BAGIAN KEDUA: Bab VI

243 21 4
                                    

Pada dekade pertama abad ke-21, konflik sipil berkepanjangan di Ukraina yang akan menimbulkan jutaan korban jiwa penduduk sipil selama bertahun-tahun setelahnya dimulai. Konflik tersebut dipicu oleh sebuah krisis ekonomi, diikuti dengan rangkaian demonstrasi. Ribuan rakyat turun ke jalanan untuk menuntut pemerintah yang lama turun takhta. Ekonomi ambruk dalam beberapa hari, dan mereka yang kehilangan pekerjaan bergabung dengan para demonstran. Pemerintah yang lama akhirnya turun jabatan, dan dewan peralihan mengadakan pemilu secara terburu-buru untuk memilih pemerintah yang baru untuk menstabilkan kondisi.

Kenyataannya tidak semudah itu. Pemerintahan yang baru, yang sangat condong ke arah Barat dan Uni Eropa, tidak diterima dengan tangan terbuka oleh seluruh masyarakat negara itu. Puncaknya adalah sebuah referendum yang diadakan oleh Crimea, sebuah wilayah di bagian Timur negara tersebut. 70% penduduknya menyatakan keinginan untuk memisahkan diri dan bergabung dengan Rusia, sebuah tindakan yang diterima dengan tangan terbuka oleh sang beruang merah.

Hal tersebut membuat Uni Eropa dan Amerika Serikat berang. Mereka menuduh Rusia telah menyusupi Ukraina dan menimbulkan instabilitas politik guna mengklaim wilayah Crimea. Pemerintahan baru Ukraina sendiri pun tidak tinggal diam. Mereka menggerakkan militer, tank, pesawat, dan infantri untuk mengambil alih kembali Crimea. Mereka mengira misi tersebut akan berlangsung dengan lancar dan tanpa hambatan. Toh, bukankah Crimea hanyalah sebuah wilayah kecil yang dapat diduduki kembali dengan cepat?

Mereka tidak memperkirakan betapa cepatnya Rusia bisa mengirimkan persenjataan mereka juga kepada warga Crimea. Gerakan militan lokal menahan laju tentara Ukraina cukup lama hingga balatentara Rusia bisa tiba di perbatasan dan menghabisi sisa-sisa pasukan musuh. Ukraina dipukul mundur, lebih dari separuh kekuatan militernya lumpuh.

PBB mengadakan rapat besar. Dalam pertemuan yang dihadiri ratusan negara dan berlangsung sangat panas tersebut, sebuah peristiwa politik paling terkenal dalam sejarah dunia modern terjadi: kontingen Rusia bangkit berdiri dan menyatakan mundurnya negara mereka dari PBB. Hal tersebut diikuti oleh Cina, Vietnam, Kuba, dan Iran. Banyak negara-negara lainnya yang melakukan walk out pada saat yang sama. Hari itu, PBB runtuh.

Rangkaian kejadian berikutnya mengarah pada instabilitas politik dunia, produksi senjata besar-besaran, pembagian dunia menjadi tiga kubu—Soviet, NATO, dan Non-Blok, seperti di masa perang dingin abad ke-20—dan akhirnya, perang nuklir. Separuh lebih Amerika Serikat, sebagian besar Eropa Barat, tiga perempat peradaban dunia modern lumpuh. Milyaran jiwa dari ratusan negara menjadi korban. Semua orang mengira dunia akan musnah. Namun, di luar dugaan, tak lama kemudian, Rusia dan Cina menyerukan gencatan senjata dan sebuah perjanjian damai untuk mengakhiri perang. Peristiwa tersebut disiarkan secara luas, dan NATO dinyatakan sebagai pemenang.

Banyak orang yang bertanya-tanya mengapa Rusia dan Cina mengaku kalah dan mengakhiri perang seperti itu. Dari persentase kehancuran dan jumlah senjata, mereka berdua saja sudah memiliki lebih dari cukup untuk bisa menghapus negara-negara NATO berdasarkan urutan abjad dalam hitungan hari. Alasannya menjadi jelas beberapa lama kemudian: Rusia dan Cina mendapat bantuan dana dan fasilitas yang sangat besar dari pihak pemenang. Cukup untuk menyuplai mereka guna membangun Dinding Rusia dan memasang sistem pertahanan paling kuat yang pernah ada dalam sejarah. Mencabut diri dari jaringan net dunia, mereka mendeklarasikan diri sebagai Dunia Timur dan memulai tren pembagian bumi: NATO dan sekutu-sekutunya—termasuk Australia—sebagai Dunia Barat; Rusia, Cina, dan sekutu-sekutu mereka—termasuk Jepang dan Korea yang telah mereka taklukkan—sebagai Dunia Timur, dan negara-negara lainnya, terutama Afrika dan Asia Selatan hingga Tenggara, sebagai Dunia Tengah.

"Raul, bangun!" seorang pria berseru, menepuk-nepuk bahunya. "Hei, bangun, Raul! Sudah hampir sampai!"

Sherry membuka matanya perlahan-lahan. Dia tidak tidur—tak satupun dari jenisnya yang benar-benar bisa tertidur, tidak dalam artian seperti makhluk hidup tertidur—tapi dia memainkan perannya dengan baik. Wajah pucat, mata mengerjap-ngerjap, melihat kanan-kiri, dan menggeleng-gelengkan kepala dengan cepat. Akhirnya, ia mengusap wajahnya dengan sebelah tangannya, lalu menatap pria berjanggut kotor lebat yang sedang menghisap sebatang cerutu di hadapannya sembari berkata, "Hah?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 06, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HollowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang