chapter 4 : sight I

1.5K 35 18
                                    

R. Academy

©copyrighted by Cintimon026

Chapter 4 : Sight I

Perutku melilit. Rasanya sekarang otakku sudah menjadi cream soup.

Pemuda itu memintaku untuk tetap berada di sela tempat duduk dan berpegangan erat sementara dia mencoba melakukan sesuatu dengan pistol aneh itu. "Pesawat ini tidak stabil, aku nggak tahu berapa lama lagi benda ini sanggup bertahan," katanya. "Aku juga nggak tahu kapan mereka"-dia menunjuk keluar, ke arah belasan makhluk terbang menyerupai manusia, tidak kusangka ternyata mereka sebanyak itu, yang sedang sibuk terbang mengelilingi pesawat dan melemparinya dengan bola api-"akan berhenti menyerang kita."

Aku melihat ke tempat duduk penumpang di belakang. Hanya ada satu orang tersisa yang masih sadarkan diri, seorang gadis dengan rambut pirang berpotongan pendek terduduk di lantai pesawat yang berkarpet dan berpegangan erat pada tempat duduk penumpang. Tiap kali pesawat berguncang dan lampu berkedip, ia terlonjak. Dia terlihat sangat frutrasi, air matanya mengalir deras hingga aku yakin seandainya dia sedang tidak berada dalam pesawat yang bisa jatuh kapan saja, mungkin dia akan mengiris pergelangan tangannya untuk bunuh diri. Tapi setelah kupikir lagi, memangnya siapa yang tidak frutrasi jika berada dalam keadaan seperti sekarang ini? Semua orang pasti akan menangis dan berteriak-teriak panik sepertinya. Aku juga tidak terkecuali, hanya saja rupanya akal sehatku masih berfungsi, jadi aku berusaha untuk tidak panik.

Oh, ya, pengecualian untuk pemuda itu. Dia tidak normal.

Dari tempatku, aku melihatnya membidikkan pistolnya ke arah jendela, lebih tepatnya ke arah makhluk-makhluk di luar sana. Dia terlihat berkonsentrasi, jarinya siap menarik pelatuk kapan saja.

Aku mengernyit, langsung meringis karena dahiku terasa sangat perih. Keadaan pesawat berguncang-guncang begini, bagaimana bisa membidik? Lagipula apa yang dia pikir bisa dilakukannya dengan pistol itu? Menembak melalui jendela? Bisa-bisa kami mati kehabisan oksigen duluan.

Lalu dia menarik pelatuk pistol itu, suara NGIIING yang keras terdengar. Selama beberapa saat bagian luar pesawat terlihat sangat terang, seakan-akan kami sedang dalam penerbangan siang hari, bukan malam.

Pistol itu, aku sadar. Cahaya barusan berasal dari pistol itu. Yang ditembakkannya itu cahaya, bukan peluru. Raygun?

Tiba-tiba pemuda itu berteriak. "Sama sekali nggak bagus."

"Pistolnya?" Pesawat dihantam bola api lagi, kali ini di bagian depan. Melalui jendela aku bisa melihat beberapa bagian pesawat hangus dan penyok dengan api yang masih sempat berkobar, tapi entah bagaimana bagian dalam pesawat sama sekali tidak tersentuh. Hanya kerusakan pada lampu yang sejak tadi terus berkedap-kedip sementara fasilitas lain masih bekerja. Aneh.

Dia menoleh ke belakang. Aku bisa merasakan tatapan matanya dari balik kacamata hitamnya. "Bukan. Pistol ini bagus, harganya lumayan mahal. Di eBay harganya-"

"Oh," potongku, berusaha terdengar sedatar mungkin dan tidak terlihat panik walaupun dalam hati aku ingin cepat-cepat pergi dari sini. Lagipula aku tidak perlu tahu dari mana ia mendapatkan benda itu dan berapa harganya, aku tidak akan membeli barang semacam itu. "Lalu apanya yang nggak bagus?"

Dia mendengus keras, mulai kehilangan kesabaran. Dia berkonsentrasi kembali pada pistolnya, mengokang dan membidiknya keluar. Dia menembakkan lagi pistol itu. "Argh, sial! Sudah kubilang, aku bukan ahli dalam serangan jarak jauh."

Apa maksudnya sejak tadi tembakannya meleset?

"Memangnya kau biasa menyerang orang dengan serangan jarak dekat?" Dia tidak menjawab. Aku menjadi ngeri membayangkan pemuda ini menyerang orang-orang di jalanan. Mungkin dia salah satu dari kelompok yang menyerang pada malam hari itu. Aku bergidik.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 05, 2010 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

[R] AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang