Jani : Pengganggu

74.4K 2.3K 42
                                    


Aku mengendap-endap memasuki area dapur begitu melihat seonggok manusia menyebalkan yang masih ngorok di atas karpet ruang keluarga rumah ini. Ah, mungkin ini yang dinamakan firasat, pantas saja tadi aku berasa udah nggak betah di atas tempat tidur walau matahari belum terlalu tinggi. Tadinya aku hanya berencana mengambil air minum di dapur, tapi hanya dengan melihat seonggok manusia yang ilernya kemana-mana itu tidur sendirian di atas karpet, maka bisa kupastikan dimana sosok yang lain yang harusnya berada di tempat yang sama dengan pria menyebalkan itu. Terdengar beberapa bunyi samar aktivitas seseorang di dapur. Aku berhenti sejenak demi menahan lonjakan hatiku yang mendadak bersorak saat melihat sosok tinggi tegap itu. Rambutnya yang sedikit acak-acakan. Kaus putih yang pas membungkus tubuhnya serta celana pendek yang bisa kupastikan tetap keren saat dikenakannya walau warnanya sudah mulai memudar.

Kupelankan langkah kaki, berusaha tak membuat suara apapun. Selain agar tak membangunkan makhluk menyebalkan di depan ruang TV sana, juga karena aku ingin memberikan sosok yang berada di dapur itu sebuah kejutan.

Grep!

Kupeluk tubuhnya dari belakang, kulingkarkan lengan pada perut datarnya, dan kusandarkan pipi pada punggung lebarnya. Aaah, wangi ini...aku merindukannyaaaaa.

Tubuh itu sedikit menegang tapi kemudian kembali rileks,

"Selamat pagi, Sayang,"suaranya serak-serak seksi khas suara orang bangun tidur.

"Pagi, Cintaaa..." balasku riang. Ia sedikit melonggarkan pelukanku kemudian berbalik menghadapku.

Alamaaaak tampannyaaaaaa, nggak ada bekas iler lagi kayak makhluk yang lagi ngorok di depan TV itu. Hah? Iler? Buru-buru aku mengusap sekitar bibirku...iiih nggak asik kan kalau ileran di depan si pangeran.

"Tumben udah bangun?" tanyanya lembut, kemudian melirik ke arah belakang, mungkin melirik makhluk yang berada di ruang tepat sebelah dapur itu.

"Ha?" tanyaku linglung sambil memastikan bahwa tak ada bekas iler di sekitar mulutku."iyaaa...abis semalem nggak ada yang nemenin tidur jadi nggak bisa tidur lama-lama," jawabku sambil nyengir.

"Kamu insomnia?"

"Guling idupnya nggak ada sih," lanjutku manja, kemudian kembali memeluknya. Duuuh angetnyaaaa.

Ia terkekeh kecil.

Ha? Insomnia? Makhluk pelor (nempel langsung molor) kayak aku? Ha... ha... ha... ya nggak mungkinlah, jangankan tidur di kasur empuk, tidur di atas rumput aja udah mimpi kemana-mana, aduuuh apalagi tidur di pelukan anget kayak gini, Mamaaaah...

"Sayang, udah dong pelukannya, nggak enak nanti kalau diliat Bang Juan," ujarnya sambil berusaha melepaskan pelukanku. Iih, ngapain sih nyebut nyebut si kutu basi segala. Aish.

"Iih, biarin ah," Jawabku sebal,"semalaman kan dia udah meluk kamu, gantian ah."

"Kita enggak pelukan kok." Jawabnya cepat. Aku terkikik geli.

"Udah mesra-mesraannya? Hoaaaaam, bikinin gue jus jeruk dong. Jangan terlalu manis yaa...hoaaaam..."

Sebuah suara dilengkapi dengan adegan menguap selebar kuda nil, membuat pangeran hati yang tengah kupeluk ini gegas melepaskan pelukanku dengan paksa dan cepat. Meski sudah berstatus sebagai suami, entah kenapa dia masih saja canggung kalau bermesraan di depan orang lain.

Aku menoleh kesal ke arah kuda nil yang baru saja terbangun.

"Ih, nyuruh-nyuruh! Bikin sendiri sono!" jawabku sebal pada lelaki yang sibuk menggaruk pelan perut dan bagian punggungnya. Ih, panuan, ya?

Baby Maybe [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang