part 1

47.2K 750 37
                                    

Adelaide merasa perlu menarik nafas panjang tiga kali ketika melihat deretan nomor yang muncul di layar ponselnya. Margie tak pernah membawa kabar baik. 

“Halo, Addie. Kuharap kau bisa meluangkan waktu sejenak,” seru suara ceria penuh semangat di ujung sana. 

“Aku sudah menerima panggilanmu. Itu tandanya aku siap mendengarkan ocehanmu, apapun itu,” jawab Addie datar. 

“Baiklah. Oh Addie, kau pasti tak akan menyangka kabar baik apa yang akan aku bawa kali ini,” cerocos Margie berlipat tiga kali riangnya. 

“Tentu saja aku tak tahu. Kau belum mengatakannya kan?” 

“Jangan cerewet, Addie sayang... kau pasti akan suka mendengar apa ideku kali ini. Kau tahu kan Fiona Shelby, pacar terakhir Ray? Wanita canggih yang super keren itu ternyata selain editor majalah mode, juga merupakan pewaris utama saham mayoritas di media fashion itu! Betapa kebetulan yang manis! Ya ampun sayang... aku sampai hampir pingsan begitu membaca informasi itu di majalah. Kau tahu kan kalau Ray dan Fiona muncul di halaman majalah minggu ini? Aku sampai harus kerepotan menerima semua cecaran pertanyaan dari semua teman-temanku!” 

Addie memutar bola matanya sambil menatap ke atas, ke langit-langit lorong rumah sakit yang setelah dia perhatikan dengan detil ternyata tidak benar-benar bersih mulus. Ada beberapa gelombang di tempat-tempat tertentu serta tampak warna yang lebih gelap akibat genangan air yang membuat beton itu lembab dan berjamur.

Hanya Margie dengan pola pikirnya yang absurd itu yang menganggap hubungan Ray dan Fiona sebagai kebetulan yang manis! Pasti tak akan masuk di kepala cantik gadis itu segala intrik-intrik kotor dunia bisnis, termasuk mengumpankan calon-calon pewaris demi sebuah alasan perjodohan untuk membalut ekspansi bisnis. 

“Addie! Kau masih mendengarku tidak sih?” jerit Margie tak sabar. 

“Masih sayang. Kau baru saja menyebutkan tentang sampul majalah, kalau aku tidak salah tangkap.”

 “Sampul majalah dengan Ray dan kekasihnya yang paling mutakhir itu sebagai modelnya, kalau kau perlu tambahan info. Ah, sudahlah! Aku tahu, kau tetap tak menyukai Ray. Aku tak tahu ada apa di antara kalian hingga kalian selalu seperti anjing dan kuncing itu. Demi Tuhan, Ray kan sudah seperti kakakmu sendiri?” 

“Margie, bukan aku yang tidak suka Ray, aku suka Ray. Terlalu suka malah. Kau pasti tahu itu. Tetapi Ray yang tidak menyukaiku.” 

“Tepatnya Ray tidak menyukai kita berdua, adik-adiknya yang selalu menjadi beban baginya.” 

“Ray sebal kepadamu karena kamu usil, ceriwis, dan suka merepotkan, Margie. Tetapi Ray tidak suka kepadaku karena aku jelek dan menyedihkan!” 

“Hoa! Addie!” di ujung sana Margie tertawa terbahak-bahak. “Aku anggap itu pujianmu yang paling tulus! Aku tak bisa membayangkan bagaimana wajah Ray mendengar ucapanmu itu. Ingatkan aku untuk menyampaikannya kepada Ray nanti.” 

“Aku tak perlu mengingatkanmu tentang apapun kecuali bahwa aku sedang bekerja dan tidak bisa meladeni segala omong kosongmu itu.” 

“Ah, si kecil Addie yang malang. Maafkan aku atas gangguan terhadap waktumu yang berharga ini. Aku telah membuatmu berhenti dari apapun pekerjaan yang sedang kau lakukan. Kapankah kau berniat berhenti marah-marah tidak jelas begini? Sudahlah, tinggalkan pekerjaan main-mainmu itu. Kau kadang terlalu serius menanggapi omongan Ray. Aku yakin Ray tidak sungguh-sungguh dengan kata-katanya, dan kau tidak perlu marah serta dengan keras kepala berusaha menunjukkan pada Ray bahwa kau mampu hidup sendiri. Kalian kekanakan sekali. Sudah saatnya kau kembali ke sini. Aku bosan dan kesepian sendirian di sini!” 

The Adorable GentlemanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang