Ravian dan Jani

28.9K 1.4K 35
                                    

Ravian : Move On

Gue heran kenapa si Geisha malah pengen ingatannya lumpuh, sementara gue dengan susah payah mengumpulkan segenap tenaga dan pikiran gue untuk membangkitkan yang namanya ingatan. Terutama ingatan materi kuliah kalau lagi ujian. Dan bukan cuma untuk materi kuliah, kali ini gue memutar segenap pikiran dan perasaan gue, menghubungkan keduanya hingga siapa tahu mereka bisa jadian, oh enggak. Gue bercanda. Paling tidak, supaya gue tahu apa yang sebenernya membuat rasa aneh dan ganjil yang walaupun gue udah mencoba melupakannya, tapi ternyata masih menyisa, persis kayak kenangan sama mantan.

Oke, gue enggak galau. Sama sekali. Gue sama mantan gue yang terakhir putus baik-baik. Percaya? Bagus kalau enggak. Gue juga nggak percaya kalau ada yang namanya putus baik-baik. Gue sama mantan pacar gue berantem hebat cuma gara-gara dia mengeluarkan jurus andalan, "jadi kamu lebih milih bola daripada aku?" Ya iyalah gue milih bola, itu perhelatan besar yang cuma diadain 4 tahun sekali. Sementara dia? Hampir selama satu tahun dihitung dari masa pedekate. Gue selalu ada buat dia. Nemenin muterin Mall yang jumlahnya udah ngalahin Tawaf gue jabanin, antar jemput tanpa tarif kayak taksi gue penuhin, banjir chatting dan telepon sampai kuping panas dan jari keriting gue lakuin. Apalah yang nggak gue lakuin demi dia?

Tapi semua berakhir begitu saja cuma gara-gara gue nonton piala dunia! Malam itu juga, gue diputusin. 3 hari kemudian dia datang dan marah-marah lagi, bilang kalau gue udah nggak sayang lagi sama dia, kenapa gue nggak ngebujuk dia waktu dia minta putus? Gue tahu cewek itu membingungkan, kami para kaum lelaki dipaksa untuk mengerti dan memahami apa yang mereka inginkan tanpa mereka katakan. Andai mereka tahu kalau kebanyakan dari kami nggak punya bakat dukun. Mungkin kalau gue bakat jadi dukun, mending gue buka praktik sekalian. Dan yah begitulah, kami bener-bener putus. Yaelah mana gue tahu kalau dia cuma mau dibujuk biar nggak putus? Gue kira mah dia beneran udah empet sama gue.

Jadi selama masa ngejomblo gue banyak merenung, dan gue memutuskan untuk segera move on. Toh piala dunia udah berakhir. Nggak bakal ada lagi kata-kata" jadi kamu lebih milih bola daripada aku" lagi. Paling enggak sampai 4 tahun ke depan. Ya... siapa tahu gue dapat cewek yang suka bola juga. Dan ternyata yang gue butuh itu bukan cuma cewek yang cantik dan lucu, tapi juga cewek yang mandiri, minimal yang nggak ngerepotin gue banget-banget. So, gue bisa punya me time juga yang nggak melulu ngurusin dia. Heran, kalau dipikir-pikir kenapa juga gue yang ngurusin dia, ya? Kan gue bukan bapaknya juga. Jadi sebenernya system perpacaran kita emang udah salah?

"Kak Fahmi?" seseorang menepuk pundak gue membuat gue menoleh. Kali ini seorang cewek manis menatap bingung ke arah gue.

"Eh sorry salah orang,"jawabnya cepat begitu gue menoleh dan menunjukkan wajah gue.

Eh siapa nih cewek? Manis juga, kok gue baru lihat di kampus.

Ia buru-buru berbalik saat menyadari kalau dia salah orang.

"Lo nyari Fahmi? Fahmi Arrasyid?" tanya gue nggak mau menyia-nyiakan waktu buat ngobrol sama dia, siapa tahu juga bisa kenalan.

Dia menoleh dan mengangguk.

"Dia udah pulang dari tadi," jawab gue jujur. Gue emang sempet ngeliat Fahmi jalan kearah parkiran, begitu gue sapa dia bilang dia mau pulang.

"Oh, yaudah. Makasih," jawabnya singkat kemudian berbalik lagi.

"Nggak dihubungi?" tanya gue seolah nggak rela kalau dia buru-buru memalingkan wajah.

Dia mengerutkan dahinya.

"Lo nggak punya kontaknya?" tebak gue.

"Nggak. Nggak apa-apa sih, nggak terlalu penting juga. Besok juga bisa."

Baby Maybe [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang