Cady: An Awkward Sunshine

3.6K 135 2
                                    

Matahari seakan bertanya kepadaku, apakah tangisan dapat menyelesaikan masalahmu? Harusnya aku mengedepankan komitmenku atas semua konsekuensi ini. Aku memang tidak punya keluarga disini. Mrs.White? Mungkin beliau sedang bergulat dengan jajaran desainer di Dubai sana. Aku hanya memiliki satu teman, Shanne. Hanya saja dia lebih memilih menghabiskan waktunya untuk pacarnya, bukan aku.

Mungkin aku hanya merasakan sebuah rasa kesepian yang luar biasa. Namun, setahuku kesibukan dapat membuat kita lupa akan sesuatu yang menyedihkan. Tapi untuk kasus satu ini, sulit untuk dipecahkan. Aku hanya butuh didengarkan atau mendengarkan atau lebih tepatnya lagi sahabat. Sudah cukup pengalaman SMAku yang tidak mengenakkan. Move on sepertinya salah satu jalan keluar.

=0.0=

Kugoreskan pensilku pada kertas gambar yang kusimpan sejak kepindahanku ke Kota Apel, rumah baruku. Wajah anak kecil tersebut mengingatkanku pada sepupuku di Indonesia. Danau adalah pemandangan yang sangat indah untuk dipandang. Banyak sekali kehidupan di danau yang sebenarnya tidak kita ketahui. Seperti kehidupan cintaku, semua itu blur.

"Nice Sketch!". Tiba-tiba suara berat tersebut berada di belakangku. Aku terkejut setengah mati.

""Holly cow! Niall kau mengagetkanku!", jeritku.

“Jadi kau pelukis?”, tanya Niall yang sedang memandang lukisanku.

“Bukan, aku bukan pelukis” jawabku singkat.

Direbutnya lukisanku dengan paksa. Niall melihat lukisan itu dengan dalam. Aku tak bisa mengartikan apa yang ada di dalam pikirannya. Yang kulihat hanya sepasang bola mata indah itu. Entah apa yang kupikirkan saat ini. semenjak Niall berada disini, aku.. aku.. merasa.. tenang?

“Kau penipu yang buruk! Lihatlah lukisan ini Cady.. perhatikan dengan seksama!”, seru Niall.

“Gradasi pensil yang kau buat seirama dengan aslinya, anak kecil ini juga...”, belum sempat Niall menyelesaikan khotbahnya, seorang laki-laki dengan perawakan tinggi, cool, dan seksi itu menghampirinya.

“’sup bro?”, kata laki-laki tersebut sambil melayangkan angka lima ke udara. Niall hanya terdiam dan menatap laki-laki itu awkward.

“C’mon Niall! Aku sudah mengajarimu Hi-Five gayaku kan?”, laki-laki itu mengamuk.

nerd!”, ujar Niall.

Seketika itu, image tinggi, cool, dan seksi itu menghilang dalam bayanganku. Laki-laki itu menjitak kepala Niall dengan keras, kulihat Niall sejenak memegang kepalanya dan melontarkan pandangan tajam pada laki-laki tersebut. Niall mengejar laki-laki itu dengan semangat. Kejadian yang benar-benar aku rasa tidak sepadan dengan perawakan laki-laki tersebut pun terjadi. Laki-laki tersebut dan Niall berkejar-kejaran disekelilingku layaknya film Bollywood. Ilfeel!

“Okay! Stop it Liam! Hahaha..”. tarikan nafas Niall terdengar terengah-engah.

“kau yang memulai Niall! Kau tahu?”, laki-laki tersebut tersenyum dan merangkul Niall.

Senyumanku tak dapat tertahankan, sudah lama aku tak mengalami hal seperti ini. seperti berada dalam taman bunga luas penuh dengan permainan-permainan. bahkan permainan yang kubuat sendiri. masa kecil yang sangat membahagiakan, namun sekarang aku hanya bisa tersenyum atas masa lalu dan masa ini.

Tak sengaja mataku bertemu dengan mata laki-laki tersebut. Dibalasnya senyumanku dengan ulasan senyum yang menggemaskan. Jujur aku mengetahui betul siapa laki-laki ini sebenarnya, akan tetapi aku malu untuk menyebutkan namanya. aku belum pernah berkenalan dengannya, bertemu dengannya saja baru kali ini.

“You must be Cady!", serunya dengan semangat.

"yep! and you must be Liam, right?".

Ia tersenyum kearahku, senyuman itu mengingatkanku pada seseorang. Senyuman yang ingin kuhapuskan sejak dulu kala. andaikan aku memiliki tombolBackspace saat ini. ataupun CTRL+Z itu dapat berfungsi pada saat ini, aku akan membuatnya tidak tersenyum.

"Kalian disini dulu saja ya, aku akan membeli mineral. Aku dehidrasi", kata Niall.

Kulihat Niall mulai menjauhiku dan Liam. suasana pun menjadi sepi. walaupun banyak orang yang berlalu lalang di danau ini. kopiku pun sudah hampir habis. yang kulakukan saat ini hanyalah menunggu Liam mengatakan sesuatu. sungguh ini keadaan yang sangat kubenci!Awkward.

"So, Liam.. saat pertama kali aku interview kau kemana?", tanyaku sekaligus membuyarkan semua ke-awkward-an ini.

"Mom sedang berada di Rodeo Drive, ia memintaku untuk menemaniku untuk berbelanja. kau tahu, aku hampir muntah melihatnya berbelanja", kata Liam sambil melipat tangannya.

"Hey! belanja adalah hak asasi wanita! hahaha", candaku membuatnya ikut tersenyum.

"jadi kau suka berbelanja?", tanya Liam.

"Ya, sepertinya. tapi belakangan ini, aku sedang menabung. jadi kuurungkan niatku untuk berbelanja".

"menabung untuk apa?", tanya Liam penasaran.

"yah.. kau tahu, untuk praktik kuliahku",ujarku.

"maka dari itu kamu mengambil part-time?".

"ya kurasa",jawabku.

Ini juga masalah dalam kehidupanku, uang. kapan semua orang tidak menjadikan uang sebagai tuhan mereka dalam menjalani hidup. toh, kebahagian tidak dapat diukur dari keuangan. uang hanya menjadi perantara dan penentu dimana kelas kita berada.

"well, goodluck menghadapi kita ya!", seru Liam.

aku tersenyum dan memandang matahari.Hey matahari, kau boleh menganggapku sebagai titik yang tak berguna bagimu. tapi aku tak akan berhenti untuk mengejar apa yang kuinginkan. kau tahu apa yang kuinginkan? kau sungguh ingin tahu? Baiklah.. yang kuinginkan adalah secerca cahaya ultraviolet yang membakar kulitku menembus ke dalam hatiku sehingga aku dapat melelehkan hatiku yang tertutup rapat. maybe..

Summer Love: New YorkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang