49. memburu si penjagal mayat

674 6 0
                                    

1

PEMANDANGAN Di Lereng Selatan Gunung Merbabu indah sekali pagi itu. Di atas langit

biru bersih disaput awan berarak yang dihembus angin perlahan-lahan dari timur ke barat. Di kaki

gunung sebelah timur menghampar sawah luas yang tampak menguning tanda waktu panen yang

menggembirakan para petani tidak lama lagi. Di sebelah barat tampak daerah bebukitan yang subur,

menghijau tertutup daun-daun pohon jati yang telah berusia puluhan tahun. Membelah hutan jati, di

sebelah tengah melintang sebuah sungai kecil yang dari jauh airnya kelihatan memutih seperti perak

tertimpa cahaya matahari yang sedang naik.

Jauh di sebelah selatan menjulang gunung Merapi laksana raksasa penjaga negeri, penuh

gagah dan perkasa. Gunung Merbabu sendiri berdiri tegak dalam kesunyian, seolah dibungkus oleh

satu ketenangan misterius karena selama ini hampir tak ada orang atau penduduk sekitar tempat itu

yang pernah naik. Jangankan sampai ke puncaknya, sepertiga lereng gunungpun kabarnya belum

pernah didaki orang atau penduduk setempat. Konon pernah ada berita bahwa di atas gunung

Merbabu itu terdapat sebuah pertapaan dimana tinggal seorang sakti pimpinan sebuah perguruan silat

yang mempunyai beberapa anak murid. Sampai dimana kebenaran berita itu tidak pernah dibuktikan

orang karena siapa pula yang mau menyelidik.

Angin gunung berhembus sejuk. Daun-daun pepohonan bergemerisik halus. Kicau burung

terdengar dikejauhan. Lalu lenyap. Sunyi beberapa ketika. Sesaat kemudian kesunyian itu dipecahkan

oleh suara siulan yang akan terasa aneh bagi siapa saja yang mendengarnya. Aneh karena suara siulan

itu keras sekali seperti bukan suara siulan manusia. Lalu lagu maupun irama yang disiulkan itu sama

sekali tidak sedap didengar karena kacau balau naik turun tinggi rendah tidak menentu. Siapa

gerangan orang yang bersiul ini?

Ternyata dia seorang pemuda berpakaian putih lusuh. Kepalanya yang berambut hitam

gondrong diikat dengan sehelai sapu tangan putih. Di pinggangnya menonjol sesuatu tanda di bawah

pakaiannya pemuda ini membekal sebilah senjata, entah golok, entah keris ataupun pisau besar. Di

tangan kanannya dia memegang sepotong ranting kayu yang dipergunakannya untuk menguak semak

belukar atau rerantingan yang menghalangi langkahnya. Ketika angin bertiup lagi dan baju di bagian

dada si pemuda tersingkap terlihatlah tiga deretan angka yang dirajah pada dadanya. Angka 212. Tak

pelak lagi pemuda yang bersiul tanpa juntrungan ini adalah Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212

Wiro Sableng, murid si nenek sakti dari puncak gunung gede. Dan benda yang menonjol di pinggang

pakaiannya itu sudah dapat dipastikan adalah Kapak Maut Naga Geni 212, senjata mustika yang sulit

dicari tandingannya dalam dunia persilatan.

Mendadak Pendekar 212 hentikan siulannya. Gerakan kedua kakinya ikut berhenti. Mulutnya

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 30, 2011 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

49. memburu si penjagal mayatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang