pedang pembunuh naga (evisode 7)

8.1K 26 0
                                    

 

TO Liong TO/ Thio Boe Kie 61 - 70

 

 

 

Tay Kis tertawa dingin, “Kalau anak angkatmu seperti mustika, apakah anakku tak lebih daripada lumpur yg kotor?” tanyanya dengan suara getir.Sehabis berkata begitu seraya menuntun tangan Siauw Ciauw, ia melompat ke perahu yang segera didayung kearah kapal besar.

Mendengar perkataan nyonya itu, Cia Soen dan yang lain2 terkejut. “Kalau begitu benar Siauw Ciauw puterinya,” kata Tio Beng.

Tak lama kemudian Tay Kis dan Siauw Ciauw sudah berada dikapal besar dan mereka terus bicara dengan para Po Soe Ong.

Sementara itu kapal Boe Kie terus menenggelam dengan perlahan. Sedim demi sedim tiang layar masuk kedalam air.

Cia Soen menghela napas. “Boe Kie,” katanya. “Aku salah menilai Han Hoejin, kau salah menilai Siauw Ciauw. Boe Kie seorang lelaki sejati harus mundur dan bisa maju. Biarlah untuk sementara waktu kita menelan hinaan untung mencari kesempatan guna meloloskan diri. Diatas pundakmu terdapat beban yg berat. Berlaksa laksa rakyat di Tiong Goan menunggu nunggu tindakan Beng Kauw untuk mengusir Tat coe dari negara kita. Boe Kie begitu ada kesempatan kau mesti menggunakannya untuk melarikan diri. Jangan perdulikan yg lain. Kau adalah pemimpin suatu agama. Kau harus mengerti apa artinya itu.”

Sebelum pemuda itu menyahut Tio Beng sudah mendahului. “Fuh! sedang jiwa sendiri tak bisa ditolong lagi, kau masih bicarakan soal Tat coe”

Cie Jiak yg sedari tadi terus membungkam, tiba2 berkata. “Rasa cinta Siauw Ciauw terhadap Thio Kong coe sangat besar. Menurut pendapatku ia takkan berkhianat.”

“Apa kau tak lihat cara bagaimana Cie gan liong ong mendesak dia?” tanya Thio Beng. “Semula Siauw Ciauw menolak, kemudian lantaran terlalu didesak, ia kelihatannya meluluskan permintaan ibunya. Hm.. dan dia berlagak sedih.” Sesaat itu tiang layar hanya menonjol setombak lebih dari permukaan air. Gelombang yang turun naik membawa semua orang.

“Thio kong coe,” kata Tio Beng sambil tertawa, “kami akan mati bersama sama kau dan segala apa tamat ceritanya. Tapi Siauw Ciauw yg licik dan licin malah tak bisa mati bersama sama kau.” Biarpun kata2 itu semacam guyon, artinya sangat mendalam. Dengan berkata begitu terang2 nona Tio menyatakan rasa cintanya yg sangat besar terhadap pemuda itu.

Boe Kie sendiri merasa sangat terharu. “Benar,” pikirnya. “Aku tak bisa menikah dengan mereka sekaligus. Tapi bahwa aku bisa mati bersama2 mereka, tidaklah Cuma2 kuhidup didunia ini.” Sambil memikir begitu ia melirik Tio Beng melirik Cie Jiak dan melirik pula In Lee yang berada dalam dukungannya.

Ia menghela napas. In Lee masih berada dalam keadaan setengah sadar dan setengah lupa sedang Tio Beng dan Cie Jiak seperti berlomba lomba dalam kecantikan. Pada muka mereka yg bersermu dadu terdapat titik2 air, sehingga kalau Tio Beng seperti sekuntun bunga mawar, Cie Jia bagaikan bunga anggrek. Ia menghela napas pula dan berkata dalam hati, “Hai! Bagaimana aku bisa membalas budi merek?”

Sekonyong2 dari kapal2 Cong kauw terdapat sorak sorai bergemuruh. Boe Kie kaget. Ia mendapat kenyataan, bahwa semua orang disetiap kapal berlutut diatas geladak dengan menghadap kearah kapal besar itu sendiri, semua Po Soe ong berlutut dihadapan seorang yg duduk disebuah kursi. Orang itu kelihatan seperti Siauw Ciauw. Sebab jarak terlampau jauh ia tak bisa lihat tegas. Ia merasa sangat heran, apa yg dilakukan oleh orang Persia itu?

Beberapa saat kemudian, orang2 it bangung berdiri tapi sorak sorai yg sangat gembira, masih terus terdengar.

Sekonyong2 sebuah perahu mendatangi. Waktu perahu itu sudah datang dekat, penumpangnya ternyata bukan lain daripada Siauw Ciauw sendiri. Si nona menyapa dan berteriak, “Tio Kongcoe! Mari kita naik kekapal besar. Mereka takkan menunggu kalian.”

pedang pembunuh nagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang