sama nakalnya dengan gayaku “Oke siapa takut!”

Kualihkan tatapanku pada bayi lelaki mungil yang sudah tertidur pulas dipelukanku, dan rencana nakal itu seketika terbersit dikepala, muncul dengan spontan, begitu saja. Dengan hati-hati kubaringkan Zaro kedalam baby box nya, kemudian menghampiri Kayna yang tengah berganti pakaian karena pakaiannya yang lama basah karena pipisnya Zaro.

Kupeluk tubuhnya dari belakang sambil menahan gerakan tangannya yang hendak menarik turun t-shirt yang masih menggantung sebatas dada, keindahan tubuhnya yang dipantulkan oleh kaca meja rias membuatku terpaksa harus menelan ludahku.
“Kayna!”
“Ya?”
“Sepertinya menunggu sampai nanti malam itu terlalu lama”

THE END

Oke akhirnya Mermaidia selesai juga.
Apa akhirnya bisa memuaskan kalian?
Maaf kalo aku enggak menulis proses operasi dan pemulihannya secara terperinci, aku sengaja melakukannya demi satu alasan.
Yaitu darah, hiuuh..aku takut darah dan aku cukup trauma saat menonton operasi pemasangan klep jantung dimana ada adegan darahnya sampe muncrat kewajah dokternya, hidiiiiihhh…

Apa ada yang menyangka akhir hidup Treyvian akan begini? He he..
Jujur aku dilema juga saat menentukan endingnya, tapi dikonsep awal mermaidia ini ending yang asli. Meski terbersit ide buat ‘membunuh’ Treyvian juga sih.

Ada yang bertanya kenapa Treyvian bagai menghilang tanpa jejak disaat jumlah member PMTS dan cukup 12 orang, itu karena Trey memilih untuk hidup tenang bersama Kayna dan anak-anak mereka di Tahiti, sambil mengelola bisnis hotelnya yang ada disana. Kenapa seperti itu? Karena bagi aku setelah sekian lama hidup terpisah dan banyaknya cobaan untuk menyatukan keduanya, mereka cukup lelah dengan itu dan memilih untuk membalas impas waktu kebersamaan yang pernah hilang bertahun-tahun sebelumnya dengan cara hidup bersama-sama ditempat penuh privasi dimana memang akses untuk menjangkau mereka dibatasi.

Oke cukup ini dulu bahasan dari ku ya, kalo ada yang mau nanya silahkan aja deh, kalo sempat ya pasti kujawab.

Oh ya minggu depan mungkin giliran Finding Her yang kutamatkan, baru setelahnya All That Love, dan jangan tanyakan progress Romantic Enemy dulu sama aku, aku bener-benar keteteran buat mengerjakan yang satu itu.
Oke Readers selamat membaca ya.
Love U.

 




 





 

 

Playboy Monarki The Series - MermaidiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang