Perjalanan Panjang Lavender

719 2 0
                                    

Aku berjalan sendirian masuk kedalam loby Apartemenku, ketika seorang gadis blonde tengah tertidur diatas sofa tempat menunggu di loby tersebut. Aku melihat keseliling dan keadaan Nampak sunyi dan sepi bahkan diluar sana di kota New York yang tak pernah tidur.

AKu berjalan mendekat kearahnya dan menepuk pundaknya dengan pelan mencoba tak mengganggunya. Gadis itu membuka matanya sedikit dan aku bisa melihat mata birunya yang seketika berwarna merah. Entah sudah berapa lama dia sudah menungguku disini dan aku merasa tidak enak.

“ Lavvy, sudah berapa lama kau disni?” tanyaku pelan

Lavender mengulat sebentar dan menatap keseliling, nampaknya dia sadar bahwa ia terlihat bodoh tertidur di loby apartemen yang syukurnya sepi. Lavender menatapku sebentar, mungkin belum 100%nyawanya terkumpul. Lalu ketika ia sadar, ia memukul tanganku dengan tasnya.

“ aku tak akan mau berada disini jika aku punya pilihan!” ujarnya

Aku tertawa kecil, Lavender sama saja seperti Kylie, bedanya dia bertingkah seperti ini sejak kami berdua putus. Tapi melihatnya dapat berbicara lagi padaku, aku menghitung itu sebagai pemberian maaf.

“ sayangnya sih begitu, mari kuantar” aku menunjuk pada lift Loby yang sepi dan menekan angka 15. Lavender masih memeluk erat jaket birunya yang merupakan warna favoritenya. Hanya ada kami berdua di lift ini dan Lavender mulai member perhatian pada keadaan sekelilingnya.

“ orang bodoh macam apa yang percaya akan mitos angka 3, 4 dan 13?” ujarnya ketika dia menatap tombol lift.

AKu menatap tombol lift itu dan aku baru menyadari bahwa Lavender benar “ mungkin mereka tak mempercayainya tapi ornag lain mungkin…”

“ Jerr! Mitos angka 3 dan 4 hanya popular di Asia, seberapa banya Asian disini? Dan angka 13 tidak masuk akal sama sekali!”

Aku menggigit bibir bawahku aku merasa dia benar tapi aku kurang setuju tentang minimnya orang Asia disini, faktanya… lumayan banyak.

Lift terbuka dan Lavender berjalan duluan dan aku mengikuti dibelakangnya. Ia berhenti didepan lorong dan menatap sekeliling apartemen yang bergya minimalis-kotemporer, dengan balok-balok kayu mahoni yang mengelilingi atap dan lampu abstrak yang fantastis. Lorong ini besar dan terang dengan karpet merah terang benderang dibawahnya.

“ ini penthouseku…” ujarku sambil membuka pintu penthouse

Lavender terkesima melihat penthouseku, ukurannya tak seberapa disbanding milik Logan dan Dean tapi entah apa yang membuatnya terkejut.

“ well, karena ini milikmu, aku tak akan bertanya…” ujarnya

Aku menoleh sebentar dan aku tahu apa maksudnya. Tak semua anak laki-laki dapat emnjaga kamarnya tetap bersih, terlebih lagi penthouse. Lavender meletakan tas channel coklatnya. Kopernya masih tertinggal dirumah Adele tapi dia tak terlihat mempedulikannya. DIa duduk diatas sofa putihku dnegan lemas. Wajahnya terlihat lelah dan ada kesedihan yang mendalam dari tatapan kosongnya.

Aku berjalan kearah dapur dan menuangkan secangkir the hangat untuknya dan duduk disampingnya. Lavender hanya memegangi cangkir the yang beruap tersebut dan masih menatap kosong lantai. AK uterus menatapnya mengira-ngira apa yang sedang dia pikirkan.

Lalu dia menoleh kearahku dengan mata yang berkaca-kaca, tapi tak ada sbeutir air mata turun dari kelopaknya. DIa mengambil nafas panjang dan mendekatkan pandangannya kearahku.

“ aku tak pernah mengira semuanya akan secepat ini Jerr…” ucapnya menatapku lekat-lekat. Aku mengangguk tanda mengerti walaupun caranya berbicara lebih terasa seperti dia tak bisa menyangka bahwa hubungan kami bisa berakhir secepat itu.

Tapi aku tahu bukan itu yang dia maksud, dia membicarakan tentang Adele.

“ people come and go Lav…” ujarku pelan

Lavender kembali menatap dinding kosong, mulutnya terangkat seakan ada kalimat yang akan dia ucapkan dari mulutnya, tapi aku tak mendengar apapun, aku menunggu apa yang akan dia katakana.

Lavender menatap lantai dan menghirup sedikit tehnya lalu menatapku.

“ kau bisa bantu aku?” tanyanya dengan mata berbinar

AKu terkejut dnegan permintaanya… meminta bantuanku? “ aku akan coba selagi aku bisa” ujarku

Lavender tersneyum tipis, senyum yang mungkin sudah 6 bulan lamanya tidak kulihat. Walaupun kami baru putus kurang dari sebulan.

“ listen, you know who’s the boy with thoose tosca eyes with a girl name Alison right?” tanyanya

AKu memicingkan mataku, menerawang isi otakku, lelaki dengan mata tosca, tidak lain dan tidak bukan Logan. Tapi caranya mengatakan matanya yang tosca agak memiris hatiku, karena orang dnegan mata tosca memiliki kepribadian yang indah dan tampilan mereka menawan, mungkinkah ini semacam pujian , atau dia memang tidak melihat mata Logan berwarna biru tapi tosca.

“ Logan?” tanyaku

“ yeah… kau-kau tahu apa saja tentang hubungan Adele dan Logan serta Alison?” tanyanya

AKu tak menyangka dia akan bertanya seperti ini, rasanya aku lebih baik memperbaiki hubungan kami daripada mencoba menyatukan Logan dan Adele yang sudah tiada dan membuang Alison jauh-jauh, dan nampaknya Lavender mencoba untuk membalaskan dendam Adele Tapi dengan aku dan Kylie, tentu saja aku dan Lavender tidak akan pernah bisa bersama lagi, kecuali ad akeajaiban terjadi.

Aku memutar boa mataku, mencoba mengingatn. Aku sudah 3 minggu mengenal Logan dan menceritankannya terasa aneh. Tapi aku mengalihkan pertanyaan “ kenapa kau bertanya begitu?” tanyaku

Lavender nampaknya agak gusar dengan pertanyaanku, tapi dia tidak marah, dia menatapku dalam-dalam “ k-karena, karena selama ini aku selalu mencoba membantu Adele memata-matai Logan tapi aku tak bisa… kau tahu, aku di London dan dia di New York. Thousang miles dan mungkin kah aku membeli teropong berkilo-kilo meter untuk itu?” ujarnya

AKu mengatupkan bibirku rapat-rapat, Lavender memang terlalu setia kawan sehingga terkadang aku tak mengerti jalan pikirannya.

“ Logan merasa sangat sedih kehilangan Adele, tapi sejak dia bertemu Alison logan ampaknya sudah mulai bisa move on, dia bisa saja jatuh lebih dalam kalau dia tidak sedang bimbang…” ujarku singkat

Lavender hanya mengangguk dan dia tidak meminta lebih dari itu, ada ketegangan diantara kami, rasanya otaknya memikirkan sesuatu dan aku punya firasar buruk.

“ seandainya smeua teka-teki ini bisa terjawab sebelum dia menghembuskan nafas terakhirnya…” ujar Lavender pelan dengan mata yang berkaca-kaca

Aku hanya terdiam “ dia tidak pernah tahu ada yang special diantara Alison dna Logan, karena dia baru mengenal Alison tepat tadi siang, dan dia tidak tahu gadis macam apa yang mengancamnya dan nyawa ibu serta keluarganya, tapi dia sudah terlanjur pergi…” isaknya

“ dia sudah tahu…”ujarku

“ tapi dia ada didunia lain, dia tidak disini bersamaku dan memecahkannya bersama…”

“ mungkin-mungkin memang sudah takdirnya untuk tahu disaat dia tak lagi disini…” ujarku serius

Lavender menatapku, dan aku mulai melemaskan mataku mencoba tak memelototinya, karena orang-orang bilang bahkan disaat aku memasnag poker face, aku terlihat seperti ornag yang sednag marah. Dengan kata lain, aku memang garang dan judes.

Lavender masih menatap mataku lalu pandnagannya berubah seakan0akan dia barus saja mendapat ide” Skand.. tunggu dulu, apa yang pria gila itu katakana tentang gadis berwajah arab?” tanyanya

“ gadis berwajah arab?” ujarku, awalnya aku tak ngeh dengan apa yang dikatakannya dna aku mulai idak mengerti

“ dia.. mengatakan sesuatu tentang gadis berwajah arab…” ujarnya menyakinkan

Aku mengernyitkan dahiku, aku tak tahu dia mengucapkannya “ aku tak tahu dia mengucapkannya apa tidak, tapi kalau itu betul-“ aku menghentikan kalimtaku dan menatap lurus Lavender

“ jangan katakan…”

Pieces of Love riddle ( Indonesian Language )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang